3) Evaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan sampel dan
analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja
secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau
tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta
sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
· Untuk mengetahui tingkat risiko
· Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
· Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
· Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
· Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
· Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik
4) Pengontrolan
Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
· Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan
semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
· Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan mengurangi
bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa
peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima
untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
· Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkannya
di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan
sentralisasi kontrol kamar,
· Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor
lingkungan kerja selain pekerja
· Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.,
· Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya,
· Proses kerja ditempatkan terpisah,
· Menempatan ventilasi local/umum.
· Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja
dengan lingkungan kerja
· Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya
· Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian. Jenis-jenis
alat pelindung diri Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang
berpotensi terkena resiko dari bahaya.
D. Potensi Bahaya Pada Factor Fisika dan Kimia yang Terjadi dalam Hygiene Perusahaan
Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja(occupational
health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia.
1. Bahaya Fisik :
Bahaya faktor fisika meliputi : kebisingan, pencahayaan, iklim kerja/tekanan panas, getaran,
radiasi dsb
· Kebisingan
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada
indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa in
tensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran)
adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas
bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga
guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu
komunikasi.Sumber Suara Skala intensitas(dB) :
Halilintar 120 Kantor gaduh 70,
Meriam 110 Radio 60
Mesin uap 100 Kantor pd umumnya 40
Jalan yg ramai 90 Rumah tenang 30
Pluit 80 Tetesan air 10
· Penerangan atau pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja
karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena
itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis.
Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat dari kurangnya
penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para
karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-
pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek
guna memperbesar ukuran benda.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan
objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
· Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek
tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna
objek yang dikerjakan.
· Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.
Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu
tersendiri.
· Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenagakerja. Misalnya
tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
· Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.Metode
kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya.
Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced
white fingers”(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf
dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
2. Bahaya Kimia
Bahaya faktor kimia meliputi korosi,debu Pb, NOx, NH3, CO, dsb.
· Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat
dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling
umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
· Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat
dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak)
Contoh:
Kulit ( asam, basa,pelarut, minyak), Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen
dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
· Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
Contoh :
Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah
Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja. Disebutkan pada pasal 2
(dua) bahwa tempat kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang
atau lebih, atau tempat kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan kurang dari 100
(seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko
besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
pengusaha/pengurus wajib membentuk P2K3.
Pada pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri dari pengusaha dan
pekerja yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3 ialah
ahli keselamatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Permenaker RI
Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah
kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian
dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah memberikan saran dan
pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha mengenai masalah K3
(berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER 04/MEN/1987).