Anda di halaman 1dari 27

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN CHF (CONGESTIVE


HEART FAILURE) DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG RUANG
BOUGENVILLE
Pembimbing Akademik: Retno Sumiyarini, M, Med.E.d

DISUSUN OLEH:
FIKA ANJANY HUSAINI
203203027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN CHF (CONGESTIVE


HEART FAILURE) DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG RUANG
BOUGENVILLE

Telah disetujui Pada Hari :


Tanggal :

Mahasiswa Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(…..........................…..) (…………… . ………..) (…………………………..)


A. KONSEP DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti
wajan, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan ketika
jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal
(Arif muttaqin, 2009).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan menurunnya
kemampuan miokardium dan terutama memengaruhi ventrikel kiri.
Penyebab yang paling sering adalah penyakit jantung koroner (Silbernagl,
2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi ketika jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan (Price, 2005).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi Jantung
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga paru
(Toraks), di antara kedua paru-paru dengan berat sekitar 330 gram
yang tersusun dari otot-otot jantung (miokardium). Berfungsi sebagai
penyupai oksigen ke jaringan dengan memompa darah melalui
pembuluh arteri. Darah yang disembur sekitar 70 ml dari kedua
ventrikel/detakan dan 5 L/menit. Jantung terdiri dari 3 lapisan
a. Lapisan luar disebut epikardium/perikardium, yang terdiri dari 2
lapisan:
1) Perikardium Perietalis yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang
dada dan lapisan paru.
2) Perikardium Viseralis yaitu lapisan permukaan dari jantung itu
sendiri yang juga disebut epikardium.
b. Lapisan tengah yang merupakan lapisan yang berotot disebut
miokardium
c. Lapisan paling dalam disebut endokardium

Gambar Lapisan Otot Jantung

Perikardiumm memiliki dua lapisan yaitu fibrosum dan serosusm.


Diantara kedua lapisan ini terdapat lender sebagai pelican/pelumas untuk
menjaga agar pergesekan pericardium tidak menimbulkan gangguan
terhadap jantung. Miokardium (lapisan tengah) terdiri dari bundalan-
bundalan otot tebal yang beerfungsi sebagai pompa (Kontraksi) jantung
dan bersifat involunter. Miokardium bekerja dengan cara berkontraksi
untuk mendorong darah dari ventrikel ke seluruh tubuh dan juga masuk
kembali ke dalam jantung. Endokardium yaitu lapisan terdalam yang
melapisi rongga dan katup jantung. Endokardium mengatur kontraksi
jantung dan membantu perkembangan jantung.

Struktur Jantung
1. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah dari seluruh tubuh
dengan rendah oksigen. Darah tersebut mengalir dari vena cava
superior, vena cava inferior, serta sinus coronarius yang berasal dari
jantung sendiri.
2. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru- paru
melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah menuju ventrikel kiri,
dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
3. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan di pompakan ke
paru- paru melalui arteri pulmonal.
4. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan di pompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta. Memiliki 2-3 kali lebih tebal dari ventrikel
kanan.
Katup-katup Jantung
1. Katup atrioventrikuler
Menghubungkan atrium dengan ventrikel, yaitu katub trikuspidalis dan
katub bikuspidalis atau katub mitral.
2. Katup semilunar
Menghubungkan ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal, yaitu katub semilunar aorta (katub aorta) dan katub
semilunar pulmonal (katub pulmonal).

Gambar Katup Jantung

Peredaran Jantung
Peredaran darah jantung terbagi menjadi menjadi dua yaitu peredaran darah
sistemik dan peredaran darah pulmonal.
peredaran darah sistemik: Ventrikel kiri (darah kaya O2)à katub aortaà
aortaà seluruh tubuhà kapiler (pertukaran O2 dengan CO2 dalam sel)
peredaran darah pulmonal darah kaya CO2à
vena cava superior dan inferiorà atrium kananà
katub trikuspidalisà ventrikel kananà katub
pulmonalà arteri pulmonalà paru-paru (darah
kaya CO2, berdifusi dengan dinding alveoli untuk
mendapatkan O2)à darah kaya O2à atrium kirià
katub bikuspidalisà Ventrikel kirià kembali ke
peredaran seperti semula. Gambar Sirkulasi Darah
Jantung sebagai Pompa
Pada setiap siklus jantung terjadi systole dan diastole secara
berurutan dan teratur dengan adanya katup jantung yang terbuka dan
tertutup. Pada saat itu jantung dapat bekerja sebagai suatu pompa sehingga
darah dapat beredar ke seluruh tubuh. Selama satu siklus kerja jantung
terjadi perubahan tekanan di dalam rongga jantung sehingga terdapat
perbedaan tekanan yang menyebabkan darah mengalir dari rongga yang
tekanannya tinggi ke tekanan yang rendah.

Fase Pompa Jantung


1. Fase Ventrikel Filling
Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing-masing
cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di kedua
atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan ini akan
menyebabkan terbukanya katup atrioventrikular, sehingga darah secara
pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini
kedua ventrikel dalam keadaan relaksasi/diastolic sampai dengan aliran
darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di kedua ventrikel.
Proses ini dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling.
Perlu anda ketahui bahwa 60% sampai 90 % total volume darah di
kedua ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara pasif dan 10%
sampai 40% berasal dari kontraksi kedua atrium.
2. Fase Atrial Contraction
Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang menyebabkan
kontraksi kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian ventrikel
secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu dengan
adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke ventrikel atau
yang kita kenal dengan "atrial kick". Dalam grafik EKG akan terekam
gelombang P. Proses pengisian ventrikel secara keseluruhan tidak
mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi
jantung 3 atau cardiac murmur.
3. Fase Isovolumetric Contraction
Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada pada puncak
tertinggi tekanan yang melebihi tekanan di kedua atrium dan sirkulasi
sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan kejadian ini,
terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel yang terekam pada EKG
yaitu komplek QRS atau depolarisasi ventrikel. Keadaan kedua
ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang
menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk mencegah aliran
balik darah tersebut. Penutupan katup atrioventrikuler akan
mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau sistolic. Periode waktu
antara penutupan katup AV sampai sebelum pembukaan katup
semilunar dimana volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan
semua katup dalam keadaan tertutup, proses ini dinamakan dengan fase
isovolumetrik contraction.
4. Fase Ejection
Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel dan proses
depolarisasi ventrikel akan menyebabkan kontraksi kedua ventrikel
membuka katup semilunar dan memompa darah dengan cepat melalui
cabangnya masing-masing. Pembukaan katup semilunar tidak
mengeluarkan bunyi. Bersamaan dengan kontraksi ventrikel, kedua
atrium akan di isi oleh masing-masing cabangnya.
5. Fase Isovolumetric Relaxation
Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di
kedua ventrikel menurun atau relaksasi sementara tekanan di sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini akan
menyebabkan aliran darah balik ke kedua ventrikel, untuk itu katup
semilunar akan menutup untuk mencegah aliran darah balik ke
ventrikel. Penutupan katup semilunar akan mengeluarkan bunyi jantung
dua (S2)atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam dalam
EKG dengan gelombang T.

Curah Jantung
Pada keadaan normal, jumlah darah yang di pompakanventrikel kiri
dan kanan sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan/penumpukan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang
dipompakan dalam 1 menit disebut curah jantung (Cardiac Output) dan
jumlah darah yang di pompakan ventrikel disebut volume sekuncup
(Stroke Volume). Dengan demikian curah jantung = isi sekuncup X
frekuensi jantung/Menit.
Setiap sistol tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel. Misalnya
isi ventrikel pada akhir sistol 120 cc isi sekuncup sebesar 70 cc pada akhir
sistol masih tersisa 50 cc darah dalam ventrikel yang disebut volume
residu.
Curah jantung berperan penting dalam transportasi darah yang
mengandung berbagai nutrient. Jumlah darah yang dipompakan
bergantung pada kebutuhan jaringan perifer akan oksigen, nutrisi dan
ukuran tubuh.
Faktor-faktor yang memperngaruhi kerja jantung:
Tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup: preload
(beban awal). Afterload (beban akhir) dan kontraktilitas jantung.
1. Beban Awal (Preload) merupakan derajat peregangan serabut
miokardium segera sebelum kontraksi.
2. Beban Akhir (afterload) penentu kedua pada volume sekuncup.
Beban akhir atau afterload adalah tegangan serabut miokardium yang
harus terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah.
3. Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi yang
terbentuk yang terjadi tanpa tergantung perubahan pada panjang
serabut miokardium.
3. ETIOLOGI
a. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak
berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena
terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
b. Kelainan otot jantung  menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung.
Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero
sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.
c. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka
beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi
karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak
jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya
terjadi gagal jantung.
d. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran: Tenang (standstill),
Fibrilasi, Takikardia atau bradikardia ekstrim, Asinkronitas listrik,
gangguan konduksi.
e. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
f. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup
semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis;
tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup
AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung
meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
g. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik.  Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai
oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder
akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

4. KLASIFIKASI
Klasifikasi ACC/AHA Klasifikasi NYHA
berdasarkan struktur dan kerusakan otot berdasarkan gejala dan aktifitas fisik
jantung
Stadium A Kelas I
Memiliki resiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
gangguan structural atau fungsional jantung, tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
tidak terdapat tanda atau gejala atau sesak napas.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istirahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit structural Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
jantung yang mendasari tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat bermakna tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
saat istirahat walaupun sudah mendapat istirahat. Keluhan meningkat saat
terapi medis maksimal (refrakter) melakukan aktifitas

Backward dan Forward Failure


1. Backward Failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu
memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan
meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena baik
untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
2. Forward Failure adalah akibat ketidakmampuan jantung
mempertahankan curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi
jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup maka backward
failure dan forward failure selalu behubungan satu sama lain.
Efek Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel
Kanan
1. Peningkatan volume dan 1.Peningkatan volume dalam vena
tekanan dalam ventrikel kiri sirkulasi
dan atrium kiri
2. Edema paru 2.Peningktan tekanan atrium kanan
3.Hepatomegali
4.Edema perifer dependen

Efek Forward Failure


Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan
1. Peningktan curah jantung 1. Peningkatan volume darah
2. Penurunan perfusi jaringan 2. Penurunan volume darah ke paru
3. Peningkatan sekresi homon
rennin, aldosteron, dan
ADH
4. Peningkatan volume cairan
ekstraseluler

5. PATOFISIOLOGI
Gejala dan tanda utama dari gagal jantung adalah pembesaran
jantung. Proses patologik awal pada gagal jantung adalah penurunun
kontraktilitas miokardium yang mengakibatkan penurunan curah jantung
yang akhirnya terjadi penurunan kadar oksigen

Gambar Gagal Jantung


Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang mengurangi cardiac output dan
meningkatkan volume ventrikel.
Menurunnya curah jantung meningkatkan aktivitas adrenergic
simpatis yang merangsang pengeluaran karekolamin dari saraf-saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal: denyut jantung dan kekuatan
kontraktil akan meningkat untuk menambah kekuatan CO juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ yang
rendah metabolismenya dipertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan
aliran balik ke sisi kanan jantung yang slanjutnya akan menambak
kekuatan kontraksi.
1. Gagal Jantung Kiri
Terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel tidak efektif, sehingga curah
jantung akan menurun aliran darah keseluruh tubuh tidak akan efektif
karena tidak di pompakan secara efektif sehingga akan kembali ke
atrium kiri kemudian ke paru paru sehingga terjadi angesti paru,
dispeneu, serta intoleran aktivitas. Bila keadaan ini terus berlanjut
akan terjadi edema paru dan gagal jantug kanan.
2. Gagal Jantung Kanan
Terjadi karena fungsi ventrikel kanan tidak efektif, sehingga darah
tidak mampu dipompakan ke paru-paru secra efektif. Hal ini
mengakibatkan aliran darah kembali ke atrium kanan kemudian ke
sirkulasi perifer. Aliran balik ke hepar dan lien akan mengakibatkan
hepatomegali dan splenomegali.
3. Disfungsi sistolik
Kegagalan ventrikel kiri yang tidak mampu memompa cukup darah
keluar dari sirkulasi sitemik selama sistol sehingga terjadi penurunan
fase ejeksi sehingga peningkatan volume akhir diastolic ventrikel kiri.
Akibat darah mengalir ke vena pulmonal dan tekanan dalam vena
pulmonal meningkat curah jantung menurun.
4. Disfungsi Diastolik
Terjadi karena kemampuan ventrikel kiri mengadakan relaksasi serta
transisi darah selama diastole berkurang dan terjadi penurunan volume
sekuncup (Stroke Volume). Dengan demikian diperlukan volume yang
lebih besar dalam ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
akibatnya, terjadi kongesti pulmoner dan edema perifer yang terjadi
karena hipertrofi ventrikel kiri, HT, dan kardiomiopati restriktif.
CHF dapat terjadi karena Sistem rennin/angiotensin/aldosteron
(RAA). Sistem saraf simpatis, epinerin dan norepineprin meningkatkan
tahanan perifer dengan meningkatkan kerja jantung, takikardia,
peningkatan konsumsi oksigen oleh miokard, peningkatan risiko aritmia.
Katekolamin menebakan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung
terhadap miosit, induksi apoptosis miosit dan meningkatkan respon
autoimun.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan meningkatkan
resistensi serta kontraktilitas vaskuler perifer, frekuensi jantung, dan aliran
balik vena. Tanda-tandanya seperti ekstremitas terasa dingin dan basah.
Selain itu akan membatasi aliran darah ke ginjal sehingga terjadi ekskresi
rennin kemudian mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Angiotensin merangsang korteks adreal
untuk mengeluarkan lebih banyak aldosteron yang dapat meretensi
natrium dan air sehingga terjadi peningkatan volume darah dalam tubuh.
Pada awalnya mekanisme ini sangat membantu, namun karena
volume cairan tubuh yang meningkat dapat memperberat fungsi kerja
jantung sebagai pompa.
6. PATHWAY
7. TANDA DAN GEJALA
1. Dispneu,
2. Ortopneu,
3. Paroximal nocturnal dispneu,
4. Batuk,
5. Mudah lelah,
6. Ronchi,
7. Gelisah,
8. Cemas
9. Edema paru
10. Edema perifer
11. Peningkatan berat badan
12. Asites
13. Distensi vena jugularis
14. Hepatomegali
15. Anoreksia
16. Mual dan muntah

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium: Hb, HMT, Trombosit, Tes fungsi
ginjal, elektrolit: Na, K, Mg. Tes fungsi hepar: SGOT, SGPT. Tes
fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
2. EKG adanya ST.Elevasi
3. Rotgen toraks: kardiomegali, efusi pleura
4. ECHO: memberikan gambaran tentang bentuk, ukuran, gerakkan
otot jantung, dan katup-katup
5. Katerisasi jantung: mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung
dan paru, mengetahui saturasi oksigen dijantung
6. Radionuklir: mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
9. KOMPLIKASI
1. Kematian
2. Gagal ginjal (GGK)
3. Gagal Organ
4. Syok
5. Asidosis

10. PENATALAKSANAAN
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen
2. Tirah baring
3. Batasi cairan
4. Mengurangi BB
5. Menghindari alcohol
6. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan
pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan
aktifitas secara teratur
7. Terapi diuretic, beta blocker, glikosida digitalis, vasodilator, Obat
inotropik positif generasi baru, penghambat kanal kalsium,
atikoagulan, antiaritmia
8. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosterone
9. Revaskularisasi coroner
10. Transplantasi jantung
11. Dialysis
12. Sirkulasi dibantu: pompa balon intraaorta, alat bantu ventrikel
(VAD)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Kaji Keluhan:
a. Dada terasa berat
b. Palpitasi atau bedebar debar
c. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) sesak nafas saat beraktivitas,
batuk, tidur harus pakai bantal lebih dari 2
d. Tidak nafsu makan, mual, muntah
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Kaki bengkak
g. Insomnia
h. Jumlah urine menurunn
i. Serangan timbul mendadak

Kaji:
a. Riwayat diet : intake gula, garam, lemak, kafein, cairan alcohol
b. Riwayat penyakit : renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
mellitus, bedah jantung, dan disritmia
c. Riwayat pengobatan : toleransi obat obatan , obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per IV, alergi terhadao obat tertentu
d. Pola eelminasi urine : oliguria, nokturia
e. Merokok : perokok, jumlah batang perhari, jangka waktu
f. Postur, kegelisahan , kecemasan
g. Factor predisposisi atau prespitasi , obesitas, asma atau COPD yang
merupakan factor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.

Pemeriksaan fisik
a. Pernapasan
Dispneu, RR > 22 x, penggunaan otot bantu napas, penggunaan
oksigen, napas dangkal, batuk, sputum, bunyi napas ronchi, krekel
terjdi oleh gerakan udara melalui cairan dan menunjukkan
terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan dalamnya pernapasan juga
harus dicatat dan dilaporkan. Paroksimal nocturnal dispneu.
b. Kardiovaskuler
Hipotensi/hipertensi, takikardi/bradikardi, sianosis, Distensi Vena
Jugular. Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3
atau S4. Adanya tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai
mengalami kegagalan dan pada setiap denyutan, darah yang tersisa
di dalam ventrikel makin banyak.
c. Pencernaan
Anoreksia, mual muntah, BB meningkat, asites, konstipasi/diare,
gangguan menelan, gangguan reabsorbsi usus, penurunan peritaltik
usus.
d. Perkemihan
Penurunan berkemih, warna urin gelap, nokturia, retensi urun,
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangknya haluaran urin
kurang dari 100 dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaran urin
kurang dari 100ml/24 jam).
e. Penginderaan atau Tingkat Kesadaran, Ektermitas
Kelemahan, letargi, peningkatan episode pingsan, peruabahan
perilaku, nyeri dada, gelisah dan cemas. Otak tidak dapat
bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan pasien mengalami
konfusi. Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya
edema. Pada kasus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema
peritibial dimana kelopak mata tertutup karena bengkak.
f. Musculoskeletal
Kelemahan dengan atau tanpa aktivitas, kekuatan otot menurun,
aktivitas dibantu, tirah baring, edema ekstremitas, penurunan fungsi
anggota gerak
g. Integument
Akral dingin dan berkeringan hingga basah, sianosis, turgor jelek,
ada edema (pitting/ non pitting), edema.
h. Endokrin
Penutunan fungsi kelenjar tiroid, gangguan sekresi insulin,
hiperglikemi/hiperglikemia,
i. Imunologi
Infeksi daerah tertentu, leukositosis
j. Sendori persepsi
Penurunan daya penglihatan, pandangan kabur dan tidak jelas,
bicara tidak jelas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan afterload
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
4. Risiko infeksi b.d dengan faktor risiko efek prosedur invasif
(pemasangan infus)
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d ketidakseimbanganan suplai Oksigen,
perpindahan cairan ke dalam area interstisial alveoli
6. Defisit nutrisi b.d anoreksia perubahan membrane mukosa oral,
gangguan absorsi dan metabolisme.
7. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukkan secret, efusi
pleura, edema paru
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus
dekubitus, bedrest total.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DX SDKI SLKI SIKI

1 Pola napas L.01004 Manajemen Jalan Napas


tidak efektif Setelah dilakukan tindakan selama 1x6 jam Observasi
b.d hambatan diharapkan pola napas pasien membaik 1.1 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
upaya napas 1.2 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Indikator: wheezing, rhonki kering)
 Dyspnea dipertahankan pada 3, Terapeutik
ditingkatkan ke 4 1.3 Posisikan semi fowler atau fowler
1.4 Berikan oksigen, jika perlu
Skala:
Meningkat = 1 Edukasi
Cukup meningkat = 2 1.5 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontra
Sedang = 3 indikasi
Cukup menurun = 4 Kolaborasi
Menurun = 5 1.6 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
 Frekuensi napas dipertahankan pada 2,
ditingkatkan ke 3
 Kedalaman napas dipertahankan pada
2, ditingkatkan ke 3
Skala:
Memburuk = 1
Cukup memburuk = 2
Sedang = 3
Cukup membaik = 4
Membaik = 5
2 Penurunan L.02008 Perawatan Jantung I.02075
curah jantung Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
b.d Perubahan diharapkan curah jantung meningkat 2.1 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
afterload Kriteria Hasil: (meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea,
 Palpitasi dipertahankan pada 2 ditingkatkan paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
ke 4 2.2 Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
 Takikardia dipertahankan pada 2 jantung (meliputi peningkatan berat badan,
ditingkatkan ke 4 hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, rhonki
 Lelah dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
4 2.3 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
 Edema dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke ortostatik, jika perlu)
4 2.4 Monitor intake dan output
 Dyspnea dipertahankan pada 2 ditingkatkan 2.5 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
ke 4 2.6 Monitor saturasi oksigen
 Batuk dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 2.7 Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi,
4 radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
2.8 Monitor EKG 12 sadapan
 Pucat dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke
2.9 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
4
2.10 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
 Suara jantung S4 dipertahankan pada 2
sesudah aktivitas
ditingkatkan ke 4
Terapeutik
Skala:
2.11 Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke
Meningkat= 1
bawah atau posisi nyaman
Cukup meningkat = 2
2.12 Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asuoan
Sedang = 3
kafein, natrium, kolesterol dan makanan tinggi lemak)
Cukup menurun = 4
Menurun = 5 2.13 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya
hidup sehat
2.14 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika
perlu
2.15 Berikan dukungan emosional dan spiritual
2.16 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%

Edukasi
2.17 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2.18 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
2.19 Anjurkan berhenti merokok
2.20 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
harian
2.21 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
outout cairan harian

Kolaborasi
2.22 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2.23 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3 Risiko infeksi L.14137 Pencegahan Infeksi I.14539
b.d dengan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
faktor risiko diharapkan tingkat infeksi pasien menurun 3.1 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
efek prosedur Terapeutik
invasif Indikator: 3.2 Batasi jumlah pengunjung
(pemasangan  Demam dipertahankan pada 5 3.3 Berikan perawatan kulit pada area edema
infus)  Kemerahan dipertahankan pada 5 3.4 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Nyeri dipertahankan pada 5 dan lingkungan pasien
 Bengkak dipertahankan pada 5 3.5 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Skala: 3.6 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Menurun = 1 3.7 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Cukup menurun = 2 3.8 Ajarkan etika batuk
Sedang = 3 3.9 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Cukup meningkat = 4 3.10 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Meningkat = 5 3.11 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
3.12 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4 Hipervolemia L.02008 Manajemen Hipervolemia I.03114
b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
mekanisme 3.1 Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. Ortopnea,
diharapkan keseimbangan cairan meningkat
regulasi (gagal dyspnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
jantung Kriteria Hasil:
kongestif)  Asupan cairan dipertahankan pada 2 hepatojugular positif, suara napas tambahan)
ditingkatkan ke 4 3.2 Identifikasi penyebab hypervolemia
3.3 Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung,
 Haluaran urin dipertahankan pada 2
tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
ditingkatkan ke 4
tersedia
 Kelembaban membran mukosa 3.4 Monitor intake dan output cairan
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4 3.5 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium,
BUN, hematokrit, berat jenis urine)
Skala: 3.6 Monitor kecepatan infus secara ketat
Menurun = 1 3.7 Monitor efek samping diuretic (mis. Hipotensi
Cukup menurun =2 ortostatik, hypovolemia, hypokalemia, hyponatremia)
Sedang = 3
Cumukp meningkat = 4 Terapeutik
Meningkat = 5 3.8 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
3.9 Batasi asupan cairan dan garam
 Edema dipertahankan pada 2 ditingkatkan 3.10 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
ke 4 Edukasi
 Asites dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 3.11 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0.5 mL/kg/jam
4 dalam 6 jam
3.12 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam
sehari
Skala:
3.13 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
Meningkat= 1
haluaran cairan
Cukup meningkat = 2 3.14 Ajarkan cara membatasi cairan
Sedang = 3 Kolaborasi
Cukup menurun = 4 3.15 Kolaborasi pemberian diuretik
Menurun = 5 3.16 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
3.17 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


EGC, Jakarta.
Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran
Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U.,
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Silbernagl, S. and Lang F.,2012.Teks& Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta :
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(I). Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai