PENDAHULUAN
1
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
1.2 Sejarah Perkembangan Drainase
Manusia sudah mulai memikirkan tentang sistem pembuangan limpasan
air hujan sejak jaman Romawi kuno. Bangunan drainase perkotaan pertama
kali dibuat di Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang
digunakan untuk menampung dan membuang limpasan air hujan. Pada
awalnya, sistem drainase dibangun hanya untuk menerima limpasan air
hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain dan
pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang
terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga
kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak
mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan
terjadi genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.
Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem
drainase tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air
limbah (IPAL). Hal ini tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang
mengingat air limbah yang dibuang ke sistem drainase semakin meningkat
volumenya dengan kualitas yang semakin menurun.
Dari sekumpulan pengalaman terdahulu dalam lingkungan masyarakat
yang masih sederhana, ilmu drainase perkotaan dipelajari oleh banyak
bangsa. Sebagai contoh orang Babilon mengusahakan lembah sungai Eufrat
dan Tigris sebagai lahan pertanian yang dengan demikian pasti tidak dapat
menghindari permasalahan drainase. Orang Mesir telah memanfaatkan air
sungai Nil dengan menetap sepanjang lembah yang sekaligus rentan
terhadap gangguan banjir.
Penduduk di kawasan tropika basah seperti di Indonesia awalnya
dibilang selalu tumbuh dari daerah yang berdekatan dengan sungai, dengan
demikian secara otomatis mereka pasti akan berinteraksi dengan masalah
gangguan air pada saat musim hujan secara periodik. Pada kenyataannya
mereka tetap dapat menetap disana, dikarenakan mereka telah mampu
mengatur dan menguasai ilmu pengetahuan tentang drainase. Terpengaruh
dengan perkembangan sosial budaya suatu masyarakat atau suku bangsa,
ilmu drainase perkotaan akhirnya harus ikut tumbuh dan berkembang sesuai
2
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
dengan perubahan tata nilai yang berlangsung di lingkungannya.
3
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan
traktor pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang
telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas,
biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar.
Tanah bekas penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan
atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran
drainase.
4
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
bangunan pengambilan dan pompa, bangunan pintu air berfungsi
untuk mengalirkan air drainase pada musim hujan.
5
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Saluran Utama
Saluran Cabang
b. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan
saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek.
Apabila terjadi perkembangan kota saluran-saluran tersebut dapat
disesuaikan.
Saluran Utama
Saluran Cabang
c. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.
Saluran Utama
Saluran Cabang
6
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih
besar.
Saluran Utama
Saluran Cabang
e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Saluran Cabang
f. Jaring – jaring
Mempunyai saluran – saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan
raya, dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.
Saluran Utama
Saluran Cabang
7
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
1.5 Langkah – Langkah Perencanaan Drainase
Secara garis besar langkah-langkah perencanaan drainase dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.5.1 Mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam perencanaan
drainase.
Untuk data soal perancangan tugas besar Drainase Perkotaan
ditentukan oleh dosen pengampu. Dengan data :
1. Site plan wilayah yaitu BTN Graha Asri
2. Data hujan harian (terlampir)
3. Perhitungan hujan efektif menggunakan Metode Tahun Dasar
4. Analisa frekuensi menggunakan Metode Pearson Type III
5. Periode ulang harian rencana 15 tahun
6. Metode perhitungan intensitas hujan menggunakan rumus
Monobobe
7. Bentuk penampang saluran berbentuk Trapesium
8. Material saluran pasangan Batu Belah
9. Jenis bangunan gorong – gorong Box Culvert (Beton Bertulang)
8
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
harian maksimum atau mencari curah hujan efektif (He).
b. Intensitas curah hujan
Intensitas hujan adalah rata – rata dari banyaknya air hujan
pada waktu konsentrasi untuk periode ulang tertentu. Intensitas
hujan dinotasikan dengan huruf I dalam satuan (mm/jam) yang
artinya tinggi hujan yang terjadi (mm) dalam kurun waktu perjam.
c. Waktu konsentrasi
Adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan
mulai dari tempat jatuhnya sampai ke tempat penampang. Ada 2
faktor yang menentukan waktu konsentrasi, yaitu waktu yang
diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke
saluran terdekat (to) dan waktu untuk mengalirkan di dalam
saluran (td).
d. Debit limpasan
Debit air limpasan adalah volume air hujan persatuan waktu
yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui
saluran drainase. Dalam aliran hasil observasi yang dikaitkan
dengan kapasitas sungai pada outlet yang telah ditentukan.
Kapasitas saluran sungai merupakan kemampuan saluran sungai
untuk melewatkan debit. Apabila debit melewati kapasitas, maka
terjadi luapan sungai yang mengakibatkan banjir.
1.5.4 Analisa Hidrolika
a. Kecepatan aliran di dalam saluran drainase
b. Perencanaan debit saluran
Karakteristik hujan pada suatu daerah akan berbeda dengan
daerah lainnya, dengan diketahuinya besar curah hujan pada suatu
daerah maka akan dapat diperkirakan intensitas hujan pada daerah
tersebut dan nantinya akan digunakan untuk menghitung besarnya
debit rencana.
c. Desain Saluran
Bentuk – bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda
dengan saluran irigasi pada umumnya. Dalam perancangan
9
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk saluran
ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak
memadai.
1.5.5 Perencanaan bangunan pelengkap sistem drainase
a. Bangunan terjunan.
Bangunan terjunan adalah suatu bangunan pelengkap sistem
drainase yang dibangun untuk mengurangi kemiringan saluran
yang terlalu curam dan untuk menurunkan kecepatan aliran air
agar tidak merusak saluran atau bangunan lainnya.
b. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk
membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang) yang
melewati bawah jalan. Gorong – gorong mempunyai potongan
melintang yang lebih kecil dari pada luas basah saluran hulu
maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada
di atas muka air. Dalam hal ini gorong – gorong berfungsi sebagai
saluran terbuka dengan aliran bebas.
c. Sumur resapan dan lain-lain
Sumur resapan adalah suatu teknik konservasi tanah dan air
yang memiliki prinsip utama untuk memperluas bidang
penyerapan sehingga aliran permukaan berkurang dengan
optimal.
10
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
BAB II
ANALISIS HIDROLOGI
11
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus :
TC = to + td
12
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
• Weighting bucket raingarge
• Float raingarge
• Tipping buckst raingarge
13
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
dengan rumus :
Re = 30 + 6N
1. Bulan Januari
∑pe = 11,5 + 12,0 + 13,0 + 9,5 + 10,0 + 8,5 + 8,5 + 9,2
+ 11,0 + 13,5 + 12,0 + 10,5 + 11,5 + 13,0 + 8,5 +
7,5 + 6,0 + 12,0 + 11,0
= 198,2 mm
N = 19 hari
∑ ,
Pe = = = 10,43 mm
2. Bulan Februari
∑pe = 11,0 + 10,0 + 9,0 + 8,5 + 13,5 + 12,0 + 11,0 +
10,5 + 11,0 + 10,5 + 12,0 + 14,0 + 16,0 + 15,0 +
18,0 + 16,0
= 198 mm
N = 16
∑
Pe = = = 12,38 mm
3. Bulan Maret
∑pe = 9,5 + 10,0 + 8,5 + 9,0 + 11,0 + 12,3 + 14,0 + 8,5
+ 9,0 + 8,0 + 12,0 + 13,0 + 15,5 + 11,0 + 13,5 +
10,2 + 10,2 + 11,5 + 10,5 + 8,0
= 215,2 mm
N = 20
∑ ,
Pe = = = 10,76 mm
14
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
4. Bulan April
∑pe = 13,0 + 12,0 + 12,5 + 8,5 + 9,6 + 8,5 + 10,2 +
11,0 + 13,5 + 13,5 + 12, 0 + 14,0 + 10,5 + 11,5 +
13,0 + 7,5 + 10,5 + 6,0 + 12,0 + 11,2
= 220,5 mm
N = 20
∑ ,
Pe = = = 11,03 mm
5. Bulan Mei
∑pe = 11,0 + 10,0 + 9,0 + 8,5 + 13,5 + 12,0 + 11,0 +
10,5 + 11,0 + 10,5 + 12,0 + 14,0 + 16,0 + 15,0 +
18,0 + 12,0 + 9,5
= 203,5 mm
N = 17
∑ ,
Pe = = = 11,97 mm
6. Bulan Juni
∑pe = 11,5 + 14,5 + 9,5 + 8,5 + 10,5 + 11,0 + 8,5 + 11,0
+ 13,5 + 12,5 + 11,5 + 10,5 + 11,5 + 13,0 + 8,0 +
7,5 + 10,0 + 12,0 +11,0
= 206 mm
N = 19
∑
Pe = = = 10,84 mm
7. Bulan Juli
∑pe = 12, 0 + 11,5 + 12,5 + 9,0 + 8,5 + 8,5 + 9,5 + 10,2
+ 11,0 + 13,5 + 13,5 + 12,0 + 14,0 + 10,5 + 11,5
+ 13,0 + 12,5 + 10,5 + 10,2 + 12,0 + 11,2 + 13,0
= 250,1 mm
15
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
N = 22
∑ ,
Pe = = = 11,37 mm
8. Bulan Agustus
∑pe = 10,0 + 10,5 + 9,0 + 9,6 + 10,0 + 12,3 + 13,5 + 8,5
+ 9,0 + 12,0 + 8,0 + 12,0 + 13,0 + 15,5 + 11,0 +
13,5 + 10,2 + 13,5 + 10,2 + 11,5 + 10,5 + 8,0 +
8,5
= 249,8 mm
N = 23
∑ ,
Pe = = = 10,86 mm
9. Bulan September
∑pe = 10,0 + 8,5 + 9,0 + 11,0 + 12,3 + 14,0 + 8,5 + 9,0
+ 10,5 + 8,0 + 12,0 + 13,0 + 12,2 + 11,5 + 11,0 +
13,5 + 10,2 + 10,2 + 11,5 + 10,5 + 8,0
= 224,4 mm
N = 21
∑ ,
Pe = = = 10,69 mm
16
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
11. Bulan November
∑pe = 9,5 + 10,0 + 8,5 + 9,0 + 11,0 + 12,3 + 14,0 + 8,5
+ 9,0 + 8,0 + 12,0 + 13,0 + 15,5 + 11,0 + 13,5 +
10,2 + 10,2 + 11,5 + 10,5 + 8,0
= 215,2 mm
N = 20
∑ ,
Pe = = = 10,76 mm
17
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Curah Hujan Harian Maksimal
Bulan
atau Hujan Efektif (mm)
Januari 10,43
Februari 12,38
Maret 10,76
April 11,03
Mei 11,97
Juni 10,84
Juli 11,37
Agustus 10,86
September 10,69
Oktober 10,49
November 10,76
Desember 10,78
Rata – rata 11,03 mm
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.1 Curah Hujan Harian Maksimum
( )
t =
( )
. .
=[ ] /
∑( ) /
=[ ] /
18
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Keterangan : t = Variabel – variabel terhitung
Derajat kebebasan :
Du = N1 + N2 – 2
SK* = (y1 – ӯ)
19
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Standar Deviasi
(#1 – ӯ)
Dy² = '
= Dy = ()*²
Rumus :
+∗
Sk** = -.
20
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Uji Konsistensi Data Curah Hujan Maksimum
(23∗) 23∗
Dy = 1
Curah Hujan Harian
No Bulan Sk* = (/0 - ȳ ) Sk** = 5/
Maksimum (mm) 4
,
ȳ = = 11,03
N Q / √7 90% Q / √7 90%
10 1,05 1,21
12 X X
20 1,10 1,34
21
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Nilai Q kritis
=
, , ; ,
Rumus :
Nilai R kritis
=
, , . ,
y = 2/(76,923)
y = 1,236
Rumus :
R kritis 90% = Q kritis / √7
1,236 = Q kritis / √7
R kritis = 4,282
Sehingga,
Q kritis = 3,672
R kritis = 4,282
22
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
2.2.4 Perhitungan Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah hujan rata
– rata di seluruh daerah yang bersangkutan bukan curah hujan pada
suatu titik tertentu (stasiun).
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan
dinyatakan dalam (mm). curah hujan wilayah dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
a. Metode Rata – rata Aljabar
Metode ini termasuk yang paling sederhana karena mengabaikan
daerah pengaruh pos pencatatan hujan.
Rumus dari metode ini adalah:
0
R= (R1 + R2 + R3 + …. Rn)
4
Dimana :
R = Curah hujan wilayah (mm)
n = Jumlah pos pencatat hujan
Hasil optimal akan didapat dengan cara ini bila wilayah adalah
daerah datar, pos pencatat banyak wilayah dan tersebar merata di
seluruh wilayah itu.
b. Poligon Theisin
Jika pos pencatat hujan di suatu wilayah tidak tersebar merata,
maka cara perhitungan curah hujan rata – rata dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan atau memperhatikan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh tiap pos pencatatan hujan.
Rumus :
=0.>0 =?.>? ⋯ =4.>4
R=
=0 =? ⋯ =4
23
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Dimana :
R = Curah hujan wilayah
R1, R2, …. , Rn = Curah hujan tiap pos pencatat hujan
n = Jumlah pos pencatat hujan
A1, A2, …. , An = Luas bagian wilayah dengan mewakili tiap
pos
c. Metode Ishoyet
Ishoyet adalah garis yang menggambarkan curah hujan yang
lama pada suatu wilayah. Metode ini dimulai dengan
menggambarkan ishoyet pada peta topografi.
Untuk menggambarkan ishoyet dapat dilakukan dengan
interpolasi terhadap nilai – nilai curah hujan yang tercatat pada
pos pencatat hujan di sekitarnya dengan tergambarnya peta
ishoyet, maka didapat luas bagian wilayah diantara 2 ishoyet.
Rumus :
=0.>0 =?.>? ⋯ =4.>4
R=
=0 =? ⋯ =4
Dimana :
R = Curah hujan wilayah
R1, R2, …. , Rn = Curah hujan tiap pos pencatat hujan
n = Jumlah pos pencatat hujan
A1, A2, …. , An = Luas bagian wilayah dengan mewakili tiap
Pos
24
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Dalam perhitungan ini digunakan cara rata – rata aljabar
mengingat hanya 1 buah pencatat hujan, hasil perhitungan dapat
dilihat pada tabel :
Curah Hujan
No Bulan Sta P.Bun (mm)
Wilayah
1 Januari 10,43 10,43
2 Februari 12,38 12,38
3 Maret 10,76 10,76
4 April 11,03 11,03
5 Mei 11,97 11,97
6 Juni 10,84 10,84
7 Juli 11,37 11,37
8 Agustus 10,86 10,86
9 September 10,69 10,69
10 Oktober 10,49 10,49
11 November 10,76 10,76
12 Desember 10,78 10,78
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.3 Curah Hujan Wilayah
XTr = Ẍ + (k.s)
Dimana :
XTr = Nilai variate dengan periode ulang Tr
Ẍ = Nilai rata – rata variate
K = Faktor sifat dari distribusi probabilitas Pearson Type III.
Nilainya tergantung pada Tr dan Cs.
25
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
S = Standar deviasi
Persamaan Cs
' . AB C
Cs = B
(' )(' ).
∑(;E ;)B
M C =
'
∑(;E ;)
S =1
'
26
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
∑(;E)
X =
'
,
=
= 11,03
∑(;E ;)B
M C =
'
,
=
= 0,238
∑(;E ;)
S =1
'
,
=1
= 0,592
' . AB C
Cs = B
(' )(' ).
. ,
= B
( )( ). ,
= 1,502
PERIODE ULANG 10 15 25
1,4 1,337 2,128
Cs 1,502 1,333 1,604 2,146
1,6 1,329 2,163
27
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Interpolasi nilai Cs 1,502 Dengan periode ulang hujan rencana 10
tahun:
, ,
= 1,337 + ( ) . (1,329 – 1,337 )
, ,
= 1,333
28
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
BAB III
29
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
pengaliran sub drainase wilayah pemukiman tersebut.
Pada perencanaan drainase ini titik daerah tangkapan hujan berada
pada persimpangan antara Jalan Utama Pasir Panjang dan Jalan
Graha Asri.
Q = F.C.I.A
30
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Dimana :
Q = Debit (m³/detik)
F = Faktor konversi sebesar 0,28
I = Intensitas hujan pada periode ulang tertentu (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran
Contoh perhitungan :
Jl. Utama Pasir Panjang
FG = 316,5 m
F = 81 m
Luas tangkapan hujan
A = FG x F
= 316,5 x 81
= 25636,5 m²
HI HJ
Bentuk
A (m²)
(HI x HJ )
No Nama Saluran Penampang
(m) (m)
Saluran
1 Jl. Utama Pasir Panjang 1 316,5 81 Trapesium 25636,5
2 Jl. Utama Pasir Panjang 2 316,5 80 Trapesium 25320
3 Jl. Utama Pasir Panjang 3 316,5 155 Trapesium 49057,5
4 Jl. Utama (kiri) 316,5 316,5 Trapesium 100172,25
5 Jl. Utama (kanan) 316,5 316,5 Trapesium 100172,25
6 Jl. Graha Asri (kiri) 80 198,5 Trapesium 15880
7 Jl. Graha Asri (kanan) 90 198,5 Trapesium 17865
8 Jl. Graha 1 118 125 Trapesium 14750
9 Jl. Graha 2 226,5 41 Trapesium 9286,5
10 Jl. Graha 3 125 99,5 Trapesium 12437,5
11 Jl. Graha 4 10 81 Trapesium 810
12 Jl. Graha 5 52 120 Trapesium 6240
13 Jl. Graha 6 41 42 Trapesium 1722
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3.2 Luas Daerah Tangkapan Hujan
31
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Perhitungan waktu konsentrasi dan intensitas hujan
1. Perhitungan dan daerah tangkapan hujan (Io) pada suatu daerah
pengaliran yang terdapat lebih dari satu macam pengguna tanah
yang sangat mempengaruhi dalam waktu yang ditentukan air
untuk mengalir melalui permukaan bawah ke saluran terdekat
(to). Mana dalam hal ini untuk menentukan besar to
berhubungan dengan koefisien pengaliran (c) dan nilai
kemiringan tanah (so) untuk koefisien pengaliran dalam tata
guna lahan sebagai pemukiman (c) = 0,5. Untuk kemiringan
permukaan tanah (so) direncanakan 0,5%.
2. Perhitungan waktu pengaliran dalam saluran (td), waktu
pengaliran dalam saluran (td) dapat direncanakan dengan
persamaan sebagai berikut :
HI
td =
K.LJ
Dimana :
td = Waktu pengaliran dalam saluran (menit)
FG = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan aliran dalam saluran
3. Waktu Konsentrasi (tc)
Adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan
mulai dari tempat jatuhnya sampai ke tempat penampang. Ada 2
faktor yang menentukan waktu konsentrasi, yaitu waktu yang
diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke
saluran terdekat (to) dan waktu untuk mengalirkan di dalam
saluran (td). Rumus :
tc = to + td
32
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
Dimana :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
to = Waktu pengaliran di atas permukaan tanah (hargany
ditentukan berdasarkan kemiringan permukaan, koefisien
pengaliran rata – rata dengan jarak)
td = Waktu pengaliran dalam saluran yang diukur
4. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah rata – rata dari banyaknya air hujan pada
waktu konsentrasi untuk periode ulang tertentu. Intensitas hujan
dinotasikan dengan huruf I dalam satuan (mm/jam) yang artinya
tinggi hujan yang terjadi (mm) dalam kurun waktu perjam.
Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan dengan
menggunakan Rumus Monobobe, sebagai berikut:
MNO ?P
I= | |?/S
?P NQ
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Xtr = Curah hujan harian maksimum (mm)
t = Durasi hujan (menit atau jam)
MNO ?P
T0J = | |?/S
?P NQ
33
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
To Td tc Tc Intensitas
No Nama Saluran
(menit) (menit) (menit) (jam) Hujan
1 Jl. Utama Pasir Panjang 1 4,420 13,188 17,608 0,248 89,643
2 Jl. Utama Pasir Panjang 2 4,378 13,188 17,566 0,248 89,712
3 Jl. Utama Pasir Panjang 3 7,286 13,188 20,473 0,268 85,190
4 Jl. Utama (kiri) 12,625 13,188 25,812 0,304 78,198
5 Jl. Utama (kanan) 12,625 13,188 25,812 0,304 78,198
6 Jl. Graha Asri (kiri) 8,815 3,333 12,148 0,116 149,180
7 Jl. Graha Asri (kanan) 8,815 3,750 12,565 0,122 143,538
8 Jl. Graha 1 6,174 4,917 11,090 0,124 142,676
9 Jl. Graha 2 2,617 9,438 12,054 0,174 113,665
10 Jl. Graha 3 5,179 5,208 10,387 0,122 144,253
11 Jl. Graha 4 4,420 0,417 4,837 0,037 317,486
12 Jl. Graha 5 5,983 2,167 8,149 0,077 195,824
13 Jl. Graha 6 2,666 1,708 4,374 0,046 273,769
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3.3 Intensitas Hujan
Q = 0,278 . C . I . A
Dimana :
Q = Debit (m³)
C = Koefisien run off
I = Intensitas maksimal selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (mm²)
34
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan
I A Q Q Komulatif
No Nama Saluran C
(mm/jam) (mm²) (m³/dtk) (m³/dtk)
1 Jl. Utama Pasir Panjang 1 0,5 89,643 25636,5 0,089 0,089
2 Jl. Utama Pasir Panjang 2 0,5 89,712 25320 0,088 0,088
3 Jl. Utama Pasir Panjang 3 0,5 85,190 49057,5 0,161 0,161
4 Jl. Utama (kiri) 0,5 78,198 100172,25 0,302 1,768
5 Jl. Utama (kanan) 0,5 78,198 100172,25 0,302 0,464
6 Jl. Graha Asri (kiri) 0,5 149,180 15880 0,762 0,891
7 Jl. Graha Asri (kanan) 0,5 143,538 17865 0,099 0,099
8 Jl. Graha 1 0,5 142,676 14750 0,081 1,141
9 Jl. Graha 2 0,5 113,665 9286,5 0,041 0,041
10 Jl. Graha 3 0,5 144,253 12437,5 0,069 0,069
11 Jl. Graha 4 0,5 317,486 810 0,010 0,028
12 Jl. Graha 5 0,5 195,824 6240 0,047 0,047
13 Jl. Graha 6 0,5 273,769 1722 0,018 0,018
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3.4 Perhitungan Beban Drainase
35
Agita Pebriani | Drainase Perkotaan