Anda di halaman 1dari 24

KONSEP MEDIS DEMAM DENGUE

A. Pengertian
Demam dengue (dengue fever/DF) adalah demam akut sebagai respon
tubuh terhadap salah satu serotipe virus dengue yang masuk kedalam aliran
darah bersama air liur nyamuk. Dengue adalah infeksi virus yang ditularkan oleh
nyamuk bergenus Aedes (Suriadi & Yuliani, 2011).
Respon tubuh terhadap virus dengue bermacam ragam mulai dari
asimptomatik, demam yang sembuh dengan sendirinya, infeksi dengue yang
parah seperti pada demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever/DHF),
ataupun berlanjut sebagai dengue shock syndrome (DSS) (Effendy 2015).

Diagnosis ditegakkan dengan menanyakan riwayat penyakit, tinggal atau


berkunjung ke daerah endemik, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.

Seperti infeksi virus pada umumnya, DF bersifat self-limiting disease,


yaitu demam ini akan sembuh dengan sendirinya dengan penanganan dan
perawatan yang baik serta kondisi tubuh yang cukup sehat untuk melawan
virus dengue ini. DF yang berlanjut menjadi DHF memerlukan perawatan
khusus di rumah sakit, dengan tujuan menyembuhkan sakitnya dan mencegah
terjadinya DSS.

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin, 2011:
1. Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:
a) Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupaka sel darah yang telah berdeferensiasi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Pada pria jumlah
eritrosit 5-5,5 juta/mmk dan wanita 4,5-5 juta/mm3.
b) Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5000-9000/mm3.
lekosit ikut serta dalam pertahanan seluler dan hormonal (zat
setengah cair) organisme asing dan melakukan fungsinya di dalam
jaringan ikat, melakukan gerakan amuboid, membantu untuk
menerobos dinding pembuluh darah ke dalam jaringan ikat.
c) Trombosit(SelDarahMerah)
Keping darah berwujud cakaram. Protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya bervariasi antara 200.000-
300.000/mm3 darah. Fungsi trombosit penting dalam pembekuan
darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit dengan cepat
menggumpal melekat satu sama lain dan menjadi fibrin. Masa
trombosit yang menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk
pembekuan.

2. Struktur Sel:
a) Membran Sel (Selaput Sel)
Membran sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, tebalnya
hanya 7,5-10nm (nano meter). Hampir seluruhnya terdiri dari
keping0keping halus gabungan protein lemak yang merupakan tempat
lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala bentuk rangsangan
yang datang.
b) Plasma (Sitoplasma)
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma adalah bahan anorganik
(garam, mineral, air, oksigen, karbon dioksida dan amoniak), bahan
organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon, vitamin dan asam
nukleat) dan peralatan sel yang disebut organes sel yang terdiri dari
ribosom, retikulum endoplasma, mitokondria, sentrosom, alat golgi,
lisosom dan nukleus.
C. Etiologi

Etiologi demam dengue (dengue fever/DF) adalah virus dengue dengan


nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularnya.
1. Etimologi
Kata dengue berasal dari bahasa Spanyol. Kemungkinan kata ini
diturunkan dari bahasa Swahili, Afrika Timur, dinga, atau sebagai frasa Ka-
dinga pepo, yang melukiskan penyakit ini sebagai akibat dari roh jahat.
Jaman dahulu kala, para budak di Hindia barat, daerah Atlantik utara
samudera Karibia yang mengidap dengue dikatakan memiliki postur dan
cara berjalan seperti dandy sehingga kemudian penyakit ini dikenal dengan
istilah “dandy fever”. Seiring dengan perkembangan dunia kedokteran
istilah penyakit ini berubah dari waktu ke waktu. Istilah dengue fever
secara umum mulai digunakan sejak tahun 1828.
2. Agen

DF disebabkan oleh virus dengue (DENV). DENV merupakan


single-stranded RNA virus dengan panjang sekitar 11 kilobases, golongan
family Flaviviridae, genus Flavivirus. DENV memiliki 4 serotipe yang
berhubungan satu sama lain tapi secara antigen berbeda: DENV-1, DENV-
2, DENV-3 dan DENV-4. Tiap serotipe ini mempunyai beberapa genotipe
tersendiri. Jadi infeksi virus dengan genotipe dan serotipe tertentu, dan
rentetan infeksi dengan serotipe yang berbeda akan memengaruhi tingkat
keparahan penyakit ini.

3. Vektor
Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies yang paling utama sebagai
vektor penular dengue. Spesies nyamuk lain yang dapat menularkan
penyakit ini adalah Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes
scutellaris. Serangga penyebar penyakit ini masuk ke dalam klasifikasi
ilmiah dalam filum Arthropoda, sehingga virus dengue ini juga dinamakan
sebagai Arbovirus.
Menurut WHO :
Penyebaran dari virus dengue yaitu:
1) Telur
Telur Aedes Aegypti diletakkan satu persatu pada permukaan lembab
tepat di atas batas air. Masa perkembangan embrio adalah 48 jam pada
lingkungan yang hangat dan lemba, telur menetap bila wadah tergenang
air.
2) Jentik dan Pupa
Tempat bertelur Aedes Aegypti adalah di perumahan yaitu, wadah air
buatan manusia, meliputi botol minuman, bak mandi, bambu, botol,
kaleng, cangkir, plastik, pipa saluran dan perangkap semut di kaki
meja.
3) Kebiasaan menghisap darah
Menggigit aktif di siang hari, nyamuk betina mempunyai dua waktu
aktifitas menggigit, yaitu beberapa jam di pagi hari dan beberapa jam
sebelum gelap.
4) Kebiasaan hinggap
Aedes Aegypti lebih suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab.
Misalnya: tempat tidur, kloset, kamar mandi dan dapur. Tempat
berisitirahat di dalam rumah di bawah perabotan benda-benda yang
digantung, seperti baju, tirai dan dinding.
5) Jangkauan terbang
Nyamuk betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari
tempat bertelur. Morbilitas dan mortalitas demam berdarah dengue
bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status
imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
virulensi virus dan kondisi geografi setempat.
6) Siklus penularan
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya terinfeksi virus dengue pada saat
nyamuk Aedes Aegypti menghisap darah dari seseorang yang sedang
berada pada tahap demam akut. Setelah melalui periode inkubasi
ekistik selama 8-10 hari, kelenjar ludah yang bersangkutan akan
menjadi terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut
mengigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke
tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-14
hari timbul gejala-gejala awal penyakit secara mendadak yang ditandai
dengan demam, pusing, myalgia, hilangya nafsu makan dan berbagai
tanda dan gejala non-spesifik seperti nausea, muntah dan ruam pada
kulit.

D. Patofisiologis

Patofisiologi demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan


nyamuk Aedes sp. Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus dengue.
Nyamuk Aedes sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang
yang sedang mengalami viremia virus tersebut, kemudian dalam kelenjar liur
nyamuk virus dengue akan bereplikasi yang berlangsung selama 8─12 hari.
Namun, proses replikasi ini tidak memengaruhi keberlangsungan hidup
nyamuk. Kemudian, serangga ini akan mentransmisikan virus dengue jika
dengan segera menggigit manusia lainnya.

Orang yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue,


akan berstatus infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk ke dalam
peredaran darah orang yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu virus akan
menginvasi leukosit dan bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia
dengan mengeluarkan protein cytokines dan interferon, yang bertanggung
jawab terhadap timbulnya gejala-gejala seperti demam, flu-like symptoms, dan
nyeri otot.

Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila
replikasi virus bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan
sum-sum tulang. Sel-sel stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi
virus akan rusak sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit yang
diproduksi. Kekurangan trombosit ini akan mengganggu proses pembekuan
darah dan meningkatkan risiko perdarahan, sehingga DF berlanjut menjadi
DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie,
purpura, ekimosis, hematemesis dan melena.

Replikasi virus yang terjadi pada hati, akan menyebabkan pembesaran


hati dan nyeri tekan, namun jarang dijumpai adanya ikterus. Bila penyakit ini
berlanjut, terjadi pelepasan zat anafilatoksin, histamin, dan serotonin, serta
aktivasi sistem kalikrein yang meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
Kemudian akan diikuti terjadinya ektravasasi cairan intravaskular ke kedalam
jaringan ekstravaskular. Akibatnya, volume darah akan turun, disertai
penurunan tekanan darah, dan penurunan suplai oksigen ke organ dan jaringan.
Pada keadaan inilah akral tubuh akan terasa dingin disebabkan peredaran darah
dan oksigen yang berkurang, karena peredaran darah ke organ-organ vital
tubuh lebih diutamakan.

Ektravasasi yang berlanjut akan menyebabkan hemokonsentrasi,


hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Pada keadaan ini, penderita memasuki fase
DSS.
F. Menifestasi Klinis

Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi


mulai dari asimtomatik, penyakit paling ringan, demam dengue, demam
berdarah dengue sampai syndrome syok dengue. Timbulnya bervariasi
berdasarkan derajat Demam berdarah dengue.
1. Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise
muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk.
2. Pada fase kedua ini penderita biasanya menderita ekstremitas dingin,
lembab, badan panas, maka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan
nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan
tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta
berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau
makulopopular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling
mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan kecil dan suara jantung halus.
Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan biasanya
keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau perdarahan
saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.
Menurut patokan dari WHO pada tahun 1975, diagnosa DBD (DHF) harus
berdasarkan adanya gejala klinik sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab
jelas).
2. Manifestasi perdarahan: paling tidak terdapat uji turniket positif dari
adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya positif, ekimosis,
epistaksis, perdarahan yang lain misalnya petekel, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, melena, atau hematomesis.
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sifat permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
WHO (1975) membagi manifestasi klinis DHF dalam klasifikasi derajat :
DD/DBD Derajat keterangan Laboratorium
DD Demam disertai mialgia, Leukopeni, trombositopenia,
nyeri retroorbital, sakit tidak ditemukan bukti adanya
kepala, artralgia kebocoran plasma
DBD I Sama seperti gejala diatas Trombositopenia, ada
ditambah dengan uji kebocoran plasma
bendung positif
DBD II Derajat 1 ditambah
perdarahan spontan
misalnya epitaksis,
perdarahan gusi,
perdarahan bawah kulit
DBD III Kegagalan sirkulasi / pre
syok ( kulit teraba lembab,
dingin dan pasien gelisah,
nadi cepat dan lemah )
DBD IV Syok berat, disertai
tekanan darah dan nadi
tidak terukur

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Soegijanto (2012), pemeriksaan diagnostik pada pasien Dengue fever /
DBD/ DHF meliputi:
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap (PDL):
a. Hemokonsentrasi (Hematokrit meningkat 20% atau lebih)
b. Trombositopenia (Trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
c. Perpanjanga masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protombin.
d. Asidosis
e. Hiponatremia
f. Hipokalemia.
2. Uji Torniquet Positif
Menurut Depkes RI (2010), uji torniquet dilakukan dengan cara
memompakan manset sampai titik antara tekana sistolik dan diastolik selama
+ 5 menit. Hasil dipastikan positif apabila terdapat 10 ptekie atau lebih dalam
2,5cm2. pada DHF biasanya uji ini memberikan hasil positif yang kuat
dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji ini bisa saja negatif atau hanya
positif ringan selama masa shock dan menunjukkan hasil positif bila
dilakukan setelah masa pemulihan fase shock.
3. Radiologi photo thorax
50% ditemukan efusi pleura, terjadi karena adanya rembesan plasma.
4. Uji laboratorium
5. Uji hambatan Hemaglutinasi
6. Uji Fiksasi komplemen

H. Penatalaksanaan
Menurut Depkes RI, 2010, hal 26, penatalaksanaan dari Demam Dengue/ DHF/
DBD adalah sebagai berikut:
1. Kasus ringan sampai sedang (derajat i dan ii), pemberian terapi cairan i.v
bagi pasien dilakukan selama jangka waktu 2-24 jam.
2. Pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit
kurang dari 50.000/mm3 atau menunjukkan perdarahan spontan selain
ptekie harus dirawat.
3. Tatalaksana demam dbd adalah memberikan obat antipiretik tetapi jangan
diberikan salisilat.
4. Demam tinggi, anoreksia, mual dan muntah akan menyebabkan rasa haus
dan dehidrasi, oleh karena itu harus terus menerus diberi minum sampai
pada batas kemampuannya. Cairan rehidrasi oral yaitu cairan yang biasa
digunakan untuk mengobati diare dan atau jus buah lebih dianjurkan dari
pada air putih.
5. Pemeriksaan hematokrit berkala akan mencerminkan tingkat kebocoran
plasma dan kebutuhan pemberian cairan i.v. kadar hematokrit harus pula
diamati setiap hari, terhitung mulai hari ketiga sampai suhu tubuh menjadi
normal kembali selam satu atau dua hari.
6. Penggantian cairan plasma pada pasien dengue syok syndrome.
7. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolik harus dilakukan secara berkala.
Tindakan awal pemberian cairan pengganti dan tindakan awal koreksi
asidosis dengan natrium bikarbonat akan memberikan hasil yang
memuaskan.
8. Pemberian obat sedatif kadang diperlukan untuk menenangkan pasien yang
gelisah.
9. Terapi oksigen harus diberikan pada pasien yang mengalami syok.
10. Transfusi darah dianjurkan untuk diberikan pada kasus yang menunjukkan
tanda perdarahan.
11. Penggantian cairan pada dbd harus sama dengan jumlah cairan elektrolit
yang hilang, jadi harus diberika 10mg/kgbb untuk seiap 1% hilangnya berat
badan.

I. Komplikasi
Menurut WHO 2012, komplikasi Demam Dengue/ Dengue Haemorhagic
fever/ DBD adalah:
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan
shock atau tanpa shock.
2. Kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin
hanya kejang demam sederhana, karena cairan cerebrospinal ditemukan
normal.
3. Oedema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan.
4. Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta tirah
baring yang lama.
5. Sepsis gram negatif dapat terjadi karena penggunaan i.v line terkontaminasi.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
DEMAM DENGUE/ DHF/ DBD

A. Pengkajian
1. Biodata / Identitas
DHF dapat menyerang dewasa atau anak-anak terutama anak berumur < 15
tahun. Endemik didaerah Asia tropic.
2. Keluhan Utama : Panas / demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam mendadak selama 2-7 hari dan kemudian demam turun dengan
tanda-tanda lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan
lembab, demam disertai lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada
anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut, nyeri ulu hati,
konstipasi atau diare.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah terjangkau penyakit DHF bisa berulang
DHF lagi, Tetapi penyakit ini tidak ada hubungannya dengan penyakit yang
pernah diderita dahulu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit DHF bisa dibawa oleh nyamuk jadi jika dalam satu keluarga ada
yang menderita penyakit ini kemungkinan tertular itu besar.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat nyamuk ini adalah
lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan
air, vas and ban bekas.
7. ADL
 Nutrisi : Dapat menjadi mual, muntah, anoreksia.
 Aktifitas : Lebih banyak berdiam di rumah selama musim
hujan dapat terjadi nyeri otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh
tubuh, menurunnya aktifitas bermain.
 Istirahat tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan
nyeri.
 Eliminasi alvi : Dapat terjadi diare/ konstipasi, melena.
 Personal hygiene : Pegal-pegal pada seluruh tubuh saat panas dapat
meningkatkan ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
8. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : Suhu tubuh tinggi (39,4 – 41,1 0C), menggigit
hipotensi,nadi cepat dan lemah.
 Kulit : tampak bintik merah (petekil), hematom, ekimosit.
 Kepala : mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
(kadang).
 Dada : nyeri tekan epigastrik, nafas cepat dan sering berat.
 Abdomen : pada palpasi teraba pembesaran hati dan limfe pada
keadaan dehidrasi turgor kulit menurun.
 Anus dan genetalia : dapat terganggu karena diare/ konstipasi.
 Ekstrimitas atas dan bawah : ekstrimitas dingin, sianosis.
 Pemeriksaan Penunjang : Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di
jumpai: Hb dan PCV meningkat (≥20%), Trombositopenia
(≤100.000/ml), Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis),
Ig.D.dengue positif, Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan:
hipoprotinemia, hipokloremia, dan hiponatremia, Urium dan PH darah
mungkin meningkat, Asidosis metabolik: pCO <35-40 mmHg HCO
rendah, SGOT/SGPT memungkinkan meningkat.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada pasien DHF adalah :
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipoventilasi
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran
plasma darah
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ektravaskuler
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan; perpindahan
cairan intravaskuler ke ektravaskuler
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ; mual muntah
8. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor pembekuan
darah (trombositopeni).

C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan ( NOC ) ( NIC )
1 Ketidakefektifan Respiratory status : Ventilation Airway Management
pola napas Respiratory status : Airway  Buka jalan nafas,
berhubungan patency guanakan teknik chin
dengan Vital sign Status lift atau jaw thrust
hipoventilasi Kriteria Hasil : bila perlu
 Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan batuk
memaksimalkan
efektif dan suara nafas yang
ventilasi
bersih, tidak ada sianosis
 Identifikasi pasien
dan dyspneu (mampu
perlunya pemasangan
mengeluarkan sputum,
alat jalan nafas buatan
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips  Pasang mayo bila
perlu
 Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak  Lakukan fisioterapi
merasa tercekik, irama nafas, dada jika perlu
frekuensi pernafasan dalam  Keluarkan sekret
rentang normal, tidak ada dengan batuk atau
suara nafas abnormal) suction
 Tanda Tanda vital dalam  Auskultasi suara nafas,
rentang normal (tekanan catat adanya suara
darah, nadi, pernafasan) tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2
Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

2 Hipertermia Thermoregulation Fever Treatment


Setelah dilakukan asuhan  Monitor tanda vital
berhubungan
keperawatan, diharapkan suhu  Monitor iwl
dengan proses
tubuh klien normal dengan  Monitor warna dan
infeksi virus kriteria hasil : suhu kulit
dengue  Tanda vital normal TD  Monitor wbc, hb dan
(systole 110-130mmHg, hct
diastole 70-90mmHg),  Kompres pada lipatan
HR(60-100x/menit), RR paha dan axila
(16-24x/menit), suhu (36,5-  Monitor intake dan
37,50C) output
 Tidak ada perubahan warna  Tingkatkan sirkulasi
kulit udara
 Kolaborasi pemberian
cairan intravena dan
antipiretik
Temperatur
Regulation
 Monitor suhu per 2
jam
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu
 Beri tahu tentang
penanganan
emergency yang
diperlukan

3 Ketidakefektifan Circulation status Peripheral sensation


perfusi jaringan Tissue perfusion management :
Kriteria hasil :  Monitor daerah
perifer
 Mendemontrasikan status tertentu yang peka
berhubungan sirkulasi yang ditandai terhadap panas/
dengan dengan dingin/ tajam/ tumpul
kebocoran  Tekanan sistole dan  Monitor terhadap
plasma darah diastole dalam rentang adanya paretese
yang diharapkan  Instruksikan keluarga
 Tidak ada otostatik untuk memonitor
hipertensi adaya lesi atau luka
 Tidak ada peningkatatan  Batasi pergerakan
TIK > 15 mmhg kepala leher dan
 Medemonstrasikan punggung
kemampuan kognitif  Monitor kemam[uan
 Menunjukkan fungsi sensori BAB
motori cranial yang utuh :  Kolaborasi pemberian
tingkat kesadaran membaik, antibiotik
tidak ada gerakan involunter  Monitor adanya
tromboplebitis
 Dikusikan penyebab
perubahan sensasi
4 Nyeri akut Pain level Manajemen Nyeri
Pain control  Kaji secara
berhubungan
Confort level menyeluruh tentang
dengan agen nyeri, meliputi: lokasi,
Kriteria Hasil:
injuri biologis  Klien mampu mengontrol karakteristik, waktu
nyeri (tahu penyebab nyeri, kejadian, lama,
mampu menggunakan frekuensi, kualitas,
tehnik nonfarmakologi intensitas/beratnya
untuk mengurangi nyeri, nyeri, dan faktor-
mencari bantuan) faktor pencetus
 Melaporkan bahwa nyeri  Observasi isyarat-
berkurang dengan isyarat non verbal dari
menggunakan manajemen ketidaknyamanan
nyeri  Berikan analgetik
 TD (systole 110-130mmHg, sesuai dengan anjuran
diastole 70-90mmHg),  Gunakan komunkasi
HR(60-100x/menit), RR terapeutik agar klien
(16-24x/menit), suhu (36,5- dapat
37,50C) mengekspresikan nyeri
 Klien tampak rileks mampu  Kaji latar belakang
tidur/istirahat budaya klien
 Mampu mengenali nyeri  Tentukan dampak dari
( skala, frekuensi, tanda ekspresi nyeri terhadap
nyeri ) kualitas hidup: pola
tidur, nafsu makan,
aktifitas mood,
hubungan, pekerjaan,
tanggungjawab peran
 Kaji pengalaman
individu terhadap
nyeri,  keluarga
dengan nyeri kronis
 Evaluasi  tentang
keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri yang telah
digunakan
 Berikan dukungan
terhadap klien dan
keluarga
 Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan
pencegahan
 Kontrol faktor-faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan 
 Anjurkan klien untuk
memonitor sendiri
nyeri
 Ajarkan penggunaan
teknik non-
farmakologi, ex:
relaksasi, guided
imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase)
 Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
 Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
Pemberian Analgetik
 Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik,
kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
 Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi
obat
 Libatkan klien dalam
pemilhan analgetik
yang akan digunakan
 Pilih analgetik secara
tepat /kombinasi lebih
dari satu analgetik jika
telah diresepkan
 Tentukan pilihan
analgetik (narkotik,
non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda
vital, sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik, monitor
reaksi obat dan
efeksamping obat
 Dokumentasikan
respon dari analgetik
dan efek-efek yang
tidak diinginkan
Manajemen
lingkungan :
kenyamanan
 Batasi pengunjung
 Tentukan hal-hal yang
menyebabkan
ketidaknyamanan
seperti pakaian
lembab,   Perhatikan
hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
 Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan
bersih
 Tentukan temperatur
ruangan yang paling
nyaman
 Sediakan lingkungan
yang tenang
 Atur posisi pasien
yang membuat
nyaman.

5 Kekurangan Fluid balance Fluid management


Hydration  Timbang
volume cairan
Nutritional Status : Food and popok/pembalut jika
berhubungan Fluid diperlukan
Intake  Pertahankan catatan
dengan
Kriteria Hasil : intake dan output yang
pindahnya  Mempertahankan urine akurat
cairan output sesuai dengan usia  Monitor status hidrasi
dan BB, BJ urine normal, HT ( kelembaban
intravaskuler ke normal membran mukosa,
ektravaskuler  Tekanan darah, nadi, suhu nadi adekuat, tekanan
tubuh dalam batas normal darah ortostatik ), jika
 Tidak ada tanda tanda diperlukan
dehidrasi,  Monitor hasil lAb
 Elastisitas turgor kulit baik, yang sesuai dengan
membran mukosa lembab, retensi cairan (BUN ,
tidak ada rasa haus yang Hmt , osmolalitas
berlebihan urin )
 Monitor vital sign
 Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
 Kolaborasi pemberian
cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Berikan diuretik sesuai
interuksi
 Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien
makan
 Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi

6 Resiko syok Syok prevention Syok Prevention


hipovolemik Syok management  monitor status
Kriteria hasil sirkulasi HR, warna
berhubungan
 Nadi, pernapasan, dalam kulit, suhu, nadi
dengan batas yang diharapkan perifer dan CRT
perdarahan;  Irama jantung dalam batas  monitor tanda
normal inadekuat oksigenasi
perpindahan
 Laboratorium dalam batas  monitor suhu dan
cairan normal (Na, K, Cl, Mg, PH, pernapasan
intravaskuler ke Hct)  monitor input dan
ektravaskuler  Tidak ada tanda dehidrasi output
 pantai nilai
laboratorium
 monitor tanda asites
 monitor tanda awal
syok
 tempatkan pasien
dalam posisis supine
 pantau kepatenan
jalan napas
 berikan cairan IV yang
tepat
 ajarkan keluarga dan
pasien tanda awal syok
 ajarkan keluarga dan
klien cara mengatasi
syok
syok management
 monitor fungsi
neurologis
 monitor fungis renal
 monitor tekanan nadi
 monitor status cairan
 catat gas darah arteri
dan oksigen
 monitor nilai
laboratorium

7 Ketidakseimban Setelah dilakukan asuhan Nutrition Manajemen


keperawatan diharapkan
gan nutrisi kebutuhan nutrisi dapat  kaji adanya alergi
kurang dari dipertahankan dengan kriteria makanan
hasil:  kaji kemampuan
kebutuhan tubuh
 Adanya peningkatan berat pasien mendapatkan
berhubungan badan nutrisi yang
dengan intake  Mampu dibutuhkan
nutrisi yang
mengidentifikasikan  kolaborasi ahli izi
kebutuhan nutrisi  yakinkan diet yang
tidak adekuat  turgor kulit baik dikonsumsi
 tidak ada tanda malnutrisi mengandung tinggi
 peningkatan fungsi menelan serat
 tidak terjadi penurunan Nutrition Monitoring
berat badan yang berarti  monitor penurunan
berat badan
 monitor lingkungan
selama makan
 jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak saat
makan
 monitor turgor kulit
 monitor mula muntah
 monitor kadar
albumin, hct, total
protein dan hb

8 Resiko Blood lose severity Bleeding precautions


perdarahan Blood koagulasi  monitor ketat tanda
Kriteria hasil : perdarahan
berhubungan
 tidak ada hematuri dan  Pantau Hb dan Ht
dengan hematemesis  Monitor TTV
penurunan  kehilangan darah yang  Pertahankan bedrest
terlihat selama perdarahan
faktor
 tekanan darah dalam batas aktif
pembekuan normal  Kolaborasi dalam
darah  tidak ada perdarahan dan pemberian produk
(trombositopeni) distensi abdomen darah
 laboratorium dalam batas  Anjurkan pasien untuk
normal mengkonsumsi
makanan yang
mengandungnvitamin
K
Bleeding reduction
 Identifikasi penyebab
perdarahan
 Monitor status cairan
 Monitor penentu
pengiriman oksigen ke
jaringan
 Pertahankan patensi
IV line
DAFTAR PUSTAKA

FKUI, 2012, Ilmu Kesehatan Anak Jilid I, FKUI, Jakarta


Mansjoer, A.(2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis, Jakarta
McCloskey, J dan Bulechek, G. (2000). Nursing Interventions Classification (NIC).
Mosby: Philadelphia
Nanda (2015), Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasication, 2015-2017. Edisi
10. EGC, Jakarta
___________, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Nanda Nic-Noc. Jilid 1. EGC. Jakarta

Nursalam, 2014, Ilmu Kesehatan Anak,. Salemba Medika. Jakarta

Padila, (2013), Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika. Jogjakarta

Smeltzer, S.C, (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Vol 2, EGC, Jakarta
Soeparman, 2010, Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta

Suriadi & Yuliani, 2011, Asuhan Keperawatan Pada Anak, EGC, Jakarta

Syaifuddin, 2011, Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta

Wijaya, S. A. & Putri, M. Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan


Dewasa, Teori, Contoh Askep. Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai