Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penyusun melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan

gangguan sistem pencernaan: post operasi laparatomi eksplorasi + colostomy atas

indikasi hirschsprung disease di ruang bedah anak gedung kemuning lantai 2

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi, kami menemukan

beberapa kesenjangan antara teori dan kasus pada saat melakukan asuhan

keperawatan.

A. Pengkajian

Menurut jitowiyono (2010, h.97), pengkajian yang dilakukan pada

pasien post laparatomy adalah: pasien akan mengalami keluhan nyeri pada

luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas, nafas

cepat, perdarahan, pucat, mukosa bibir kering, tekanan darah meningkat, nadi

meningkat, suhu meningkat, penurunan berat badan, konstipasi, jumlah out

put urine sedikit, terpasang kateter, turgor kulit menurun.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan

persamaan data dengan teori yaitu nyeri pada luka post operasi, badan terasa

lemas, suhu meningkat, terpasang kateter.

Kesenjangan data yang ditemukan dalam pengkajian dengan data

teoritis adalah pasien tidak mengalami mual dan muntah karena pada saat

pengkajian pengaruh anastesi telah hilang, tidak terjadi distensi abdomen

117
118

karena pasien telah terpasang kolostomi, tidak terjadi peningkatan frekuensi

napas karena pada saat dikaji frekuensi napas pasien normal untuk anak

24x/menit, perdarahan tidak terjadi karena luka operasi terjaga dengan baik,

mukosa kering tidak terjadi karena pada kasus jumlah cairan, tidak terjadi

peningkatan frekuensi nadi karena nadi pasien dalam batas normal

98x/menit, tidak terjadi penurunan berat badan karena dari pasien dirawat

hingga pengkajian berat badan pasien tetap 14kg, tidak terjadi konstipasi

karena pada saat di kaji pasien POD 1 operasi laparatomy, tidak terjadi

pengeluaran urine yang sedikit karena pada kasus jumlah urine dri jam 21.00

malam sampai jam 12.00 siang sebanyak 1000cc.

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut jitowiyono (2010, h.97), diagnosa keperawatan yang dapat

muncul pada pasien poat laparatomy adalah sebagai berikut:

1. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik akibat pembedahan

3. Defisit volume cairan

Pada tinjauan kasus nyata didapatkan dua diagnosa keperawatan yang

sesuai dengan teori, antara lain sebagai berikut:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka post operasi

laparatomy eksplorasi)

2. Resiko infeksi, faktor resiko Ibu pasien mengatakan anaknya baru saja

selesai dilakukan operasi jam 17.00 WIB, terdapat luka post operasi
119

colostomy H+1 di bagian abdomen kuadran kanan bawah, luka post

operasi masih tertutup verban, terdapat stoma dibagian kuadran kiri

bawah dan kuadran kanan bawah dengan diameter tinggi / kontruksi 2cm,

berwarna kemerahan

Dari uraian di atas ada dua diagnosa keperawatan yang ditemukan di

kasus nyata dan tidak ditemukan di teori, yaitu :

1. Hipertermia

Menurut jitowiyono (2010, h.97), diagnosa yang dapat muncul pada

pasien ost laparatomy adalah nyeri akut, resiko infeksi dan defisit volume

cairan, sedangkan pada kasus nyata penulis menemukan diagnosa

hipertermia karena pada saat pengkajian suhu tubuh pasien 38,7ºc dan

pasien tampak berkeringat.

2. Resiko jatuh

Menurut jitowiyono (2010, h.97), diagnosa yang dapat muncul pada

pasien ost laparatomy adalah nyeri akut, resiko infeksi dan defisit volume

cairan, sedangkan pada kasus nyata penulis mengangkat diagnosa resiko

jatuh karena pada saat pengkajian ditemukan data yang menunjang untuk

ditegakkan diagnosa ini yaitu pasien merupakan anak-anak berumur 5

tahun, pencahayaan di ruangan kurang, pasien sedang dalam pemulihan

post operasi.
120

Dari uraian di atas ada satu diagnosa keperawatan yang ada pada teori

namun tidak ditemukan didalam kasus yaitu :

1. Defisit volume cairan

Menurut Herdman (2015, h.193), defisit volume cairan dapat diangkat

jika ditemukan batasan karakteristik kulit kering, mukosa bibir kering,

penurunan berat badan tiba-tiba, penurunan tekanan nadi, penurunan

turgor kulit, penurunan pengisian vena.

Diagnosa ini tidak dapat ditegakkan karena dalam pengkajian

tidak ada data-data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa ini.

C. Intervensi Keperawatan

Pada perencanaan tindakan keperawatan, dari tiga diagnosa

keperawatan yang muncul pada kasus, intervensi yang kami gunakan semua

sesuai dengan teori.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan

berdasarkan intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang sudah dibuat

sebelumnya. Kami melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang

ada pada tinjauan teori.


121

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang

meliputi hasil yang menunjukkan adanya kemajuan atau keberhasilan dari

tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Pada kasus ini pasien

telah mendapat tindakan keperawatan yang optimal dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan. Masalah keperawatan yang ada telah

diberikan tindakan yang baik sehingga dalam evaluasi selama penulis

menangani An.A dari tanggal 03 Mei 2016 sampai dengan tanggal 07

November 2016 dari empat diagnosa keperawatan yang ditemukan pada

kasus, hanya satu diagnosa yang dapat teratasi yaitu hipertermia.

Diagnosa keperawatan yang masalahnya sudah teratasi adalah :

1. Hipertermia teratasi pada dinas pagi tanggal 04 Mei 2016, karena

evaluasi yang ada memenuhi batasan karakteristik yang telah ditentukan.

Diagnosa yang belum teratasi adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka post operasi

laparatomy eksplorasi), karena kriteria hasil yang diharapkan dalam

tinjauan teori dan kasus adalah:

a. Ibu passien mengungkapkan secara verbal anaknya tidak mengeluh

nyeri

b. Skala nyeri 0-1

c. Pasien tampak tenang

d. Pasien tidak meringis kesakitan.


122

Namun pada respon pasien dalam kasus adalah:

a. Ibu pasien mengatakan anaknya masih mengeluh sakit

b. Pasien mengatakan peruntya sudah tidak terlalu sakit

c. Skala nyeri : 2 (0-10)

d. Pasien tampak meringis saat dipegang daerah perutnya

2. Resiko infeksi

Karena kriteria hasil yang diharapkan dalam tinjauan teori dan kasus

adalah:

a. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

b. Luka post operasi terjaga dengan baik

Namun pada respon pasien dalam kasus adalah:

F. Faktor Pendukung dan Penghambat

1. Faktor pendukung

a. Adanya dukungan dan bantuan dari perawat dan tim medis di

ruangan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

b. Adanya partisipasi, dukungan, dari pembimbing lahan praktek dan

pembimbing institusi dalam membimbimg mahasiswa pada waktu

melakukan praktek dalam pengambilan kasus.

2. Faktor Penghambat

a. Komunikasi dengan pasien yang memerlukan kesabaran lebih karena

pasien lebih sering menggunakan bahasa Sunda sedangkan penulis

tidak dapat berbahasa Sunda.


123

b. Banyaknya tugas lain yang harus dilakukan seperti asuhan

keperawatan ruangan, dan asuhan keperawatan seminar yang

membuat penyelesaian KTI penulis berjalan lambat.

Anda mungkin juga menyukai