Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Drainase


Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu
konteks pemanfaatan tertentu. Dalam bidang teknik sipil, drainase adalah
salah satu upaya teknis dengan membuat saluran air atau jalur pembuangan
air untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan,
dan kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan. Jika penanganan
drainase kurang baik, maka akan mengakibatkan tergenangnya lingkungan
sekitar saluran drainase yang pada akhirnya menyebabkan pencemaran
lingkungan.
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.
Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi
kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan
atau meringankan kelebihan air permukaan didaerah pemukiman yang
berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat
memberikan manfat bagi kehidupan manusia.
Semua hal yang menyangkut kelebihan air yang berada di kawasan
kota sudah pasti dapat menimbulkan permasalahan drainase yang cukup
komplek. Dengan semakin kompleknya permasalahan drainase di perkotaan,
maka di dalam perencanaan dan pembangunan bangunan air untuk drainase
perkotaan, keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing-masing
perencana. Dengan demikian di dalam proses pekerjaan memerlukan
kerjasama dengan beberapa ahli di bidang lain yang terkait.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 1


1.2 Sejarah Perkembangan Drainase
Menurut Gunadarma (2007:1) Ilmu drainase perkotaan bermula
tumbuh dari kemampuan manusia mengenali lembah-lembah sungai yang
mampu mendukung air bagi keperluan rumah tangga, pertanian, peternakan,
perikanan, transportasi, dan kebutuhan sosial budaya. Dari siklus
kemungkinan adanya gangguan air berlebih atau air kotor.
Dari sekumpulan pengalaman terdahulu dalam lingkungan masyarakat
yang masih sederhana, ilmu drainase perkotaan dipelajari oleh banyak
bangsa. Sebagai contoh orang Babilon mengusahakan lembah sungai Eufrat
dan Tigris sebagai lahan pertanian yang dengan demikian pastitidak dapat
menghindahari permasalahan drainase. Orang Mesir telah memanfaatkan air
sungai Nil dengan menetap sepanjang lembah yang sekaligus rentan
terhadap gangguan banjir. Penduduk di kawasan tropika basah seperti di
Indonesia awalnya dibilang selalu tumbuh dari daerah yang berdekatan
dengan sungai, dengan demikian secara otomatis mereka pasti akan
berinteraksi dengan masalah gangguan air pada saat musim hujan secara
periodic. Pada kenyataannya mereka tetap dapat menetap disana,
dikarenakan mereka telah mampu mengatur dan menguasai ilmu
pengetahuan tentang drainase. Tepengaruh dengan perkembangan sosial
budaya suatu masyarakat atau suku bangsa, ilmu drainase perkotaan
akhirnya harus ikut tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan tata
nilai yang berlangsung di lingkungannya.
Harus diakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan ilmu drainase
perkotaan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu hidrolika, matematika,
statiska, fisika, kimia, komputasi dan banyak lagi yang lain, bahkan juga
ilmu ekonomi dan sosial sebagai ibu asuhnya pertama kali. Ketika
didominasi oleh ilmu hidrologi, hidrolika, mekanika tanah, ukur tanah,
matematika, pengkajian ilmu drainase perkotaan masih menggunakan
konsep statiska.
Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem
drainase tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 2


limbah (IPAL). Hal ini tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang
mengingat air limbah yang dibuang ke sistem drainase semakin meningkat
volumenya dengan kualitas yang semakin menurun.

1.3 Jenis – Jenis Drainase


1.3.1 Land dan Smoothing
Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land
smoothing (Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal
lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara
sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan saluran drainase
permukaan. Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan pengaturan
saluran drainase permukaan yang baik akan meningkatkan jarak
drainase pipa sampai 50%, dibandingkan dengan lahan yang kelebihan
air dibuang dengan drainase pipa tanpa dilakukan upaya pengaturan
saluran drainase permukaan terlebih dahulu.
Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus
dilakukan secara teliti. ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan
areal yang memiliki cekungan merupakan tempat aliran permukaan
(runoff) berkumpul, harus dihilangkan dengan bantuan peralatan
pengukuran tanah.
Pada tanah cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis
melalui:
a. Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak yang
dangkal (shallow random field drains)
b. Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet ditch
c. Selanjutnya diteruskan ke saluran pembuangan utama (Main
Outlet ditch)
Outlet ditch adalah saluran pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm
lebih dalam dari saluran pembuangan acak dangkal.
Overfall adalah jatuhnya air dari saluran pembuangan lateral ke
saluran pembuangan utama dibuat pada tingkat yang tidak

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 3


menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus dibuat pintu air,
drop spillway atau pipa.

1.3.2 Drainase Acak (Random Field Drains)


Drainase ini merupakan gambaran yang menunjukan pengelolaan
untuk mengatasi masalah cekungan dan lubang – lubang tempat
berkumpulnya air. Lokasi dan arah dari saluran drainase disesuaikan
dengan kondisi topografi lahan. Kemiringan lahan biasanya
diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan
traktor pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang
telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas,
biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar.
Tanah bekas penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan
atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran
drainase.

1.3.3 Drainase Pararel (Pararelle Field Drains)


Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan
kemiringan kurang dari 1% – 2 %, system saluran drainase parallel
bisa digunakan. Sistem drainase ini dikenal sebagai sistem bedengan.
Saluran drainase dibuat secara parallel, kadang kala jarak antara
saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang dari barisan
saluran drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan
jumlah dari tanah yang harus dipindahkan dalam pembuatan barisan
saluran drainase, dan panjang maksimum kemiringan lahan terhadap
saluran (200 meter).
Keuntungan dari sistem saluran drainase paralel, pada lahan
terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman dilahan dalam alur,
tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah populasi
tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran
paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan
smoothing, hasil produksi akan lebih sedikit.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 4


Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan
kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar menimbulkan
kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar membutuhkan
saluran drainase yang lebih besar dan dalam. Bila lebar bedding 400
m, maka aliran akan dibagi dua agar lebar bedding tidak lebih dari 200
m. Pada bedding yang lebar, harus dibarengi dengan land grading dan
smoothing. Pada tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side
slope yang curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa
dilengkapi dengan bangunan pengambilan dan pompa, bangunan
pintu air berfungsi untuk mengalirkan air drainase pada musim hujan.

1.3.4 Drainase Mole


Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran
bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya
tanpa harus menggali tanah, cukup dengan menarik (dengan traktor)
bantukan baja bulat yang disebut mol yang dipasang pada alat seperti
bajak dilapisan tanah subsoil pada kedalaman dangkal.
Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat expander
yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang
tidak semua daerah terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan
memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah
pertanian dimana terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan
berikut :
a. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
tanaman akan air;
b. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik
sepanjang tahun;
c. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
hasil pertanian yang dapat dicapai melalui irigasi secara layak
dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis maupun
sosial.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 5


1.4 Pola Jaringan Drainase
a. Pola Jaringan Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi
dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir
berada di tengah kota.

Gambar 1.1 Pola Jaringan Siku

b. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan
saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek,
apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat
menyesuaikan diri.

Gambar 1.2 Pola Jaringan Pararel

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 6


c. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

Gambar 1.3 Pola Jaringan Grid Iron

d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih
besar

Gambar 1.4 Pola Jaringan Alamiah

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 7


e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 1.5 Pola Jaringan Radial

f. Jaring – jaring
Mempunyai saluran – saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan
raya,dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.

Gambar 1.5 Pola Jaringan Radial

1.5 Langkah – Langkah Perencanaan Drainase


Secara garis besar langkah-langkah perencanaan drainase dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.5.1 Mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam perencanaan
drainase.
Untuk data soal perancangan tugas besar Drainase Perkotaan
ditentukan oleh dosen pengampu. Dengan data :
1. Site plan wilayah yaitu BTN Pinang Merah
2. Data hujan harian (terlampir)
3. Perhitungan hujan efektif menggunakan Metode R80 Bulanan

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 8


4. Analisa frekuensi menggunakan Metode Probabilitas Log
Pearson Type III
5. Periode ulang harian rencana 10 tahun
6. Metode perhitungan intensitas hujan menggunakan rumus
Monobobe
7. Bentuk penampang saluran berbentuk Trapesium
8. Material saluran pasangan Beton Bertulang
9. Jenis bangunan gorong – gorong Bulat (Buis Beton)
1.5.2 Analisa Topografi
Analisa topografi digunakan untuk mengetahui besar dari
kelerengan atau ketinggian dari suatu kawasan sehingga dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan fungsi kawasan dengan
perletakan daerah yang akan dibangun.
1.5.3 Analisa Hidrologi
a. Curah Hujan Maksimum
Hujan harian maksimum yang akan terjadi selama periode
ulang tertentu dapat diberikan dengan berbagai macam Metode
Gumbel, Metode Log Pearson Type III, dan Metode Iwal Kadoyo.
Dasar pemakaian ketiga metode ini adalah dalam
menganalisis besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi
dalam periode ulang hujan tertentu, menghitung data curah hujan
harian maksimum atau mencari curah hujan efektif (He).
b. Intensitas curah hujan
Intensitas hujan adalah rata – rata dari banyaknya air hujan
pada waktu konsentrasi untuk periode ulang tertentu. Intensitas
hujan dinotasikan dengan huruf I dalam satuan (mm/jam) yang
artinya tinggi hujan yang terjadi (mm) dalam kurun waktu perjam.
c. Waktu konsentrasi
Adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan
mulai dari tempat jatuhnya sampai ke tempat penampang. Ada 2
faktor yang menentukan waktu konsentrasi, yaitu waktu yang
diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 9


saluran terdekat (to) dan waktu untuk mengalirkan di dalam
saluran (td).
d. Debit limpasan
Debit air limpasan adalah volume air hujan persatuan waktu
yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui
saluran drainase. Dalam aliran hasil observasi yang dikaitkan
dengan kapasitas sungai pada outlet yang telah ditentukan.
Kapasitas saluran sungai merupakan kemampuan saluran sungai
untuk melewatkan debit. Apabila debit melewati kapasitas, maka
terjadi luapan sungai yang mengakibatkan banjir.
1.5.4 Analisa Hidrolika
a. Kecepatan aliran di dalam saluran drainase
b. Perencanaan debit saluran
Karakteristik hujan pada suatu daerah akan berbeda dengan
daerah lainnya, dengan diketahuinya besar curah hujan pada suatu
daerah maka akan dapat diperkirakan intensitas hujan pada daerah
tersebut dan nantinya akan digunakan untuk menghitung besarnya
debit rencana.
c. Desain Saluran
Bentuk – bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda
dengan saluran irigasi pada umumnya. Dalam perancangan
dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk saluran
ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak
memadai.
1.5.5 Perencanaan bangunan pelengkap sistem drainase
a. Bangunan terjunan
Bangunan terjunan adalah suatu bangunan pelengkap sistem
drainase yang dibangun untuk mengurangi kemiringan saluran
yang terlalu curam dan untuk menurunkan kecepatan aliran air
agar tidak merusak saluran atau bangunan lainnya.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 10


b. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk
membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang) yang
melewati bawah jalan. Gorong – gorong mempunyai potongan
melintang yang lebih kecil dari pada luas basah saluran hulu
maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada
di atas muka air. Dalam hal ini gorong – gorong berfungsi sebagai
saluran terbuka dengan aliran bebas.
c. Sumur resapan dan lain-lain
Sumur resapan adalah suatu teknik konservasi tanah dan air
yang memiliki prinsip utama untuk memperluas bidang
penyerapan sehingga aliran permukaan berkurang dengan
optimal.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 11


BAB II
ANALISIS HIDROLOGI

2.1 Karakteristik dan Kondisi Data Hujan


2.1.1 Karakteristik
2.1.1.1 Durasi
Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering
dikaitkan dengan waktu konsentrasi, khususnya pada drainase
perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat
akan lamanya genangan.
2.1.1.2 Intensitas
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan
per satuan waktu (mm/jam atau mm/menit) Intensitas hujan
diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik
secara statistik maupun secara empiris. Besarnya intensitas
hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan
frekuensi kejadiannya.
2.1.1.3 Lengkung Intensitas
Lengkung intensitas adalah grafik yang menyatakan
hubungan intensitas hujan dengan durasi hujan. Hubungan
tersebut dinyatakan dalam bentuk lengkungan intensitas
hujan dengan kala ulang tersebut.
2.1.1.4 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk
mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran
ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran.
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dibagi menjadi :
a. Inlet time (to), waktu yang diperlukan air untuk mengalir
di atas permukaan tanah.
b. Condut time (td), waktu yang diperlukan air untuk
mengalir sepanjang saluran sampai dititik kontrol
ditentukan di bagian hilir.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 12


Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus :

TC = to + td

Rumus 2.1 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi biasanya sangat bervariasi dan


dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut :
• Luas daerah pengaliran
• Panjang saluran drainase
• Kemiringan dasar drainase
• Debit dan kecepatan aliran

2.1.2 Data Hujan


2.1.2.1 Pengukuran
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara
ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang
terjadi selama 1 hari dan dilanjutkan untuk menggunakan
data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.
2.1.2.2 Alat Ukur
Dalam praktek pengukuran hujan terdapat 2 jenis alat
ukur hujan, yaitu :
a. Alat ukur hujan biasa (Manual Raingarge), yaitu alat
yang berupa suatu corong – corong dan sebuah gelas
ukur yang masing – masing berfungsi untuk menampung
jumlah air hujan dalam satu hari.
b. Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingarge), data
yang diperoleh dari data pengukuran dengan
menggunakan data. Pencatatan secara menerus pada
kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur
memperoleh besaran intensitas hujan. Tipe alat ukur
hujan otomatis ada 3 yaitu :
• Weighting bucket raingarge

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 13


• Float raingarge
• Tipping buckst raingarge
2.1.2.3 Kondisi dan Sifat Data
Data hujan yang baru diperlukan untuk melakukan
analisis hidrologi, sedangkan untuk mendapatkan data yang
berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil
pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak
menerus. Apabila terputusnya rangkaian data hanya beberapa
saat, kemungkinan tidak menimbulkan masalah, tetapi untuk
kurun waktu yang lama tentu akan menimbulkan masalah
dalam analisis.
Menghadapi kondisi data seperti ini langkah yang dapat
ditempuh dengan melibatkan kepentingan dan sasaran yang
dituju, apakah data kosong tersebut perlu diisi kembali.
Kualitas data yang tersedia akan ditentukan oleh alat ukur
dan manajemen pengelolaan.

2.2 Pengelolaan Data


2.2.1 Hujan Harian Maksimum
Hujan harian maksimum yang akan terjadi selama periode ulang
tertentu dapat diberikan dengan berbagai macam metode Gumbel,
Metode Log Person Type III, dan Metode Iwal Kadoyo.
Dasar pemakaian ketiga metode ini adalah dalam menganalisis
besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam periode
ulang hujan tertentu, menghitung data curah hujan harian maksimum
atau mencari curah hujan efektif (He).

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 14


Pengelolaan data menggunakan Metode R80 :
Rumus :
R80 = ( N/5 ) + 1

Rumus 2.2 Metode R80

Dimana :
R80 = Hujan bulanan dengan probabilitas 80% kering
n = Jumlah periode pengamatan dalam n tanah

Pe = 70% x R80

Rumus 2.3 Curah Hujan Efektif

Dimana : Pe = Curah Hujan Efektif

1. Bulan Januari
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm
2. Bulan Februari
n = 28
R80 = (28/5) + 1
= 6,6 mm =7
Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm
3. Bulan Maret
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 = 11

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 15


Pe = 70% x (11)
= 7,7 mm
4. Bulan April
n = 30
R80 =(30/5) + 1
= 7 mm
Hari ke- 7 = 9,6
Pe = 70% x (9,6)
= 6,72 mm
5. Bulan Mei
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm
6. Bulan Juni
n = 30
R80 = (30/5) + 1
= 7 mm
Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm
7. Bulan Juli
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 16


8. Bulan Agustus
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 = 10
Pe = 70% x (10)
= 7 mm
9. Bulan September
n = 30
R80 = (30/5) + 1
= 7 mm
Hari ke- 7 = 11
Pe = 70% x (11)
= 7,7 mm
10. Bulan Oktober
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 =0
Pe =70% x (0)
= 0 mm
11. Bulan November
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8
Hari ke- 7 = 11
Pe = 70% x (11)
=7,7 mm
12. Bulan Desember
n = 31
R80 = (31/5) + 1
= 7,2 mm =8

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 17


Hari ke- 7 =0
Pe = 70% x (0)
= 0 mm

Curah Hujan Harian Maksimal atau Hujan


Bulan
Efektif
Januari 0 mm
Februari 0 mm
Maret 7,7 mm
April 6,72 mm
Mei 0 mm
Juni 0 mm
Juli 0 mm
Agustus 7 mm
September 7,7 mm
Oktober 0 mm
November 7,7 mm
Desember 0 mm
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.1 Curah Hujan Harian Maksimum

2.2.2 Uji Homogenitas Data Hujan


Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hujan
yang dipakai untuk analisis selanjutnya adalah berasal dari populasi
yang sama atau tidak.
Metode yang digunakan untuk homogenitas adalah uji – t
(soewarno, 1995 : 18 – 19), dengan rumus :

( )
t =
( )

. . /
=[ ]

∑( ) / /
=[ ]

Rumus 2.4 Uji Homogenitas Data Hujan

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 18


Keterangan : t = Variabel – variabel terhitung

X = Rata – rata hitung sampai setengah ke- 1

X = Rata – rata hitung sampai setengah ke- 2

N = Jumlah sampai setengah ke- 1

N = Jumlah sampai setengah ke- 2

S ,S = Variabel sampai setengah ke– 1 dan ke- 2

Derajat kebebasan :

Du = N1 + N2 – 2

Tc = Nilai kritis ( dari tabel kritis tc untuk distribusi – t


uji dua sisi berdasarkan Du dan derajat kepercayaan (d)
tertentu).
Uji homogenitas dalam perhitungan hujan rencana tidak dapat
dilakukan karena data curah hujan yang dipeoleh hanya berasal dari
(1) pos pencatat hujuan, sehingga tidak ada pos perbandingan untuk
melakukan perhitungan (uji homogenitas).

2.2.3 Uji Konsistensi Data Hujan


Data hidrologi tidak konsisten apabila terdapat perbedaan nilai
pengukuran dengan nilai sebenarnya. Umumnya penepatan uji
konsistensi menggunakan cara “Comulative Deviton” yang
ditunjukkan dengan nilai “Komulatif penyimpanan terhadap nilai
rata – rata”.

Rumus yang digunakan :

SK* = (y1 – ӯ)

Rumus 2.5 Uji Konsistensi Data Hujan

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 19


Standar Deviasi

( 1 – ӯ)
Dy² =

= Dy = ²

Rumus 2.6 Standar Deviasi

Keterangan : y = Data hujan ke – 1


ӯ = Data hujan rata – rata
n = Jumlah data
Dengan membagi SK* dengan standar daviasi diperoleh apa yang
disebut “Rescaled Adjusted Postial Sums (RAPS)”

Rumus :

Sk** =
"#

Rumus 2.7 Rescaled Adjusted Postial Sums (RAPS)

Parameter statistik yang dapat digunakan sebagai alat pengjian :


Q = | Sk** | maks atau niai range R = Sk** maks – SK**min

Data adalah konsisten / pengarah jika :


Q < Q kritis
R < R kritis

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 20


Curah Hujan
(# ȳ) ∗
No Bulan Harian Max SK* = (y1 – ӯ) Dy² = Dy = ² Sk** = "#
(mm)
1 Januari 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
2 Februari 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
3 Maret 7,7 4,632 1,788 1,337 3,464
4 April 6,72 3,652 1,111 1,054 3,464
5 Mei 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
6 Juni 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
7 Juli 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
8 Agustus 7 3,932 1,288 1,135 3,464
9 September 7,7 4,632 1,788 1,337 3,464
10 Oktober 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
11 November 7,7 4,632 1,788 1,337 3,464
12 Desember 0 -3,068 0,785 0,886 -3,464
∑ 36,82
Rata – rata 3,068
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.2 Uji Konsistensi data curah hujan maksimum

&',(
ȳ = = 3,068

Q = | Sk** | maks = 3,464


R = Sk**maks – Sk**min
= 3,464 – (-3,464)
= 6,928

Q dan R kritis (90%) tidak ada pada tabel, sehingga digunakan


interpolasi :

N Q / √* 90% Q / √* 90%
10 1,05 1,21
12 X X
20 1,10 1,34

Nilai Q kritis
. . . .
=
, . ,./ 0 ,./

200 = 2/(x – 1,05)


x = 1,06

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 21


Rumus :

R kritis 90% = Q kritis / √*

Rumus 2.8 R kritis 90%

R kritis 90% = Q kritis / √*


1,236 = Q kritis / √*
R kritis = 4,282

Sehingga,
Q kritis = 3,672
R kritis = 4,282

2.2.4 Perhitungan Hujan Wilayah


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah hujan rata
– rata di seluruh daerah yang bersangkutan bukan curah hujan pada
suatu titik tertentu (stasiun).
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan
dinyatakan dalam (mm). Curah hujan wilayah dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
a. Metode rata – rata aljabar
Metode ini termasuk yang paling sederhana karena mengabaikan
daerah pengaruh pos pencatat hujan.
Rumus dari metode ini adalah :

R = 1/n (R1 + R2 + R3 + ... Rn)

Rumus 2.9 Metode Rata – rata Aljabar

Dimana :
R = Curah hujan wilayah (mm)
n = jumlah pos pencatat hujan

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 22


Hasil optimal akan didapat dengan cara ini bila wilayah adalah
daerah datar, pos pencatat banyak wilayah dan tersebar di
seluruh wiayah tersebut.
b. Poligon Theisin
Jika pos pencatat hujan di suatu wilayah tidak tersebar merata,
maka cara pehitungan curah hujan rata – rata dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan atau memperhatikan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh tiap pos pencatat hujan.
Rumus :
1 .2 1 .2 ⋯ 1 .2
R =
1 1 ⋯ 1&

Rumus 2.10 Poligon Theisin

Dimana :
R = Curah hujan wilayah
R1,R2,...,Rn = Curah hujan tiap pos pencatat hujan
N = Jumlah pos pencatat hujan
A1,A2,...,An = Luas bagian wilayah dengan mewakili pos
c. Metode Ishoyet
Ishoyet adalah garis yang menggambarkan curah hujan yang
lama pada suatu wilayah. Metode ini dimulai dengan
menggambarkan ishoyet pada peta topografi.
Untuk menggambarkan ishoyet dapat dilakukan dengan
interpolasi terhadap nilai – niai curah hujan yang tercatat pada
pos pencatat hujan di sekitarnya dengan tergambarnya peta
ishoyet, maka didapat luas bagian wilayah diantara 2 ishoyet.
Rumus :

1 .2 1 .2 ⋯ 1 .2
R =
1 1 ⋯ 1&

Rumus 2.11 Metode Ishoyet

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 23


Dimana :
R = Curah hujan wilayah
R1,R2,...,Rn = Curah hujan tiap pos pencatat hujan
N = Jumlah pos pencatat hujan
A1,A2,...,An = Luas bagian wilayah dengan mewakili pos

Dalam perhitungan ini digunakan cara rata – rata aljabar


mengingat hanya 1 buah pencatat hujan, hasil perhitungan dapat
dilihat pada tabel :
Curah Hujan
NO Bulan Sta P.Bun (mm)
Wilayah
1 Januari 0 0
2 Februari 0 0
3 Maret 7,7 7,7
4 April 6,72 6,72
5 Mei 0 0
6 Juni 0 0
7 Juli 0 0
8 Agustus 7 7
9 September 7,7 7,7
10 Oktober 0 0
11 November 7,7 7,7
12 Desember 0 0
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.3 Perhitungan Curah Hujan Wilayah

2.2.5 Analisa Frekuensi


Data hujan yang telah dikoreksi bedasakan uji konsistensi,
selanjutnya digunakan sebagai data mengitung hujan rencana. Pada
perhitungan hujan rencana ini digunakan metode Distribusi
Probabilitas Log Pearson Type III :

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 24


Curah Hujan
Bulan Log Xi (Log Xi – Log X)² (Log Xi – Log X)³
Xi (mm)
1 0 0,00 0,13 -0,047
2 0 0,00 0,13 -0,047
3 7,7 0,89 0,28 0,149
4 6,72 0,83 0,22 0,104
5 0 0,00 0,13 -0,047
6 0 0,00 0,13 -0,047
7 0 0,00 0,13 -0,047
8 7 0,85 0,24 0,118
9 7,7 0,89 0,28 0,149
10 0 0,00 0,13 -0,047
11 7,7 0,89 0,28 0,149
12 0 0,00 0,13 -0,047
Jumlah 36,82 4,33 2,21 0,342
Rata – rata
3,068 0,36 0,184 0,028
(X)

Standar
0,448
Deviasi (S)
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2.4 Analisa Frekuensi

1. Hitung nilai rata – rata Log X


Log X = ∑LogXi / n
= 4,33/12 = 0,36
2. Hitung S Log X ( Standar Deviasi dari Log X)
S Log X = ∑ (Log Xi-LogX)² / (n-1)

= (2,21)/(12 − 1)
= 0,448
3. Hitung nilai KT
Pertama cari nilai Cs terlebih dahulu:
6 7 ∑(89: ; 89: )<
Cs =
(6 )(6 )(= 89: )³
7 .,. (
=
( )( )(.,??()³

= 0,0339

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 25


Nilai Cs yang sudah didapat dipakai untuk mencari nilai T pada
lampiran Tabel Frekuensi KT untuk Distribusi Log Pearson
Type III, maka didapat :
T = 10 dan Cs = 0,0339 maka nilai KT = 1,279
4. Hitung hujan rencana
Hujan rencana untuk periode ulang 10 tahun (X10) :
Log X10 = Log X + (KT x s Log X )
= 0,36 + ( 1,279 x 0,448)
= 0,933
Shif log 0,933 = 8,570 mm

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 26


BAB III
PERHITUNGAN BEBAN RAINASE

3.1 Analisa Layout Dan Luas Daerah Tangkapan Hujan


3.1.1 Tata Guna Lahan
Penggunaan secara efektif tanah di kawasan pemukiman gang
Pinang Merah yang merupakan kawasan tinjau pada tugas drainase
perkotaan yang merupakan pemukiman dan memiliki daerah
resapan air hujan. Sehingga air yang jatuh berasal dari hujan
maupun pemukiman yang lainnya akan dialirkan langsung ke
seluuh drainase yang ada di kawasan tersebut.
3.1.2 Jaringan Drainase
Jaringan Drainase yang terdapat pada kawasan gang Pinang
Merah Jalan Bayangkara menggunakan beton bertulang, akan
tetapi terdapat kesulitan dalam memilih kelancaran dan arah aliran
pada saluran rencana. Pada umumnya terdapat hambatan –
hambatan yang menggunakan kelancaran aliran tersebut.
3.1.3 Jarak Pengaliran di atas Permukaan Tanah (L0)
Jarak pengairan pada jaringan drainase di atas tanah adalah
jarak terjauh antara as seluruh terhadap titik tangkapdaerah
tangkapan hujan pada masing – masing bagian dasar penggalian
berdasarkan pada rencana jarinan drainase pada kawasan
pemukiman tersebut.
3.1.4 Panjang Saluran (Ld)
Panjang saluran pada perencanaan ini yaitu panang saluran
sepanjang daerah tangkapan hujan yaitu ditinjau dari titik
persimpangan dan perpotongan pada masing – masing bagian
daerah pangilaran sub drainase ini titik daerah tngkapan hujan
berda pada persimpangan antara jalan Bhayangkara.

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 27


Nilai L0 dan Ld untuk masing- masing daerah pengaliran
No Nama Saluran Ld L0
1 Pinang Merah 1 504 75
2 Pinang Merah 2 448 75
3 Pinang Merah 3 392 150
4 Pinang Merah 4 392 105
5 Pinang Merah 5 336 150
6 Pinang Merah 6 336 105
7 Pinang Merah 7 280 150
8 Pinang Merah 8 280 105
9 Pinang Merah 9 224 150
10 Pinang Merah 10 224 105
11 Pinang Merah 11 168 150
12 Pinang Merah 12 168 105
13 Pinang Merah 13 112 150
14 Pinang Merah 14 112 105
15 Pinang Merah 15 56 150
16 Pinang Merah 16 56 105
17 Jln. Bhayangkara Kiri 579 105
18 Jln. Bhayangkara kanan 579 150
19 Jln. Utama Kiri 150 579
20 Jln. Utama Kanan 160 579
21 Jln. Pinang Merah Utama Kiri 579 579
22 Jln. Pinang Merah utama Kanan 579 579
Sumber : Hasil Pengukuran
Tabel 3.1 Nilai L0 dan Ld

3.1.5 Luas Daerah Tangkapan Hujan


Pada daerah yang direncanakan pengambilan derah tangkpan
hujan berbentuk dimana secara geometris diasumsikan panjang
saluran (Ld) sebagai panang alas dan jarak pengaliran diatas
permukaan tanah (L0) sebagai tinggi dalam perencanaan
perhitungan debit rencana menggunakan persamaan dasar atau
metode rasional dengan persamaan rumus berikut :

Q = F.C.I.A

Rumus 3.1 Metode Rasional

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 28


Dimana : Q = Debit (m³/detik)
F = Faktor konversi sebesar 0,28
I = Intensitas hujan pada periode ulang tertentu
(mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran
Contoh perhitungan :
Jl. Pinang Merah 1
Ld = 504 m ; L0 = 75 m
Luas tangkapan hujan
A = Ld x L0
= 504 x 75 = 37800 m²
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Bentuk Penampang
No Nama Saluran Ld L0 A (m²)
saluran
1 Pinang Merah 1 504 75 Trapesium 37800
2 Pinang Merah 2 448 75 Trapesium 33600
3 Pinang Merah 3 392 150 Trapesium 58800
4 Pinang Merah 4 392 105 Trapesium 41160
5 Pinang Merah 5 336 150 Trapesium 50400
6 Pinang Merah 6 336 105 Trapesium 35280
7 Pinang Merah 7 280 150 Trapesium 42000
8 Pinang Merah 8 280 105 Trapesium 29400
9 Pinang Merah 9 224 150 Trapesium 33600
10 Pinang Merah 10 224 105 Trapesium 23520
11 Pinang Merah 11 168 150 Trapesium 25200
12 Pinang Merah 12 168 105 Trapesium 17640
13 Pinang Merah 13 112 150 Trapesium 16800
14 Pinang Merah 14 112 105 Trapesium 11760
15 Pinang Merah 15 56 150 Trapesium 8400
16 Pinang Merah 16 56 105 Trapesium 5880
17 Jl. Bhayangkara Kiri 579 105 Trapesium 60795
18 Jl. Bhayangkara kanan 579 150 Trapesium 86850
19 Jl. Utama Kiri 150 579 Trapesium 86850
20 Jl. Utama Kanan 160 579 Trapesium 92640
21 Jl. Pinang Merah Utama Kiri 579 579 Trapesium 335241
22 Jl. Pinang Merah Utama Kanan 579 579 Trapesium 335241

Sumber : Hasil Pengukuran


Tabel 3.2 Luas Daerah Tangkapan Hujan

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 29


Perhitungan waktu konsistensi dan intensitas hujan
1. Perhitungan dan daerah tangkapan hujan (Io) pada suatu
daerah pengaliran yang terdapat lebih dari satu macam
pengguna tanah yang sangat mempengaruhi dalam waktu yang
ditentukan air untuk mengalir melalui permukaan bawah ke
saluran terdekat (to). Mana dalam hal ini untuk menentukan
besar to berhubungan dengan koefisien pengaliran (c) dan nilai
kemiringan tanah (so) untuk koefisien pengaliran dalam tata
guna lahan sebagai pemukiman (c) = 0,5. Untuk kemiringan
permukaan tanah (so) direncanakan 0,5%.
2. Perhitungan waktu pengaliran dalam saluran (td) waktu
pengaliran dalam saluran (td) dapat sirencanakan dengan
persamaan berikut :

@A
td =
B.CD

Rumus 3.2 Perhitungan waktu pengaliran dalam saluran


(td)

Dimana :
td = Waktu pengaliran saluran ( waktu )
Ld = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan aliran dalam saluran
3. Waktu Konsentasi (tc)
Adalah waktu yang diperlukan untuk mngalirkan air hujan
mulai dari tempat jatuhnya sampai ke tempat penamnpang.
Ada 2 faktor yang menentukan waktu konsentrasi, yaitu waktu
yang diperlukan air untuk mengalir melalui ermukaan tanah ke
saluran terdekat (to) dan waktu untuk mengalirkan di dalam
saluran (td). Rumus :

tc = to + td

Rumus 3.3 Waktu Konsentrasi (tc)

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 30


Dimana :
tc = Waktu Konsentasi (menit)
to = Wktu pengaliran di atas permukaan tanah (harganya
ditentukan berdasarkan kemiringan permukaan, koefisien
pengaliran rata – rata dengan jarak)
td = Waktu pengaliran dalam saluran yang diukur.
4. Intensitas Hujan
Intensitas Hujan adalah rata – rata dari banyaknya air hjan
pada waktu konsentrasi untuk periode ulang tertentu. Intensitas
hujan dinotasikan dengan huruf I dalam satuan (m/jam) yang
artinya tinggi hujan yang terjadi (mm) dalam kurun waktu
perjam.
Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan dengan dengan
menggunakan rumus monobobe, sebagai berikut :

IJK LM
I= | |L/P
LM JN

Rumus 3.3 Rumus Monobobe

Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Xtr = Curah hujan harian maksimum (mm)
t = Durasi hujan (menit atau jam)
Dimana diketahuinya curah hujan rencana pada stasiun
Pangkalan Bun untuk periode ulang 10 tahun, maka intensitas
hujan didapat dari perhitungan menggunakan rumus sebagai
berikut :
0EF ?
I10 = | |23
? EG

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 31


to td tc tc Intensitas
No Nama Saluran Hujan
(menit) (menit) (menit) (jam)
1 Pinang Merah 1 4,166 21 25,166 0,419 5477,129
2 Pinang Merah 2 4,166 18,667 22,833 0,381 5582,104
3 Pinang Merah 3 7,104 16,333 23,438 0,391 5554,506
4 Pinang Merah 4 5,398 16,333 21,732 0,362 5633,059
5 Pinang Merah 5 7,104 14 21,104 0,352 5662,497
6 Pinang Merah 6 5,398 14 19,398 0,323 5744,157
7 Pinang Merah 7 7,104 11,667 18,771 0,313 5774,771
8 Pinang Merah 8 5,398 11,667 17,065 0,284 5859,725
9 Pinang Merah 9 7,104 9,333 16,438 0,274 5891,587
10 Pinang Merah 10 5,398 9,333 14,732 0,246 5980,039
11 Pinang Merah 11 7,104 7 14,104 0,235 6013,227
12 Pinang Merah 12 5,398 7 12,398 0,207 6105,398
13 Pinang Merah 13 7,104 4,667 11,771 0,196 6139,996
14 Pinang Merah 14 5,398 4,667 10,065 0,168 6236,125
15 Pinang Merah 15 7,104 2,333 9,438 0,157 6272,224
16 Pinang Merah 16 5,398 2,333 7,732 0,129 6372,572
17 Jl. Bhayangkara Kiri 5,398 24,125 29,523 0,492 5291,317
18 Jl. Bhayangkara kanan 7,104 24,125 31,229 0,520 5221,948
19 Jl. Utama Kiri 20,100 6,250 26,350 0,439 5425,366
20 Jl. Utama Kanan 20,100 6,667 26,767 0,446 5407,378
Jl. Pinang Merah Utama
21 20,100 24,125 44,225 0,737 4747,834
Kiri
22 Jl. Pinang Merah Utama 20,100 24,125 44,225 0,737 4747,834
Kanan
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3.2 Intensitas Hujan

5. Perhitungan Beban Drainase


Perhitungan beban drainase yaitu perhitungan debit rencana
pada tugas ini digunakan metode asional, metode tidak
memperhitungkan bentuk hidrogafinya.
Rumus :

Q = 0,278 . C . I . A

Rumus 3.4 Metode Rasional

Dimana :
Q = Debit (m³)

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 32


C = Koefisien run off
I = Intensitas maksimal selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (mm²)

Intensitas Q
No Nama Saluran c A (m²) Komulatif
Hujan (m³/dtk)
1 Pinang Merah 1 0,5 5477,129 37800 7,994 7,994
2 Pinang Merah 2 0,5 5582,104 33600 7,242 7,242
3 Pinang Merah 3 0,5 5554,506 58800 12,611 12,611
4 Pinang Merah 4 0,5 5633,059 41160 8,952 8,952
5 Pinang Merah 5 0,5 5662,497 50400 11,019 11,019
6 Pinang Merah 6 0,5 5744,157 35280 7,825 7,825
7 Pinang Merah 7 0,5 5774,771 42000 9,365 9,365
8 Pinang Merah 8 0,5 5859,725 29400 6,652 6,652
9 Pinang Merah 9 0,5 5891,587 33600 7,643 7,643
10 Pinang Merah 10 0,5 5980,039 23520 5,431 5,431
11 Pinang Merah 11 0,5 6013,227 25200 5,851 5,851
12 Pinang Merah 12 0,5 6105,398 17640 4,158 4,158
13 Pinang Merah 13 0,5 6139,996 16800 3,983 3,983
14 Pinang Merah 14 0,5 6236,125 11760 2,832 2,832
15 Pinang Merah 15 0,5 6272,224 8400 2,034 2,034
16 Pinang Merah 16 0,5 6372,572 5880 1,447 1,447
Jln. Bhayangkara
17 0,5 5291,317 12,421 12,421
Kiri 60795
Jln. Bhayangkara
18 0,5 5221,948 17,511 17,511
kanan 86850
19 Jln. Utama Kiri 0,5 5425,366 86850 18,193 18,193
20 Jln. Utama Kanan 0,5 5407,378 92640 19,342 19,342
Jln. Pinang Merah
21 0,5 4747,834 61,456 61,456
Utama Kiri 335241
Jln. Pinang Merah 4747,834 335241
22 0,5 61,456 122,912
utama Kanan
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3.3 Perhitungan Beban Drainase

Annisa Purnama D 18222010352 | Drainase Perkotaan 33

Anda mungkin juga menyukai