Anda di halaman 1dari 13

HADIST TENTANG CSR (Coorporate Social Responbility)

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Hadist Hukum Ekonomi
Dosen Pengampu: Dr.Sakirman,M.Si.

DISUSUN OLEH :

EXAN BAGUS KUNCORO (1702090031)


TEGAR AJIANSYAH (2002020015)

Kelompok 14
KELAS A

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
T.A. 1442 H / 2021 M

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul Hadist Tentang CSR
(Coorporate Social Responbility).
Saya ingin mengucapkan bnayak terima kasih kepada segenap saudara-saudari
seiman sekalian, terutama khusunya kepada dosen pengampu yang selalu senantiasa
tiada bosannya membimbing kami sampai detik hari ini, juga kepada segenap kawan
dan sahabat kami sekalian yang telah mau untuk kami ajak berdiskusi dalam
pembentukan makalah ini,
Dan yang terakhir, kami sangat memohon kepada segenap pembaca sekalian,
sebagai insan, kami tidak akan pernah luput dari pada salah dan lupa. maka dari itu,
apabila mungkin dari beberapa hal yang telah kami uraikan, baik dalam segi
pemahaman ataupun penulisan ada kesalahan, maka kami mohon klarifikasi, kritik
dan sarannya yang membangun, dan tentunya yang demikian sangat kami harapkan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Metro, 23 Mei 2021

Kelompok 14

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi dan Orientasi CSR............................................................................ 3
B. Ruang Lingkup CSR....................................................................................... 3
C. Corporate Social Responsibility (CSR) Ditinjau dari Hukum Islam.............. 4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..................................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi inhern dari ajaran Islam
itu sendiri. Tujuan dari syariat Islam (maqâshid al-syarî’ah) adalah maslahat. Bisnis
adalah upaya untuk mewujudkan maslahat, bukan sekadar mencari keuntungan.
Naqvy menyebutkan, kegiatan ekonomi dan bisnis dalam Islam dilandasi oleh
aksioma tauhid, keseimbangan, dan pertanggungjawaban.1
Di tanah air sendiri, CSR menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU
PT No.40 Tahun 2007 yang menyebutkan, “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan” (pasal 74 ayat 1). Karena dalam UU tersebut,
jelas disebutkan bahwa perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
Hal ini tentu saja mengubah paradigma awal yang sebelumnya berkembang di
kalangan pengusaha bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial adalah semata-mata
kerelaan perusahaan saja, karena sifat sosial dan suka relanya. Para pengusaha hanya
menjalankan tanggung jawab sosial sebagai kepentingan publikasi demi membangun
citra baik di masyarakat.
Dalam islam tidak ada tepat bagi orang yang kikir. Jangankan bagi orang kaya
dan hidup berkecukupan, terhadap orang dalam konteks hidup hanya cukup untuk
makan saja berprilaku saling berbagi sangat dianjurkan. Dalam surat Al-Imran
ditegaskan bahwa surga disediakan bagi orang-orang yang menafkahkan hartanya
dalam keadaan lapang maupun sempit, yang berbunyi:2
Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS. Al-Imran: 134)

1
. Syeh Nawab Naqvy, Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesa Islam,(Bandung: Mizan 1996),
h, 17.
2
. Depatemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahan. (Jakarta. Depag: 2011).

1
Dengan kata lain berderma bukan kaitan dengan keadaan kaya saja akan tetapi
sekalipun seseorang berada dalam keadaan kondisi pas-pasan bahkan miskin,
berderma adalah sebuah keharusan. Maka dalam konteks perusahaan, ketika meraup
laba besar maupun sedang sulit karena diterpa krisis, bukan merupakan suatu
halangan untuk melakukan Corporate Social Responsibility (CSR).3
Ketika CSR ini dihubungkan dengan hukum islam, apakah sebenarnya islam
telah mengatur mengenai hal ini? Sehingga kegiatan yang dilakukan oleh perusahan
tersebut bernilai ibadah bagi para pelaku usaha. Disamping itu kegiatan CSR ini
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan yang bersifat kemanusiaan. Sedangkan
maslahah mursalah ini merupakan suatu hukum dimana tidak terdapat dalil mengenai
perintah dan larangannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi dan Orientasi CSR?
2. Bagaimana Ruang Lingkup CSR?
3. Bagaimana Corporate Social Responsibility (CSR) Ditinjau dari Hukum
Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi dan Orientasi CSR.
2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup CSR.
3. Untuk Mengetahui Corporate Social Responsibility (CSR) Ditinjau dari
Hukum Islam.

3
. Joko Prastowo dan Miftahul huda, Corporate Social Responsibility Kunci Meraih
Kemuliaan Bisnis.
(Samudra Biru. Yogyakarta: 2011), hlm. 74.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Orientasi CSR


Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR. Sayangnya,
belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga.
Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR
menurut berbagai organisasi (Mapisangka, 2009) (World Business Council for
Sustainable Development: Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk
berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya
meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya.4

B. Ruang Lingkup CSR


CSR bekaitan dengan cara suatu bisnis bertindak terhadap kelompok dan
pribadi lainnya dalam lingkungan sosialnya. Kelompok-kelompok dan individu
tersebut disebut sebagai pihak pemercaya dalam organisasi (organizational
stakeholders). Pihak pemercaya dalam organisasi yaitu kelompok, orang dan
organisasi yang langsung dipengaruhi praktik-praktik suatu organisasi sehingga
berkepentingan terhadap organisasi itu. Griffin & Ebert (2003) dalam Alma & Juni
menyebutkan tujuh ruang lingkup dalam CSR dimana sebuah perusahaan harus
bertanggung jawab kepada pihak-pihak tersebut yaitu, pelanggan, karyawan, investor,
pemasok, dan komunitas lokal.5
Keterlibatan perusahaan dalam tanggung jawab sosial dan moral dapat
diimplementasikan dalam kegiatan bisnis perusahaan. Hal tersebut dimaksudkan agar
tanggung jawab sosial dan moral itu benar-benar terlaksana. Agar implementasi
tersebut dapat dilaksanakan, maka perusahaan harus mengetahu kondisi internal
4
. Badjuri, A. (2011). Faktor-Faktor fundamental, mekanisme coorporate governance,
pengungkapan coorporate social responsibility (CSR) perusahaan manufaktur dan sumber daya alam di
Indonesia. Dinamika Keuangan dan Perbankan 3.1, 38-54.
5
. Buchari Alma,,Donni Juni Priansa. 2009.Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta.
Bandung.Hal 182.

3
tertentu yang memungkinkan terwujudnya tanggung jawab sosial dan moral tersebut.
Menurut Suharto jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR
terhadap perusahaan yaitu, pertama, Brand Differentiation dengan cara memberikan
citra perusahaan yang khas, baik dan etis.6 Kedua, Human Resources dapat membantu
dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi, bagi staf
lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan motivasi dalam bekerja.
Ketiga, License to Operate dapat mendorong pemerintah dan public memberi “izin”
atau “restu” bisnis. Keempat Risk Management berguna untuk mencegah dan
mengurangi skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan.

C. Corporate Social Responsibility (CSR) Ditinjau dari Hukum Islam


Corporate social responsibility (CSR) atau sering dikenal dengan sebutan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, didefinisikan sebagia berikut; dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagi mana termuat dalam Pasal 1 angka 3 yang
berbunyi:7
“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”

Menurut peraturan perundang-undangan tersebut diatas dijelsakan


bahwasannya CSR merupakan suatu komitmen yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan terhadap masyarakat sekitar. Komitmen tersebut diwujudkan dalam
bentuk peran serta sebuah perusahaan sebagai bentuk dari perekonomian nasional
yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu
didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga perusahaan tersebut dapat melaksanakan

6
. Suharto, Edi. 2010. CSR&COMDEV Investasi kreatif perusahaan di era globalisasi.
Bandung: Alfabeta.hal 52-53.
7
. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

4
kegiatan usahanya dengan memperhatikan serta membantu dalam mensejahterakan
masyarakat indonesia.
Ketika melihat dalam pandangan filsafat hukum islam memberikan komitmen
perusahaan kepada masyarakat sering dikenal dengan zakat. Dalam hal zakat ini
merupakan salah satu ciri dari agama islam, dimana agama islam memiliki sifat
kemanusian, sehingga zakat diwajibkan kepada orang kaya yang hartanya nisab.
Selain itu zakat diperuntukan kepada orang-orang yang membutuhkan, baik yang
disebut fakir miskin.8 Disamping itu dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenaki
kewajiban untuk saling tolong menolong, yakni dalam Surat Al-Maidah ayat 2:9

Artinya: “........ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.”(QS. Al-Maidah: 2)

Dalam al-qur’an dengan jelas dikatakan bahwasannya bagi umat isam dalam
melaksanakan tolong menolong tersebut merupakan suatu kewajiban dan keharusan.
Disamping itu islam juga mewajibkan membayar zakat. Perintah melaksanakan zakat
tersebut sangat banyak dikarenakan pentignya fungsi zakat, antara lain dalam surat
At- Taubah : 103, yang berbunyi:

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan. (Q.S. At- Taubah : 103)

Selain itu mengenai zakat sebuah perusahaan dibagi menjadi kedalam dua
kategori, yakni;10 (1) perusahaan yang hanya menggunakan alat-alat sederhana dan
yang meodal utamanya untuk membeli bahan-bahan pokok, membayar upah
karyawan dan ongkos- ongkos. Dan (2) perusahaan yang modal utamanya untuk alat-
alat canggih yang amat mahal harganaya.

8
. Ismail Muhammad Syah, dkk. Filsafat Hukum Islam, (Bumi Aksara. Jakarta: 1999), hlm.
118.
. Depatemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahan. (Jakarta. Depag: 2011).
9

. Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, Asunnah, Pendapat Para
10

Ulama, (Mizan. Bandung: 1999), hlm 298.

5
Untuk jenis perusahaan pertama cara penghitungan zakatnya yakni
menghitung saldo uang di kas dan simpanan di bank pada akhir tahun, ditambah
persediaan bahan- bahan dan barang jadi serta piutang yang lancar. Kemudian jumlah
semua itu dikurangi beban hutang yang harus dibayar lalu dikeluarkan zakatnya
sebanyak 2½ % dari total jumlah aset yang tersisa.
Sedangkan untuk jenis perusahaan yang kedua zakat yang dikeluarkan dengan
cara penghitungannya yakni tidak dihitung dari harga mesin-mesin tersebut, tetapi
dari hasil prosuksinya dan mengeluarkan zakatnya sebesar 10 %. Perbedaan terebut
dikarenakan jika yang pertama menggunakan seluruh modalnya untuk diputarkan
sehingga dianggap sebagai harta yang tumbuh dan berkembang, jika yang kedua
sebagian besar dari modalnya digunakan untuk membeli alat-alat mahal sehingga
tidak dianggap sebagai harta yang tumbuh dan berkembang melainkan dihitung dan
dikeluarkan hanya dari hasil laba yang diperoleh saja.11
Malihat hal tersebut diatas hukum islam telah lama nengatur mengenai
tanggung jawab sebuah perusahaan, namun dalam hal ini digambarkan atau dibentuk
melalui zakat. Ternyata hubungan antara zakat dan kepedulian atau tanggung jawab
perusahaan tersebut merupakan suatu hal yang saling keterkaitan, dan dapat dikatakan
memiliki makna yang sama. Ketika berbicara mengenai perindustrian ialah islam pun
dalam melakukan prekonomian memiliki konsep dasar ekonomi islam, ada tiga pilar
pokok dalam ajaran islam yakni sebagai berikut:12
a. Aqidah, komponen ajaran islam yang mengatur keyakinan atas keberadaan
dan kekuasaan Allah, sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim
manakala melakukan berbagai aktivitas di muka bumi semata-mata untuk
mendapat ridha Allah.
b. Syari’ah, komponen ajaran islam yang mengatur tentang kehidupan seorang
muslim baik dalma bidang ibadah maupun dalam bidang muamalah yang
merupakan aktualisasi aqidah yang menjadi keyakinannya.

11
. Ibid ... hlm 299.
12
. Amir Mahmud, Bank Syari’ah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia, (Erlangga.
Jakarta: 2010), hlm. 24.

6
c. Akhlaq, landasanprilaku dankepribadian yang akan mencirikan dirinya
sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syari’at dan aqidah yang
menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah.

Selain itu islam membangun kohesivitas sosial, kasih sayang dan persaudaraan.
Hal tersebut diwujudkan dalam kewajiban zakat, infaq, dan sedekah yang merupakan
bentuk riil dari kepedulian antar sesama yang dibangun guna membangun
keharmonisan sosial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan atau keputusan
etis tergantung niatnya, yang dalam sebuah hadits rasulullah saw bersabda, yang
artinya:13

Artinya : “Bahwasannya semua amal itu tergantung niatnya, dan


bahwasannya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai
dengan apa yang diniatkannya (HR. Bukhari)”

Sehingga kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yakni kegiatan


tanggung jawab sosial perusahaan, mengenai dampak ataupun akibat yang
ditimbulkan jika mengacu kepada hadits tersebut diatas ialah tergantung kepada niat
dari para pelaku usaha itu sendiri.
Ada sebuah hadits Nabi saw, yang bisa dijadikan landasan dalam etika berbisnis
secara umum, dan dasar tanggung jawab sosial secara khusus. Hadits tersebut
adalah :14
Artinya : “Dari Abu Hurairah R. A. dari Nabi Saw., beliau bersabda bahwa
ketika berada di padang pasir, salah seorang mendengar suara dari
awan, ‘Curahkanlah air ke atas tanah Si Fulan’. Setelah itu awan
tersebut mulai bergerak ke suatu arah dan menurunkan hujan lebat ke
atas sebidang tanah yang keras dan berbatu. Seluruh air itu
menggenang di suatu tempat lalu mengalir melalui satu saluran. Orang
yang mendengar suara itu pun mengikuti aliran air itu. Air itu telah
sampai ke suatu tempat di mana seseorang sedang sibuk memasukkan
air itu ke tanahnya. Dia bertanya kepada orang itu, ’Siapakah Anda?’
13
. Faisal Badroen, dkk, Etika bisnis dalam Islam, (Kencana Prenada Media. Jakarta: 2006),
hlm. 50.
. Al-Jum’ah, Ali bin Muhammad. Mu’jam al-Mushthalahat al-Iqtishadiyah wa al- Islamiyah,
14

Riyadh; Maktabah al-Abikan, 2000.

7
Orang itu memberitahukan namanya seperti yang ia dengar dari awan
tadi. Pemilik tanah itu kemudian bertanya, ‘Mengapa Anda
menanyakan nama saya?’ Dia berkata, ‘Saya mendengar suara dari
awan yang daripadanya Anda mendapat air, ‘curahkanlah air kepada
tanah Si Fulan, dan nama Andalah yang telah saya dengar dari awan
itu. Amalanapakah yang Anda lakukan di tanah ini?’ Pemilik tanah itu
menjawab, ‘Karena Anda telah menjelaskan semuanya, saya pun
terpaksa menerangkannya. Apa pun yang saya hasilkan dari tanah ini
saya bagikan ke dalam tiga bagian. Satu bagian segera saya
sedekahkan di jalan Allah Swt., satu bagian saya gunakan untuk
keperluan anak-isteri, dan satu bagian lagi saya gunakan untuk tanah
ini’.

Lebih jauh, bisnis yang tangguh itu akan menjadi bisnis yang berkah jika
menerapkan S-CSR dengan ikhlas (sebagai wujud bersyukur) untuk mencari keridaan
Allah Swt. Keberkahannya diperoleh karena, menurut tuntunan agama, harta yang
disedekahkan di jalan Allah Swt. bukan berarti akan mengurangi rizki/kekayaan
pendermanya, melainkan akan menjadi “alasan” Allah Swt untuk melipatgandakan
kekayaan/rizkinya. Komitmen pemilik bisnis terhadap S-CSR, penafkahan keluarga
inti atau tanggungannya, dan pengalokasian biaya bisnis sebagaimana yang
dinyatakan dalam hadits itulah rupanya yang akan menyebabkan bisnis berkelanjutan
(sustainable) akibat karunia keberkahan. Jadi, bisnis yang layak saja tidaklah cukup
karena berisiko tidak menjadi tangguh dan belum tentu berkah; bisnis pelaku S-CSR
berpengharapan menjadi bisnis yang tangguh karena keberkahannya.15

15
. Lihat Musaq Ahmad, Busines Ethics in Islam, Pustaka Al-Kautsar, 2001, hal: 49.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, disimpulkan bahwa CSR adalah tanggung
jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan
dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan,
sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku Internasional; serta
terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.
Pemahaman dari Hadits Rasulullah Swt di atas, memerlukan verifikasi
sehubungan dengan adanya ketentuan kewajiban berzakat. Sebagai contoh, jika bisnis
itu berupa kegiatan bercocok tanam tanaman lanskap yang sumber airnya berupa air
tadah hujan seperti dalam hadits di atas, apakah sedekah di jalan Allah Swt (S-CSR)
harus 33,3% dari hasil kebunnya ataukah hanya 23,3% karena harus dikurangi dengan
angka 10% dari hasil kebun yang wajib dikeluarkan sebagai zakat setelah panen.
Dengan demikian hadits Rasulullah tersebut menjadi bahan telaah bagi kita,
agar konsep CSR yang kini tengah digodog ISO itu benar-benar sejalan dengan nilai-
nilai Islam jika diikuti oleh para pengusaha Indonesia. Padahal pemilik tanah dalam
hadits Rasulullah saw di atas, menyatakan akan menyegerakan sepertiga hasil yang
didapatnya untuk sedekah di jalan Allah.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yanag terdapat
dalam pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya,
dan kususnya bagi para pembaca. Apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik
dalam penulisan maupun pemaparannya, kami selaku pemakalah mohon maaf. Tidak
lupa kami mengharapka kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat dijadikan
bahan perbaikan makalah yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jum’ah, Ali bin Muhammad. Mu’jam al-Mushthalahat al-Iqtishadiyah wa al-


Islamiyah, Riyadh; Maktabah al-Abikan, 2000.
Alma, Buchari., Donni Juni Priansa. 2009.Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Badjuri, A. (2011). Faktor-Faktor fundamental, mekanisme coorporate governance,
pengungkapan coorporate social responsibility (CSR) perusahaan manufaktur
dan sumber daya alam di Indonesia. Dinamika Keuangan dan Perbankan 3.1,
38-54.
Badroen, Faisal. dkk, Etika bisnis dalam Islam, (Kencana Prenada Media. Jakarta:
2006),
Ismail Muhammad Syah, dkk. Filsafat Hukum Islam, (Bumi Aksara. Jakarta: 1999).
Joko Prastowo dan Miftahul huda, Corporate Social Responsibility Kunci Meraih
Kemuliaan Bisnis.(Samudra Biru. Yogyakarta: 2011).
Mahmud, Amir. Bank Syari’ah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia,
(Erlangga. Jakarta: 2010).
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, Asunnah, Pendapat
Para Ulama, (Mizan. Bandung: 1999).
Suharto, Edi. 2010. CSR&COMDEV Investasi kreatif perusahaan di era globalisasi.
Bandung: Alfabeta.
Syeh Nawab Naqvy, Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesa Islam,(Bandung: Mizan
1996).

10

Anda mungkin juga menyukai