Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus


Menurut pendapat Smeltzer dan Bare (2008) menyatakan bahwa penyakit
diabetes mellitus merupakan yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme
tubuh, penyakit diabetes mellitus mempunyai karakterisitik kadar glukosa darah
yang tinggi dan melebihi batas normal. Penyakit diabetes mellitus disebabkan
oleh adanya gangguan pada sekresi insulin dan atau adanya gangguan pada
resistensi insulin yang beralangsung dalam waktu yang lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadi kerusana pada fungsi organ lain, seperti pada organ mata,
jantung, saraf, pembuluh darah dan ginjal (Hasriani, 2018). Sedangkan menurut
pernyataan American Diabetes Association (2010) diabetes mellitus tipe 2 dapat
terjadi apabila insulin yang diproduksi oleh pankreas tidak cukup atau dapat
disebabkan oleh sel lemak maupun sel otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin,
hal ini mengakibatkan dapat terjadi gangguan terhadap pengirimin gula kepada sel
tubuh.
Kurangnya aktivitas, obesitas dan penuaan tubuh dapat menyebabkan
terjadi resistensi insulin. Penyakit diabetes tipe 2 juga bisa disebabkan oleh
berlebihannya produksi gula hepatic, tetapi tidak terjadi kerusakan gangguan sel-
sel B langerhans yang terjadi secara autoimun seperti pada diabetes tipe 2.
Diabetes tipe 2 hanya akan bersifat relative dan tidak absolut apabila hanya
disebabkan oleh kurangnya fungsi insulin (Harding dkk, 2004). Diabetes tipe
pertama terbentuk apabila sistem imunisasi badan memusnahkan sel beta kelenjar
pankreas, satu-satunya jenis sel yang menghasilkan hormon insulin yang
digunakan untuk membantu glukosa masuk sel yang digunakan untuk tenaga.
Diabetes ini sering dijumpai pada golongan anak-anak dan remaja yang
memerlukan beberapa suntikan insulin setiap hari, atau menggunakan cadangan
insulin, untuk terus hidup.
Penderita yang berisiko mengidap kencing manis jenis I adalah serangan
system imunisasi sendiri (autoimmune), genetik, dan alam sekeliling. Pengidap
diabetes tergantung insulin perlu disuntik sebelum makan dan kadangkala insulin
tambahan perlu disuntik pada waktu malam sebelum tidur. Kekurangan dan

5
6

kelebihan kadar gula dalam darah dapat menyebabkan hal buruk terjadi pada
pederita diabetes, karena terlalu banyak insulin diambil atau disuntik, keadaannya
bisa hipoglisemia disebabkan kekurangan glukosa (Nugroho 2012).

2.2 Etiologi Diabetes Mellitus


Berdasarkan pendapat Hasriani (2018) diabetes mellitus disebabkan oleh
turunnya kecepatan dari insulin oleh sel-sel beta langerhans pancreas. Terjadinya
penurunan sensitivitas dari insulin (resistensi insulin) atau terjadi produksi insulin
juga dapat menyebabkan timbulnya diabetes mellitus tipe 2. Faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya diabetes tipe 2 yaitu sebagai berikut :
obesitas, riwayat keluarga dan usia (Hasriani, 2018).

2.3 Faktor Resiko Diabetes Mellitus


Berdasarkan pendapat dari Soegondo (2015) bahwa penyakit diabetes
mellitus disebabkan oleh beberapa faktor, berikut adalah faktor yang dapat
menyebabkan penyakit diabetes mellitus:
1. Adanya kelainan dari genetik pada penderita diabetes dapat menurun pada
keluarga yang mengidap diabetes, karena gen tersebut dapat mengakibatkan
tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan baik. Fatmawati (2010)
pernah melakukan penelitian di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Hasil
penelitian tersebut mengatakan bahwa riwayat keluarga menjadi faktor yang
berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Orang yang memiliki
riwayat keluarga mengidap penyakit Diabetes Melittus akan mempunyai
risiko 2,97 kali untuk mengidap Diabetes Melitus Tipe 2 dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan pengidap
penyakit ini.
2. Faktor usia atau umur pada penderita Diabetes Melittus tipe 2 mengalami
perubahan fisiologi yang drastis, Diabetes Melitus tipe 2 biasanya sering
muncul setelah menginjak usia 30 tahun keatas dan juga pada mereka yang
memiliki berat badan berlebihan akan membuat tubuhnya tidak peka terhadap
insulin. Umur merupakan faktor yang tidak bisa diubah ataupun dikendalikan,
oleh sebab itu sebaiknya apabila seseorang telah menginjak lebih dari 40
tahun rutin dalam mengecek kadar glukosa darah, melakukan olahraga
7

dengan teratur dan mengatur pola makan, seingga kadar glukosa darah dapat
terkontrol dengan baik.
3. Stress kronis akan membuat orang cenderung untuk mengkonsumsi makanan
yang manis, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kadar lemak
serotonin otak. Serotonin memiliki efek penenang sementara dalam
meredakan stresnya, tetapi glukosa dan lemak akan berbahaya bagi mereka
yang memiliki resiko mengidap penyakit Diabetes Melitus tipe 2.
4. Pola makan yang salah pada penderita diabetes melitus tipe 2 akan
mengakibatkan terjadinya obesitas (gemuk berlebihan) yang akan berdampak
pada gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan terjadi karena
mengkonsumsi makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi karena jumlah
konsumsi yang terlalu banyak, sehingga mengakibatkan cadangan glukosa
darah yang tersimpan di dalam tubuh akan sangat berlebihan. Sekitar 80%
pasien yang mengidap penyakit Diabetes Melittus tipe 2 adalah mereka yang
tergolong gemuk.

2.4 Pencegahan Diabetes Mellitus


Menurut Sujaya (2009) Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi
menjadi empat bagian yaitu:
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah
menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi
berpotensi untuk menderita DM diantaranya:
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
8

b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))


c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah
ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan risiko merokok
bagi kesehatan.

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.

4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut
dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain

2.5 Gejala Diabetes Mellitus


Berdasarakan pendapat dari Tandra (2015) bahwa gejala pasiena yang
9

menderita diabetes mellitus adalah mengalami gangguan kulit: seperti gatal dan
bisul-bisul, mengalamin kelainan gen: seperti terjadi keputihan, pasien akan
mengalami kesemutan pada bagian tubuhnya, tubuh pasien yang menderit
diabetes mellitus akan lemah, apabila bagian tubuh pasie mengalami luka akan
susah untuk sembuh, dan pada pasien yang penderita diabetes mellitus akan
mengalami infeksi pada saluran kencing.
Pada penderita diabetes mellitus juga terdapat gejala-gejala lain yang perlu
diberikan perhatian khusus pada saat menegakkan diagnosis pada pasien penderita
diabetes melittus, berikut adalah gejala yang muncul pada penderita diabetes
mellitus:
1. Adanya gangguan penglihatan.
Fase permulaan terjadinya penyakit diabetes melittus sering dijumpai dengan
gangguan penglihatan pada penderitanya, hal ini membuat penderita
mengganti kaca matanya berulang kali supaya bisa melihat dengan baik.
Kejadian tersebut dalam jangka waktu yang pendek, menyebabkan
kecurigaan terhadap seseorang yang mengidap diabetes melittus.
2. Penurunan berat badan dan astenia.
Terjadinya penurunan berat badan yang drastis diikuti dengan kehilangan
jaringan lemak serta jaringan otot, hal tersebut terjadi karena kekurangan
insulin yang menyebabkan tubuh menjadi kehilangan glukosa secara terus-
menerus. Sedangkan astenia (rasa lemah) diakibatkan karena badan penderita
kehilangan air dan juga elektrolit yang menyertai glukosaria pada proses
diuresis melalui osmosis pada hiperglikemi.
3. Meningkatnya pengeluaran urin (poliuria) terjadi karena ginjal memproduksi
urin dengan jumlah banyak dan berlebihan, sehingga mengakibatkan sering
buang air kecil dalam jumlah yang banyak.
4. Meningkatnya rasa haus (polidipsi) diakibatkan karena volume urin dan
keluarnya air sangat besar sehingga menyebabkan terjadinya dehidrasi
ekstrasel.
5. Meningkatnya rasa lapar (polifagis) disebabkan oleh keadaan setelah
absorbtif yang kronis, katabolisme protein, katabolisme lemak dan kelaapran
yang mengakibatkan terjadi penurunan berat badan.
10

6. Rasa lelah seta kelemahan otot terjadi karena Sebagian sel dalam tubuh tidak
mampu untuk merubah glukosa menjadi energi, dan juga bisa disebabkan
oleh katabolisme protein pada otot. Rasa lelah pada penderita diabetes juga
dapat disebabkan oleh gangguan aliran darah.
7. Infeksi yang meningkat karena adanya gangguan imun, juga dapat disebabkan
oleh peningkatan kadar glukosa darah di bagian sekresi mucus.
8. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
9. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
10. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
11. Kelemahan tubuh
12. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel melalui
proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
13. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan
untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
14. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
15. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.

2.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus


Insulin adalah hormone yang diproduksi oleh sel beta pancreas. dalam
metabolism tubuh, insulin berfungsi untuk mengirim glukosa ke dalam sel-sel
yang kemudian glukosa tersebut dimanfaatkan sebagai energi. Pada kondisi
normal, reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot akan menangkap
insulin, selanjutnya membuka pintu masuk sel supaya glukosa bisa masuk ke sel
untuk dirubah menjadi energi. Hal inilah yang membuat kadar glukosa pada darah
11

menjadi tetap normal

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, Genetik, Usia

Jumlah Sel Pancreas


Sel β Pancreas Hancur
Menurun

Definisi Insulin

Katabolisme Protein
Hiperglekimia Liposis Meningkat
Meningkat

Pembatasan Diet Penurunan BB

Flesibilitas Darah Merah


Intake Tidak Kuat Resiko Nutrisi
Kurang

Pelepasan O2 Deficit Volume


Poliuri
Cairan

Perfusi Jaringan
Hipoksia Perifer
Perifer tidak Aktif

Nyeri

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Melitus.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan
DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide. Berikut adalah
pemeriksaan penunjang untuk diabetes (Hasriani, 2018):
1. Pemeriksaan glukosa darah
a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukan
pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan
polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir
kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan
12

diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
(plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada
penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa

b. Glukosa Plasma Vena Puasa


Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12
jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada
obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan
gula darah puasa sebagai berikut: kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl
dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara
110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan
gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi
glukosa oral.

c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)


Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok
serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar
glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.28

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada
pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk
memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,
tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan
1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan
dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien telah
berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut; 1)
Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa
terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan

e. Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.


13

2. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan
dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit.
Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c
menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan
pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak
menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah
diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi
akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.
• HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
• HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
• HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

2.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


1. Melakukan Kontrol
Tujuan jangka pendek dari kontrol yang dilakukan pada pasien dengan
diabetes mellitus yaitu untuk mengurangi maupun menghilangkan gejala dan
untuk mempertahankan perasaan nyaman serta perasaan sehat bagi penderita.
Untuk tujuan jangka Panjang dilakukan kontrol terhadap pasien diabaetes mellitus
ialah untuk mencegah miroangiopati dan neuropati, sehingga dapat menurunkan
angka kematian karena diabetes mellitus dan menurunkan angka individu yang
terkena penyakit diabetes mellitus. Cara paling ampuh untuk melakukan control
terhadap diabetes melitus adalah dengan memeberkan edukasi tentang diabetes
mellitus kepada masyarakat, meberikan edukasi dalam perencanaan makan dan
memberikan edukasi tentang obat yang berkhasiat menurunkan hipoglikemik.

2. Terapidiet
Berdasarkan pendapat Beck (2011) terapidiet bertujuan untuk menjaga kadar
glukosa dalam darah pada batas normal, mengurangi perubahan besarnya kadar
glukosa dalam darah, mempertahankan atau memulihkan berat badan pada kondisi
normal.
14

3. Exercise (latihan fisik/olahraga)


Penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk melakukan olahraga selama 30
menitan dengan frekuensi 3-4 kali dalam satu pekan, olahraga yang dilakukan
harus sesuai dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive,
endurance). Contoh olahraga bagi pasien penderita diabetes mellitus seperti jalan
kaki (Fatimah, 2015).

4. Pendidikan Kesehatan
Memberikan Pendidikan kepada masyarakat tentang diabetes mellitus
merupakan salah satu cara yang paling ampuh untuk mencegah terjadinya resiko
diabetes. Menurut pendapat Fatimah (2015) bahwa pencegahan ada 3 macam,
yaitu pencegahan primer ditunjukkan kepada masyarakat dengan resiko diabetes
mellitus tinggi, pencegahan sekunder ditujukan kepada pasien yang baru
mangalami diabetes mellitus dan pencegahan tersier ditujukan kepada pasien
dengan penyakit diabetes mellitus yang sudah lama.

5. Obat
Penggunaan obat dalam mengatasi diabetes mellitus sebaiknya dilakukan
apabila penggunaan metode relaksasi tidak berhasil dalam mengendalikan kadar
glukosa dalam darah (Fatimah, 2015).

Anda mungkin juga menyukai