Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PEMBELAJARAN MINGGU KE-14

NAMA : RAFFERTHA REYNARD


RACHMADI

NO ABSEN : 24

SDN 057 BINA HARAPAN


Jalan Golf Selatan I No. 26, Cisaranten Bina Harapan
Kota Bandung
Nama : Raffertha Reynard Rachmadi
No Absen : 24
Kelas :3D

Kisah Para Penggiat Lingkungan Hidup yang Dianugerahi Kalpataru 2018

INDOPOS.CO.ID – CERITA para pejuang lingkungan hidup kini seolah semakin tak populer.
Padahal, keikhlasan dan pengorbanan mereka yang tanpa pamrih patut menjadi teladan. Inilah
kisah inspiratif para pejuang lingkungan hidup tersebut.

RAUT wajah Juwari terlihat ceria. Sembari duduk santai di kursi, kakek berkulit hitam legam itu
mendekap erat sebuah piala berbentuk pohon berwarna emas yang dibingkai kaca. Inilah trofi yang
menjadi impian banyak penggiat lingkungan hidup. Anugerah Kalpataru.

“Ini kehormatan bagi saya. Saya bekerja ikhlas untuk menghidupi keluarga dan warga  desa yang
umumnya petani,” kata Juwari kepada INDOPOS usai menerima anugerah Kalpataru 2018 yang
diserahkan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution pada Hari Konservasi Alam Nasional
(HKAN) 2018 di Kawasan Wisata Alam (KWA) Batu Putih, Bitung, Sulawesi Utara, Kamis
(10/8/2018).

Perjuangan petani yang tinggal di Dusun Nawungan, Desa Selopamioro, Kabupaten Bantul, Jawa
Tengah, tak lah mudah. Sebagai petani,  pria berusia 59 tahun itu mengandalkan hidupnya dari
ketersediaan air untuk lahan pertaniannya. Tapi, kondisi topografi lahan dengan kemiringan 30
derajat dan tanah berapis batu cadas menjadi momok baginya.

Saat musim kemarau panjang, air akan semakin sulit diperoleh sehingga mereka tidak dapat
bertani. Masalah ini memang sudah membelit Juwari dan petani desa disana sejak lama.

Perjuangan petani yang tinggal di Dusun Nawungan, Desa Selopamioro, Kabupaten Bantul, Jawa
Tengah, tak lah mudah. Sebagai petani,  pria berusia 59 tahun itu mengandalkan hidupnya dari
ketersediaan air untuk lahan pertaniannya. Tapi, kondisi topografi lahan dengan kemiringan 30
derajat dan tanah berapis batu cadas menjadi momok baginya.

Saat musim kemarau panjang, air akan semakin sulit diperoleh sehingga mereka tidak dapat
bertani. Masalah ini memang sudah membelit Juwari dan petani desa disana sejak lama.

Mereka memutuskan untuk menyelamatkan  empat sumber mata air desa dan melakukan
penghijauan lahan kritis seluas 35 hektar. Kegiatan penghijauan diawali dengan membuat
pembibitan tanaman hutan dan buah-buahan di lahan pribadi milik Juwani.

“Upaya penghijauan ini telah meningkatkan debit air di dua kolam penampungan mata air hingga
90 persen. Saat ini tekah difungsikan kermbali sebagai sumber air minum,” kata Juwari bangga.

Kini, Juwari telah berhasil membawa ratusan warga di sana keluar dari belitan masalah. Mereka
pun kini bisa memanen padi 10 ton per hektar/musim, setara Rp 4,5 juta dan bawang 18 ton per
hektar/musim, setara Rp 220 juta. Hasil ini membuat warga di sana secara ekonomi bisa hidup
dengan layak. Sukses inilah yang membawa Juwari menjadi pahlawan lingkungan hidup.

“Saya berharap apa yang kami lakukan di Dusun Nawungan dan Desa Selopamioro bisa menjadi
inspirasi bagi petani di daerah krisis air,” ujarnya.

Cerita tak kalah inspiratif dilakukan I Made Madriana. Sekitar 2012, penduduk Desa Taro,
Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Bali, ini merasa prihatin melihat 24 ekor sapi putih
milik desa dalam kondisi kurus dan tak terawat.

Sebab, jenis sapi ini merupakan hewan sakral bagi masyarakat Hindu Bali dan komunitasnya,
hanya ada di Taro. Diyakini sebagai pelinggihan Dewa Siwa yang disebut Lembu Ngadini. Selama
ini, sapi putih hidup liar  di hutan adat bernama “Alas Puakan” di dalam kawasan Pura Agung,
Gunung Raung Taro.

Apalagi, setiap upacara  umat Hindu Bali, sapi putih merupakan sarana penting dan dipercaya
mampu memberika]an energi positif terhadap berlangsungnya rangkaian upacara. Sebagai hewan
suci milik dewa, seharusnya diperlakukan dengan sopan dan hormat. Tapi, sejak tahun 1970
hingga 2010, keberadaan sapi putih cukup memprihatinkan.

Sebab itu, Made lalu mengajak teman-temannya, sekitar 30 orang, membentuk perkumpulan,
bernama Sekedemen, yang kemudian  menjadi Yayasan Lembu Putih Taro. “Awalnya, kami
mengumpulkan dana secara swadaya untuk membangun monumen, berupa patung sapi putih.
Setelah patung berdiri, kami pun menggelar rapat setiap hari Minggu di bawah patung,” ujarnya.
Dari rapat-rapat itulah muncul pencerahan. Mereka pun sepakat secara swadaya memelihara
lembu desa yang dibiarkan liar agar dikandangkan. Sapi yang tadinya kurus tak terawat, belakan
gan menjadi sehat. Sapi-sapi langka itu pun berkembang biak.

Belakangan aksi sosial mereka mendapat bantuan dari sebuah LSM, Indonesia Power. Puncaknya,
mereka mendapat anugerah Kalpataru karena telah berhasil melindungi sapi putih dari ancaman
kepunahan.

“Pelestarian lembu putih kini telah berkembang menjadi wisata edukasi religius,” ujar guru sebuah
SMP swasta itu.

Selain, Juwari dan Made dengan Yayasan Lembu Putih Taro-nya, ada 8 penerima anugerah yang
sama dari berbagai katagori. Perjuangan mereka bisa menjadi teladan bagi penggiat lingkungan
hidup di tanah air.

Nama : Raffertha Reynard Rachmadi


No Absen : 24
Kelas :3D

Hasil Kreasi – Masakan Perkedel Kentang

ΩΩΩ

Tugas membuat kreasi makanan dari umbi-umbian

Anda mungkin juga menyukai