LAPORAN PENDAHULUAN
DISUSUN OLEH:
FIKA ANJANY HUSAINI
203203027
Struktur Jantung
1. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah dari seluruh tubuh
dengan rendah oksigen. Darah tersebut mengalir dari vena cava
superior, vena cava inferior, serta sinus coronarius yang berasal dari
jantung sendiri.
2. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru- paru
melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah menuju ventrikel kiri,
dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
3. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan di pompakan ke
paru- paru melalui arteri pulmonal.
4. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan di pompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta. Memiliki 2-3 kali lebih tebal dari ventrikel
kanan.
Katup-katup Jantung
1. Katup atrioventrikuler
Menghubungkan atrium dengan ventrikel, yaitu katub trikuspidalis dan
katub bikuspidalis atau katub mitral.
2. Katup semilunar
Menghubungkan ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal, yaitu katub semilunar aorta (katub aorta) dan katub
semilunar pulmonal (katub pulmonal).
Peredaran Jantung
Peredaran darah jantung terbagi menjadi menjadi dua yaitu peredaran darah
sistemik dan peredaran darah pulmonal.
peredaran darah sistemik: Ventrikel kiri (darah kaya O2)à katub aortaà
aortaà seluruh tubuhà kapiler (pertukaran O2 dengan CO2 dalam sel)
peredaran darah pulmonal darah kaya CO2à
vena cava superior dan inferiorà atrium kananà
katub trikuspidalisà ventrikel kananà katub
pulmonalà arteri pulmonalà paru-paru (darah
kaya CO2, berdifusi dengan dinding alveoli untuk
mendapatkan O2)à darah kaya O2à atrium kirià
katub bikuspidalisà Ventrikel kirià kembali ke
peredaran seperti semula. Gambar Sirkulasi Darah
Jantung sebagai Pompa
Pada setiap siklus jantung terjadi systole dan diastole secara
berurutan dan teratur dengan adanya katup jantung yang terbuka dan
tertutup. Pada saat itu jantung dapat bekerja sebagai suatu pompa sehingga
darah dapat beredar ke seluruh tubuh. Selama satu siklus kerja jantung
terjadi perubahan tekanan di dalam rongga jantung sehingga terdapat
perbedaan tekanan yang menyebabkan darah mengalir dari rongga yang
tekanannya tinggi ke tekanan yang rendah.
Curah Jantung
Pada keadaan normal, jumlah darah yang di pompakanventrikel kiri
dan kanan sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan/penumpukan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang
dipompakan dalam 1 menit disebut curah jantung (Cardiac Output) dan
jumlah darah yang di pompakan ventrikel disebut volume sekuncup
(Stroke Volume). Dengan demikian curah jantung = isi sekuncup X
frekuensi jantung/Menit.
Setiap sistol tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel. Misalnya
isi ventrikel pada akhir sistol 120 cc isi sekuncup sebesar 70 cc pada akhir
sistol masih tersisa 50 cc darah dalam ventrikel yang disebut volume
residu.
Curah jantung berperan penting dalam transportasi darah yang
mengandung berbagai nutrient. Jumlah darah yang dipompakan
bergantung pada kebutuhan jaringan perifer akan oksigen, nutrisi dan
ukuran tubuh.
Faktor-faktor yang memperngaruhi kerja jantung:
Tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup: preload
(beban awal). Afterload (beban akhir) dan kontraktilitas jantung.
1. Beban Awal (Preload) merupakan derajat peregangan serabut
miokardium segera sebelum kontraksi.
2. Beban Akhir (afterload) penentu kedua pada volume sekuncup.
Beban akhir atau afterload adalah tegangan serabut miokardium yang
harus terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah.
3. Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi yang
terbentuk yang terjadi tanpa tergantung perubahan pada panjang
serabut miokardium.
3. ETIOLOGI
a. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak
berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena
terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
b. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung.
Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero
sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.
c. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka
beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi
karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak
jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya
terjadi gagal jantung.
d. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran: Tenang (standstill),
Fibrilasi, Takikardia atau bradikardia ekstrim, Asinkronitas listrik,
gangguan konduksi.
e. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
f. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup
semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis;
tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup
AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung
meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
g. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai
oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder
akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi ACC/AHA Klasifikasi NYHA
berdasarkan struktur dan kerusakan otot berdasarkan gejala dan aktifitas fisik
jantung
Stadium A Kelas I
Memiliki resiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
gangguan structural atau fungsional jantung, tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
tidak terdapat tanda atau gejala atau sesak napas.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istirahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit structural Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
jantung yang mendasari tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat bermakna tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
saat istirahat walaupun sudah mendapat istirahat. Keluhan meningkat saat
terapi medis maksimal (refrakter) melakukan aktifitas
5. PATOFISIOLOGI
Gejala dan tanda utama dari gagal jantung adalah pembesaran
jantung. Proses patologik awal pada gagal jantung adalah penurunun
kontraktilitas miokardium yang mengakibatkan penurunan curah jantung
yang akhirnya terjadi penurunan kadar oksigen
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium: Hb, HMT, Trombosit, Tes fungsi
ginjal, elektrolit: Na, K, Mg. Tes fungsi hepar: SGOT, SGPT. Tes
fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
2. EKG adanya ST.Elevasi
3. Rotgen toraks: kardiomegali, efusi pleura
4. ECHO: memberikan gambaran tentang bentuk, ukuran, gerakkan
otot jantung, dan katup-katup
5. Katerisasi jantung: mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung
dan paru, mengetahui saturasi oksigen dijantung
6. Radionuklir: mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
9. KOMPLIKASI
1. Kematian
2. Gagal ginjal (GGK)
3. Gagal Organ
4. Syok
5. Asidosis
10. PENATALAKSANAAN
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen
2. Tirah baring
3. Batasi cairan
4. Mengurangi BB
5. Menghindari alcohol
6. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan
pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan
aktifitas secara teratur
7. Terapi diuretic, beta blocker, glikosida digitalis, vasodilator, Obat
inotropik positif generasi baru, penghambat kanal kalsium,
atikoagulan, antiaritmia
8. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosterone
9. Revaskularisasi coroner
10. Transplantasi jantung
11. Dialysis
12. Sirkulasi dibantu: pompa balon intraaorta, alat bantu ventrikel
(VAD)
1. PENGKAJIAN
Kaji Keluhan:
a. Dada terasa berat
b. Palpitasi atau bedebar debar
c. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) sesak nafas saat beraktivitas,
batuk, tidur harus pakai bantal lebih dari 2
d. Tidak nafsu makan, mual, muntah
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Kaki bengkak
g. Insomnia
h. Jumlah urine menurunn
i. Serangan timbul mendadak
Kaji:
a. Riwayat diet : intake gula, garam, lemak, kafein, cairan alcohol
b. Riwayat penyakit : renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
mellitus, bedah jantung, dan disritmia
c. Riwayat pengobatan : toleransi obat obatan , obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per IV, alergi terhadao obat tertentu
d. Pola eelminasi urine : oliguria, nokturia
e. Merokok : perokok, jumlah batang perhari, jangka waktu
f. Postur, kegelisahan , kecemasan
g. Factor predisposisi atau prespitasi , obesitas, asma atau COPD yang
merupakan factor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan fisik
a. Pernapasan
Dispneu, RR > 22 x, penggunaan otot bantu napas, penggunaan
oksigen, napas dangkal, batuk, sputum, bunyi napas ronchi, krekel
terjdi oleh gerakan udara melalui cairan dan menunjukkan
terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan dalamnya pernapasan juga
harus dicatat dan dilaporkan. Paroksimal nocturnal dispneu.
b. Kardiovaskuler
Hipotensi/hipertensi, takikardi/bradikardi, sianosis, Distensi Vena
Jugular. Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3
atau S4. Adanya tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai
mengalami kegagalan dan pada setiap denyutan, darah yang tersisa
di dalam ventrikel makin banyak.
c. Pencernaan
Anoreksia, mual muntah, BB meningkat, asites, konstipasi/diare,
gangguan menelan, gangguan reabsorbsi usus, penurunan peritaltik
usus.
d. Perkemihan
Penurunan berkemih, warna urin gelap, nokturia, retensi urun,
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangknya haluaran urin
kurang dari 100 dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaran urin
kurang dari 100ml/24 jam).
e. Penginderaan atau Tingkat Kesadaran, Ektermitas
Kelemahan, letargi, peningkatan episode pingsan, peruabahan
perilaku, nyeri dada, gelisah dan cemas. Otak tidak dapat
bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan pasien mengalami
konfusi. Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya
edema. Pada kasus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema
peritibial dimana kelopak mata tertutup karena bengkak.
f. Musculoskeletal
Kelemahan dengan atau tanpa aktivitas, kekuatan otot menurun,
aktivitas dibantu, tirah baring, edema ekstremitas, penurunan fungsi
anggota gerak
g. Integument
Akral dingin dan berkeringan hingga basah, sianosis, turgor jelek,
ada edema (pitting/ non pitting), edema.
h. Endokrin
Penutunan fungsi kelenjar tiroid, gangguan sekresi insulin,
hiperglikemi/hiperglikemia,
i. Imunologi
Infeksi daerah tertentu, leukositosis
j. Sendori persepsi
Penurunan daya penglihatan, pandangan kabur dan tidak jelas,
bicara tidak jelas.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan afterload
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
3. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
4. Risiko infeksi b.d dengan faktor risiko efek prosedur invasif
(pemasangan infus)
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d ketidakseimbanganan suplai Oksigen,
perpindahan cairan ke dalam area interstisial alveoli
6. Defisit nutrisi b.d anoreksia perubahan membrane mukosa oral,
gangguan absorsi dan metabolisme.
7. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukkan secret, efusi
pleura, edema paru
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus
dekubitus, bedrest total.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DX SDKI SLKI SIKI
Edukasi
2.17 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2.18 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
2.19 Anjurkan berhenti merokok
2.20 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
harian
2.21 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
outout cairan harian
Kolaborasi
2.22 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2.23 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3 Risiko infeksi L.14137 Pencegahan Infeksi I.14539
b.d dengan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
faktor risiko diharapkan tingkat infeksi pasien menurun 3.1 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
efek prosedur Terapeutik
invasif Indikator: 3.2 Batasi jumlah pengunjung
(pemasangan Demam dipertahankan pada 5 3.3 Berikan perawatan kulit pada area edema
infus) Kemerahan dipertahankan pada 5 3.4 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Nyeri dipertahankan pada 5 dan lingkungan pasien
Bengkak dipertahankan pada 5 3.5 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Skala: 3.6 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Menurun = 1 3.7 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Cukup menurun = 2 3.8 Ajarkan etika batuk
Sedang = 3 3.9 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Cukup meningkat = 4 3.10 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Meningkat = 5 3.11 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
3.12 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4 Hipervolemia L.02008 Manajemen Hipervolemia I.03114
b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Observasi
mekanisme 3.1 Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. Ortopnea,
diharapkan keseimbangan cairan meningkat
regulasi (gagal dyspnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
jantung Kriteria Hasil:
kongestif) Asupan cairan dipertahankan pada 2 hepatojugular positif, suara napas tambahan)
ditingkatkan ke 4 3.2 Identifikasi penyebab hypervolemia
3.3 Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung,
Haluaran urin dipertahankan pada 2
tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
ditingkatkan ke 4
tersedia
Kelembaban membran mukosa 3.4 Monitor intake dan output cairan
dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4 3.5 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium,
BUN, hematokrit, berat jenis urine)
Skala: 3.6 Monitor kecepatan infus secara ketat
Menurun = 1 3.7 Monitor efek samping diuretic (mis. Hipotensi
Cukup menurun =2 ortostatik, hypovolemia, hypokalemia, hyponatremia)
Sedang = 3
Cumukp meningkat = 4 Terapeutik
Meningkat = 5 3.8 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
3.9 Batasi asupan cairan dan garam
Edema dipertahankan pada 2 ditingkatkan 3.10 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
ke 4 Edukasi
Asites dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 3.11 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0.5 mL/kg/jam
4 dalam 6 jam
3.12 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam
sehari
Skala:
3.13 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
Meningkat= 1
haluaran cairan
Cukup meningkat = 2 3.14 Ajarkan cara membatasi cairan
Sedang = 3 Kolaborasi
Cukup menurun = 4 3.15 Kolaborasi pemberian diuretik
Menurun = 5 3.16 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
3.17 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
DAFTAR PUSTAKA