Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PRINSIP ISLAM DALAM KEBIDANAN, HIBAH DAN WAKAF

Disusun Oleh:

Sulistio Wati (191540102015)


Tri Utariani (191540102016)
Vanieza Cindry Adeisna (191540102017)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN `AISYIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb…
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya

sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami

mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh

lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 5 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Prinsip Islam..............................................................................................2

B. Kebidanan dalam Islam.............................................................................5

C. Pengertian Wasiat......................................................................................9

D. Dasar Hukum Wasiat...............................................................................10

E. Rukun Dan Syarat Wasiat.......................................................................10

F. WASIAT WAJIBAH..................................................................................11

G. Pengertian hibah......................................................................................13

H. Rukun hibah............................................................................................14

I. Hukum hibah...............................................................................................15

J. Hikmah........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam selaku agama yang berlaku abadi dan universal, mendorong

penganutnya agar berprestasi sebaik mungkin dalam seluruh bidang

kehidupan, termasuk salah satunya dalam pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Dorongan kepada kaum muslimin untuk mengembangkan iptek

tersebut disertai bimbingan agar caracara pengembangan tersebut berjalan

dengan sebaik-baiknya dan pemanfaatannya dapat membawa rahmat.

Salah satu penemuan terakhir di bidang teknologi adalah tentang kloning ,

yang melahirkan domba terkenal dan diberi nama Dolly, dan domba tersebut

identik dengan Domba Finn Dorset, yaitu donor sel kelenjar susu tersebut.

Islam merupakan agama yang sangat sempurna, sehingga berbagai macam

bimbingan kehidupan bisa kita dapatkan untuk menjadi manusia yang

berkualitas. Tentu dari berbagai bidang aktifitas yang kita lakukan manakala

berpegang pada ajaran islam, maka akan beruntung dan selamat.

Begitu juga seorang Pelayan Kesehatan yang mana akan menjadi ladang

pahala ketika menerapkan nilai-nilai islam di dalam pelayanannya.

Bidan yang islami yaitu bidan yang bekerja menurut agama Islam, tidak

melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama ditengah-tengah masyarakat

serta menjaga perkataan dan perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Setiap profesi mutlak harus mempunyai kode etik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Islam

Islam merupakan agama yang sangat sempurna, sehingga berbagai macam

bimbingan kehidupan bisa kita dapatkan untuk menjadi manusia yang

berkualitas. Tentu dari berbagai bidang aktifitas yang kita lakukan manakala

berpegang pada ajaran islam, maka akan beruntung dan selamat.

Begitu juga seorang Pelayan Kesehatan yang mana akan menjadi ladang

pahala ketika menerapkan nilai-nilai islam di dalam pelayanannya.

Rasulullah bersabda : sebaik-baik manusia adalah yang lebih banyak

manfaatnya buat orang lain. Dalam hadits tersebut kalau dikaitkan dngan tugas

pelayan kesehatan baik itu dokter,perawat, maupun bidan, tentu mereka sudah

mndapatkan nilai plus sebagai manusia yang bermanfaat.

Terkadang kemanfaatan diri seorang pelayan kesehatan menjadi berkurang

tatkala tidak memiliki manajemen dalam mengelola pelayanannya. Berbagai

macam metode dan manajemen pelayanan bisa kita dapatkan sumbernya untuk

dipelajari dan diterapkan. Namun dalam hal ini kita akan mengupas

bagaimana manajemen penanaman nilai-nilai islam kaitannya dengan

pelayanan kesehatan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seorang pelayan kesehatan,

antara lain :

2
1. Sambutan yang hangat disertai senyuman saat menemui pasien

Ktika sesorang memeriksakan penyakitnya tentu dia dalam keadaan

“runtag” ( was-was) dan penasaran atas penyakit yang dideritanya. Dalam hal

ini tugas seorang pelayan kesehatan untuk memberi kesan pertama yang

menenangkan pasien.

Jawab ucapan salam pasien yang masuk ke ruangan dokter/perawat/bidan

dengan jawaban yang baik. Lalu sambut pasien dengan senyuman karena

dengan senyum membuat hatinya itu menjadi tenang.

RAsulullah..sesungguhnya dlam senyum itu ada sedekah

2. Beri Motivasi pasien untuk selalu ikhtiar dalam menghadapi

penyakitnya

Kadangkala ada pasien yang sudah hampir putus asa dalam menghadapi

pnyakitnya dan merasa sudah tidak mungkin sembuh. Maka sebagai pelayan

kesehatan harus memberikan motivasinya. Sampaikan firman Allah Q.S. Ar

Ra’du ayat 11

ِ ُ‫إِنَّ هَّللا َ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َما بِأ َ ْنف‬:
‫س ِه ْم‬

(Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri)

kalau bisa hafalkan ayat dan maknanya untuk selalu disampaikan. Tidak

harus tugas seorang da’i untuk menyitir ayat2 Al Qur’an, namun petugas

kesehatan juga sangat bagus untuk memberikan motivasi dan bimbingan.

3
3. Ingatkan pasien untuk perbanyak ibadah dan bertaubat

Kullu banii Adam Khatta’un….setiap manusia pasti ada kesalahan,

wa khairu khattainna attawwabuun…dan sebaik-baiknya orang yang bersalah

adalah mereka yang bertaubat.

Kita menyadri bahwa setiap diri ini tidak luput dari dosa. Sampaikan

kepada pasien bahwa penyakit itu ujian, maka jadikan sakit sebagai

instropeksi diri untuk memperbaiki ibadahnya,muamalahnya dan yang

lainnya. Jaga sehat sebelum datang masa sakitmu !

4. Sampaikan kepada pasien agar sebelum minum obat mngucapkan

bismillah

Mungkin ada yang branggapan hal ini maslah kecil, sehingga tidak perlu

dijelaskan kepada pasien. Padahal sejatinya dari hal yang kecil barangkali bisa

mnjadi besar dan bermanfaat. Ingatkan pasien saat menulis resep atau

memberikan obat agar seblum meminumnya baca bismillahirrohmanirrohiim

dan selesai meminumnya mengucapkan alhamdulillahirobbil alamiin.

Rasulullah bersabda :

“Setiap pekerjaan yang mempunyai kebaikan namun tidak dimulai

padanya meyebut nama bismillah. Maka pekerjaan itu akan pincang” .(HR

IbnuHibban).

Hadist itu memperjelas betapa pentingnya basmallah untuk memulai suatu

pekerjaan sehari-hari yang bersifat positif. Selai penting Basmallah dapat

memberikan manfaat bagi diri kita sendiri.

4
B. Kebidanan dalam Islam

Bidan yang islami yaitu bidan yang bekerja menurut agama Islam, tidak

melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama ditengah-tengah masyarakat

serta menjaga perkataan dan perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Setiap profesi mutlak harus mempunyai kode etik. Kode etik adalah suatu

profesi yang merupakan norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap

bidan yang bersangkutan dalam melakukan tugas profesinya dan dalam

hidupnya dimasyarakat.

Damai kepada Allah yaitu ibadah. Damai kepada manusia yaitu bergaul.

Damai kepada alam yaitu berbuat baik. Tujuan kode etik bidan yaitu pada

dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik secara umum antara

lain:

1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota kesehatan.

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

Sifat Islam yang harus dimiliki bidan antara lain :

1. Kejujuran serta keikhlasan kepada Allah SWT.

2. Adil dan jujur dalam menjalankan tugasnya di dalam masyarakat,

sebagaimana firman Allah SWT surat Al Maidah: 8

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang

yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

5
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong

kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat

kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah: 8).

Sesuai dengan perkembangan zaman, dalam menjalankan tugasnya bidan

harus mempunyai tingkah laku dan akhlak yang dapat dicontohkan dalam

masyarakat. Selain itu sifat jujur, sabar, adil, ikhlas tertanam dalam jiwa kita

sebagai makhluk Allah SWT. Seperti kita lihat sekarang ada bidan yang salah

dalam menjalankan tugasnya, misalnya melakukan aborsi, tindakan seperti

inilah yang tidak sesuai dengan kode etik bidan, dan dapat menyimpang dan

nama-nama yang berisikan larangan-larangan dan petunjuk. Petunjuk tentang

bagaimana seorang bidan yang Islami dan menjalankan tugasnya.

Surat Al-Maidah ayat:2

Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-

Nya.” (QS Al-Maidah: 2)

Untuk itu alangkah sempurnanya apabila dalam menjalankan tugasnya

dimana saja (masyarakat) tetap berdasarkan kepada ajaran agama Islam,

karena kita ketahui bahwa bekerja yang baik merupakan bagian yang tidak

dipisahkan dari nilai-nilai berusaha dan bersungguh-sungguh untuk itu. Dan

bekerja yang baik menurut ajaran Islam yaitu atas dasar keimanan dan

keikhlasan dalam rangka mentaati perintah Allah SWT.

6
Sabda Rasulullah SAW :

ُ‫اِنَّا هللاَ يُ ِحبُ اِ َذا َع ِمدًا اَ َح ُد ُك ْم َع ِمالً اَ ْتقَنَه‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang dari kamu

melakukan sesuatu pekerjaan dan mencintai yang paling cermat.”

3. Tauhid yaitu mengesakan Allah sebagai Maha diperintahkan dalam ayat Al

Quran supaya mentaati Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT

Surat Al-Ikhlas ayat 1-4 :

Artinya :

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

(QS Al-Ikhlas: 1-4)

4. Bidan harus berpengetahuan luas, tidak hanya dalam bidang kesehatan

tetapi juga dalam bidang agama.

5. Kifayah, artinya suatu perbuatan jika dikerjakan oleh seseorang maka dosa

untuk satu desa akan terhapuskan.

Selain sifat bidan harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam

menjalankan tugasnya. Tugas dan kewajiban bidan antara lain:

1. Melakukan tindakan yang benar.

2. Menjaga privasi/kerahasiaan.

3. Menjaga agar tidak dapat merugikan masyarakat.

7
4. Menjaga nama baik masyarakat dalam profesinya sebagai bidan.

Ciri bidan yang Islami yaitu:

1. Lemah lembut dalam berucap.

2. Sopan santun dalam bersikap.

3. Selalu menyerahkan diri kepada Allah dan memulai sesuatu dengan

bacaan basmallah.

Ciri-ciri sikap terpuji yang harus dimiliki bidan adalah:

1. Sifat inovatif : bersifat memperkembangkan sesuatu yang baru. Orang

yang bersifat inovatif mempunyai ciri-ciri:

a. Gemar bersifat teliti.

b. Memiliki kesadaran dan kecakapan yang tinggi.

c. Tidak mudah putus asa.

2. Sifat kreatif yaitu memiliki kemampuan menciptakan sesuatu yang baru.

Anak yang kreatif mempunyai sifat kreatif. Ia selalu berusaha agar

hidupnya dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungannya.

Anak yang kreatif adalah anak yang selalu berusaha menggunakan dan

memanfaatkan lingkungannya dengan baik.

3. Sifat produktif : Banyak mendatangkan hasil. Ciri-cirinya:

a. Tidak ada waktu terbuang bagi dirinya.

b. Tidak melakukan pekerjaan yang dirasa menghasilkan semata-

mata bagi diri atau orang lain.

8
4. Kooperatif: Bersifat kerjasama bersedia membantu. Ciri-cirinya:

a. Orang yang bersifat kooperatif yaitu seseorang yang kooperatif

dalam kehidupan sehari-hari selalu peka dan tanggap serta peduli

terhadap keadaan

5. Bersifat percaya diri : percaya akan diri sendiri.

Ciri-cirinya :

a. Bekerja dengan tekun

b. Langkahnya mantap

c. Tidak mudah putus asa.

Tugas seorang bidan yaitu sesuai dengan wewenang bidan untuk

perluasannya harus mencapai kemampuan kompetensi yang sesuai dengan

jenis pelayanan yang akan dilakukan oleh seorang bidan yang Islami dalam

kehidupan bermasyarakat.

C. Pengertian Wasiat

Wasiat menurut bahasa artinya menyambungkan, berasal dari

kata washasy syai-a bikadzaa, artinya “ dia menyambungkan’’. Dikatakan

demikian karena seorang yang berwasiat berarti menyambungkan kebaikan

dunianya dengan kebaikan akhirat. Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan

yang akan dijalankan sesudah orang meninggal dunia

Pendapat lain mengatakan wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang

yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus

dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain

diluar harta peninggalan.

9
Demi terjaminnya wasiat dikemudian hari, orang yang berwasiat

hendaknya menjadikan sebagai saksi sekurang-kurangnya dua orang yang adil.

Wasiat sah bila dilakukan oleh seorang mukallaf yang merdeka atas kehendak

sendiri. Tidak sah wasiat dilakukan anak kecil , orang gila dan budak sekalipun

statusnya makatab tanpa seizing dari tuannya, dan tidak sah pula dilakukan oleh

orang yang dipaksa

Agar wasiat yang disampaikan oleh pemberi wasiat mudah

diamalkan.Orang yang diberi wasiat harus jelas namanya, ciri-cirinya bahkan

temoat tinggalnya. Karena jika orang yang dimaksudkan  tidak jelas identitasnya,

pelaksanaan wasiat akan menemukan kesulitan unutk melaksanakan wasiat yang

bersangkutan.

D.  Dasar Hukum Wasiat

َ ‫ َح‬ ‫أَ َح َد ُك ُم‬ ‫ت‬
َ ِ‫ ُكت‬ ‫ َعلَ ْي ُك ْم‬ ‫إِ َذا‬ ‫ض َر‬
‫ب‬ ُ ْ‫ ْال َمو‬ ‫إِ ْن‬ ‫ك‬ ِ ‫ ْال َو‬ ‫لِ ْل َوالِ َد ْي ِن‬  َ‫ َواألَ ْق َربِين‬  ‫ُوف ْال ُمتَّقِينَ َعلَى َحقًّا‬
َ ‫ت ََر‬ ‫خَ ْيرًا‬ ُ‫صيَّة‬ ِ ‫بِ ْال َم ْعر‬

            Terjemahannya:

            Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk

ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-

orang yang bertakwa.

E. Rukun Dan Syarat Wasiat

Adapun rukun wasiat terdiri atas:

1)      Orang yang mewasiatkan (mushi)

2)      Orang yang menerima wasiat (musha lah)

3)      Harta yang diwasiatkan (musha bih)

10
4)      Lafal ijab dan qabul (shighat)

Sesuai dengan rukun wasiat tersebut, maka beberapa syarat harus dipenuhi

dalam pelaksanaan wasiat, yaitu:

1)      Syarat-syarat orang yang berwasiat

a.    Orang yang berwasiat merupakan pemilik sempurna terhadap harta yang

diwasiatkan

b.    Orang yang berwasiat haruslah orang yang cakap bertindak hukum

(mumayiz), merdeka, berakal (tidak gila) dan adil

c.    Wasiat dilakukan secara sadar dan sukarela. Oleh sebab itu, orang yang

dipaksa untuk berwasiat atau tidak sengaja dalam berwasiat,  wasiatnya

tidak sah

d.    berakal sehat, dan tidak ada paksaan dari pihak lain

2)      Syarat Penerima Wasiat

a.    Penerima wasiat adalah orang yang ditunjukkan secara khusus bahwa ia

berhak menerima wasiat

b.    Penerima wasiat mesti jelas identitasnya, sehingga wasiat dapat diberikan

kepadanya

F. WASIAT WAJIBAH

Wasiat wajibah secara etimologi adalah wasiat yang wajib. Sedangkan

menurut terminologi wasiat wajibah adalah suatu tindakan hakim peradilan atau

lembaga yang mempunyai hak untuk mengambil sebagian harta orang yang

meninggal diberikan kepada orang tertentu (dalam keadaan tertentu) walaupun

orang yang meninggal tidak melakukan wasiat. Istilah wasiat wajibah

11
dipergunakan pertama kali di Mesir melalui UU Hukum Waris 1946 untuk

menegakkan keadilan dan membantu cucu yang tidak memperoleh hak warisnya.

ketentuan hukum ini bermanfaat bagi anak anak dari anak laki laki yang

meninggal atau  anak laki-laki dari anak laki laki terus ke bawah. Sedangkan

untuk garis anak perempuan hanya berlaku untuk anak dari anak perempuan saja

tidak berlanjut sampai generasi selanjutnya. Pemberian wasiat wajibah ini harus

tidak melebihi dari sepertiga tirkah yaitu harta yang ditinggalkan.

Terdapat dua unsur penting yang membedakan antara wasiat biasa dan wasiat

wajibah, yaitu:

1.    Wasiat wajibah ditetapkan melalui ketetapan hukum dan perundang-undangan,

sehingga pelaksanaannya juga menurut perundang-undangan dan ketetapan

hukum, tidak bergantung pada ada atau tidak adanya wasiat dari pihak pewaris.

Tentu saja ketetapan ini sangat berbeda dengan wasiat biasa, dimana wasiat

biasa sangat bergantung pada adanya wasiat dari pihak pewaris. Dalam tata

aturannya wasiat wajibah mirip dengn tata cara kewarisan, seperti tidak

dibutuhkan adanya ijab qabul dan bersifat memaksa oleh peraturan perndang-

undangan.

2.    Wasiat di peruntukkan bagi saudara yang terdapat suatu halangan (syarak),

atau karena terdindingi oleh ahli waris yang lain, sehingga tidak berhak

menerima warisan. Berbeda dengan wasiat wajibah yang boleh siapa saja

walaupun tidak ada hubungan nasab.

Dalam perundang-undangan Mesir terdapat banyak pasal yang membahas

tentang wasiat wajibah, pokok kesimpulannya adalah wasiat wajibah berarti

12
pemberian wasiat yang diwajibkan oleh Undang-Undang yang diperuntukkan

bagi cucu yang orangtuanya meninggal, sedangkan kakek dan neneknya masih

hidup, dan dikemudian hari saat kakek dan nenek meninggal dunia tidak

meninggalkan wasiat untukya.

Wasiat wajibah yang dikenal di Indonesia hanya diperuntukkan untuk anak

angkat dan/atau orangtua angkat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 209

Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

1.    Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176-193,

sedangkan untuk orangtua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta peninggalan anak angkatnya.

2.    Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat wajibah sebanyak-

banyaknya sepertiga dari harta warisan orangtua angktnya.

Dapat diperhatikan bahwa pasal 209 KHI ini masih sangat belum lengkap,

sehingga masih memungkinkan terjadi polemik perdebatan. Meskipun demikian

tetapi pasal 209 ini harus ditafsirkan sebagai berikut:

1.    Seorang anak angkat telah mempunyai hubungan kewarisan dengan orangtua

kandungnya maupun kerabat-kerabatnya.

2.    Orangtua ankgkat hanya mungkin mendapatkan warisan anak angkatnya

dengan cara wasiat atau wasiat wajibah.

3.    Demikian pula anak angkatnya hanya mungkin memperoleh harta warisan dari

orangtua angkatnya juga dengan cara wasiat atau wasiat wajibah.

G. Pengertian hibah

13
Secara bahasa hibah berasal dari Bahasa Arab yaitu “wahaba”  yang

berarti lewat satu tangan ketangan yang lain atau dengan arti kesadaran untuk

melakukan kebaikan. Setiap orang yang memiliki harta dan memberikannya

kepada orang lain dengan ikhlas dapat disebut dengan hibah. Jadi hibah

merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada orang lain selagi hidup sebagai

hak miliknya dalam keadaan sadar dan sehat, tanpa mengharapkan balasan.

Apabila mengharapkan balasan semata-mata dari Allah maka disebut sedekah, tp

jika bertujuan untuk memuliakan maka dinamakan hadiah/hibah.  

H.  Rukun hibah

Adapun rukun hibah menurut jumhur ulama’ hampir sama dengan rukun

jual beli, bedanya dalam jual beli subjeknya seorang penjual dan pembeli

sedangkan dalam hibah subjeknya adalah pemberi dan penerima. Rukun hibah ada

empat yaitu, pemberi, penerima, barang hibah dan akad, yang dijelaskan sebagai

berikut:

1.      Pemberi hibah, adalah pemilik sah barang yang akan dihibahkan, para ulama’

sepakat bahwa seorang diperbolehkan berhibah, apabila barang yang akan

dihibah merupakan miliknya secara sah dan sempurna. Kemudian disyaratkan

harus berakal, baligh, sehat jasmani rohani dan cakap dalam bertransaksi.

2.      Penerima hibah, adalah setiap orang baik perorangan maupun badan hukum

yang layak menerima barang hibah. Hibah boleh diberikan kepada ahli waris

maupun bukan ahli waris, muslim maupun non muslim, karena dalam Islam

tidak ada batasan untuk saling memberi (hibah). Tapi  Seorang penerima hibah

juga diharuskan seperti pemberi hibah, yaitu harus berakal, baligh, dan cakap

14
bertransaksi. Jika penerima hibah belum cukup umur atau belum cakap

bertindak ketika melaksanakan transaksi maka anak tersebut dapat diwakilkan

oleh walinya.

3.      Barang atau harta hibah, segala sesuatu yang sah milik seseorang baik yang

bergerak maupun tidak bergerak. Bahkan dalam hibah diperbolehkan

menghibahkan manfaat, hasil suatu barang dan hutang. Adapun syarat-syarat

dari barang hibah adalah: 1) barang hibah harus milik dari pihak pemberi

secara sah dan sempurna. 2) barang yang dihibahkan harus sudah wujud (ada).

3) diwajibkan berupa barang yang boleh dimiliki oleh agama serta tidak

membawa kemadharatan.

4.      Akad (Ijab Kabul), dalam hibah akad boleh dilakukan dengan cara lisan,

tertulis atau isyarat asalkan semuanya mengandung arti beralihnya

kepemilikan harta secara cuma-cuma.

I. Hukum hibah

            Dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi dan ijma’ sudah sangat jelas bahwa hukum

dari hibah adalah sunah, karena Allah menganjurkan para hambanya untuk saling

memberi seperti yang telah dijelaskan dalam fiman Allah surat Al-Baqarah ayat

177

ِ ‫ َوآَتَى ْال َما َل َعلَى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَى َو ْاليَتَا َمى َو ْال َم َسا ِكينَ َوا ْبنَ ال َّسبِي ِل َوالسَّائِلِينَ َوفِي الرِّ قَا‬.............
‫ب‬

Artinya: “memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak

yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-

orag yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya”

15
Dalam surat ini sudah jelas bahwa Allah telah menganjurkan untuk

memberi atau hibah, jadi hukum dari hibah adalah sunah. Tetapi diharamkan bagi

seorang pemberi menarik kembali barang atau harta hibah yang telah diberikan

kepada orang lain, kecuali penarikan hibah dari seorang ayah kepada anaknya hal

ini sesuai denga hadits nabi yaitu:

ُ‫ب ِهبَةً فَيَرْ ِج َع فِيهَا إِالَّ ْال َوالِ َد فِي َما يُ ْع ِطى َولَ َده‬
َ َ‫َطيَّةً أَوْ يَه‬
ِ ‫الَ يَ ِحلُّ لِ َر ُج ٍل أَ ْن يُ ْع ِط َى ع‬

Artinya: “tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian itu, kecuali

seorang ayah terhadap apa yang diberikan kepada anaknya”

Hadits ini menunjukkan bahwa haram hukumnya menarik kembali pemberian,

kecuali pembrian seorang ayah terhadap anaknya. Baginya diperbolehkan

meminta kembali apa-apa yang pernah diberikan kepada anaknya.

J.  Hikmah

Hibah memiliki beberapa hikmah, diantaranya adalah:

1)      Menghidupkan semangat kebersamaan dan tolong menolong.

2)      Menumbuhkan sikap demawan dan mengikis sifat bakhil.

3)      Menimbulkan sifat terpuji seperti saling menyayangi dan menghilangkan

sifat tercela seperti rakus dan lainnya.

4)      Pemerataan pendapatan sehingga menciptakan stabilitas sosial yang baik.

5)      Tercapainya keadilan dan kemakmuran yang merata.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya.


Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
2006.
Asmuni, Ringkasan Fikih Lengkap. Jakarta: Darul Falah, 2005.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, Cet.2, 1989.
Fiqih Islam. Jakarta: Amazah, 2010.
Hasan, Mustofa. Penghantar Hukum Keluarga. Bandung: Pustaka Setia,
2011.
Karim, Helmi. Fiqih Muamalah.  PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Muhibbin , Moh dan Abdul Wahis. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar
Grafika, 2009.
Saebani, Beni Ahmad. Fiqih Mawaris. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Sahabuddin et al., Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata. Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
Shomad ,Abd. Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2010.
Usman, Rachmadi. Hukum Kewarisan Islam Dalam Dimensi Kompilasi
Hukum Islam. Bandung: Mandar Maju, 2009.
Usman, Suparman. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Gaya
M.Amien Rais. Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung :
Mizan, Cet.1. 1987.
Media Pramata, 2002.
Zuhaili, Wahbah.  Fiqh Imam Syafi’i. Jakarta: Almahira, 2000.

17

Anda mungkin juga menyukai