Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit Hemoroid


1.1 Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan
vena varikosa pada kanalis ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering
dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan
perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah


anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea
dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa
(submukosa) di atas atau di dalam linea dentate (Nurarif & Kusuma, 2015)

Klasifikasi hemoroid
1.1.1 Hemoroid internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa diatas spingter ani.
Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
a. Derajat 1
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolaps dan pada pemeriksaan
terlihat menonjol dalam
b. Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
d. Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat menegejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
1.1.2 Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori
yaitu :
a. Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut
sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat
nyeri dan gatal karena ujung- ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
b. Kronik
Sedangkan hemoroid eksterna kronik satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

1.2 Etiologi
I.2.1 Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan
sanitasi, sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis
(kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal),
fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor
predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah
mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi,
dan perdarahan,  sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak
sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau
memperberat adanya hemoroid.
I.2.2 Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
a. Mengejan pada waktu defekasi.
b. Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
c. Pembesaran prostat.
d. Keturunan atau hereditas.
e. Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
f. Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan
duduk terlalu lama dan konstipasi).

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Tanda
a. Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama  hemoroid interna trauma oleh
feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang
keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya
bervariasi.
b. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.
1.3.2 Gejala
a. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri
setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak
dapat dimasukkan.
c. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan mucus.

1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan
aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini
antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena
porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka
dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian
struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena
dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang
menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna
karena varices terjepit oleh sfingter anal. Peningkatan tekanan intra abdominal
menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini
disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan
peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan
berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan
aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot
halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah
hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat
berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan
pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam
waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi. Hemoroid eksterna
terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan
perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan adanya peradangan dan nyeri
yang hebat.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


a.5.1 Inspeksi
a. Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
b. Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
c. Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
a.5.2 Rectal touch
a. Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba
bila sudah ada fibrosis
b. Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma recti.
c. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna
yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Terjadi trombosis
Karena hemoroid keluar sehinga lama-lama darah akan membeku dan
terjadi trombosis.
1.6.2 Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut
pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh
darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi
yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia
karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah
yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak
menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat
masuk lagi(inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu:
Pada derajat I :
Dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat
konstipasi dengan  menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi
nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih
paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi
makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah
anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat
nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria, untuk melancarkan
defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%.
Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting
(sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan
varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi
pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di
sekitar hemoroid interna.

Pada hemoroid derajat II :


Dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap. Apabila terapi
sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi.

Pada derajat III :


Dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid
antara lain : 
a. Prosedur ligasi pita-karet Prosedur ligasi pita-karet  dengan cara melihat
hemoroid melalui anoscop dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di
pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid
yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi
nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada
beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini
menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder  dan infeksi
perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan
jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.
Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri.  Prosedur ini tidak
terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat
menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
c. Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
d. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif
selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan untuk
keluarnya flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post
operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga
hari ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC)
dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu
dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum
BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (37
̊C), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu
post operasi.

Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV :


Dapat dilakukan dengan istirahat, baring dan juga operasi. Bila ada peradangan
diobati dahulu.
1.8 Pathway

Faktor resiko
hemoroid

Dilatasi dan distensi


pembuluh darah

Hemoroid

Prolapse dan Iritasi tekanan pada


trombosis area rektum

pembedahan Nyeri akut


Kurang pengetahuan

Mengabaikan
Luka post operasi dorongan defekasi
ansietas akibat nyeri

Hygiene kurang
konstipasi

Invasi kuman dan


Risiko inveksi
bakteri
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang
keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh /
terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan
pembedahan akan kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan
penyakit lain seperti sirosis hepatis.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di
tekuk dan menempel pada tempat tidur.
a. Inspeksi
Pada inspeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus. Apakah ada
benjolan terlihat pada saat prolapsi. Bagaimana warnanya, apakah
kebiruaan, kemerahan, kehitaman. Apakah benjolan tersebut terletak di
luar (internal / eksternal).
b. Palapasi
Dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan
melakukan rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus.
Apakah benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat
teraba bila sudah ada fibrosis
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma recti.
3) Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna
yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Nyeri b.d agen cedera biologis
2.2.1 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan
durasi kurang dari 6 bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Laporan secara verbal atau non verbal
b. Fakta dari observasi
c. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
d. Gerakan melindungi
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : konstipasi b.d mekanik


2.2.4 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau
pengeluaran feses tidak tuntas dan/atau feses yang keras kering, dan
banyak.
2.2.5 Batasan karakteristik
a. Masa rektal yang dapat diraba.
b. Nyeri pada saat defekasi
c. Nyeri tekan abdomen dengan teraba retensi otot.
d. Feses keras dan berbentuk
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Fungsional
b. Mekanis
c. Farmakologis
d. Fisiologis.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri b.d agen cedera biologis
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


Pain management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Diagnosa 2 : konstipasi b.d mekaniks
2.3.2 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria) :
 Klien mampu menunjukan pengetahuan program defekasi yang
dibutuhkan.
 Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan
mengejan
 Melihatkan hidrasi yang adekuat
2.3.3 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Energy Management
 Manajemen defekasi
 Manajemen konstipasi
 Manajemen cairan
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Penkes untuk klien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah.  Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Ariyoni, D. 2011. Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari
website http://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan
tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 15 juni
2011 dari website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?
prm=artikel&yar=detail&id=27.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R.
Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Aeskulapius.
Nurarif, Amin Huda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jogyakarta: Mocomedia
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Jogyakarta: Mocomedia

Anda mungkin juga menyukai