Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI HALUSINASI DI RSJ MADANI


SULTENG

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


a. Defenisi
 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara
 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perubahan atau penghiduan.
 Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata stimulus/rangsangan dari
luar.
b. Rentang respon

Adaptif Mal Adaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku cocok  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Hubungan sosial  Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis
biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

c. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobilogi
c. Meurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu
d. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami
stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman
sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan
berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bias membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks,
dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
e. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif


Halusinasi  Bicara atau ketawa sendiri  Mendengar suara atau
pendengaran  Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
 Mengarahkan telinga kearah tertentu  Mendengar suara yang
 Menutup telinga bercakap-cakap
 Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya

Halusinasi  Menujuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan, sinar


penglihatan  Ketakutan kepada sesuatu yang tidak bentuk geometris, bentuk
jelas kartoon, melihat hantu
atau monster

Halusinasi  Menghidu Seperti Sedang Membaui Membaui bau-bauan


penghidu bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
 Menutup hidung fases kadang-kadang bau
itu menyenangkan

Halusinasi  Sering meludah Merasakan rasa seperti


pengecap  Muntah darah, urine atau fases

Halusinasi  Menggaruk-garuk permukaan kulit Menyatakan ada serangga

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


perabaan di permukaan kulit
Merasakan tersengat
listrik

f. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi

g.Gangguan sensori persepsi halusinasi

Tujuan Kriteria evaluasi Interval


Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
 Mengenali halusinasi pertemuan, pasien dapat  Bantu pasien mengenal
yang dialaminya menyebutkan : halusinasi (isi, waktu
 Mengontrol  Isi waktu, frekuensi, terjadinya, frekuensi,
halusinasinya situasi pencetus, situasi pencetus,
perasaan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Mengikuti program Mampu memperagakan perasaan saat terjadi
pengobatan cara dalam mengontrol halusinasi)
halusinasi.  Latih mengontrol
halusinasi dengan cara
menghardik.
Tahapan tindakannya
meliputi :
 Jelaskan cara
menghardik halusinasi
 Peragakan cara
menghardik
 Minta pasien
memperagakan ulang
 Pantau penerapan cara
ini, beri penguatan
perilaku pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP 1)
 Menyebutkan kegiatan Latih
yang sudah dilakukan berbicara/bercakap
 Memperagakan cara dengan orang lain saat
bercakap-cakap dengan halusinasi muncul
orang lain  Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
Setelah …..x pertemuan SP 3
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan lalu
 Menyebutkan kegiatan (SP2)
yang sudah dilakukan  Latih kegiatan agar
 Membuat jadwal halusinasin tidak
muncul

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


kegiatan sehari-hari dan Tahapannya :
mampu  Jelaskan pentingnya
memperagakannya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien
melakukan aktivitas
 Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai
aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun
pagi sampai tidur
malam)
Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap perilaku yang
(+)
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu ( SP 1, 2, dan 3)
 Menyebutkan kegiatan Tanyakan program
yang sudah dilakukan pengobatan
 Menyebutkan manfaat Jelaskan pentingnya
dari program penggunaan obat pada
pengobatan gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila
tidak digunakan sesuai
program
 Jelaskan akibat bila

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


putus obat
 Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan
(5B)
 Latih pasien minum
obat
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Keluarga mampu : Setelah ……x SP 1
Merawat psien di pertemuan keluarga  Identifikasi masalah
rumah dan menjadi mampu menjelaskan keluarga dalam
system pendukung tentang halusinasi merawat pasien
yang efektif untuk  Jelaskan tentang
pasien halusinasi
Pengertian halusinasi
Jenis halusinasi yang
dialami pasien
Tanda dan gejala
halusninasi
Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
Sumber-sumber
pelayanan ksehatan
yang bias dijangkau
Bermain peran cara
merawat

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk
merawat psien
Setelah…….x SP 2
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 1)
 Menyelesaikan kegiatan Latih keluarga
yang sudah dilakukan merawat pasien
 Memperagakan cara RTL keluarga/jadwal
merawat pasien keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
 Menyebutkan kegiatan Latih keluarga
yang sudah dilakukan merawat pasien
 Memperagakan cara RTL keluarga/jadwal
merawat pasien serta keluarga untuk
mampu membuat RTL merawat pasien
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
 Menyebutkan kegiatan Evaluasi kemampuan
yang sudah dilakukan pasien
 Melaksanakan Follow RTL keluarga
up rujukan Follow up
Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR
WAHAM DI RSJ MADANI SULTENG

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

a. Defenisi
 Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasa; dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkse RI,
2000).
 Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999).

b. Rentang respon

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Gangguan isi


 Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Perubahan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku sesuai  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Hubungan sosial  Perilaku yang tidak terorganisasi
biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber Keliat, 1999


c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham adalah
sebagai beriku :
 Menolak makan
 Tidak ada perhatian pada perawatan diri
 Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
 Gerakan tidak terkontrol
 Mudah tersinggung
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
 Menghindar dari orang lain

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Mendominasi pembicaraan
 Berbicara kasar
 Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
d. Faktor predisposisi
 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menakan perasaannya sehingga pengamatan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
 Faktor sosial budaya
Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap kenyataan
 Faktor biolgis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertical di otak,
atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
 Faktor genetik
e. Faktor presipitasi
 Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok
 Faktor biokimia
Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang
 Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang menyenangkan.
f. Jenis waham
 Waham kebesaran

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau
kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“saya ini pejabat di kementrian kesehatan”
“saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..”
 Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba putih dan
mengalungkan tasbih setiap hari”
“ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”
 Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh :
“saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya kerna
mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya”
 Waham somatic
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu atau terserang
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kenker
pada tubuhnya)

 Waham nihilistic
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


g. Status mental
Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin terlihat
eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang
lain. Klien biasanya cerdik ketika dilakukan pemeriksaan sehingga dapat
memanipulasi data. Selain itu perasaan hatinya konsisten dengan isi waham.
h. Sensori dan kognisi
Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik
terhadap orang, tempat, dan waktu. Daya ingat atau kognisi lainnya biasanya
akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu diperhatikan bila terlihat
adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau melakukan kekerasan pada
orang lain.
Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan adanya riwayat
penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak. Bias dikerenakan
terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan
emosional seseorang yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan
perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan.
Waham kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak mampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung
terhadap perilakunya dimungkinkan akan timbul risiko perilaku kekerasan pada
orang lain.

i. Pohon masalah

Effect Risiko perilaku kekerasan

Core problem Perobahan sensori waham

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Causa Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis


Gambar……….. pohon masalah perubahan proses pikir waham
Sumber : Fitria (2009)

j. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
k. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan prose pikir : Subjektif :
waham  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah
orang yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
Objektif :
 Klien terlihat terus ngoceh tentang
kemampuan yang dimilikinya
 Pembicaraan klien cenderung berulang
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan

l. Diagnose keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
m. Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ……..x SP 1
 Berorientasi kepada pertemuan, pasien dapat  Identifikasi kebutuhan
realitas secara bertahap memenuhi kebutuhannya pasien

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Mampu berinteraksi  Bicara konteks realita
dengan orang lain dan (tidak mendukung atau
lingkungan membantah waham
 Menggunakan obat pasien)
dengan prinsip 6 benar  Latih pasien untuk
memenuhi
kebutuhannya “dasar”
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1)
Menyebutkan kegiatan Identifikasi
yang sudah dilakukan potensi/kemampuan
Mampu menyebutkan yang dimiliki
serta memilih Pilih dan latih
kemampuan yang potensi /kemampuan
dimiliki yang dimiliki
 Masukkan dalam
jadual kegiatan pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
dapat menyebutkan lalu (SP1 2)
kegiatan yang sudah Pilih kemampuan yang
dilakukan dan mampu dapat dilakukan
memilih kemampuan Pilih dan latih
lain yang dimiliki potensi /kemampuan
lain yang dimiliki
 Masukkan dalam
jadual kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah …… x SP 1
 Mengidentifikasi waham pertemuan, keluarga Identifikasi masalah
pasien mampu keluarga dalam
 Memfasilitas pasien mengidentifikasi merawa pasien
untuk memenuhi masalah dan Jelaskan proses
kebutuhannya menjelaskan cara terjadinya waham
 Mempertahankan merawat pasien  Jelaskan tentang cara
program pengobatan merawat pasien
pasien secara optimal waham
 Latih (stimulasi) cara
merawat
 RTL keluarga/jadwal
merawat pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, keluarga Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1)
 Menyebutkan kegiatan Latih keluarga cara

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


yang sesuai dilakukan merawat pasien
 Mampu (langsung ke pasien)
memperagakan cara RTL Keluarga
merawat pasien
Setelah……x SP 3
pertemuan, keluarga Evaluasi kegiatan yang
mampu lalu (SP2)
mengidentifikasi  Evaluasi kemampuan
masalah dan mampu pasien
menjelaskan cara RTL Keluarga
merawat pasien Follow up
Rujukan

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL


DI RSJ MADANI SULTENG

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


OLEH:

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

a. Pengertian
 Menurut depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguang interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
 Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup
berbagi pengalaman.
 Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu
fungsi individu dalam hubungan sosial.
 Menurut Towsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana
seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang
tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada
menarik diri.
 Menurut Rawlins, (1993), dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain.
b. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari terabaikan.

c. Faktor Predisposisi
 Faktor tumbuh kembang

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah.

Tahap perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang
tua dan teman, mencari pasangan, menikah
dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009)
 Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
 Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial
 Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia
yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal
pada otak sepeti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal.
d. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
 Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga
 Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
individu.
e. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhdap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makanann dan minuman terganggu

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang energy (tenaga)
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi
sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi
aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang
tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan
keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga
tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
f. Rentang respons

Adaptif Maladaptif

 Menyendiri  Merasa  Menarik diri


 Otonomi sendiri  Ketergantunga
 Bekerjasama  Depedensi  Manipulasi
 Interdependen  Curiga  Curiga

Gambar 3.1. rentang respons isolasi sosial


Sumber : Townsend (1998) dikutif dalam fitria (2009)
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain
individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan ide, pikiran,
dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
 Respons maladaptif
a. Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons
maladaptif.
b. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain
c. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dirisehingga
tergantung dengan orang lain.
d. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
e. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

g. Pohon masalah

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Risti mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Defisit perawatan diri GPS : Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial


Sumber : Fitria (2009)

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Defisit perawatan diri
8. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan

i. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Subjektif :
 Klien mengatakan malas bergaul
 Klien mengatkan dirinya tidak ingin dietmani
perawat dan meminta untuk sendirian
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan
orang lain
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri,
anak, ibu, ayah, atau teman dekat).

Objektif :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau
janin (khususnya pada posisi tidur).

j. Diagnose keperawatan
Isolasi sosial
k. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah …..x SP 1
 Menyadari penyebab pertemuan, pasien Identifikasi penyebab
isolasi sosial mampu :  Siapa yang satu rumah
 Berinteraksi dengan Membina hubungan dengan pasien
orang lain saling percaya  Siapa yang dekat
 Menyadari penyebab dengan pasien
isolasi sosial, Siapa yang tidak dekat
keuntungan dan dengan pasien
kerugian berinteraksi Tanyakan keuntungan
dengan orang lain. dan kerugian
 Melakukan interaksi berinteraksi dengan
dengan orang lain orang lain
secara bertahap  Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan berintraksi
dengan orang lain.
 Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


tidak ingin berintraksi
dengan orang lain
 Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
bnaykan teman dan
bergaul akrab dengan
mereka
 Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain
 Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien
Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien
cara berinteraksi
dengan orang lain
 Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
 Berikan kesempatan
pasien mempraktekkan
cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat.
 Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan satu
orang teman/anggota
keluarga
 Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan, tingkatan
jumlah interaksi dengan
2, 3, 4 orang dan
seterusnya.
 Beri kemajuan untuk
setiap interaksi yang
telah dilakukan oleh
pasien
 Siap mendegarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus menerus
agar pasien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
 Masukkan jadwal
kegiatan pasien

SP 2
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
 Latih berhubungan
sosial secara bertahap
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien

 Evaluasi kegiatan yang


lalu (SP 1dan SP 2)
 Latih cara berkenalan
dengan 2 orang atau
lebih
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
merawat pasien dengan pertemuan, keluarga Identifikasi masalah
isolasi sosial di rumah mampu menjelaskan yang dihadapi dalam
tentang : merawat pasein
 Masalah isolasi sosial Penjelasan isolasi sosial
dan dampaknya pada Cara merawat pasien
pasien isolasi sosial
 Penyebab isolasi sosial  Latih (stimulus)
 Sikap keluarga untuk RTL Keluarga/jadwal
membantu pasien keluarga untuk merawat
mengatasi isolasi pasien
sosialnya SP 2
 Pengobatan yang Evaluasi kemampuan
berkelanjutan dan SP 1
mencegah putus obat  Latih (langsung ke
 Tempat rujukan dan pasien)
fasilitas kesehatan RTL Keluarga/jadwal
yang tersedia bagi keluarga untuk merawat
pasien pasien
SP 3
 Evaluasi kemampuan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


SP 2
 Latih (langsung ke
pasien)
 RTL Keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemampuan
pasien
 Rencana tindak lanjut
keluarga
Follow up
Rujukan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANGAN MANGGA RSJ MADANI
SULTENG

OLEH:

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


a. Pengertian
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati
dan hartono, 2010)
 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen, 1995).
 Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (berkowitz, dalam
harnawati, 1993)
 Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan
sundeen, 1998)
 Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara
fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)
 Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998)
 Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara verbal dan
fisik (Ketner et al…1995)
b. Tanda dan gejala
 Fisik
Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
 Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
ketus
 Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif
 Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
 Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
 Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
 Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
c. Rentang respons

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar : rentang respons perilaku kekerasan
Sumber : Keliat 1991
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasan

PASIF ASERTIF AGRESIF


ISI Negatif dan Postif dan Menyombongkan
PEMBICARAAN merendahkan menawarkan diri, merendahkan
diri, contohnya diri, contohnya orang lain,
perkataan : perkataan : “saya contohnya
“dapatkah saya?” dapat…..” “saya perkataan : “kamu
“dapatkah akan …..” selalu””kamu tidak
kamu?” pernah…”
TEKANAN Cepat, lambat, Sedang Keras dan ngotot
SUARA mengeluh
POSISI BADAN Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
JARAK Menjaga jarak Mempertahanka Siap dengan jarak
dengan sikap n jarak yang akan menyerang
acuh/mengabaik nyaman orang lain
an
PENAMPILAN Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
dapat tenag posisi menyerang
KONTAK MATA Sedikit/sama Mempertahanka Mata melotot dan
sekali tidak n kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan
Sumber :Keliat (1999) dalam Fitria (2009)

d. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil yang tidak
menyenangkan
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya.
Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak
tanpa faktor predsiposisi biologic
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor
ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga
dapat membantu mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam measyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa.
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata menimbulkan perilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indera penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatsi, danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis mempunyai
implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus agresif. System limbic sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin, neropineprin, dopamine, asetilkolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat implus

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


agresif. Peningkatan hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan
serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai gangguan
serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak,
penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
e. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya danketidakmampuannya dalam
menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat dan
alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


f. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif dan
mengeksplorasikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan
adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi HCL meningkat, peristaltic
gaster menurun, pengeluaran juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi
kaku dan diserta reflek yang cepat
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan
perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


g. Pohon masalah

Resiko mencederai diri, org


lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

GPS : Halusinasi

Regimen terapeutik
inefektif
Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah Berduka disfungsinoal


Koping keluarga tidak kronis
efektif

Gambar 8.2. Pohon masalah perilaku kekerasan


Sumber : Fitria (2009)

h. Masalah keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


i. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perilaku kekerasan Subjektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalhkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan antara


lain sebagai berikut :
1. Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol
j. Diagnose keperawatan
Perilaku kekerasan
k. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Asuhan Interven


Pasien mampu : Setelah …….x
 Mengidentifikasi penyebab pertemuan, pasien
Identifikasi penyebab,
dan tanda perilaku mampu : tanda dan gejala serta
kekerasan  Menyebutkan akibat perilaku
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, gejala,
kekerasan
perilaku kekerasan yang dan akibat perilaku Latih cara fisik 1 : tarik
pernah dilakukan kekerasan nafas dalam
 Menyebutkan akibat dari 
Masukkan dalam
perilaku kekerasan yang jadwal harian pasien
dilakukan Setelah ……..x SP 2

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Menyebutkan cara pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
mengontrol perilaku mampu : lalau (SP1)
kekerasan Menyebutkan kegiatan Latih fisik 2 : pukul
 Mengontrol perilaku yang sudah dilakukan kasur/bantal
kekerasannya dengan cara : Memperagakan cara Masukkan dalam
Fisik fisik untuk mengontrol jadwal harian pasien
Sosial/verbal perilaku kekerasan
Spiritual Setelah……x
Terapi pertemuan pasien Evaluasi kegiatan yang
Psikofarmaka (obat mampu : lalu (SP 1dan 2)
Menyebutkan kegiatan Latih secara
yang sudah dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan cara Menolak dengan baik
sosial/verbal untuk Meminta dengan baik
mengontrol perilaku Mengungkapkan
kekerasan dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ……x
pertemuan pasien Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP 1, 2, dan 3)
 Menyebutkan kegiatan Latih secara spiritual
yang sudah dilakukan  Berdoa
 Memperagakan cara Sholat
spiritual  Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ….x SP 5
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP 1, 2, 3 dan 4 )
 Menyebutkan kegiatan Latih patuh obat :
yang sudah dilakukan  Minum obat secara
 Memperagakan cara prinsip 5 B
patuh obat  Susun jadwal minum
obat secara teratur
 Masukkan dalam
jadwal hariam pasien
Keluarga mampu : Setelah…….x SP 1
Merawat pasien di rumah pertemuan, keluarga Identifikasi masalah
mampu menkjelaskan yang dirasakan
penyebab, tanda dan keluarga dalam
gejala, akibat serta merawat pasien
mampu memperagakan Jelaskan tentangg
cara merawat perilaku kekerasan :
Penyebab
Akibat
Cara merawat
 Latih cara merawat

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 RTL keluarga/jadwal
untuk merawat pasien
Setelah…..x pertemuan SP 2
keluarga mampu  Evaluasi kegiatan yang
menyebutkan kegiatan lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan  Latih (stimulus) 2 cara
dan mampu merawat lain untuk merawat
serta dapat membuat pasien
RTL  Latih Langsung ke
pasien
 RTL keluarga/jadwal
untuk merawat pasien
Setelah…..x pertemuan SP 3
keluarga mampu  Evaluasi SP 1 dan SP 2
menyebutkan kegiatan  Latih langsung ke
yang sudah dilakukan pasien
dan mampu merawat  RTL keluarga/jadwal
serta dapat membuat keluarga untuk
RTL merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga Evaluasi SP 1, 2, 3,
mampu melaksanakan Latih langsung ke
follow up dan rujukan pasien
serta mampu RTL keluarga
menyebutkan kegiatan Follow up
yang sudah dilakukan Rujukan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
DI RSJ MADANISULTENG

OLEH:

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


a. Pengertian
 Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama (nanda,
2005)
 Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari
orang lain (depkes RI, 2000)
 Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan
dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan (Townsend, 1998)
 Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)
b. Tanda dan gejala
Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan harga
diri rendah, fitria (2009) :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimistis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah
c. Proses terjadinya masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi terjadi karena
invidu tidak pernah mendapat feeed back dari lingkunga tentang perilaku klien
sebelumnya bahkan meungkin kecenderungan lingkungan yang selalu member
respon negative mendorong individu menjadi harga diri rendah.

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas sehingga timbul pikiran bahwa
diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan penilaian individu
terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah
kondisi diri rendah situasional, jika lingkungan tidak member dukungan positif
atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

d. Rentang respons

Respon Adaptif Respons Maladaptif

aktualisasi konsep diri Harga diri keracunan


depersonalisasi
diri positif rendah identitas

gambar 2.1 rentang respon harga diri rendah kronis


sumber : Keliat 1999

Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana


aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart dan laraia, 2005).
Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna
patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasive dan
muncul bersama penyakit lain.
Menurut Nanda 2005 tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilkau
telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi
mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata
kurang/tidak ada. Selalu mengatakan ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba
sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik
negtaif mengenai dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien harga diri
rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, missalnya
pemakian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus. Kegiatan mengganti
identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik.
Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi
atau konteks popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas
sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang,
antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi
identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negative, dimana asumsi yang
bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme
pertahanan ego yang sering diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi,
isolasi, proyeksi, mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan cultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang dapat
mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonim yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan haga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai
oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri
rendahh kronis adalah :
1. System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri
rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau
gagal terus menerus
2. Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena melihat kondisi
klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan
bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan
latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
3. Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur arus informasi
sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di
korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan
pada thalamus ini maka arus informasi snesori yang masuk tidak dapat dicegah
atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negative
yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien
4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat
digunakan adalah :
1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan
informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak
dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi.
4. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio computer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh
atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur
tubuh atau otak. Beberapa posedur menggunakan kontras gadolinium untuk
meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti :
1. Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan
2. Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan orientasi,
mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami
penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.
3. Serotonim, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan
klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


4. Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energy,
selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnose medis klien yaitu
skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamate
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang adapat
diguanakan adalah :
1. PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran dari bahan kimia radioktif
yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran darah untuk mengasilkan
gambarandua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut di
dalam tubuh dan otak.pet dapat memperlihatkan gambaran aliran darah,oxygen,
metabolism glukosa dan kosentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan
aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tetang fisiologi dan neuro –
kimiawi otak.
2. Transcranial magnetic stimulations (TMS) dikombinasikan dengan MRI, para
ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat
menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara
kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan
gangguan jiwa.
Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-
hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis
meliputi penolakan orang tua,harapan orang tua yang tidak realitas,orang tua yang
tidak percaya pada anak,tekanan teman sebaya peran yang tidak susai dengan
jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan,tempat tinggal di
daerah kumuh dan rawan kultur social yang berubah missal ukuran keberhasilan
individu.
Faktor cultural : tuntutan pada sesuai kebudayaan sering meningkatkan
kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika
umur sudah mencapai dua puluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup
individualisme.

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri
rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi dapat disebabkan
dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain ketengangan peran,koflik
peran yang tidak jelas,peran berlebihan,perkembngan transisi, situasi transisi
peran dan trransisi peran sehat – sakit.
e. Faktor predisposisi
Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang tidak
realistis
f. Faktor Presipitasi
Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
in dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
g. Pohon masalah

Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core problem Harga diri rendah kronis

Causa Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah harga diri rendah

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Harga diri rendah kronis
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


5. Risiko tinggi perlaku kekerasan

i. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Harga diri rendah Subjektif :
kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat
untuk beraktivitas atau bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas melakukan
perawatan diri (mandi, berhias, makan atau
toileting)

Objektif :
 Mengkriktik diri sendiri
 Persaan tidak mampu pandangan hidup
pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

j. Diagnose keperawatan
Harga diri rendah kronis
k. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Criteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah….x SP 1
 Mengidentifikasi kemampuan pertemuan, pasien Identifikasi
dan aspek positif yang mempu : kemampuan positif
dimiliki  Mengidentifikasi yang dimiliki
 Menilai kemampuan yang kemampuan aspek Diskusikan bahwa
dapat digunakan postitf yang dimilik pasien masih
 Menetapkan/memilih kegiatan Memiliki kemampuan memiliki sejumlah
yang sesuai dengan yang dapat digunakan kemampuan dan
kemampuan  Memilih kegiatan aspek positif
 Melatih kegiatan yang sudah sesuai kemampuan seperti kegiatan di

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


dipilih, sesuai kemampuan  Melakukan kegiatan rumah adanya
 Merencanakan kegiatan yang yang sudah dipilih keluarga dan
sudah dilatihnya.  Merencanakan lingkungan
kegiatan yang sudah terdekat pasien
dilatih Beri pujian yang
realitas dan
hindarkan setiap
kali bertemu
dengan pasien
penilaian yang
negative
 Nilai kemampuan
yang dapat
dilakukan saat ini
Diskusikan dengan
pasien kemampuan
yang masih
digunakan saat ini
Bantu pasien
menyebutkannya
dan memberi
penguatan
terhadap
kemampuan diri
yang diungkapkan
pasien
Perlihatkan respon
yang kondusif dan
menjaadi pendegar
yang aktif.
 Pilih kemampuan
yang akan dilatih
 Diskusikan dengan
pasien beberapa
aktivitas yang
dapat dilakukan
dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan
pasien lakukan
sehari-hari
 Bantu pasien
menetapkan
aktivitas mana
yang dapat pasien
lakukan secara
mandiri
Aktivitas yang
memerlukan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


bantuan minimal
dari keluarga
Aktivitas apa saja
yang perlu bantuan
penuh dari
keluarga atau
lingkungan
terdeekat pasien
Beri contoh cara
pelaksanaan
aktifitas yang
dapat dilakukan
pasien
Susun bersama
pasien aktivitas
atau kegiatan
sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan
pertama yang telah
dipilih
Diskusikan dengan
pasien untuk
menetapkan urutan
kegiatan (yang
sudah dipilih
pasien) yang akan
dilatihkan
Bersama pasien
dan keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan
yang akan
dilakukan pasien
Beri dukungan
atau pujian yang
nyata sesuai
kemajuan yang
diperlihatkan
pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Beri kesempatan
pada pasien untuk
mencoba kegiatan
Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan
yang dapat

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


dilakukan pasien
setiap hari
Tingkatkan
kegiatan sesuai
dengan toleransi
dan perubahan
sikap
Susun daftar
aktifitas yang
sudah dilatihkan
bersama pasien
dan keluarga
Berikan
kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
setelah
pelaksanaan
kegiatan.
Yakinkan bahwa
keluarga
mendukung setiap
aktifitas yang
dilakukan pasien.
Sp 2
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
 Pilih kemampuan
kedua yang dapat
dilakukan
 Latih kemampuan
yang dipilh
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1dan
2)
 Memilih
kemampuan ketiga
yang dapat
dilakukan
 Masukkan dalam
jadwal egiatan
pasien
Keluarga mampu merawat Setelah.…..x SP 1

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


pasien dengan HDR di rumah pertemuan, keluarga Identifikasi
dan menjadi system mampu : masalah yang
pendukung yang efektif bagi Mengidentifikasi dirasakan dalam
pasien kemampuan yang merawat pasien
dimiliki pasien  Jelaskan proses
 Menyediakan fasilitas terjadinya HDR
untuk pasien Jelaskan tentang
melakukan kegiatan cara merawat
 Mendorong pasien pasien
melakukan kegiatan  Main peran dalam
 Memuji pasien saat merawat pasien
pasien dapat HDR
melakukan kegiatan  Susun RTL
 Membantu melatih Keluarga/jadwal
pasien keluarga untuk
 Membantu menyusun merawat pasien
jadwal kegiatan pasien SP 2
 Membantu  Evaluasi
perkembangan pasien kemampuan SP1
 Latih keluarga
langsung ke pasien
 Menyusun RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluai
kemampuan
keluarga
 Evaluasi
kemampuan pasien
 RTL kleuarga
Follow up
Rujukan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUANGAN MANGGA RSJ MADANI
SULTENG

OLEH:

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


a. Pengertian
 Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (depkes 2000)
 Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (nurjannaj, 2004)
 Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter pery (2005)
 Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah, 2000).
b. Tanda dan gejala
 Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
 Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, mengguanakan kancing tarik, melepaskan
pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
 Makan
Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah
lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan dari setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram
toilet atau kamar kecil
Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup
berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah),
sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, pakaina, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan
intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi
isolasi sosial.
c. Pohon masalah

Effect Gangguan Pemeliharaan Kesehatan

Core problem defisit perawatn diri

Causa Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah deficit perawatan diri

d. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risiko tinggi isloasi social

e. Data yang perlu dikaji

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya malas
mandi karena airnya dingin atau di
RS tidak tersedia alat mandi
 Klien mengatakan dirinya malas
berdandan
 Klien mengatakan inigin disuapi
makan
 Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK mupun BAB

Objektif :
 Ketidakmampuan
mandi/membersihkan diri ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki, dan berbau, serta kuku
panjang dan kotor
 Ketidakmampuan berpakaian/berhias
ditandai dengan rambut acak-acakan.
Pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai tidak bercukur (laki-laki),
atau tidak berdandan (wanita)
 Ketidakmampuan makan secra
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan
sendiri, makan berceceran, dan makan
tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai BAB/BAK tidak
pada tempatnya, tidak membersihkan
diri dengan baik steleh BAB/BAK.

f. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
g. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Pasien mampu : Seteleh …..x pertemuan, SP 1
 Melakukan pasien dapat menjelaskan Identifikasi kebersihan
kebersihan diri sendiri pentingnya : diri, berdandan, makan,
secara mandiri  Kebersihan diri dan BAB/BAK
 Melakukan  Berdandan/berhias  Jelaskan pentingnya
berhias/berdanda  Makan kebersihan diri
secara baik  BAB/BAK  Jelaskan alat dan cara
 Melakukan makan Dan mampu melakukan kebersihan diri
dengan baik cara merawat diri  Masukkan dalam
 Melakukan jadwal kegiatan pasien
BAB/BAK secara SP 2
mandiri  Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
 Jelaskan pentingnya
berdanda
 Latih cara berdandan
Untuk pasien laki-laki
meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur
Untuk pasien
perempuan
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1 dan 2)
 Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
Jelaskan cara
menyiapkan makanan
Jelaskan cara
merapikan perlatan
makan setelah makan
dan sesudah makan
Praktek makan sesuai
tahapan makan yang
baik
 Latih kegiatan makan
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


pasien yang lalu (SP 1,
2, dan 3)
 Latih cara BAB dan
BAK yang baik
 Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK
Setelah…….x SP 1
pertemuan, keluarga Identifikasi masalah
mampu meneruskan keluarga dalam
melatih pasien dan merawat pasien dengan
mendukung agar masalah kebersihan
kemampuan pasien dalam diri, berdandan, makan,
perawatan dirinya BAB/BAK
meningkat  Jelaskan defisit
perawatan diri
 Jelaskan cara merawat
kbersihan diri,
berdandan, makan dan
BAB/BAK
 Bermain peran cara
merawat
 Rencana tindak lanjut
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien,
kebersihan diri, dan
berdandan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluasi kemampuan
SP 2
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 4

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemapuan
pasien
 Rencan tindak lanjut
keluarga
Follow up
Rujukan

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI
DI RSJ MADANI SULTENG

OLEH:

DI SUSUN OLEH:
ARUN PUTRI KUMALASARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU
2016

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


a. Pengertian
 Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
(fitria, 2009)
 Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk
mengakhiri kehidupannya
 Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan
(stuart dan Sundeen, 1995)
b. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit
adalah p[erilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
 Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul
jika tidak senang
 Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah. Tanda-tanda marah yang
dirasakan klien.
- Mempunyai ide untuk bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
- Implusif
- Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
- Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


- Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan
mengasingkan diri)
- Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang depresi,
psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
- Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier)
- Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
- Konflik interpersonal
- Latarbelakang keluarga
- Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
c. Rentang respons
Rentang respons protektif diri

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Peningkatan berisiko destruktif diri pencederaan


Bunuh diri
diri Destruktif tidak langsung diri

gambar 2.1 rentang respon protektif diri


sumber : Keliat 1999
 Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan di tempat kerjanya.
 Berisiko deskruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif
atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang segharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


 Deskruktif diri tidak langsung
Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena
apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal
 Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
 Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
d. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiya atau saksi penganiayaan.
 Perilaku
Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
 Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (premisive).
 Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan
e. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasaan merupakan faktor penyebab yang lain. Interkasi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

f. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, dan
magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang
tanpa memberikan koping allternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh
diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatsi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
g. Pohon masalah

Effect Bunuh diri

Core problem Risiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Gambar 2.2 Pohon risiko bunuh diri

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko bunuh diri
2. Bunuh diri
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
i. Data yang perlu dikaji

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko bunuh diri Subjektif :
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga
 Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan
 Mengungkapkan adanya konflik interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku
kekerasaan saat kecil.

Objektif :
 Implusif
 Menujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi),
psikosis, dan penyalahgunaan alcohol
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis,
atau penyakit terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier0
 Status perkawinan yang tidak haromins

j. Diagnose keperawatan
Risiko bunuh diri
k. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi

Mulyani S.Kep Program Profesi ners


Pasien mampu : Setelah……x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien Identifikasi penyebab,
penyebab dan tanda mampu : tanda dan gejala serta
perilaku kekerasan  Menyebutkan akibat perilaku
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, kekerasan
perilaku kekerasan gejala, akibat perilaku Latih secara fisik 1 : tari
yang pernah dilakukan kekerasan nafas dalam
 Menyebutkan akibat Memperagakan cara Masukkan dalam jadwal
dari dari perilaku fisik 1 untuk harian pasien
kekerasan yang mengontrol perilaku
dilakukan kekerasan
Setelah…….x SP 2
 Menyebutkan cara
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
mengontrol perilaku
mampu : lalu (SP1)
kekerasan
 Menyebutkan kegiatan Latih cara fisik 2 : pukul
 Mengontrol perilaku
yang sudah dialkukan kasur /bantal
kekerasannya dengan
 Memperagakan cara Masukkan dalam jadwal
cara :
fisik untuk mengontrol harian pasien
Fisik
perilaku kekerasan
Sosial/verbal
Setelah …….x SP 3
Spiritual
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang
Terapi mampu : lalu (SP 1dan 2)
Psikofarmaka
 Menyebutkan kegiatan Latih secara
(obat)
yang sudah dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan cara Menolak dengan baik
sosial/verbal untuk Meminta dengan baik
mengontrol perilaku Mengungkapkan dengan
kekerasan. baik
 Masukkan dalam jadwal
harian pasien

Mulyani S.Kep Program Profesi ners

Anda mungkin juga menyukai