Anda di halaman 1dari 16

Short Case

KATARAK SENILIS IMATUR OKULI DEXTRA ET SINISTRA


Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Fitri Suci Lestari, S.Ked
04054822022100

Pembimbing:
dr. H.A.K. Ansyori, SpM(K), M.Kes, MARS, Ph.D

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Short Case

Katarak Senilis Imatur ODS

Oleh:
Fitri Suci Lestari, S.Ked
04054822022100

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepa
niteraan klinik senior di Kelompok Staf Medik Fakultas Kedokteran Universitas S
riwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 05 Mei- 22 Mei 2021

Palembang, Mei 2021

dr. H.A.K. Ansyori, SpM (K), M.Kes, MARS, Ph.D


STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. RY
Tempat Tanggal Lahir : Muba, 12 Januari 1967
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan Ario Kemuning 20 Ilir I, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 05 Mei 2021

2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 5 Mei 2021
a. Keluhan Utama
Pandangan kedua mata semakin kabur sejak ± 1 bulan yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh pandangan kabur pada kedua
mata. Pasien mengeluh pandangan mata kabur secara perlahan-lahan. Pasien
mengeluh pandangan terasa kabur seperti berasap (+), silau (+), pandangan seperti
di dalam terowongan (-), nyeri (+), mata merah (-), gatal (-), berair (-), sekret mata
berlebih (-). Keluhan dirasakan pasien semakin memberat sejak ± 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pasien kemudian berobat ke poliklinik mata RSMH
Palembang untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat DM (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal
 Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
 Riwayat pemakaian kacamata disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu yang lama disangkal

d. Riwayat Pengobatan
 Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,5 oC

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 3/60 PH (-) 4/60 PH (-)
Tekanan
intraokular 18.1 mmHg 17.6 mmHg

KBM Ortoforia
SEGMEN ANTERIOR

Palpebra Tenang Tenang


0 0 0 0
GBM 0 0 0 0
0 0 0 0
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral, refleks cahaya
cahaya(+), diameter 3 mm (+), diameter 3 mm
Lensa Keruh, Keruh,
Shadow test (+) Shadow test (+)

SEGMEN POSTERIOR
Refleks RFOD (+) RFOS (+)
Fundus
Papil Bulat, batas tegas, c/d 0,3, a/v Bulat, batas tegas, c/d 0,3,
2:3, warna merah normal a/v 2:3, warna merah normal
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

2. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan dengan Slit lamp
 Pemeriksaan Foto fundus
 Ultrasonography Mata (untuk menilai segmen posterior)

3. Diagnosis Banding
 Katarak senilis imatur okuli dextra et sinistra
4. Diagnosis Kerja
Katarak senilis imatur okuli dextra et sinistra

5. Tatalaksana
1. Komunikasi, informasi, edukasi (KIE)
 Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan kedua mata yang kabur di
sebabkan katarak pada kedua lensa mata,
 Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan ob
at tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa tana
m pada mata
 Menjelaskan pada pasien mengenai operasi ekstraksi katarak, jenis tin
dakan, persiapan, kelebihan dan kekurangan.

 Menjelaskan tentang komplikasi yang dapat terjadi

2. Pembedahan
Phacoemulsification + Implantasi IOL ODS

6. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi lensa1,3,5

Lensa memiliki struktur bikonveks yang berfungsi untuk menjaga kejernih


an , merefraksikan cahaya, dan menghasilkan akomodasi. Lensa tidak memiliki pe
mbuluh darah atau sistem saraf, sehingga secara keseluruhan metabolisme pada le
nsa bergantung pada humor akuous. Kedudukan lensa diperkuat oleh zonular Zinn
yang menghubungkan badan siliar dengan lensa kristalin. Lensa terdiri dari kapsul
epitel lensa, korteks, dan nukleus yang terletak di belakang iris dan bagian depan
vitreous. Permukaan anterior lensa lebih melengkung dibandingkan dengan poster
ior lensa yang disebut juga dengan optikal aksis.
Pada orang dewasa, lensa memiliki ukuran 9 mm dan ketebalan 3,5 mm de
ngan berat 90 mg. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refra
ksi 1,4 pada bagian sentral dan 1,36 pada bagian perifer. Pada keadaan mata yang
tidak berakomodasi, lensa memiliki kekuatan dioptri 15-20 dioptri. Bertambahnya
usia dapat mengakibatkan penurunan indeks refraksi, peningkatan jumlah partikel
protein yang tidak larut air, dan penurunan fungsi akomodasi. Pada keadaan terseb
ut, keadaan mata dapat menjadi lebih hiperopia atau miopia tergantung pada kesei
mbangan perubahan struktur lensa.
Kapsul lensa merupakan bagian terluar lensa yang transparan, memiliki m
embran basal yang elastis dan mengandung kolagen tipe IV. Anterior kapsul lensa
merupakan bagian paling tebal dengan ketebalan 14 µm dan akan menipis pada ba
gian sentral posterior dengan ketebalan 2-4 µm. Pada bagian terluar kapsul lensa t
erdapat zonul lamellar yang tempat untuk melekatnya serabut zonular. Bagian bel
akang anterior kapsul terdapat lapisan epitel yang berfungsi secara aktif untuk met
abolisme termasuk proses biosintesis dari DNA, RNA, protein, dan lemak. Salah s
atu peran epitel lensa pada perubahan morfologi lensa yaitu dengan memanjangka
n serat lensa. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat peningkatan selular protein sel
membran
Gambar 1. Anatomi lensa

Klasifikasi
Secara umum, klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan maturitas, onse
t, dan morfologi. Katarak kongenital terjadi akibat terbentuknya serat lensa yang k
eruh. Katarak senilis dapat terjadi akibat proses degeneratif, sehingga mengakibat
kan serat lensa yang normal menjadi keruh. Secara klinis, kekeruhan pada lensa di
sesuaikan dengan tingkat keparahan dari penurunan tajam penglihatan yang dirasa
kan berangsur. Katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi anatomi
lensa, yaitu katarak kapsular, subkapsular, kortikal, supranuklear, nuklear, dan pol
aris. 3,4,5

Tatalaksana
Tindakan operatif berupa ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE), ekstraksi
katarak ekstrakapsular (ECCE), Manual small incision cataract surgery (SICS) da
n teknik fakoemulsifikasi.
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (ICCE)
Tindakan ini dilakukan dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama k
apsul dengan menggunakan cryoprobe dan dikeluarkan melalui insisi di superior k
ornea yang lebar. Indikasi dilakukannya tindakan ICCE salah satunya pada usia m
uda. Tindakan ICCE sangat menguntungkan pada pasien dengan keadaan subluks
asi lensa, lensa brunescent, dislokasi lensa, atau katarak dengan eksfoliasi. Tindak
an ICCE ini tidak diindikasikan pada pasien dengan myopia tinggi, sindrom Marfa
n, katarak Morgagni, dan adanya vitreus pada segmen anterior. 1,4,5
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (ECCE)
Tindakan ECCE yaitu mengeluarkan isi lensa dengan merobek kapsul lens
a anterior, sehingga semua bagian lensa dapat keluar melalui insisi yang telah dila
kukan. Komplikasi pada tindakan ECCE lebih sedikit dibandingkan dengan ICCE.
Tindakan ECCE diindikasikan pada pasien dengan implantasi lensa intraokular se
kunder, katarak dengan nukleus yang mengeras, atau sebagai konversi pada saat te
rdapat kegagalan teknik manual SICS dan fakoemulsifikasi. 4,5
3. SICS dan fakoemulsifikasi
Tindakan SICS merupakan tindakan yang dikembangkan dari ECCE deng
an melakukan insisi pada daerah limbus. Penjahitan luka insisi pada SICS bergant
ung pada kebutuhan saat operasi. Tindakan SICS setara dengan fakoemulsifikasi d
alam hal kualitas bedah, astigmat lebih kecil, evaluasi setelah operasi yang singkat,
dan kenyamanan pasien. Tindakan fakoemulsifikasi sekarang ini merupakan tinda
kan gold standar, yaitu dengan mengeluarkan lensa menggunakan alat ultrasonik p
ada insisi yang kecil di kornea, sehingga tidak memerlukan luka penjahitan. Tinda
kan ini disebutkan dapat dilakukan pada semua kasus. Akan tetapi terdapat kontrai
ndikasi relatif yaitu pada keadaan pupil kecil yang sulit dilatasi, nukleus yang san
gat keras, subluksasi atau dislokasi lensa, serta edema berat pada kornea. Teknik f
akoemulsifikasi ini menghasilkan insidensi komplikasi yang rendah, penyembuha
n yang cepat dan rehabilitasi visual yang singkat. 4,6
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien NY. RY, 54 tahun, datang dengan keluhan sejak ± 1 tahun yang
lalu, pasien mengeluh pandangan kabur pada kedua mata. Pasien mengeluh
pandangan mata kabur secara perlahan-lahan. Pasien mengeluh pandangan terasa
kabur seperti berasap (+), silau (+), pandangan seperti di dalam terowongan (-), ny
eri (+), mata merah (-), gatal (-), berair (-), sekret mata berlebih (-). Keluhan
dirasakan pasien semakin memberat sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien kemudian berobat ke poliklinik mata RSMH Palembang untuk
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut.
Pada pemeriksaan status generalis didapatkan keadaan umum tampak baik,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 86x/menit, Respirat
ory rate 18x/menit, dan status gizi baik. Pada pemeriksaan oftalmologi ddapatkan
visus mata kanan 3/60 PH (-) dan visus mata kiri 4/60 PH (-).
Palpebra kanan dan kiri pasien tampak tenang, konjungtiva mata kanan pasi
en tampak tenang, kornea mata kanan dan kiri jernih, bilik mata depan sedang, iris
kedua mata memiliki gambaran baik, pupil mata kanan dan kiri dalam batas
normal, refleks cahaya (+). Lensa mata kanan keruh, sedangkan lensa mata kiri
sebagian keruh. Refleks fundus mata kanan dan kiri(+). Papil kanan dan kiri
pasien bulat, batas tegas, c/d 0:3, a/v 2:3, warna merah normal. Makula kanan dan
kiri didapatkan refleks fovea (+). Retina kanan dan kiri kontur pembuluh darah ba
ik.
Shadow test adalah pemeriksaan kekeruhan lensa menggunakan pen light ya
ng disorotkan oblik dari samping temporal ke arah pupil. Pada pemeriksaan lensa
pada kedua mata shadow test (+), menunjukkan kekeruhan pada bagian lensa sehi
ngga tidak ada cahaya yang masuk sehingga bayangan iris tidak terlihat pada lens
a.
Dari anamnesis pasien tersebut didapatkan diagnosis banding yang mungkin
yaitu katarak senilis imatur, katarak senilis matur, dan kelainan refraksi. Pada pasi
en didapatkan mata kabur dirasakan secara perlahan lahan, pandangan seperti meli
hat asap merupakan gejala khas adanya kekeruhan pada lensa yang mengarah pad
a katarak. Kelainan refraksi dapat disingkirkan dari adanya kekeruhan pada lensa
dan PH yang (-) pada pasien. Diagnosis banding glaukoma kronis dapat
disingkirkan dari anamnesis berupa tidak ada defek lapang pandang seperti
melihat dalam terowongan dan pada pemeriksaan oftalmologi tidak didapatkan
peningkatan TIO, serta bilik mata depan masih normal. Pada mata yang
mengalami katarak, dapat meningkatkan risiko terjadinya glaukoma sekunder.
Namun, pada mata pasien ini didapatkan gambaran posterior masih dalam batas
normal.
 Katarak yang terjadi pada pasien ini diduga akibat proses penuaan, yaitu
katarak senilis. Katarak dapat disebabkan oleh beberapa sebab lain seperti trauma
(yang disangkal pada pasien ini), kongenital (yang juga disangkal dari ketiadaan
riwayat penyakit terdahulu), atau diinduksi oleh obat-obatan seperti steroid.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian katarak senilis selain usia
adalah penyakit sistemik seperti diabetes melitus atau hipertensi, riwayat operasi
mata sebelumnya, dan seringnya mata terpapar udara panas atau sinar matahari.
Pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus data menjadi faktor risiko
terjadinya katarak dimana hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan
fruktosa di dalam lensa menyebabkan stress osmotik pada lensa yang
menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel lensa dan menyebabkan terbentuknya
katarak.
 Katarak senilis terjadi akibat edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. 3,5
1. Teori hidrasi
Kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa → air tidak dapat
dikeluarkan dari lensa → peningkatan tekanan osmotik.
2. Teori Sclerosis
Serabut kolagen terus bertambah → terjadi pemadatan serabut kolagen
ditengah → sklerosis pada nukleus lensa.
Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan
katarak. Seiring bertambahnya usia, secara alami akan terjadi proliferasi serat-
serat lensa dari arah korteks ke arah nuklear yang pada akhirnya akan
menimbulkan kekeruhan lensa, belum lagi jika ditambah edema lensa akibat
proses osmotik yang biasanya terjadi pada penyakit diabetes melitus. Komposisi
lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein yang berguna untuk menjaga
keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga
lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan lensa.
Karena mengganggu kualitas hidup, katarak dapat dilakukan operasi
pengangkatan dan pergantian lensa. Operasi ekstraksi lensa pada katarak memiliki
beberapa tujuan yaitu perbaikan visus, terapi (apabila ada komplikasi katarak,
seperti glaukoma), diagnostik, atau kosmetik. Persiapan operasi katarak meliputi
persiapan kesiapan kondisi fisiologis pasien untuk dilakukan pembedahan, dengan
melakukan konsultasi pada sejawat penyakit dalam dan anestesi (disertai dengan
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah dan rontgen thoraks), untuk
menilai kelayakan pasien. Selain itu dilakukan pemeriksaan biometri untuk
menentukan antara lain kurvatura kornea, axial length, white-to-white
measurements, dalam hal ini untuk membantu penentuan kekuatan IOL
(intraocular lens) yang akan digunakan. B-scan ultrasonography juga dilakukan
sebelum operasi untuk menilai kelainan segmen posterior bola mata, terutama
pada kasus-kasus dengan kekeruhan media refraksi seperti katarak. Perlu juga dila
kukan pemeriksaan tajam penglihatan, tajam penglihatan koreksi terbaik, relative
afferent pupillary defect (RAPD), biomikroskop slitlamp, gonioskopi (dengan per
hatian khusus pada pembuluh darah baru), tonometri, dan funduskopi.1,2,3
Operasi pada pasien katarak berupa ekstraksi lensa memiliki beberapa
tujuan yaitu perbaikan visus, terapi diagnostik dan kosmetik. Terdapat beberapa
metode operasi katarak yang telah dikenal, di antaranya adalah ICCE
(Intracapsular Cataract Extraction), ECCE (Extracapsular Cataract Extraction),
SICS (Small Incision Cataract Surgery) dan phacoemulsification. Setelah
dilakukan operasi nantinya, pasien dirawat terlebih dahulu untuk memantau
komplikasi yang dapat terjadi. Pasien post-operasi biasa akan mengalami reaksi
peradangan akut yang menimbulkan hiperemis, subconjungtiva bleeding dan
kemosis konjungtiva serta edema kornea. Komplikasi yang paling ditakutkan dan
berbahaya pada pasien post-operasi katarak, yaitu endoftalmitis. Endoftalmitis
adalah sebuah diagnosis klinis yang dibuat ketika terdapat inflamasi intraokular
yang melibatkan baik ruang posterior dan anterior mata yangberhubungan dengan
infeksi bakteri dan jamur. Endoftalmitis terbagi atas endogen dan eksogen, pada
endoftalmitis endogen dapat terjadi akibat penyebaran bakteri maupun jamur yang
berasal dari fokus infeksi di dalam tubuh terjadi sekitar 2-8%, sedangkan
endoftalmitis eksogen sering terjadi oleh karena trauma pada bola mata (20%)
atau pasca operasi intraokular (62%). Adanya kemungkinan endoftalmitis kronis
inilah yang membuat pasien post-op katarak harus tetap kontrol hingga 6 minggu
pasca-operasi dan pada waktu yang ditentukan setelahnya. 1,4
Prognosis keadaan vital pasien ini umumnya bonam karena katarak senilis
merupakan penyakit mata yang tidak mengancam kehidupan, yaitu merupakan
penyakit degeneratif akibat suatu proses penuaan. Prognosis fungsi penglihatan
pada pasien ini dubia ad bonam karena jika pasien dioperasi katarak dengan
pemasangan IOL atau tidak (menggunakan kacamata), maka hasilnya dapat
meningkatkan visus. Namun, karena ada diabetes, belum tentu saraf mata bagus
(perlu dipastikan dengan pemeriksaan segmen posterior). Prognosis terjadinya
rekurensi pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien memiliki riwayat diabetes
sering menyebabkan Posterior Capsular Opacity (PCO) yaitu komplikasi yang
paling umum dari operasi katarak yang terjadi pada pasien setelah operasi
katarak.4,5
Lampiran

Gambar 1. Okuli dekstra et sinistra

Gambar 2. Okuli dekstra et sinistra


Gambar 3. Okuli Dextra

Gambar 4. Okuli Sinistra

Gambar 5. Ultrasonography mata


DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and
clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2015.
2. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada; 2012.
3. Ilyas, S. & Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Pe
nerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed. Edinburg
h: Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.
5. Lewis S, Karrer J, Saleh S, et al,. Synthesis and evaluation of novel aldose red
uctase inhibitors: effect on lens protein kinase C. Molecular Vision 2001. 7: 1
64 - 71.
6. Pradhevi L, Moegiono, Atika. Effect of type-2 diabetes mellitus on cataract in
cidence rate at ophthalmology outpatient clinic, dr Soetomo Hospital, Surabay
a. Folia Medica Indonesiana. 2012;48(3):137-43.

Anda mungkin juga menyukai