Anda di halaman 1dari 14

HAK MENGUASAI NEGARA ATAS SUMBER DAYA AGRARIA

Julius Sembiring*

Abstract
Abstract: State’s possession of agrarian resources , called as State’s right of control is the authority of the State attained
through the atribution principle of the 1945 Constitution. In the National Land Law, the State’s right of control is the
delegation of the public’s right to the State to manage resources, and was called as the highest right of the nation. Based on
this delegation, the State has the authority to formulate policies, execute regulations, and also to arrange, manage, and
control agrarian resources. To avoid misconducts on the implementation of the State’s right of control, the State authorities
are limited by 3 (three) aspects, which are: the objective of the right itself for the greatest prosperity of the people; individual
right and legal entity; and ulayat right of land of traditional society. On the implementation, State’s right of control was
delegated to particular authorities (agrarian/land, forestry, and mining agencies), in which these authorities issuing civil
rights such as ‘land right’ and ‘land permit’.
Keywor ds
eywords
ds: state’s right of control, agrarian resources, delegation of authority.

Intisari
Intisari: Penguasaan negara atas sumber daya agraria (SDA) yang disebut dengan hak menguasai negara (HMN) merupakan
wewenang yang diperoleh negara berdasarkan prinsip atribusi dari UUD 1945. Dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional,
HMN tersebut merupakan pelimpahan hak publik berupa amanat untuk mengelola dari Hak Bangsa – sebagai hak yang
tertinggi – kepada negara. Atas dasar pelimpahan tersebut, negara berwewenang untuk merumuskan kebijakan, melakukan
pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan terhadap SDA. Untuk menghindari kesewenang-wenangan dari HMN
tersebut, maka kewenangan negara dibatasi oleh 3 (tiga) hal yaitu: oleh tujuan dari HMN itu sendiri yaitu untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat; oleh hak perseorangan dan badan hukum; serta oleh hak ulayat masyarakat adat. Dalam
pelaksanaannya HMN itu dilimpahkan pada otoritas tertentu (pertanahan, kehutanan, dan pertambangan) dan kemudian oleh
otoritas tersebut diterbitkan hak yang berkarakter perdata seperti ‘hak atas tanah’ dan ‘izin’ kepada pihak tertentu.
Kata kunci
kunci: hak menguasai negara, sumber daya agraria, pelimpahan wewenang.

A. Pendahuluan Atas dasar apa negara mempunyai wewenang untuk


“Bumi dan air dan kekayaan alam yang menguasai SDA? (2) Bagaimanakah konsepsi HMN
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan tersebut? (3) Wewenang apa sajakah yang dimiliki
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran oleh negara atas penguasaan SDA itu? (4) Apakah
rakyat”, demikian bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD kewenangan HMN tersebut dapat dilimpahkan dan
1945. Pasal ini menjadi landasan konstitusional bagaimanakah proses pelimpahan itu dilakukan?
“negara” untuk melakukan penguasaan atas sumber (5) Wewenang apa sajakah yang diperoleh oleh
daya agraria1 (SDA) yang lazim disebut dengan Hak otoritas yang menerima pelimpahan HMN
Menguasai Negara (HMN). tersebut?
Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat Tulisan ini dimaksudkan melakukan pengkajian
dikemukakan mengenai HMN tersebut, yaitu: (1) terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas; dan kajian
tersebut dilakukan dengan pendekatan normatif
khususnya terhadap peraturan perundang-un-
*Dosen STPN, Doktor Ilmu Hukum UGM.
Email: j_sembiring_2000@yahoo.com dangan yang terkait dengan HMN. Kajian ini secara

Diterima: 3 Oktober 2015 Direview: 21 Oktober 2015 Disetujui: 30 Oktober 2015


120 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

umum adalah tentang SDA, namun pada bagian erty to the interest of the state. The second is the right
tertentu dikhususkan pada tanah, hutan, dan of the state to collect a portion of the citizens’s prop-
tambang saja. erty as tribute or taxes. The third is the sovereign’s
right to eminent domain” (Suparjo 2014, 37-38).
B. Dasar Penguasaan SDA oleh Negara “Montesquieu (1689-1755) memisahkan secara
Sebagai sebuah negara hukum, maka seluruh tegas penguasaan negara tersebut antara konsep
tindakan negara haruslah mempunyai dasar imperium versus dominium” (Abrar Saleng
kewenangan atau legitimasi. Prinsip negara hukum 2004,8). “Imperium adalah konsep mengenai the
yang sedemikian rupa disebut ‘asas legalitas’. rule over all individuals by the Prince, sedangkan
Penguasaan negara (Indonesia) atas SDA dominium adalah konsep the rule over things by the
memperoleh legitimasi berdasarkan pada Pasal 33 individuals” (Abrar Saleng 2004,8). “Konsep ini
ayat (3) UUD 1945. Dasar perolehan kewenangan merupakan cikal bakal pembedaan kekuasaan
tersebut dalam Hukum Administrasi Negara politik dan ekonomi atau pembedaan kedaulatan
disebut dengan ‘atribusi’.2 Selain itu, terdapat politik dan ekonomi. Bahkan telah dilembagakan
beberapa teori tentang dasar perolehan kewenangan dalam ilmu hukum melalui pembedaan antara
oleh negara, yang dalam tulisan ini difokuskan pada rejim hukum publik (political law) dan hukum
teori ‘kedaulatan’ dan teori ‘kontrak sosial’. privat (civil law) dengan obyek yang terpisah satu
Menurut teori kedaulatan, ditemukan argumen- sama lain” (Abrar Saleng 2004,8).
tasi hukum bahwa HMN merupakan turunan dari “Sejalan dengan berkembangnya filsafat Abad
teori kedaulatan (sovereignty theory). Jean Bodin Pertengahan yang mencapai puncaknya pada abad
mengatakan bahwa kedaulatan merupakan atribut ke-19 yang mengagungkan hak milik dan Hukum
maupun ciri khusus dan bahkan menjadi hal yang Perdata, maka perbedaan antara dominium (hak
pokok bagi setiap kesatuan yang berdaulat atau milik) dan imperium (hak penguasa untuk mengatur
yang dikenal dengan sebutan negara. Tidak ada penggunaan barang-barang) menjadi menghilang
kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat mem- dan semuanya disamakan menjadi dominium”
batasi kekuasaan negara. (Sunarjati Hartono 1976, 46). Lahirlah apa yang
Teori kedaulatan ini kemudian melahirkan teori kemudian dikenal dengan ‘domeinleer’, yaitu bahwa
menguasai negara atas seluruh wilayah dalam tidak ada sesuatu barangpun yang tidak dimiliki,
kedaulatan negara yang bersangkutan termasuk baik oleh perseorangan, maupun oleh negara.
isinya. Berdasarkan kedaulatan tersebut maka Sehingga res communes, res publicae, res sanctae
“harta kekayaan (property) yang menjadi hak warga (res sacrae atau res religiosae)3 dimiliki oleh negara
negara tergantung pada diskresi dari pemegang (Sunarjati Hartono 1976, 46).
kedaulatan (when property comes to citizens from Dihubungkan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
sovereigns, the right by which citizens hold the prop- 1945, maka “hak dan wewenang dari negara terse-
erty depends on the discretion of the sovereign)” but haruslah diartikan dalam arti imperium dalam
(Suparjo 2014, 37). Hukum Romawi, atau wewenang negara sebagai
Sebaliknya jika warga negara mendapatkan pengertian dalam Hukum Publik, bukan dalam arti
pemilikan terhadap property melalui usahanya dimiliki atau dominium dalam Hukum Romawi atau
sendiri maka akan tunduk pada tiga prinsip hak hak milik sebagai pengertian Hukum Perdata”
yang dimiliki pemegang kedaulatan, yaitu: “The (Sunarjati Hartono 1976, 48). Hal tersebut sejalan
f irst is the right of the sovereign to make laws that dengan ‘konsepsi hubungan negara dengan tanah’4,
oblige citizens to accommodate the use of their prop- dimana negara merupakan personif ikasi rakyat,
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 121
jadi bukan sebagai perorangan atau badan kene- tersebut; dan (3) di atasnya tidak ada hak-hak
garaan. Hak negara adalah hak kommunes atau tersebut sub a dan b, dan/atau sudah tidak ada
hak imperium, yaitu hak menguasai tanah atau pemegang hak-hak tersebut, (misalnya bekas tanah
penggunaannya” (Iman Soetiknyo 1990, 20). Swapraja, tanah bekas hak-hak Barat, tanah tak
Dihubungkan dengan beberapa teori tentang bertuan, hutan negara dan lain-lain sebagainya.
negara, yaitu teori individualistis5, teori golongan6, Dengan demikian, penguasaan oleh negara yang
dan teori integralistik7; the Founding Fathers dalam disebut dengan HMN merupakan hubungan hukum
menyusun Dasar Negara dan Konstitusi Negara antara negara sebagai subyek dengan SDA sebagai
mengkonstruksikan negara sebagai personifikasi obyek. Hubungan hukum tersebut melahirkan ‘hak’
dari seluruh rakyat dengan teori integralistik, se- untuk menguasai SDA dan sekaligus ‘kewajiban’
hingga hubungan negara dengan tanah yang ber- bagi negara dalam penggunaan SDA tersebut yaitu
bentuk kommunes tersebut diwujudkan secara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan
abstrak dalam hak yang disebut Hak Bangsa. demikian HMN merupakan instrumen, sedangkan
Teori lainnya yaitu teori ‘kontrak sosial’ yang dipergunakannya untuk kemakmuran rakyat
menyatakan bahwa negara menguasai tanah (dan merupakan tujuan (objectives).”
SDA lainnya) karena adanya perjanjian yang Penguasaan oleh Negara tersebut tidaklah dalam
menyerahkan kekuasaan kepada negara untuk arti memiliki (eigensdaad), karena apabila hak
menguasai (mengatur) pemilikan dan penggunaan penguasaan negara diartikan sebagai eigensdaad
SDA tersebut. J.J. Rousseau menyebutkan bahwa maka tidak akan ada jaminan bagi pencapaian
kekuasaan Negara sebagai suatu badan atau tujuan hak menguasai tersebut, yaitu sebesar-
organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Bagir
masyarakat (contract social) yang esensinya meru- Manan, dalam hal penguasaan oleh negara tersebut,
pakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan “negara hanya melakukan bestuursdaad dan
melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi beheersdaad,” yang memberi kewenangan kepada
dan milik setiap individu (Abrar Saleng 2004, 8). negara untuk mengatur, mengurus dan memelihara
“Dalam perjanjian itu setiap individu melepas termasuk mengawasi. Jadi hakekatnya “hak
sebagian kekuasaannya kepada negara. Oleh menguasai untuk mengurus” atau beheerrecht itu
negara, kekuasaan itu dijalankan tidak tanpa batas bukanlah sejenis hak keperdataan, melainkan suatu
(postestas legibus omnibus soluta) namun terikat kewajiban sosial bagi orang (corpus) untuk men-
pada ketentuan hukum alam, hukum Tuhan (leges jaga dan mengurus, yang dalam konteks Negara
naturae et devinae) serta hukum yang umum pada disebut kewajiban publik (publiek verplichting atau
semua bangsa yang dinamakan leges imperii public responsibility).
(undang-undang dasar)” (Abrar Saleng 2004, 8). Konsepsi HMN ini berbeda dengan asas domein
dalam konsepsi Hukum Tanah Kolonial (Belanda)
C. Konsepsi HMN yang diatur dalam Pasal 1 AB 1870. Asas domein
Iman Soetiknyo (1990, 52-53) menegaskan menegaskan bahwa negara adalah sebagai orga-
bahwa wewenang penguasaan oleh negara meliputi nisasi kekuasaan publik sekaligus sebagai badan
seluruh bumi, air dan ruang angkasa di wilayah hukum perdata yang dapat dilihat dalam model
Negara Republik Indonesia, baik yang: (1) di atasnya pemilikan tanah oleh negara yaitu tanah domein
sudah ada hak-hak perorangan/keluarga, apapun negara. Berdasarkan asas domein Pemerintah
nama hak itu; (2) di atasnya masih ada hak ulayat Kolonial Belanda menguasai tanah dan melakukan
dan hak-hak semacam itu, apapun nama hak pengelolaan hutan dan tambang di Hindia Belanda.
122 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

Pemerintah Kolonial Belanda menganggap keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-
bahwa hutan dan hasil hutan merupakan domein besarnya kemakmuran rakyat” (Abrar Saleng 2004,
negara, dan kemudian menetapkan sebagian besar 9).
wilayah di Indonesia sebagai hutan negara yang NHK lahir sebagai reaksi terhadap gagalnya
pengawasan dan pengelolaannya ada pada negara Hukum Klasik dan negara Hukum Sosialis
Pemerintah. Di bidang pertambangan, berdasarkan yang memiliki perbedaan mengenai dasar dan
asas bahwa pemilikan atas tanah tidak meliputi bentuk penguasaan negara atas sumber daya
bahan galian maka untuk menyelidiki dan ekonomi. “Negara Hukum Klasik dengan paham
mengusahakan bahan galian ada pada orang-or- liberalisme mengutamakan pemilikan individu,
ang yang diberi wewenang menurut ketentuan maka negarapun dikonstruksikan sebagai suatu
dalam UU. badan organisasi atau subyek hukum yang dapat
Asas domein mempunyai 2 (dua) sifat, yaitu mempunyai hak milik atas sumber daya alam.
bersifat publiekrechtelijk dan juga privaatrechtelijk. Sebaliknya, pada negara Hukum Sosialis, sumber
Sifat publiekrechtelijk berasal dari prinsip daya alam dimiliki oleh negara dan menjadi
souvereiniteit (kedaulatan), dimana dengan monopoli negara (Abrar Saleng 2004, 10-12). Sewak-
dikuasainya Indonesia oleh Pemerintah Belanda tu dilakukan penyusunan UUD 1945, maka konsep
maka kedaulatan itu berada di tangan Pemerintah NHK juga mempengaruhi the Founding Fathers.
Belanda. “Tujuan prinsip tersebut untuk mencegah Itulah sebabnya, penguasaan negara atau HMN atas
penjualan tanah yang dilakukan oleh masyarakat SDA dicantumkan pada Bab tentang ‘Kesejahteraan
hukum kepada orang asing, karena dengan Sosial” dalam UUD 1945.
penjualan seperti itu menunjukkan bahwa Dalam Bab tersebut, konsep penguasaan SDA
kedaulatan itu ada di tangan masyarakat hukum oleh negara sebagaimana termaktub dalam Pasal
tersebut” (Aboesono, tanpa tahun, 34). Sifat 33 ayat (3) UUD 1945 berbunyi: “Bumi dan air dan
privaatrechtelijk didasari pertimbangan bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
perusahaan asing perlu dibantu untuk dapat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
mengembangkan usahanya di Hindia Belanda. sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (garis
Konsepsi HMN tidak lepas dari perkembangan bawah dari Penulis). Frasa ‘dikuasai oleh negara’
Negara Hukum Kesejahteraan (NHK) yang lahir sebagaimana terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
pada akhir abad ke-19 dan mencapai puncaknya 1945 selanjutnya diikuti oleh UUPA yang tercantum
pasca Perang Dunia II. Konsep NHK merupakan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA: “Atas dasar ketentuan
“perpaduan dari Negara Hukum dan Negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan
Kesejahteraan. “Negara hukum (rechtstaat) ialah hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi,
negara yang menempatkan hukum sebagai dasar air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan
tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi
bawah kekuasaan hukum yang mengharuskan kekuasaan seluruh rakyat”. (garis bawah dari Penu-
setiap tindakan negara/pemerintah berdasarkan lis). Kedua model penguasaan oleh negara tersebut
atas hukum” (Abrar Saleng 2004, 9). Sementara menunjukkan konsepsi penguasaan pasif (dikuasai
itu Negara Kesejahteraan adalah negara atau oleh negara).
pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga Selanjutnya oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA pengu-
keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi asaan oleh negara yang berkonsepsi pasif tersebut
pemikul utama tanggung jawab mewujudkan diubah menjadi konsepsi aktif. Pasal 2 ayat (2)
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 123
UUPA berbunyi: Hak Menguasai dari Negara (garis UUPA menambahkan kata ‘langsung’ pada kata
bawah dari Penulis) termaksud dalam ayat (1) pasal dikuasai yang berkonsepsi pasif tersebut, yaitu Pasal
ini memberi wewenang untuk: 28 ayat (1) tentang pemberian Hak Guna Usaha,
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, Pasal 37 tentang terjadinya Hak Guna Bangunan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bu- Pasal 41 ayat (1) tentang Hak Pakai, Pasal 43 ayat
mi, air dan ruang angkasa tersebut; (1) tentang pengalihan Hak Pakai, Pasal 49 ayat
b. menentukan dan mengatur hubungan-hu- (2) tentang pemberian Hak Pakai untuk keperluan
bungan hukum antara orang-orang dengan bu- peribadatan dan keperluan suci. Seluruh pasal
mi, air dan ruang angkasa; tersebut menggunakan terminologi “tanah yang
c. menentukan dan mengatur hubungan-hu- dikuasai langsung oleh negara”.
bungan hukum antara orang-orang dan per- Tidak terdapat penjelasan makna kata ‘lang-
buatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, sung’ dari frasa tersebut, hanya saja di dalam Penje-
air dan ruang angkasa. lasan Umum UUPA, II dinyatakan bahwa:
Perbedaan wewenang penguasaan negara yang 1. Kekuasaan negara atas tanah yang sudah
berkonsepsi aktif dan pasif tersebut menunjukkan dipunyai dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi
bahwa: dari hak itu, artinya sampai seberapa negara
1. Penguasaan yang berkonsepsi pasif dengan kata memberi kekuasaan kepada yang mem-
‘dikuasai’ menunjukkan makna sebagai instru- punyainya untuk menggunakan haknya,
men dari kata dipergunakan (untuk sebesar- sampai disitulah batas kekuasaan negara
besar kemakmuran rakyat) sebagai tujuan. tersebut. Adapun isi hak-hak itu serta pem-
2. Kata ‘dikuasai’ yang berkonsepsi pasif tersebut batasan-pembatasannya dinyatakan dalam
termasuk di dalamnya kata ‘dipergunakan’ Pasal 4 dan pasal-pasal berikutnya serta pasal-
sehingga bentuknya adalah ‘negara menguasai pasal dalam Bab II.
tanah’; jika kata ‘dipergunakan’ tidak meru- 2. Kekuasaan negara atas tanah yang tidak
pakan bagian dari ‘dikuasai’ maka ditafsirkan dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang
negara menguasai pemakaian tanah (Notona- atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh.
goro 1984, 106). Dengan berpedoman pada tujuan yang dise-
3. Penguasaan yang berkonsepsi pasif dengan kata butkan di atas negara dapat memberikan tanah
‘dikuasai’ merujuk pada negara sebagai subyek, yang demikian itu kepada seseorang atau
sementara itu penguasaan yang berkonsepsi badan hukum dengan sesuatu hak menurut
aktif dengan kata ‘menguasai’ merujuk pada peruntukan dan keperluannya, seperti hak
pemerintah (dalam arti luas) sebagai subyek. milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau
4. Penguasaan negara yang berkonsepsi aktif hak pakai atau memberikannya dalam penge-
dengan kata ‘menguasai’ pada Pasal 2 ayat (2) lolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Depar-
UUPA tersebut dibatasi dengan kewajiban temen, Jawatan, atau Daerah Swatantra) untuk
digunakan untuk mencapai sebesar-besar ke- dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya
makmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kese- masing-masing (Pasal 2 ayat 4). Dalam pada
jahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat itu kekuasaan negara atas tanah-tanah inipun
dan negara hukum Indonesia yang merdeka, sedikit atau banyak dibatasi pula oleh hak
berdaulat, adil dan makmur (Pasal 2 ayat 3 ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hu-
UUPA). kum, sepanjang menurut kenyataannya hak
Selanjutnya beberapa pasal yang terdapat dalam ulayat itu masih ada.
124 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

Penjelasan terhadap penguasaan negara atas ataupun tidak langsung bersumber pada
tanah baik yang sudah ‘dihaki’ maupun belum Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16
(tanah negara) tersebut di atas ditanggapi oleh dan 53;
Oloan Sitorus sebagai tingkat ‘kedalaman’ dari 2) Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah
HMN itu. Pengertian ‘kedalaman’ di sini adalah diwakafkan, Pasal 49;
pengaruh dari HMN terhadap ‘hak’ atau ‘kepen- 3) Hak Jaminan atas Tanah yang disebut Hak
tingan’ dari subyek hukum tertentu yang melekat Tanggungan, dalam Pasal 25, 33, 39 dan 51.
atas tanah yang dikuasainya (baik penguasaan Hak Bangsa merupakan “hak penguasaan atas
juridis dan/atau penguasaan fisik). tanah (dan sumber daya agraria lainnya) yang
Pemaknaan atau persepsi dari pengaruh atau tertinggi” (Boedi Harsono 1997, 215), “yang merupa-
‘kedalaman’ HMN terhadap ‘hak’ dan ‘kepentingan’ kan induk semua hak-hak atas tanah yang diatur
tersebut menimbulkan 2 (dua) pemaknaan atau dalam UUPA” (Suparjo 2014, 195), “yang mem-
persepsi tentang eksistensi tanah Negara tersebut, punyai unsur hukum publik berupa amanat untuk
yaitu: “... jika kewenangan dari bekas pemegang mengelola, dan mengandung unsur keperdataan
hak serta merta hilang berarti implikasi HMN berupa kepunyaan” (Boedi Harsono 1997, 217),
terhadap tanah sangat tinggi sehingga status hukum Unsur hukum publik dari Hak Bangsa tersebut
tanah tersebut benar-benar menjadi tanah yang kemudian pada tingkatan tertinggi didelegasikan8
dikuasai langsung oleh Negara. Artinya segala kepada Negara Republik Indonesia, sebagai
kewenangan bekas pemegang hak secara langsung organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat
menjadi hilang ketika suatu hak atas tanah ber- 1 UUPA). Wewenang yang didelegasikan itulah yang
akhir” (Oloan Sitorus 2008, 8). Dengan demikian disebut dengan HMN. Pendelegasian tersebut
dapat dikatakan bahwa wewenang negara yang merupakan konstruksi hukum yang dikenal dalam
dikatakan ‘langsung’ atas tanah negara adalah lebih Sistem Hukum Tanah Nasional, yang analog dengan
‘luas’, atau lebih ‘penuh’, atau lebih ‘dalam’ diban- alam pikiran Hukum Adat. “Menurut Hukum Adat,
dingkan atas tanah yang bukan tanah negara. masyarakat hukum adat mempunyai hubungan
Konsepsi selanjutnya adalah bahwa HMN dalam hukum dengan tanah wilayah beserta isinya yang
sistem Hukum Tanah Nasional merupakan bagian secara teknis yuridis disebut dengan beschikkings-
dari hak penguasaan atas tanah sebagaimana recht atau hak ulayat. Kewenangan untuk mengatur
terdapat dalam UUPA. Menurut Boedi Harsono pemanfaatannya oleh masyarakat hukum adat
(1997, 234) Hak Penguasaan Atas Tanah diatur diserahkan kepada para ketua adatnya”.9
dalam tata jenjang sebagai berikut:
a. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal D. Wewenang HMN atas SDA
1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang Secara normatif, penguasaan negara terhadap
tertinggi, beraspek perdata dan publik; SDA dapat dilihat dalam undang-undang berikut
b. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam ini. Penguasaan negara atas bumi, air dan ruang
Pasal 2, semata-mata beraspek publik; angkasa sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
c. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang dise- (2) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
but dalam Pasal 3, beraspek perdata dan publik; Pokok Pokok Agraria; hutan pada Pasal 4 UU No.
d. Hak-hak perorangan/individual, semuanya 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; Minyak dan Gas
beraspek perdata, terdiri atas: Bumi pada Pasal 4 UU No.22 Tahun 2001 tentang
1) Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak indi- Minyak dan Gas Bumi; Air pada Pasal 6 UU No. 7
vidual yang semuanya secara langsung Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air10; Energi pada
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 125
Pasal 4 UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi; dan pejabat negara lainnya(Boedi Harsono 1997, 239-
Mineral dan Batubara pada Pasal 4 UU No. 4 tahun 240).
2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam perkembangannya konsep penguasaan
Keseluruhan UU tersebut menunjukkan bahwa negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
HMN pada prinsipnya memberi wewenang kepada (2) UUPA tersebut mengalami perluasan. Pertim-
negara untuk mengatur atau mengurus penguasaan bangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi
dan penggunaan SDA tersebut. Kewenangan dalam perkara pengujian Undang-Undang Minyak
tersebut merupakan kewenangan yang berkarakter dan Gas Bumi (UU No.22 Tahun 2001), Undang-
publik, artinya penguasaan oleh negara tersebut Undang Ketenagalistrikan (UU No. 20 Tahun 2002),
hanya memberi wewenang kepada negara untuk Undang-Undang Sumber Daya Air (UU No.7 Tahun
mengatur dan mengurus penguasaan dan perun- 2004) dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
tukan SDA tersebut. Pulau-Pulau Kecil (UU No.27 Tahun 2007);
Kewenangan yang berkarakter publik tersebut menafsirkan bahwa HMN bukan dalam makna
ditegaskan oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA menyatakan negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa
bahwa kewenangan dari HMN meliputi: negara merumuskan kebijakan (beleid), melakukan
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheers-
bumi, air dan ruang-angkasa tersebut; daad), dan melakukan pengawasan (toezichthou-
b. menentukan dan mengatur hubungan- dendaad).
hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa; 1. Merumuskan Kebijakan (beleid)
c. menentukan dan mengatur hubungan-hu- Di dalam Kamus Hukum, kata beleid (Belanda)
bungan hukum antara orang-orang dan per- diterjemahkan menjadi kebijakan (Indonesia) dan
buatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, policy (Inggris), (Yan Pramadya Puspa 1977, 130).
air dan ruang angkasa. Di bidang pertanahan dikenal terminologi land
Kewenangan negara sebagaimana dimaksud policy (kebijaksanaan pertanahan) atau yang lebih
pada huruf ‘a’ tersebut dijabarkan lebih lanjut populer dengan istilah politik pertanahan.11 Bebe-
dalam beberapa pasal pada Bab I UUPA, khususnya rapa literatur Hukum Administrasi Negara kadang
Pasal 14. Penjabaran wewenang negara pada huruf menterjemahkan kata beleid tersebut menjadi
‘b’ lebih lanjut diatur dalam Pasal 4, 6-11 dan keten- kebijaksanaan. Peraturan ini semacam hukum
tuan dalam Bab II UUPA. Sedangkan wewenang bayangan dari undang-undang atau hukum. Oleh
negara pada huruf ‘c’ merujuk pada ketentuan Pasal karena itu, peraturan ini disebut pula dengan istilah
12, 13, 26 dan 49 UUPA. psudo–wetgeving (perundang-undangan semu) atau
Boedi Harsono menjelaskan bahwa pengertian spigelsrecht (hukum bayangan/cermin), (Ridwan
‘mengatur’ dan ‘menyelenggarakan’ sebagaimana HR 2006, 183).
dimaksud pada huruf ‘a’ dilaksanakan oleh lem-
2. Melakukan Pengaturan (regelendaad)
baga pembentuk peraturan perundang-undangan
seperti TAP MPR, UU/Perpu, PP, Keputusan Pengaturan berasal dari kata peraturan (regeling)
Presiden dan Keputusan Menteri. Sementara itu, yang bermakna “tiap keputusan pemerintah
pengertian ‘menentukan’ dan ‘mengatur’ sebagai- (overheidsbesluit) yang langsung mengikat tiap
mana dimaksud pada huruf ‘b’ dan ‘c’ merupakan penduduk wilayah negara atau tiap penduduk
kekuasaan eksekutif oleh Presiden, Menteri dan sebagian wilayah negara”( E. Utrecht 1960,13). Dari
126 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

pengertian tersebut dapat dipahami bahwa yang ding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam
dimaksud dengan peraturan adalah peraturan manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan
perundang-undangan sebagaimana terakhir diatur Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelem-
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bagaan melalui negara c.q. Pemerintah menda-
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- yagunakan penguasaannya atas sumber sumber
undangan. kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besar-
Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) nya kemakmuran rakyat.16
dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR Dalam konstruksi hukum agraria kolonial
bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Belanda, ‘beheersrecht’ bukanlah sebuah hak
Pemerintah (eksekutif). Dengan wewenang regelen keperdataan, melainkan kewajiban publik Negara
tersebut, “peranan pemerintah diperlukan untuk Belanda untuk mengurus dan merawat tanah milik
menjamin akses yang adil terhadap tanah sehingga negara sebagai harta benda kekayaan (vermogens)
tanah tidak semata-mata digunakan sebagai tetapnya Negara Belanda (Anonim, 2012, 50).
komoditas”.12
Maria SW. Sumardjono menyatakan bahwa 5. Melakukan Pengawasan
kewenangan negara untuk mengatur itu dibatasi (toezichthoudendaad)
oleh dua hal. “Pertama, pembatasannya oleh UUD Fungsi pengawasan oleh negara (toezichthouden-
sehingga pengaturan itu tidak boleh berakibat pada daad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam
pelanggaran hak-hak dasar manusia. Kedua, rangka mengawasi dan mengendalikan agar
pembatasan yang bersifat substantif, yaitu men- pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang
jawab pertanyaan apakah peraturan yang dibuat produksi yang penting dan/atau yang menguasai
itu relevan dengan tujuannya, yaitu untuk terwu- hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar
judnya sebesar-besar kemakmuran rakyat”.13 dilakukan untuk sebesar- besarnya kemakmuran
Dengan demikian, “peraturan perundang- seluruh rakyat (Lilis Mulyani 2008, 74).
undangan yang dibuat itu harus bersifat netral Ada 3 (tiga) macam bentuk pengawasan yaitu:
sekaligus berpihak kepada yang lemah, di lain (1) pengawasan hukum, apakah wewenang sudah
pihak negara wajib mengawasi pelaksanaan pera- dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang
turan itu. Dalam hal terjadi konflik negara harus berlaku (geldelijke controle); (2) pengawasan ad-
dapat menjadi wasit yang adil. Namun ketika nega- ministrative (mengukur ef isiensi kerja); dan (3)
ra menjadi pelaku, maka ia harus tunduk pada pera- pengawasan politik, untuk mengukur segi-segi
turan yang dibuatnya sendiri”.14 kemanfaatan (doelmatigheid controle) (Abrar
Saleng 2004, 173).
3. Melakukan Pengurusan (bestuursdaad) Terhadap fungsi pengawasan dari HMN tersebut
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan pendapat
dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangan- dalam judicial review UU No. 19 Tahun 2014 tentang
nya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang
perizinan (vergunning), lisensi (licentie) dan konsesi Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
(concessie).15 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang. MK
berpendapat bahwa Pemerintah harus melakukan
4. Melakukan Pengelolaan (beheersdaad). pemantauan, evaluasi, dan pengawasan dengan
Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melihat dari sisi biaya dan manfaat (cost and ben-
melalui mekanisme pemilikan saham (sharehol- ef it) yang diberikan kepada masyarakat, bangsa
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 127
dan negara, dan melakukan perubahan syarat- dibatasi oleh hak-hak seseorang dan badan hukum.
syarat kontrak karya untuk mengantisipasi dampak Penjelasan Umum UUPA menyatakan bahwa
negatif kegiatan penambangan terhadap ling- “kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah
kungan hidup yang disertai dengan kewajiban dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh
untuk merehabilitasi atau memperkecil dampak isi dari hak itu, artinya sampai seberapa negara
negatif demi kepentingan generasi sekarang mau- memberi kekuasaan kepada yang mempunyainya
pun generasi mendatang. untuk menggunakan haknya, sampai disitulah
MK menyatakan bahwa dari kelima fungsi batas kekuasaan negara tersebut. Dengan demikian
HMN tersebut terdapat peringkat antara fungsi terhadap tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan
yang satu dengan lainnya. Dalam putusan Perkara sesuatu hak, kekuasaan negara atas tanah lebih luas
No. 36/PUU-X/2012 mengenai Pengujian UU No. dan penuh daripada tanah-tanah yang sudah
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dilekati hak oleh seseorang atau badan hukum.
kelima peranan Negara/Pemerintah dalam Dengan perkataan lain, negara lebih leluasa men-
pengertian penguasaan negara itu, jika tidak jalankan kekuasaannya atas tanah yang masih ber-
dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan, harus status tanah negara.”
dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektifitas- Ketiga, HMN juga dibatasi oleh keberadaan hak-
nya untuk mencapai sebesar-besarnya kemak- hak ulayat masyarakat hukum adat yang secara
muran rakyat. Menurut MK, “bentuk penguasaan faktual masih ada. Sekiranya kepentingan umum
negara peringkat pertama dan paling penting menginginkan hak ulayat, maka perolehan tanah-
adalah negara melakukan pengelolaan secara lang- nya hanya dapat dilakukan setelah masyarakat
sung atas SDA agar negara mendapatkan keun- hukum adat pemegang hak tersebut “didengar
tungan yang lebih besar dari pengelolaan SDA. pendapatnya” dalam arti diajak bermusyawarah
Peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan diberikan recognitie. Tegasnya, dalam keadaan
dan pengurusan, dan fungsi negara dalam peringkat biasa, tidak bisa memperoleh tanah ulayat tanpa
ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan” adanya persetujuan dari masyarakat hukum adat
(Yance Arizona 2014, 279). pemegang Hak Ulayat tersebut.17
Selanjutnya agar pelaksanaan HMN itu tidak Terkait dengan pembatasan HMN, Maria S.W.
menimbulkan kesewenang-wenangan yang Sumardjono menyatakan bahwa dalam hal fungsi
mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM dan ‘mengatur’ dari HMN, maka wewenang untuk
menimbulkan kerugian bagi orang dan badan mengatur itu dibatasi oleh 2 (dua) hal: pertama,
hukum tertentu, maka perlu dilakukan pembatasan pembatasan oleh Undang-Undang Dasar; dan ke-
terhadap HMN. UUPA di dalam Penjelasan Umum dua, pembatasan yang bersifat substantif.”18
memuat 3 (tiga) pembatasan terhadap HMN, yaitu: Pembatasan oleh UUD bermakna pengaturan oleh
(1) oleh tujuan HMN itu sendiri; (2) oleh hak atas negara tidak boleh berakibat pelanggaran hak-hak
tanah seseorang dan badan hukum; (3) oleh hak dasar manusia, tidak boleh bias terhadap kepen-
ulayat masyarakat hukum adat yang secara faktual tingan suatu pihak, terlebih jika hal itu menim-
masih eksis. bulkan kerugian kepada pihak lain. Seseorang yang
Pembatasan oleh tujuannya yaitu ‘dipergunakan harus melepaskan hak atas tanahnya berhak
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’ memperoleh perlindungan hukum dan penghar-
berarti bahwa kata dipergunakan itu merupakan gaan yang adil atas pengorbanannya itu”.19
tujuan dari pada dikuasai (oleh negara) tersebut Pembatasan yang bersifat substantif terkait
(A.P. Parlindungan 1984, 11). Selanjutnya HMN juga pertanyaan apakah peraturan yang dibuat relevan
128 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

dengan tujuannya, yaitu untuk sebesar-besar pesisir oleh otoritas wilayah pesisir; sumber daya
kemakmuran rakyat. Oleh karena itu kewenangan air oleh otoritas perairan; dan udara, sampai saat
pembuatan kebijaksanaan tidak dapat didelega- ini belum diatur dengan undang-undang sehingga
sikan kepada organisasi swasta karena hal yang belum diatur otoritas yang berwenang. Di dalam
diatur berkaitan dengan kesejahteraan umum, sarat tulisan ini hanya ditinjau wewenang-wewenang
nilai pelayanan, tapi dapat terjadi konflik kepen- yang terdapat pada otoritas pertanahan, kehutanan
tingan karena pihak swasta merupakan bagian dari dan pertambangan.
masyarakat yang juga ikut diwakili kepentingan- Pelimpahan HMN atas SDA pada otoritas
nya”.20 kehutanan melahirkan kewenangan untuk mene-
tapkan kawasan hutan23 melalui Keputusan Menteri
E. Pelimpahan Kewenangan HMN Kehutanan, sedangkan pelimpahan HMN atas SDA
Wewenang penguasaan SDA oleh negara yang pada otoritas pertambangan melahirkan kewe-
merupakan pelimpahan ‘hak publik’ dari Hak nangan untuk menetapkan Wilayah Pertambangan
Bangsa dapat dilimpahkan kembali. Ragaan berikut (WP)24 atas SDA berupa Mineral dan Batubara. WP
menampilkan pelimpahan HMN pada negara dan terbagi atas Wilayah Usaha Pertambangan
kemudian oleh negara dilimpahkan kembali pada (WUP)25, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)26,
beberapa otoritas. Oleh otoritas tersebut kemudian dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) 27.
dilakukan pengaturan penguasaan, pemilikan, Sementara itu, atas SDA berupa Minyak dan Gas
penggunaan, dan pemanfaatan SDA tersebut. Bumi Otoritas Pertambangan berwenang mene-
tapkan Wilayah Kerja (WK).
Konsepsi Penguasaan Sumber Daya Agraria
Kewenangan untuk menetapkan ‘kawasan’ oleh
Otoritas Kehutanan, dan ‘Wilayah’ oleh Otoritas
Pertambangan tersebut merupakan wewenang
yang berkarakter publik, yaitu wewenang untuk
melakukan pengaturan dalam penggunaan dan
pemanfaatan SDA berupa hutan dan tambang
tersebut. Sementara itu, Otoritas Pertanahan tidak
diberi kewenangan untuk menetapkan kawasan
atau wilayah tertentu sebagai wilayah kewe-
nangannya, sama halnya dengan otoritas yang
mengelola sumber daya air dan wilayah pesisir.
Ragaan tersebut menunjukkan bahwa pengu-
Hanya saja, otoritas pertanahan diberi kewenangan
asaan negara atas SDA sebagaimana diamanatkan
untuk memberikan Hak Pengelolaan28 yang
oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 diperoleh negara
berkarakter ‘publik’ kepada subyek hak tertentu
berdasarkan prinsip atribusi21. Atas dasar atribusi
(instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD).
tersebut, negara – dalam hal ini Pemerintah–
Di dalam kawasan hutan, Otoritas Kehutanan
kemudian melimpahkan wewenang penguasaan
kemudian berwenang untuk menerbitkan izin
dan pengelolaan SDA kepada beberapa otoritas
pemanfaatan hutan dan izin penggunaan hutan.
berdasarkan undang-undang. Otoritas tersebut
Izin pemanfaatan hutan terdiri atas: izin usaha
adalah: hutan oleh otoritas kehutanan; mineral dan
pemanfaatan hutan, izin usaha pemanfaatan jasa
batu bara serta minyak dan gas bumi oleh otoritas
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan
pertambangan; tanah oleh otoritas pertanahan22;
kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 129
hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu. Sementara F. Catatan Akhir
itu, izin penggunaan hutan adalah izin pinjam pakai HMN merupakan kewenangan untuk mengu-
kawasan hutan yang bermaksud menggunakan asai SDA yang diperoleh oleh negara melalui
hutan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan di pelimpahan hak publik dari Hak Bangsa. Atas dasar
luar kehutanan. Izin penggunaan kawasan hutan kewewenang tersebut, negara mengeluarkan
hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan kebijakan, membuat pengaturan, melakukan
produksi dan kawasan hutan lindung dengan skema pengurusan, pengelolaan dan pengawasan terhadap
‘pinjam pakai’. penguasaan, pemilikan, penggunaan dan peman-
Di dalam Wilayah Kerja (minyak dan gas bumi), faatan SDA. Dalam pelaksanaan ‘menguasai’ itu,
Otoritas Pertambangan berwenang menerbitkan HMN dibatasi oleh tujuannya serta oleh hak-hak
Izin Usaha dan Kontrak Kerja Sama (KKS). Izin lain yang telah ada atas SDA.
Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Perlu menjadi catatan tentang konsepsi HMN
Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengang- atas SDA seperti kehutanan dan pertambangan.
kutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan Catatan tersebut meliputi 2 (dua) hal, yaitu: per-
memperoleh keuntungan dan/atau laba. KKS tama, hak penguasaan atas tanah yang tertinggi
adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak ker- menurut UUPA adalah Hak Bangsa. Oleh karena
ja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploi- itu pertanyaannya adalah apakah dalam peraturan
tasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya perundang-undangan lain seperti kehutanan dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran pertambangan juga menempatkan Hak Bangsa
rakyat. sebagai hak yang tertinggi. Kedua, menurut UUPA
Di dalam Wilayah Pertambangan, Otoritas HMN merupakan pelimpahan hak publik dari Hak
Pertambangan berwenang menerbitkan Izin Usaha Bangsa kepada negara untuk melakukan ‘penge-
Pertambangan (IUP). Menurut UU No. 4 Tahun lolaan’ SDA tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, konsepsi pelimpahan tersebut juga merupakan
IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha konsepsi yang melatarbelakangi penguasaan SDA
pertambangan. IUP terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu lainnya dalam peraturan perundang-undangan
IUP Eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan tentang kehutanan dan pertambangan. Mencer-
umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; dan IUP mati peraturan perundang-undangan tentang
Operasi Produksi yang meliputi kegiatan konstruk- Kehutanan dan Pertambangan tidak terlihat adanya
si, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta konsepsi pelimpahan hak publik dimaksud.
pengangkutan dan penjualan. Oleh karena itu, agar pelaksanaan HMN
Otoritas Pertanahan, yang tidak berwenang tersebut sesuai dengan cita hukum negara Kesatuan
menetapkan kawasan atau wilayah tertentu, mem- Republik Indonesia maka seyogianya dilakukan
punyai wewenang untuk menerbitkan ‘hak atas persamaan konsepsi dan persepsi tentang HMN
tanah’ dalam hal penguasaan, pemilikan, penggu- serta sinkronisasi peraturan perundang-undangan
naan dan pemanfaatan tanah. Dalam rejim Hukum terkait.
Tanah Nasional, hak atas tanah yang berkarakter
perdata yang diterbitkan oleh Otoritas Pertanahan
adalah: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Endnote
1
Bangunan, dan Hak Pakai. Selain itu, hak atas Menurut Sediono MP. Tjondronegoro dan Gunawan
Wiradi, jenis-jenis sumber daya agraria adalah (a)
tanah yang berkarakter publik yang diterbitkan oleh
tanah atau permukaan bumi; (b) perairan; (c) hutan;
Otoritas Pertanahan adalah Hak Pengelolaan. (d) bahan tambang (di bawah permukaan bumi dan
130 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

di bawah laut) seperti minyak, gas, emas, biji besi, syarakat hukum (legal society) yang disusun atas
timah, intan, batu-batu mulia, fosfat, pasir, batu, kontraknya antara seluruh seseorang dalam masya-
dan lain-lain; (e) udara. Jenis sumber daya agraria rakat itu (contract social). Susunan hukum negara
ini tidak saja merujuk pada ruang di atas bumi dan yang berdasar individualisme terdapat di negeri
air tetapi juga materi udara (CO²) itu sendiri; lihat Eropah Barat dan di Amerika; lihat Muhammad
M.T. Felix Sitorus “Lingkup Agraria” dalam Yamin, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang
Endang Suhendar et al (Penyunting), 2002, Menuju Dasar 1945, Penerbit Yayasan Prapanca, hlm., 110.
6
Keadilan Agraria. 70 Tahun Gunawan Wiradi, Disebut juga class theory sebagaimana diajarkan
Penerbit Akatiga, Bandung, hlm. 35. oleh Karl Marx, Engels dan Lenin. Negara dianggap
2
Menurut Indroharto, atribusi adalah pemberian sebagai alat dari sesuatu golongan (sesuatu klasse)
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu untuk menindas klasse lain. Negara ialah alatnya
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi
dalam konteks ini dari UUD kepada Negara, lihat yang paling kuat untuk menindas golongan-
Ridwan HR. 2008, Hukum Administrasi Negara, golongan lain, yang mempunyai kedudukan yang
Penerbit P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. lembek. Negara kapitalis, ialah perkakasnya bour-
104. geoisie untuk menindas kaum buruh, oleh karena
3
res communes, res publicae adalah barang-barang yang itu para Marxis menganjurkan revolusi politik dari
berada di luar lalu lintas perdagangan dan meru- kaum buruh untuk merebut kekuasaan negara agar
pakan bagian dari res extra commercium. Res communes kaum buruh dapat ganti menindas kaum bourgeoi-
adalah barang-barang, termasuk tanah, yang sie. Lihat ibid, hlm.110-111.
7
menurut kodratnya dipergunakan untuk keperluan Teori integralistik diajarkan oleh Spinoza, Adam
umum dan tidak dapat dimiliki (udara, air, sungai, Muller, Hegel, dll. (abad ke 18 dan 19). Menurut
dan sebagainya); res publicae adalah barang-barang pikiran ini negara ialah tidak untuk menjamin
yang menurut kodratnya dipergunakan untuk kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi
keperluan negara; dan res sanctae (res sacrae atau res menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya
religiosae) adalah barang-barang yang dipergunakan sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan ma-
untuk keperluan suci. Lihat Notonagoro, 1984, syarakat yang integraal, segala golongan, segala
Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indone- bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu
sia, Penerbit Binacipta, Jakarta, hlm. 13; Sunarjati sama lain dan merupakan persatuan masyarakat
Hartono, 1976, op.cit., hlm. 45; dan Iman Sutiknyo, yang organis. Yang terpenting dalam negara yang
1990, Politik Agraria Nasional. Hubungan Manusia berdasar aliran pikiran integral ialah penghidupan
dengan Tanah yang berdasarkan Pancasila, Gadjah bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada
Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 22. sesuatu golongan yang paling kuat, atau yang pal-
4
Terdapat 3 (tiga) model konsepsi hubungan negara ing besar, tidak menganggap kepentingan seseorang
dengan tanah yaitu: (1) Negara sebagai subyek yang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin kese-
dapat dipersamakan dengan perorangan yang lamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persa-
bersifat privaatrechtelijk, negara sebagai pemilik. Hak tuan yang tak dapat dipisah-pisahkan; lihat ibid,
negara adalah hak dominium; (2) Negara sebagai hlm.111.
8
subyek dalam kedudukannya sebagai negara yang Negara memperoleh kewenangan itu karena tidak
bersifat publikrechtelijk. Hak negara adalah hak do- semua permasalahan atau urusan dapat dilakukan
minium juga, di samping itu dapat digunakan hak atau diselesaikan oleh masyarakat sendiri. Fungsi
publik; dan (3) Negara sebagai subyek yaitu sebagai negara di dalam penyelenggaraan sebagian kepen-
personifikasi rakyat, jadi bukan sebagai perorangan tingan masyarakat itu hanyalah bersifat meleng-
atau badan kenegaraan. Hak negara adalah hak kom- kapi. Dalam hal-hal di mana masyarakat dapat
munes atau hak imperium, yaitu hak menguasai menyelesaikan masalah atau kepentingannya
tanah atau penggunaannya”, lihat Iman Soetiknyo, sendiri dan selama hal tersebut tidak bertentangan
1990, op.cit., hlm. 20. dengan kepentingan atau hak pihak lain, maka
5
Aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara itu campur tangan negara tidak diperlukan. Lihat Franz
terdiri atas dasar teori perseorangan, sebagaimana Magnis-Suseno dalam Maria S.W. Sumardjono,
diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke “Kewenangan Negara Untuk Mengatur Dalam
(abad ke 17), Jean Jacques Rousseau (abad ke 18), Konsep Penguasaan Tanah Oleh Negara” dalam
Herbert Spencer (abad ke 19), H.J. Laski (abad ke Suparjo Sujadi, 2011, Pergulatan Pemikiran dan Aneka
20). Menurut aliran pikiran ini, negara ialah ma- Gagasan Seputar Hukum Tanah Nasional (Suatu
Julius Sembiring: Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Agraria: 119-132 131
Pendekatan Multidisipliner), Badan Penerbit FHUI, diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Jakarta, hlm. 24. Republik Indonesia Nomor P.44/MENHUT-II/
9
Maria S.W. Sumardjono, “Kewenangan Negara .... 2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan seba-
ibid, hlm. 25. gaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri
10
UU ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi Kehutanan Republik Indonesia Nomor :P.62/
dengan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 dibaca- Menhut-II/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
kan pada tanggal 18 Februari 2015. Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012
11
Politik pertanahan diartikan sebagai jawaban atas tentang Pengukuhan Kawasan Hutan. Di dalam
pertanyaan, apa: yang dilakukan dengan tanah yang Peraturan tersebut ditegaskan bahwa Pengukuhan
ada, akan digunakan untuk apa, dengan tujuan apa Kawasan Hutan adalah rangkaian kegiatan penun-
dan hal-hal apa yang harus diadakan atau dilakukan jukan, penataan batas, dan penetapan kawasan
untuk mencapai tujuan tersebut. Lihat Boedi Har- hutan. Pengukuhan kawasan hutan dilakukan
sono, “Kerangka Persoalan dan Pokok-Pokok Kebi- untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan
jakan Pertanahan Nasional” dalam Anonim, 1994, hutan yang meliputi proses penunjukan kawasan
Laporan Seminar “Permasalahan dan Tantangan Poli- hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan
tik Pertanahan Dalam PJP II”, Kerjasama Fakultas kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
24
Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Badan Wilayah Pertambangan adalah wilayah yang
Pertanahan Nasional, Yogyakarta, 29 Oktober 1994, memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan
hlm.39. tidak terikat dengan batasan administrasi peme-
12
Maria SW.Sumardjono, “Kewenangan Negara … rintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
op.cit, hlm.23. nasional (Pasal 1 angka 29 UU No.4 Tahun 2009
13
ibid, hlm.25-26. tentang Mineral dan Batubara)
14 25
ibid, hlm. 33. WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki
15
ibid, hlm.74. ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi
16
ibid, hlm. 74. geologi (Pasal 1 angka 30 UU No.4 Tahun 2009 ten-
17
Oloan Sitorus dalam http:// tang Mineral dan Batubara).
26
gubukhukum.blogspot.com/2011/09/normal-0- WPR adalah bagian dari WP tempat dilakukan
false-false-false-en-us-x-none.html, diunduh pada kegiatan usaha pertambangan rakyat (Pasal 1 angka
tgl.11 Februari 2014 jam 05.50. 32 UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
18
Maria SW. Sumardjono, “Kewenangan Negara … Batubara)
27
op.cit., hlm.25. WPN adalah bagian dari WP yang dicadangkan
19
ibid, hlm. 25. untuk kepentingan strategis nasional (Pasal 1 angka
20
ibid, hlm.25-26. 33 UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
21
Disebut juga atribusi dari original legislator dalam Batubara)
28
hal ini MPR, lihat Ridwan HR, 2006, op.cit, hlm.104. Hak Pengelolaan didefinisikan sebagai hak mengu-
22
Otoritas pertanahan memperoleh kewenangan asai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
untuk menguasai dan mengelola pertanahan sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. (Pasal
melalui Peraturan Presiden, untuk yang terkahir 1 angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
lihat Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 BPN No.9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
tentang Badan Pertanahan Nasional Republik In- Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
donesia. Pasal 2 Perpres ini berbunyi: BPN RI dan Hak Pengelolaan). Dilihat pada jenis keputusan
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerin- pemberian haknya, Keputusan Kepala Badan
tahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, Pertanahan Nasional tentang Pemberian Hak
dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan Pengelolaan kepada subyek hak tertentu merupakan
perundang-undangan. Sebelumnya kewenangan keputusan yang bersifat konkret, individual dan
otoritas pertanahan diatur dengan Peraturan Pre- final. Hal tersebut membedakannya dengan
siden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Perta- keputusan yang diterbitkan oleh otoritas kehutanan
nahan Nasional. Pasal 2 Perpres tersebut berbunyi: tentang penunjukan kawasan hutan; dan keputusan
Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas yang diterbitkan oleh otoritas pertambangan ten-
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perta- tang penunjukan wilayah pertambangan dan wila-
nahan secara nasional, regional dan sektoral. yah kerja yang bersifat umum dan konkret.
23
Dimaksudkan dengan Penetapan Kawasan Hutan
adalah Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana
132 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

Daftar Pustaka Suhendar, Satyawan Sunito, M.T. Felix Sitorus,


Aboesono, tanpa tahun, Sedjarah Hukum dan Politik Arif Satria, Ivanovich Agusta dan Arya Hadi
Agraria di Indonesia. Djilid 1 (Djaman Dharmawan (Penyunting), 2002, Menuju
Pendjadjahan), Akademi Agraria di Jogjakarta. Keadilan Agraria. 70 Tahun Gunawan Wiradi,
Anonim, 2012, Laporan Akhir Tim Pengkajian Penerbit Akatiga, Bandung.
Hukum Tentang Pengelolaan Tanah Negara Bagi Sitorus, Oloan, Ig. Indradi, Rakhmat Riyadi, Sapar-
Kesejahteraan Rakyat, Pusat Penelitian dan diyono, Deden Dani Saleh dan Dominikus B.
Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Insantuan, 2008, “Aspek Hukum Tanah
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Negara Bekas Hak Guna Usaha Perkebunan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Provinsi Sumatera Utara” dalam Bhumi,
Republik Indonesia, Jakarta. Jurnal Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,
Arizona, Yance, 2014, Konstitusionalisme Agraria, Nomor 24 Tahun 8, Desember 2008.
Penerbit STPN Press, Yogyakarta. Suhendar, Endang, Satyawan Sunito, M.T. Felix
Harsono, Boedi, “Kerangka Persoalan dan Pokok- Sitorus, Arief Satria, Ivanovich Agusta, dan
Pokok Kebijakan Pertanahan Nasional” dalam Arya Hadi Dharmawan (Penyunting), 2002,
Anonim, 1994, Laporan Seminar “Perma- Menuju Keadilan Agraria. 70 Tahun Gunawan
salahan dan Tantangan Politik Pertanahan Wiradi, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung.
Dalam PJP II”, Kerjasama Fakultas Hukum Sumardjono, Maria S.W., “Kewenangan Negara
Universitas Gadjah Mada dengan Badan Untuk Mengatur Dalam Konsep Penguasaan
Pertanahan Nasional, Yogyakarta, 29 Oktober Tanah Oleh Negara” dalam Suparjo Sujadi,
1994. 2011, Pergulatan Pemikiran dan Aneka Gagasan
——, 1997, Hukum Agraria Nasional. Sejarah Seputar Hukum Tanah Nasional (Suatu Pen-
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, dekatan Multidisipliner), Badan Penerbit FHUI,
Isi dan Pelaksanaannya. Jilid I. Hukum Tanah Jakarta.
Nasional, Penerbit Djambatan, Jakarta. Suparjo, 2014, Manifestasi Hak Bangsa Indonesia
Hartono, Sunaryati, 1976, Capita Selecta Per- dan Hak Menguasai Negara Dalam Politik
bandingan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung. Hukum Agraria Pasca Proklamasi 1945 Hingga
HR. Ridwan, 2008, Hukum Administrasi Negara, Pasca Reformasi 1998 (Kajian Teori Keadilan
Penerbit P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Amartya K. Sen), Disertasi, Program Studi
Mulyani, Lilis, “Pengelolaan Sumber Daya Alam di Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mata Mahkamah Konstitusi: Analitis Kritis Sutiknyo, Iman, 1990, Politik Agraria Nasional.
Atas Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hubungan Manusia dengan Tanah yang
Sumber Daya Alam” dalam Jurnal Masyarakat berdasarkan Pancasila, Gadjah Mada Univer-
dan Budaya, Volume 10 Nomor 2 Tahun 2008. sity Press, Yogyakarta.
Notonagoro, 1984, Politik Hukum dan Pembangunan Yamin, Muhammad, 1959, Naskah Persiapan
Agraria di Indonesia, Penerbit Binacipta, Undang-Undang Dasar 1945, Penerbit Yayasan
Jakarta. Prapanca.
Parlindungan, A.P., 1984, Komentar Atas Undang- Utrecht, E., 1960, Pengantar Hukum Administrasi
Undang Pokok Agraria, Penerbit Alumni, Negara Indonesia, Penerbit Fakultas Hukum
Bandung. dan Pengetahuan Masyarakat Universitas
Puspa, Yan Pramadya, 1977, Kamus Hukum. Esisi Negeri Padjadjaran.
Lengkap Bahasa Belanda, Indonesia dan Oloan Sitorus dalam http://
Inggeris, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang. gubukhukum.blogspot.com/2011/09/normal-
Saleng, Abrar, 2004, Hukum Pertambangan,UII 0-false-false-false-en-us-x-none.html, diunduh
Press, Yogyakarta. pada tgl.11 Februari 2014 jam 05.50.
Sitorus, M.T Felix, “Lingkup Agraria” dalam Endang

Anda mungkin juga menyukai