DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
FITRIANI (F1061181044)
JURUSAN PMIPA
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelarut
2.2 Asam-Basa dalam Sistem Pelarut
2.3 Asam-Basa Lux-Flood
2.4 Asam-Basa Pearson (HSAB)
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pelarut dalam keadaan cair. Karena dalam keadaan cair dapat melarutkan
semua fasa (fasa gas, cair, dan padat), mudah dikelola dan diamati, serta
mempermudah pengukurannya ditaksir,
b. Tetapan dielektrik, yaitu kemampuan suatu zat melarutkan zat padat yang
lain. Semakin tinggi tetapan dielektriknya maka semakin besar
kemampuannya melarutkan zat.
c. Sifat-sifatnya sebagai donor dan akseptor (asam-basa lewis).
Lewis menjelaskan bahwa asam basa berkaitan dengan donor dan
akspetor pasangan eleektron, dimana asam adalah yang menerima
pasangan elektron, dan basa yang memberikan pasangan elektron.
Solvasi adalah interaksi zat terlarut dan pelarut dimana zat pelarut nya
mengelilingi zat terlerut. Misalkan pada NaCl yang dilarutkan dalam H 2O.
Pelarut H2O mengelilingi ion Na+ dan Cl-.
d. Keasaman protonik atau kebasaan. Pelarut terbagi menjadi pelarut
berproton dan pelarut tidak berproton. Pelarut berproton mengandung
proton yang dapat diionkan dan bersifat asam kuat atau lemah. Misalnya
H2O, HCl, HF, H2SO4, dan HCN. Bahkan amonia yang biasanya dianggap
sebagai basa , merupakan pelarut berproton dan dapat memberikan H+
kepada basa yang lebih kuat. Pelarut berproton mempunyai ciri mengalami
otodisosiasi.
Pelarut tidak berproton. Pelarut jenis ini terbagi atas tiga golongan yang luas,
yaitu:
1) Zat cair non polar atau kecil kepolarannya, zat cair tidak terdisosiasi, yang
tidak tersolvasi secara kuat. Contohnya CCl 4 dan CH4. Karena
kepolarannya rendah, tetapan dielektrik rendah, dan daya sebagai donor
lemah, zat cair tersebut merupakan pelarut tidak kuat keculi bagi zat
2
nonpolar lainnya. Bila dapat digunakan maka nilai utamanya ialah karena
zat cair tersebut hampir tidak berperan dalam reaksi kimia yang ada di
dalamnya.
3) Pelarut tidak terion tapi sangat kuat mensolvasi (biasanya polar).
Contoh jenis ini adalah CH 3CN,dimetilformamida (DMF), dimetilsulfoksida
(DMSO), tetrahidrofuran (THF), dan SO2. Pelarut-pelarut tersebut
mempunyai kesamaan yaitu tidak berproton, tidak ada kesetimbangan
otodisosiasi, dan mensolvasi ion dengan kuat.
4) Pelarut yang sangat polar dan berotoionisasi. Otoionisasi adalah
kemampuan pelarut menghasilkan ion positif dan ion negatif.
Beberapa dari pelarut tersebut adalah senyawaan antar halogen:
2BrF3 BrF2+ + BrF4-
2IF5 IF4+ + IF6-
2Cl3PO Cl2PO4- + Cl4PO-
e. Sifat dan derajat otodisosiasi. Sifat ini berkaitan dengan tetapan dielektrik
dan keasaman protonik. Otodisosiasi adalah keadaan dimana pelarut
dapat menghasilkan kation spesifik dan anion spesifik.
Reaksi otodisosiasi dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
spesifik spesifik Kation Anion
3
amonia. Jika kita memperhatikan adanya swaionisasi (autoionization) air untuk
membentuk ion hidronium dan ion hidroksil. Kita dapat mencacat bahwa swa-ionisasi
terjadi juga pada amonia untuk membentuk ion amonium dan ion amida
Bagi pelarut berproton, sifat asam atau basa bukanlah sifat mutlak zat terlarut.
Sifat asam atau basa dari zat hanya dapat dirinci dalam kaitannya dengan pelarut
yang dipakai.
TABLE 6-2
Protic
Solvent Solvents
Acid Cation Base Anion
CH3COOH2+ CH3COO-
Acetic acid, CH3COOH
Namun, dalam sistem pelarut asam sulfat, CH3COOH adalah basa, karena
CH3COOH meninggikan anion spesifik pelarutnya yaitu HSO4 -
4
2H2SO4 H3SO4+ + HSO4-
CH3COOH + H2SO4 → CH3COOH2+ + HSO4-
Sistem pelarut dapat juga digunakan pada pelarut yang tidak mengandung
Hidrogen, diantaranya yaitu BrF3, N2O4, dan SO2. Itu merupakan pelarut yang tidak
berproton, hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku jenis asam-basa tetap dapat
diamati dalam sistem di mana proton tidak memainkan peranan apa-apa. Contoh
pada BrF3, pelarut ini merupakan pelarut tidak berproton yang juga mengalami
otodisosiasi.
KF + BrF3 → K+ + BrF4-
Jadi asam dalam sistem pelarut adalah zat terlarut yang meninggikan
konsentrasi kation spesifik dalam pelarut. Sedangkan basa dalam sistem pelarut
adalah zat terlarut yang meninggikan konsentrasi anion spesifik dalam pelarut.
5
reaksi tersebut dapat dikerjakan secara langsung seperti pada persamaan kedua,
tanpa keikutsertaan pelarut namun dengan suhu yang tinggi. Karena suhu yang
tinggi itulah menyebabkan pelarut H2O menguap. Wajar bila selanjutnya reaksi
tersebut dianggap sebagai reaksi asam basa.
Beberapa contoh lain dari reaksi langsung antara oksida asam dan oksida basa
adalah:
CaO + SiO2 CaSiO3
3Na2O + P2O5 2Na3PO4
Prinsip umum dalam proses tersebut dikenali oleh Lux dan Flood, yang
mengusulkan bahwa asam didefinisikan sebagai akseptor ion oksida dan basa
sebagai donor ion oksida. Jadi pada reaksi tersebut, basa yaitu CaO dan Na 2O
menyediakan ion oksidanya kepada asam CO2, SiO2, dan P2O5, sehingga basa
membentuk anion CO32-, SiO32-, dan PO43-.
6
jenis (b) kecenderungan itu berlawanan. Kestabilan dipengaruhi oleh faktor
keelektronegatifan, dimana pada satu golongan dari bawah ke atas semakin besar
keelektronegatifannya. Ini tertera dalam ikhtisar berikut:
Kompleks logam jenis (a) Ligan Kompleks logam jenis (b)
Adapun contoh klasifikasi asam basa keras lunak adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Basa
Keras Lunak
H2O, OH- , F- R2S, RSH, RS-
CH3CO2- , PO43-, SO42- I- , SCN- , S2O32-
Cl- , CO32-, ClO4-, NO3- R3P , R3As, (RO)3P
ROH, RO- , RO-, R2O C2H4 , C5H6
NH3 , RNH2 , N2H4 H- , R-
7
Klasifikasi Asam
Keras Lunak
H+, Li+, Na+, K+ Cu+ , Ag+ , Au+ , TI+ , Hg+
Be2+, Mg 2+, Ca2+, Sr2+, Mn2+ Pd2+ , Cd2+ , Pt2+ , Hg2+
Al3+, Se3+, Ga3+ , In3+ , La3+ CH3Hg+ , CO(CN)52+, Pr4+
N3+ , Gd3+ , Lu3+ Te4+
Cr3+ , Co3+ , Fe3+ , As3+ TI3+ , TI(CH3)3 , BH3 , Ga(CH3)3
Si4+ , Ti4+ , Zr4+ , Th4+ , U4+ GaCl3 , GaI3 , InCl3
Pu4+ , Ce4+ , Hf4+ RS+ , RSe+ , RTe+
I+ , Br+ , HO+ , RO+
Logam dan ligan tersebut dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya
berdasarkan pada kepolaran unsur yang menjadi dasar suatu prinsip yang disebut
Hard and Soft Acid Base (HSAB). Teori HSAB (Hard Soft Acid and Base) merupakan
pengembangan dari teori asam basa Lewis. Asam lunak akan stabil dengan basa
lunak, serta asam keras akan stabil dengan basa keras. Ion logam yang berukuran
kecil berikatan dengan ligan yang berikatan kecil juga disebut asam basa keras.
Sedangkan ion logam yang berukuran besar, menyukai ligan yang cenderung besar
disebut dengan asam basa lunak. Kesamaan ukuran menyebabkan kestabilannya
tinggi sehingga tidak mudah larut dalam air. Tetapi apabila ion logam yang berukuran
besar berikatan dengan ligan yang berukuran kecil, menyebabkan kestabilannya
rendah dan mudah larut dalam air. Konsep HSAB dapat meramalkan terjadi tidaknya
suatu reaksi, contoh:
HgF2(g) + BeI2(g) → HgI2(g) + BeF2(g)
lunak-keras keras-lunak → lunak-lunak keras-keras
CH3HgOH(aq) + HSO3-(aq) → CH3HgSO3-(aq) + HOH(l)
lunak-keras keras-lunak → lunak-lunak keras-keras
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10