Anda di halaman 1dari 3

51.

 [30]Hanya ucapan orang-orang mukmin[31], yang apabila mereka diajak kepada Allah dan
Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka[32], mereka berkata, “Kami
mendengar, dan kami taat[33].” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung[34].
52. [35]Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya[36] serta takut kepada
Allah[37] dan bertakwa kepada-Nya[38], mereka itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan (surga)[39].
Tafsirnya :
[30] Setelah Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berpaling dari hukum syar’i, Dia
menyebutkan keadaan orang-orang mukmin.
[31] Yang hakiki; yang membenarkan iman mereka dengan amal saleh.
[32] Maksudnya, di antara kaum muslimin dengan kaum muslimin atau di antara kaum
muslimin dengan non muslim.
[33] Baik sesuai hawa nafsu mereka maupun tidak.
[34] Yang mendapatkan apa yang dicita-citakan dan selamat dari yang dikhawatirkan.
[35] Setelah Allah menyebutkan keutamaan taat dalam hal hukum, maka Allah Subhaanahu
wa Ta’aala menyebutkan keutamaan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam segala hal.
[36] Dia membenarkan berita keduanya dan melaksanakan perintahnya.
[37] Dia takut kepada Allah dengan adanya ma’rifat (mengenal Allah), ia pun meninggalkan
apa yang dilarang dan menahan hawa nafsunya.
[38] Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan takut kepada Allah ialah takut
kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan
takwa ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi. Kata takwa
apabila disebutkan secara mutlak, maka maksudnya melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan, dan apabila disebutkan bersamaan dengan melaksanakan perintah, maka takwa
diartikan dengan takut kepada azab Alah dengan meninggalkan maksiat.
[39] Dan selamat dari neraka. Ayat ini mencakup hak yang di sana terdapat hak Allah dan
Rasul-Nya, yaitu taat. Hak yang khusus bagi Allah, yaitu takut dan takwa, dan hak yang
khusus bagi Rasul, yaitu membela dan memuliakannya.

36. [29]Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain)
bagi mereka tentang urusan mereka[30]. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
maka sungguh, Dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata[31].
Terjemahan :
[29] Sebagian ulama berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin
Jahsy dan saudarinya Zainab yang dilamarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
Zaid bin Haritsah, lalu keduanya tidak suka karena sebelumnya mereka mengira bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melamar Zainab adalah untuk dirinya sendiri, namun akhirnya
keduanya ridha karena ayat tersebut. Ada pula yang berpendapat, bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abi Mu’aith radhiyallahu ‘anha, ia adalah
wanita yang pertama berhijrah, yakni setelah perdamaian Hudaibiyah, lalu ia memberikan
dirinya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, “Aku terima,” maka
Beliau menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, yakni –wallahu a’lam-
setelah ia (Zaid) berpisah dengan Zainab, lalu ia dan saudaranya marah dan berkata, “Yang
kami mau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kami malah menikahkan
kepada budaknya.” Maka turunlah ayat di atas.
[30] Yakni tidak pantas dan tidak layak bagi orang yang memiliki sifat iman selain segera
melakukan perbuatan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, menjauh dari kemurkaan Allah dan
Rasul-Nya, mengerjakan perintah dan menjauhi larangan. Tidak pantas bagi mereka memiliki
pilihan lain, bahkan seorang mukmin laki-laki maupun perempuan tentu mengetahui, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama bagi mereka daripada diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, jangan sampai sebagian hawa nafsu mereka menghalanginya menjalankan
perintah Allah dan Rasul-Nya.
[31] Karena dia telah meninggalkan jalan yang lurus yang menghubungkan kepada surga,
sedangkan jalan-jalan yang lain malah menghubungkannya ke neraka. Oleh karena itulah di
bagian awal ayat ini disebutkan sebab yang mengharuskan mereka tidak menentang perintah
Allah dan Rasul-Nya, yaitu iman, dan di bagian akhirnya, Dia menyebutkan penghalangnya,
yaitu ancaman sesat yang menunjukkan akan memperoleh siksa dan hukuman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ْ ‫بَا ِدرُوا بِاأل َ ْع َما ِل فِتَنًا َكقِطَع الل َّ ْي ِل ْال ُم‬
ٍ ‫ظلِ ِم ي ُصْ بِ ُح ال َّر ُج ُل ُم ْؤ ِمنًا َويُ ْم ِسى كَافِ ًرا أَوْ ي ُ ْم ِسى ُم ْؤ ِمنًا َوي ُصْ بِ ُح كَافِ ًرا يَبِي ُع ِدينَهُ بِ َع َر‬
‫ض ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬ ِ
“Bersegeralah melakukan amalan shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan
malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari
dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam
keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia” [HR. Muslim]
Baca Juga: Tidak Boleh Meyakini Kafirnya Orang Yahudi dan Nashrani?
Maksud dari kafir di sini bukanlah makna kiasan, tetapi makna sesungguhnya yaitu lawan
dari iman atau tidak beriman lagi dengan agamanya. Al-Qurthubi menjelaskan hal ini,
beliau berkata
‫ وبما تؤثر فيها من القس وة و‬،‫ ألن المحن والشدائد إذا توالت على القلوب أفسدتها بغلبتها عليها‬،‫وال إحالة وال بعد في حمل هذا الحديث على ظاهره‬
‫الغفلة التي هي سبب الشقوة‬
“Bukan tidak mungkin untuk memaknai hadits ini dengan makna dzahirnya (benar-benar
kafir), karena ujian dan fitnah apabila datang berturut-turut akan merusakn hati dan
mengalahkannya. Akan memberikan pengaruh/dampak berupa kerasnya hati, kelalaian
yang merupakan sebab kebinasaan.” [Al-Mufhim 1/326]
Hadits di atas juga memotivasi kita agar bersegera untuk beramal sebelum datang waktu di
mana kita tidak mampu beramal lagi seperti sakit parah mendadak atau kematian
mendadak yang cukup banyak terjadi di zaman ini. Inilah yang ditekankan oleh syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, beliau berkata:
‫ يبتلى بأشياء‬،‫ يبتلى بهرم‬،‫ فال يستطيع العمل‬،‫ قد يبتلى بمرض يفسد عليه قوته‬،‫ موت الفجأة‬،‫ يحذر قد يبتلى بالموت العاجل‬،‫المؤمن يبادر باألعمال‬
‫أخرى‬
“Seorang mukmin hendaknya segera beramal dan berhati-hati apabila diuji dengan kematian
yang disegerakan atau kematian mendadak, demikian juga diuji dengan penyakit yang
melumpuhkan kekuatannya atau diuji dengan ketuaan yang lemah atau diuji dengan hal
lainnya.”/ [https://binbaz.org.sa/fatwas/20125]
Baca Juga: Apakah Orang Kafir akan Dihisab di Akhirat?
Para ulama memperingatkan kita bahwa zaman ini adalah zamannya fitnah dan ujian serta
sibuknya manusia dengan urusan duniannya yang melalaikan. Dua sumber utama fitnah
yaitu syubhat dan syahwat sangat mudah menyambar manusia di era internet dan sosial
media saat ini. Fitnah tersebut perlahan-lahan akan mengeraskan hati sebagaimana tikat
yang dianyam,

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50528-hadits-pagi-beriman-dan-


sorenya-kafir.html
31. [31]Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Agar mereka menjaga
pandangannya[32], dan memelihara kemaluannya[33], dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya)[34], kecuali yang (biasa) terlihat[35]. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya[36], dan janganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya)[37], kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka[38],
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka[39], atau saudara-saudara laki-laki
mereka[40], atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka[41], atau para perempuan (sesama Islam) mereka[42], atau hamba sahaya yang
mereka miliki[43], atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
perempuan)[44], atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan[45]. Dan
janganlah mereka menghentakkan kakinya[46] agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan[47]. [48]Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah[49], wahai orang-orang yang
beriman agar kamu beruntung[50].
Tafsirnya :
[31] Setelah Allah memerintahkan kaum mukmin menjaga pandangan dan kemaluan, maka
Dia memerintahkan kaum mukminat menjaga pula pandangan dan kemaluannya.
[32] Dari yang haram dilihat, seperti memandang laki-laki dengan syahwat.
[33] Dari yang haram.
[34] Menurut Syaikh As Sa’diy, seperti pakaian yang indah, perhiasan dan semua badan.
[35] Ulama memiliki beberapa penafsiran tentang ayat “kecuali yang (biasa) terlihat”, sbb:
– Ada yang menafsirkan “kecuali perhiasan yang tampak tanpa disengaja”
– Ada juga yang menafsirkan bahwa perhiasan yang tampak itu adalah pakaian.
– Ada juga yang menafsirkan perhiasan yang biasa tampak itu adalah celak, cincin, pacar di
jari tangan dsb., yakni yang tidak mungkin ditutupi.
– Ada pula yang menafsirkan dengan, muka dan telapak tangannya jika tidak dikhawatirkan
fitnah menurut salah satu di antara dua pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat yang
lain, bahwa muka haram dibuka karena ia tempat fitnah.
[36] Sehingga menutupi kepala, leher dan dada.
[37] Yang tersembunyi, yaitu selain muka dan telapak tangan.
[38] Dan seterusnya ke atas.
[39] Dan seterusnya ke bawah.
[40] Sekandung, sebapak atau seibu.
[41] Ini semua adalah mahram wanita, boleh bagi wanita menampakkan perhiasannya, akan
tetapi tanpa bertabarruj. (Mahram bagi wanita adalah laki-laki yang boleh memandangnya,
berduaan dan bepergian bersamanya).
Tidak disebutkan paman dari pihak bapak (‘amm) juga dari pihak ibu (khaal) karena bila
wanita terbuka di hadapan mereka dikhawatirkan mereka mensifatinya kepada anak-anaknya.
Namun jumhur ulama berpendapat bahwa paman (baik dari pihak ayah maupun ibu)
termasuk mahram seperti mahram lainnya meskipun tidak disebutkan pada ayat di atas.
Termasuk juga mahram dari sepersusuan.
Al Qurthubiy berkata, “Tingkatan para mahram berbeda-beda satu sama lain ditinjau dari segi
pribadi secara manusiawi. Tidak diragukan lagi, keterbukaan seorang wanita di hadapan
bapak dan saudara laki-lakinya lebih terjamin atau terpelihara daripada keterbukaannya di
hadapan anak suami (anak tiri). Karena itu batas aurat yang boleh terbuka di hadapan
masing-masing mahram berbeda-beda pula.”Ada yang berpendapat bahwa mahram boleh
melihat anggota-anggota tubuh wanita yang biasa tampak seperti anggota tubuh yang dibasuh
ketika berwudhu’.Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki
mahram adalah sekujur tubuhnya kecuali muka dan ujung-ujung anggota tubuh seperti
kepala, kuduk, dua tangan dan dua kaki. Adapun madzhab Hanbali, mereka berpendapat
bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahram adalah sekujur tubuhnya kecuali muka,
kuduk, kepala, dua tangan, kaki dan betis.
Namun perlu diingat bahwa kebolehan melihat bagi mahram adalah bukan untuk bersenang-
senang dan memuaskan nafsu. Sedangkan kepada suami maka tidak ada batasan aurat sama
sekali, baik suami maupun isteri boleh melihat seluruh tubuh pasangannya.
[42] ulama tidak berbeda pendapat tentang aurat wanita di hadapan sesama wanita, yakni
tidak haram bagi wanita muslimah tubuhnya terbuka di hadapan sesamanya kecuali bagian
antara pusat dan lutut. Wanita di ayat tersebut adalah wanita muslimah, adapun wanita kafir
tidak termasuk, karena mereka tidak memiliki aturan haramnya mensifati wanita kepada laki-
laki mereka. Sedangkan wanita muslimah mengetahui bahwa mensifati wanita muslimah lain
ke laki-laki adalah haram.
[43] Oleh karena itu, budak apabila seluruh dirinya adalah milik seorang wanita, maka ia
boleh melihat tuan putrinya itu selama tuan putrinya memiliki dirinya semua, jika
kepemilikan hilang atau hanya sebagian saja, maka tidak boleh dilihat, demikian menurut
Syaikh As Sa’diy.
[44] Di mana ia tidak berhasrat kepada wanita baik di hatinya maupun di farjinya, disebabkan
cacat akal atau fisik seperti karena tua, banci maupun impotensi (lemah syahwat)
[45] Adapun jika anak-anak itu sudah mendekati baligh, di mana ia sudah bisa membedakan
antara wanita jelek dengan wanita cantik, maka hendaklah wanita tidak terbuka di
hadapannya.
[46] Ke tanah atau lantai.
[47] Seperti gelang-gelang kaki.
[48] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan perintah-perintah yang bijaksana
ini, dan sudah pasti seorang mukmin memiliki kekurangan sehingga tidak dapat
melaksanakannya secara maksimal, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan
mereka bertobat.
[49] Dari melihat sesuatu yang diharamkan dan dari dosa-dosa lainnya.
[50] Oleh karena itu, tidak ada cara lain agar seseorang dapat beruntung kecuali dengan
tobat. Ayat ini menunjukkan bahwa setiap mukmin butuh bertobat, karena firman-Nya ini
tertuju kepada semua mukmin, demikian pula terdapat anjuran agar ikhlas dalam bertobat,
bukan karena riya’, sum’ah dan maksud-maksud duniawi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai