Anda di halaman 1dari 47

BUKU PRAKTIK LABORATORIUM

STANDAR OPERATING PROCEDUR (SOP)

KEPERAWATAN KRITIS

NAMA MAHASISWA : .................................................

NIM : .................................................

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D.III

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021

1
JUDUL BUKU :

BUKU PRAKTIK LABORATORIUM

STANDAR OPERATING PROCEDUR ( SOP )

KEPERAWATAN KRITIS

TIM PENYUSUN :

Ns. Endiyono, S.Kep , M.Kep

Ns. Sri Suparti, S.Kep, M.Kep

Edisi ke-1

Hak cipta © 2021 oleh Tim Keperawatan Kritis

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Buku ini dipergunakan di lingkungan sendiri.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa seizin tertulis
dari Tim Keperawatan Kritis Fakultas Ilmu Kesehatan UMP

2
Visi Program Studi

Menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tenaga kesehatan perawat


yang unggul, modern dan islami peringkat 10 besar nasional tahun 2025.

Misi Program Studi

1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat secara


profesional dalam rangka menghasilkan lulusan perawat yang memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif sesuai dengan tuntutan zaman.
2. Menjalankan manajemen program studi sesuai dengan prinsip Good Faculty Governance
secara dinamis.
3. Melaksanakan Catur Dharma yang terdiri dari pendidikan, penelitian, pengabdian pada
masyarakat, Al-Islam dan kemuhammadiyahan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
Islam yang universal sehingga dapat dihasilkan lulusan perawat yang beriman, bertaqwa
dan berakhlak mulia.

Tujuan Program Studi

1. Menjadi lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat tenaga


kesehatan yang mampu menghasilkan perawat yang memiliki keunggulan klinik
kegawatdaruratan yang profesional sesuai dengan tuntutan zaman dan berorientasi
internasional.
2. Menjadi program studi yang menerapkan Good Faculty Governance dalam pemberian
pelayanan yang ramah, cepat dan jelas.
3. Menghasilkan perawat yang mengaktualisasikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam dalam
menjalankan profesinya.

3
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat yang diberikan sehingga
Buku Parktik Keperawatan Kritis ini dapat tersusun. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku
ini.

Buku ini dibuat sebagai pedoman untuk mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam melaksanakan praktek
keperawatan kritis di laboratorium.

Dengan terbitnya buku standar operating procedur ini diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui dan mampu melakukan pertolongan pada klien dengan kasus critical care.

Semoga dengan kehadiran buku ini dapat menyumbangkan kemajuan bagi dunia
keperawatan pada umumnya, dan tak lupa sumbang saran kami butuhkan untuk
penyempurnaan buku ini. Terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Penyusun :

Tim Keperawatan Kritis

4
DAFTAR ISI

Halaman judul ………………………………………………………………………….. 1

Visi & Misi ............................................................................. 2

Kata pengantar ………………………………………………………………………….. 3

Daftar isi ………………………………………………………………………….. 4

Tata Tertib ………………………………………………………………………….. 5

Prosedur Pengambilan Darah Arteri ………………………………………………………………………….. 6

Intubasi Endotracheal Oral ………………………………………………………………………….. 15

Saturasi Oksigen ………………………………………………………………………….. 21

Terapi Oksigen ………………………………………………………………………….. 24

Endotracheal Atau Tracheostomi ………………………………………………………………………….. 37


Suctioning

T-Piece ………………………………………………………………………….. 44

Daftar pustaka ………………………………………………………………………….. 45

5
TATA TERTIB PENGGUNAAN LABORATORIUM

1. Seluruh mahasiswa yang akan memasuki laboratorium keperawatan harus mengenakan


seragam lengkap dan name tag dan logonya serta wajib memakai sepatu.
2. Sebelum memasuki ruangan laboratorium keperawatan alas kaki harap dilepas.
3. Dilarang membawa tas ke ruang laboratorium keperawatan atau meletakan tas di tempat
yang telah disediakan.
4. Pemakaian laboratorium keperawatan harus berhati-hati dalam mengoprasikan alat-alat
dan manikin di laboratorium keperawatan (kerusakan akibat pemakaian diluar prosedur
ditanggung oleh pemakai).
5. Pemakaian laboratorium keperawatan harus seijin ketua laboratorium keperawatan dan
didampingi oleh instruktur praktek (dosen pengampu/laboran).
6. Dilarang duduk ditempat tidur
7. Dilarang menyalahgunakan pemanfaatan fasilitas yang tersedia
8. Dilarang corat-coret / mengotori seluruh inventaris laboratorium keperawatan yang ada.
9. Pemakai laboratorium keperawatan harus merapikan kembali seluruh alat dan manikin
yang telah digunakan selama praktek termasuk tempat tidur.
10. Aspek penilaian yang digunakan buku pedoman ini adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa harus 100 % kehadiran selama parktek
b. Mahasiswa dinyatakan lulus keterampilan bila mendapatkan :
 Nilai A dengan kisaran 88 -100 : 90 % point
 Nilai B dengan kisaran 76 - 87 : 80 % point
 Nilai C dengan kisaran 60 - 75 : 75 % point
c. Mahasiswa dinyatakan tidak lulus bila kurang dari 75 % point dan bagi mahasiswa yang
bersangkutan harus/wajib mengulang sampai batas waktu yang telah disepakati pada
semester yang sama dengan mendapatkan bimbingan intensif yang terjadual.

6
PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH ARTERI

ANALISA GAS DARAH (ARTERIAL BLOOD GASES)

Pengertian

Analisa Gas Darah (AGD) atau disebut juga analisa gas darah arteri adalah tes untuk mengukur
jumlah oksigen dan karbon dioksida darah serta keasaman (pH) darah.

Indikasi

1. Untuk mengevaluasi distress pernapasan akut dan membantu dalam menentukan


intervensi terapeutik.
2. Untuk mengetahui keberadaan dan beratnya masalah dengan adanya perubahan oksigen
dan karbon dioksida.
3. Untuk menganalisa keseimbangan asam-basa.
4. Untuk menilai keefektifan intervensi pernapasan seperti pada pengguna ventilator
kontinyu atau terapi oksigen.

Indikasi Kontra dan Kewaspadaan

1. Ada pembedahan sebelumnya pada are punksi (seperti pemotongan atau pembedahan
arteri femoralis).
2. Pasien sedang menggunakan antikoagulan atau diketahui menderita koagulopati.
3. Infeksi kulit atau kerusakan kulit lainnya (seperti luka bakar) pada tempat punksi.
4. Menurunya sirkulasi kolateral.
5. Aterosklerosis berat.
6. Cedera serius pada ekstremitas.
7. Terapi trombolitik atau direncanakan akan melakukan tindakan serupa.

Persiapan Alat

 Spuit (ukuran 3 ml).


 Jarum 20- sampai 25-G (untuk punksi radialis gunakan jarum yang lebih kecil).
 Jarum kupu-kupu 23- sampai 25-G (untuk pasien anak-anak).
 Antiseptik.
 Spuit heparin 1- sampai 2 strip.
 Kassa pembalut.
 Anestesi lokal.

7
Persiapan Pasien

1. lokasi ini sebaiknya dihindari karena berisiko komplikasi (seperti hematoma atau Memilih
tempat punksi tergantung pada keadaan klinis, seberapa cepatnya sampel dibutuhkan,
dan status sirkulasi pasien. Tempat yang lebih disukai kebanyakan pasien adalah arteri
radialis (Gambar 1).
Tempat kedua tersering adalah arteri brakialis. Arteri femoralis paling sering digunakan
pada pasien dengan penyakit kritis atau cedera, namun hemorrhage, perdarahan lebih
sulit dikontrol).

Gambar 1. Anatomi pergelangan tangan (Reis, n. d.).

1. Jika arteri radialis yang dipilih sebagai tempat punksi sebaiknya lakukan pengecekan
sirkulasi kolateral pada tangan dengan melakukan tes Allen. Lakukan hal-hal berikut ini:
 Tinggikan tangan dan lengan pasien beberapa detik. Minta pasien membuka dan
mentup kepalan tangannya beberapa kali. Bendunglah arteri radialis dan ulnaris secara
bersamaan sampai tampak pucat. Jika pasien tidak sadar atau tidak kooperatif angkat
tangan lebih tinggi dari level jantung dan tekanlah hingga tampak pucat.
 Saat penekanan pada arteri telah dilakukan, mintalah pasien membuka genggaman
dan merileks-kan tangannya.
 Lepaslah tekanan pada arteri ulnaris sementara arteri radialis tetap ditekan. Amatilah
dengan seksama tangan dan telapak tangan yang segera memerah, yang
mengindikasikan kepatenan arteri ulnaris. Keseluruhan tangan harus kembali
berwarna dalam 5 – 10 detik. Tangan yang kemerahan dalam 15 detik menunjukkan
sirkulasi kolateral yang adekuat sehingga arteri radialis boleh digunakan untuk punksi
arteri.

8
2. Posisi ekstremitas:
 Radialis: Setabilkan pergelangan tangan dengan gulungan handuk kecil. Pergelangan
tangan sebaiknya dorsofleksi 30 derajat.
 Brakialis: Tempatkan gulungan handuk kecil di bawah sikut pasien dengan
hiperekstensi sikut. Putarlah pergelangan tangan pasien ke arah luar.
 Femoralis: Putarlah tungkai sedikit ke arah luar. Pilih tempat punksi di dekat lipatan
inguinal, sekitar 2 cm di bawah ligamen inguinal.

Langkah-langkah Prosedur

1. Mencuci tangan sebelum mempersiapkan alat.


2. Jika spuit tidak berisi heparin, masukkan 1 – 2 ml heparin dan angkat spuit ke arah atas,
keluarkan kelebihan heparin dan gelembung udara dari spuit. Jika spuit sudah berisi
heparin, pasanglah jarum pada spuit.
3. Tempatkan peralatan pada tempat yang mudah dijangkau.
4. Mencuci tangan sebelum memulai prosedur.
5. Palpasi nadi dan tentukan titik dengan denyut maksimal (Gambar 2).

Gambar 2. Meraba denyut arteri radialis (Reis, n. d.).

6. Pada pasien cemas lebih baik dilakukan anestesi lokal. Injeksikan 0,2 – 0,3 ml anestesi
subkutan di dekat arteri atau di atas arteri. Lakukan aspirasi sebelum menginjeksikan
anestesi untuk mencegah injeksi ke dalam pembuluh darah. Tunggulah 3 sampai 4 menit
hingga anestesi efektif.
7. Bersihkan kulit dengan larutan antiseptik.
8. Gunakan jari telunjuk yang tidak memegang jarum untuk meraba denyut arteri proksimal
dari tempat punksi. Teknik lainnya adalah membatasi pulsasi arteri dengan dua jari dan
lakukan punksi di antara dua jari itu.
9. Peganglah spuit seperti memegang pensil. Arahkan jarum ke atas siku dan lakukan punksi
pada kulit secara perlahan pada sudut sekitar 45 – 60 derajat pada arteri radialis atau
brakialis (90 derajat pada arteri femoralis). Perhatikan poros jarum sampai darah terlihat.
10. Saat darah tampak, hentikan memasukkan jarum dan biarkan darah masuk dengan leluasa
ke dalam spuit. Darah harus terisi ke dalam spuit tanpa aspirasi, kecuali pasien mengalami
hipotensi berat. Darah arteri seharusnya tampak secara spontan tampak pada poros
jarum. Pada pasien hipotensi berat boleh dilakukan aspirasi ringan untuk mendapatkan
sampel.

9
11. Jika punksi tidak berhasil, kedua dinding arteri mungkin sudah tertembus jarum. Tariklah
jarum perlahan-lahan hingga ujung jarum kembali masuk ke dalam arteri dan darah
mengalir ke dalam spuit. Jika jarum gagal masuk ke dalam arteri dan denyut masih ada,
tariklah jarum dan arahkan kembali pada titik denyut maksimal. Lakukan setidaknya tiga
kali sebelum berhenti dan pindah ke tempat punksi lainnya. Jika mau bisa menggunakan
jarum kupu-kupu (Gambar 3).

Gambar 3. Menggunakan jarum kupu-kupu saat prosedur sulit dilakukan (Reis, n. d.).

12. Tidak adanya denyut biasanya menunjukkan spasme arteri atau terjadi hematoma. Jika ini
terjadi, tarik jarum segera, lakukan penekanan langsung dan pilihlah tempat lainnya.
13. Dapatkan sampel darah 1-2 ml. Angkatlah jarum dari arteri, lakukan penekanan pada
tempat punksi dengan kassa/kapas kering setidaknya 5 menit (lebih lama lagi pada pasien
yang menggunakan antikoagulan dan kelainan pembekuan darah) . Tiga langkah berikut ini
dikerjakan oleh asisten:
 Siapkan sampel darah untuk laboratorium dengan membuang gelembung udara ke
luar. Arahkan spuit dan jarum ke atas, dorong gelembung udara keluar pada kapas
kering untuk menyerap tetes darah.
 Masukkan jarum ke dalam penutupnya atau angkat jarum dengan penjepit dan tutup
spuit dengan pentup karet. Putarlah spuit dengan perlahan-lahan untuk
mencampurkan heparin dan darah.
 Spuit diberi label nama dan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh akan meningkatkan
tekanan parsial oksigen (PO2) dengan signifikan. Tempatn spuit di dalam es dan segera
bawa ke laboratorium untuk dianalisa.
14. Tempatkan kapas atau kassa steril pada bekas tempat punksi dan diplester. Cek sirkulasi
dan denyut nadi ekstremitas setiap 15 menit.

Pertimbangan Usia

1. Tempat punksi yang lebih disukai pada anak-anak adalah arteri radialis.
2. Arteri brakialis lebih besar daripada arteri radialis, dan karenanya lebih mudah diraba pada
anak-anak.
3. Arteri femoralis sebaiknya digunakan sebagai pilihan ketiga, karena tempat ini memiliki
risiko lebih besar kmplikasi.

10
4. Gunakan jarum kupu-kupu 23- atau 25-G, jarum dan spuit harus berisi heparin.
5. Ambil sekitar 0,5 – 1 ml untuk analisa gas darah, sisanya digunakan untuk tes laboratorium
lainnya jika diperlukan.

Komplikasi

1. Neuropati kompresi dapat terjadi sekunder dari hematoma yang disebabkan oleh punksi
arteri, terutama berisiko pada pasien yang menggunakan antikoagulan.
2. Jika gelembung udara tidak dikeluarkan dari sampel darah, PO2 dapat meningkat dan hasil
tes menjadi tidak akurat.
3. Sampel darah mungkin membeku jika heparin dan darah tidak bercampur dengan adekuat.
4. Spasme arteri atau terjadi hematoma mungkin terjadi karema gangguan sirkulasi pada
ekstermitas, khususnya pada arteri brakialis, karena tidak ada sirkulasi kolateral.
5. Cedera saraf munkin terjadi akibat dari punksi pada saraf secara tak disengaja.

Pembelajaran untuk Pasien

1. Tidak boleh mengosok-gosok bekas tempat punksi.


2. Melaporkan jika ada perdarahan, nyeri, kebas/kesemutan, geli setelah punksi arteri.

Nilai Normal AGD

pH 7.35-7.45

Tekanan parsial oksigen (PaO2) 75-100 mm Hg

Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) 35 – 45 mmHg

Konten oksigen (O2ct) 15 – 23%

Bikarbonat (HCO3) 20 – 26 mmHg

Saturasi oksigen (SaO2) 94 – 100%

Beberapa istilah penting:

 Asidemia : pH darah kurang dari 7,35.


 Alkalemia : pH darah lebih dari 7,45.
 Asidosis : Suatu proses yang disebabkan menumpuknya asam (bukan karena pH yang
abnormal).
 Alkalosis : Suatu proses yang disebabkan karena menumpuknya alkali atau basa (bukan
karena pH yang abnormal).

11
Pengkajian Cepat Asam – Basa

Tabel. Pedoman pengkajian cepat terhadap keseimbangan asam – basa.

Keseimbangan Asam-Basa pH PaCO2 HCO3-


Asidosis respiratori akut Menurun Meningkat Tak berubah

Asidosis respiratori kronis Menurun Meningkat Meningkat*


(terkompensasi)

Alkalosis respiratori akut Meningkat Menurun Tak berubah*

(perunan akan terjadi bila


kondisi telah terjadi
selama berjam-jam,
enunjukkan bahwa fungsi
gijal adekuat).

Alkalosis respiratori kronis Meningkat Menurun Menurun

Asidosis metabolik akut Menurun Menurun* Menurun

Asidosis metabolik kronis Menurun Menurun* (tidak Menurun


sebanyak tipe
akut)

Alkalosis metabolik akut Meningkat Meningkat* Meningkat


(dapat mencapai
60)

Alkalosis metabolik kronis Meningkat Meningkat* Meningkat

*Respons kompensasi (Horne & Swearingen, 2001).

Contoh-contoh:

 Asidosis respiratori pH = 7,21 PaCO2 = 55 HCO3 = 22


Asidosis respiratori terkompensasi pH = 7.34 PaCO2 = 56 HCO3 = 29.5

 Alkalosis respiratori pH = 7.57 PaCO2 = 24 HCO3 = 21.5


Alkalosis respiratori terkompensasi pH = 7.46 PaCO2 = 22 HCO3 = 15.3

 Asidosis metabolik pH = 7.21 PaCO2 = 40 HCO3 = 15.6


Asidosis metabolik terkompensasi pH = 7.34 PaCO2 = 28 HCO3 = 14.7

 Alkalosis metabolic pH = 7.51 PaCO2 = 39 HCO3 = 30.4


Alkalosis metabolik terkompensasi pH = 7.45 PaCO2 = 46 HCO3 = 31.2

12
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN PEMERIKSAAN AGD

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A. Alat

a. Spuit (ukuran 3 ml). 1

b. Jarum 20- sampai 25-G (untuk punksi radialis gunakan jarum 1


yang kecil).

c. Jarum kupu-kupu 23- sampai 25-G (untuk pasien anak-anak). 1

d. Antiseptik. 1

e. Spuit heparin 1- sampai 2 strip 1

f. Kassa pembalut. 1

g. Anestesi lokal. 1

B. Tahap Pra Interaksi 1

1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1

2. Mencuci tangan. 1

3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar. 1

C. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2


keluarga/klien.

3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan. 1

D. Tahap Kerja

1. Mengatur posisi pasien: supinasi. 1

2. Memilih tempat punksi dan melakukan tes Allen. 1

3. Mencuci tangan sebelum mempersiapkan alat. 1

4. Jika spuit tidak berisi heparin, masukkan 1 – 2 ml heparin 1


dan angkat spuit ke arah atas, keluarkan kelebihan heparin
dan gelembung udara dari spuit. Jika spuit sudah berisi
heparin, pasanglah jarum pada spuit.

13
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Tempatkan peralatan pada tempat yang mudah dijangkau. 1

6. Mencuci tangan sebelum memulai prosedur. 1

7. Palpasi nadi dan tentukan titik dengan denyut maksimal. 1

8. Pada pasien cemas lebih baik dilakukan anestesi lokal. 1


Injeksikan 0,2 – 0,3 ml anestesi subkutan di dekat arteri atau
di atas arteri. Lakukan aspirasi sebelum menginjeksikan
anestesi untuk mencegah injeksi ke dalam pembuluh darah.
Tunggulah 3 sampai 4 menit hingga anestesi efektif.

9. Bersihkan kulit dengan larutan antiseptik. 3

10. Gunakan jari telunjuk yang tidak memegang jarum untuk 3


meraba denyut arteri proksimal dari tempat punksi. Teknik
lainnya adalah membatasi pulsasi arteri dengan dua jari dan
lakukan punksi di antara dua jari itu.

11. Peganglah spuit seperti memegang pensil. Arahkan jarum ke 3


atas siku dan lakukan punksi pada kulit secara perlahan pada
sudut sekitar 45 – 60 derajat pada arteri radialis atau
brakialis (90 derajat pada arteri femoralis). Perhatikan poros
jarum sampai darah terlihat.

12. Saat darah tampak, hentikan memasukkan jarum dan 3


biarkan darah masuk dengan leluasa ke dalam spuit. Darah
harus terisi ke dalam spuit tanpa aspirasi, kecuali pasien
mengalami hipotensi berat. Darah arteri seharusnya tampak
secara spontan tampak pada poros jarum. Pada pasien
hipotensi berat boleh dilakukan aspirasi ringan untuk
mendapatkan sampel.

13. Jika punksi tidak berhasil, kedua dinding arteri mungkin 3


sudah tertembus jarum. Tariklah jarum perlahan-lahan
hingga ujung jarum kembali masuk ke dalam arteri dan
darah mengalir ke dalam spuit. Jika jarum gagal masuk ke
dalam arteri dan denyut masih ada, tariklah jarum dan
arahkan kembali pada titik denyut maksimal. Lakukan
setidaknya tiga kali sebelum berhenti dan pindah ke tempat
punksi lainnya. Jika mau bisa menggunakan jarum kupu-
kupu.

14.Mengambil sampel darah 1-2 ml. Angkatlah jarum dari 4


arteri, lakukan penekanan pada tempat punksi dengan
kassa/kapas kering setidaknya 5 menit (lebih lama lagi pada
pasien yang menggunakan antikoagulan dan kelainan

14
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
pembekuan darah). Tiga langkah berikut ini dikerjakan oleh
asisten:

 Siapkan sampel darah untuk laboratorium dengan


membuang gelembung udara ke luar. Arahkan spuit dan
jarum ke atas, dorong gelembung udara keluar pada kapas
kering untuk menyerap tetes darah.
 Masukkan jarum ke dalam penutupnya atau angkat jarum
dengan penjepit dan tutup spuit dengan pentup karet.
Putarlah spuit dengan perlahan-lahan untuk
mencampurkan heparin dan darah.
 Spuit diberi label nama dan suhu tubuh. Peningkatan suhu
tubuh akan meningkatkan tekanan parsial oksigen (PO 2)
dengan signifikan. Tempatn spuit di dalam es dan segera
bawa ke laboratorium untuk dianalisa.
15. Tempatkan kapas atau kassa steril pada bekas tempat 3
punksi dan diplester. Cek sirkulasi dan denyut nadi
ekstremitas setiap 15 menit.

E. Tahap Terminasi

1. Merapikan pasien. 1

2. Berpamitan dengan pasien. 1

3 Membereskan alat-alat. 1

4. Mencuci tangan. 1

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan. 1

Total 50

Purwokerto, .....................................

Evaluator

___________________

15
INTUBASI ENDOTRAKEAL ORAL

Indikasi

Untuk menempatkan selang melalui mulut. Rute oral biasanya digunakan untuk pasien-pasien
koma, apneu, sedasi, atau paralisis. Indikasinya sebagai berikut:

1. Untuk menjaga jalan napas pasien adekuat


2. Untuk memfasilitasi ventilasi mekanis
3. Untuk memberikan rute bagi pemindahan sekret paru-paru
4. Untuk memberikan rute bagi pmberian obat bagi pasien cardiac arrest

Indikasi kontra dan Penyebab

Tidak ada indikasikontra absolut untuk intubasi oral, namun prosedur harus dipertimbangkan
dengan hati-hati dan dilakukan apabila pasien dalam keadaan berikut ini:

1. Refleks menelan baik.


2. Risiko atau aktual cedera tulang belakang servikal.

Perlengkapan

1. Selang endotrakeal: 1 – 5 mm tak bermanset, 6 – 9 mm bermanset


2. Pegangan laringoskop
3. Blade laringoskop: lengkung (ukuran 1 – 4), lurus (ukuran 1 – 4)
4. Stilet yang fit dengan ukuran selang endotrakeal
5. Syringe 10-ml untuk mengembangkan manset selang
6. Pelumas atau jeli lidokain untuk intubasi nasal
7. Benzokain, kokain, atau fenilefrin hidroklorida tetes (Neo-Synephrine) atau spray untuk
intubasi nasal.
8. Obat-obatan sesuai yang diresepkan untuk paralisis dan sedasi
9. Penanda selang atau isolasi
10. Stetoskop
11. Bag-valve-mask dengan reservoir tersambung ke oksigen 100%
12. Perlengkapan pendukung tambahan:
 Suction, lengkap dengan penanda kateter dan suction
 Bagian-bagian ekstra laringoskop dan battere
 Detektor karbondioksida untuk mengkonfirmasi posisi selang (pilihan)
 Oksimetri nadi untuk memonitor saturasi oksigen selama intubasi dan untuk
membantu mengkonfirmasi penempatan selang (pilihan)
13. Restrain tungkai

16
Persiapan Pasien

1. Letakkan pasien pada posisi supinasi dengan kepala pada posisi tegap sebab jika tidak
berisiko menimbulkan cedera tulang belakang servikal. Setabilkan kepala secara manual
apabila pergerakan spinalis adalah indikasi kontra.
2. Lakukan hiperventilasi awal dengan oksigen 100% menggunakan sungkup berkantong-
katup (bag-valve-mask).
3. Lakukan monitor jantung dan saturasi oksigen.
4. Berikan sedatif, agen paralitik atau anestesia topikal sesuai yang diresepkan.
5. Lakukan restrain (pembatasan) pada pasien sesuai indikasi untuk mencegah kecelakaan
ekstubasi.

Langkah-langkah Prosedur

1. Pastikan semua perlengkapan laringoskop bekerja dengan baik. Kembangkan manset


selang endotrakeal untuk melakukan tes kebocoran udara dan kempeskan setelah dites.
2. Masukkan stilet (stylet) ke dalam selang endotrakeal dan berikan pelumas yang mudah
larut dalam air (water-soluble lubricant) untuk memudahkan pemasukan selang. Pastikan
penempatan jarum kecil tepat ke dalam selang endotrakeal. Pastikan jarum kecil tidak
melewati ujung selang.
3. Nyalakan suction dan tempatkan penanda suction (tonsil-tip suction) dekat dengan kepala
pasien.
4. *Masukkan laringoskop dengan tangan kiri. Lidah pasien harus digeser ke kiri dan
laringoskop dimasukkan dan diangkat ke atas dan keluar dari intubator. Hati-hati jangan
sampai membenturkan laringoskop pada gigi pasien! Dorong blade laringoskop ke bawah
epiglotis jika menggunakan blade lurus atau ke dalam vallecula jika menggunakan blade
yang melengkung (lihat gambar 1).
5. *Visualisasikan epiglotis dan korda vokalis (lihat gambar 2).
6. Jika korda tidak tampak lakukan penekanan pada krikoid (sering disebut juga manuver
Sellick) sehingga memungkinkan glotis menjadi tampak (Benumof, 1996). Manuver ini
diakukan dengan menempatkan jari telunjuk dan jempol pada membran krikoid dan
melakukan penekanan di belakang krikoid (posterior pressure) untuk menyumbat
esofagus. Manuver Sellick mungkin juga dilakukan untuk mencegah aspirasi karena emesis
dengan menyumbat esofagus selama intubasi (Sellick, 1961).
7. *Gunakan tangan kanan, masukkan selang endotrakeal melewati korda. Selang harus
melewati hingga manset maju 1 – 2 cm melewati korda.
8. *Angkat laringoskop bila melakukan pemeliharaan gagang selang endotrakeal.
9. *Angkat stilet.
10. Pastikan penempatan selang endotrakeal dan amankan selang sebagaimana dideskripsikan
pada prosedur prinsif umum pemasangan endotrakeal.
11. *Kembangkan manset dan isilah udara sampai cukup: biasanya 10 – 15 ml udara. Berikan
pasien ventilasi dengan oksigen 100% (Mageu, 1997; Semonin-Holleran, 1996; Walls,
1997).

17
Pertimbangan Khusus Usia

Intubasi oral adalah metode intubasi yang disukai untuk anak-anak (Manley, 1997).

Komplikasi

1. Intubasi esofagus: Merupakan komplikasi yang serius karena paru-paru pasien tidak akan
dapat melakukan ventilasi dan kemungkinan terjadi distensi lambung. Distensi lambung
meningkatkan risiko muntah dan kemungkinan menurunkan volume tidal.
2. Pergeseran posisi selang: Diperlukan pengkajian ulang yang sering khususnya setelah
pasien mampu bergerak.
3. Kerusakan gigi, mukosa hidung, faring posterior atau laring (tergantung metode
pemasukan selang).

Pendidikan Pasien

1. Memberitahu pasien bahwa mereka tidak akan dapat berbicara selama selang intubasi
terpasang.
2. Memberitahukan pasien bahwa upaya menelan akan membantu mengurangi keterbatasan
pada mulut pasien.
3. Memberitahukan pasien agar tidak memindahkan atau memanipulasi selang dengan cara
apapun.

*Menunjukkan bagian prosedur ini biasanya dilakukan oleh dokter.

Gambar 1.Laringoskop diangkat ke atas (lifted up) dan keluar intubator untuk
meluruskan struktur jalan napas (Proehl, 1999).

18
Gambar 2.Setelah korda tervisualisasikan, selang harus di masukkan melewati korda
(Proehl, 1999).

19
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN

PROSEDUR INTUBASI ENDOTRAKHEAL ORAL

N0 ASPEK YANG DINILAI NILAI

Persiapan Pasien 0 1

1 Letakkan pasien pada posisi supinasi dengan kepala pada posisi tegap
sebab jika tidak berisiko menimbulkan cedera tulang belakang servikal.
Setabilkan kepala secara manual apabila pergerakan spinalis adalah
indikasi kontra.

2 Lakukan hiperventilasi awal dengan oksigen 100% menggunakan sungkup


berkantong-katup (bag-valve-mask).

3 Lakukan monitor jantung dan saturasi oksigen.

4 Berikan sedatif, agen paralitik atau anestesia topikal sesuai yang


diresepkan.

5 Lakukan restrain (pembatasan) pada pasien sesuai indikasi untuk


mencegah kecelakaan ekstubasi.

Porsedur Tindakan

6 Pastikan semua perlengkapan laringoskop bekerja dengan baik.


Kembangkan manset selang endotrakeal untuk melakukan tes kebocoran
udara dan kempeskan setelah dites.

7 Masukkan stilet (stylet) ke dalam selang endotrakeal dan berikan pelumas


yang mudah larut dalam air (water-soluble lubricant) untuk memudahkan
pemasukan selang. Pastikan penempatan jarum kecil tepat ke dalam
selang endotrakeal. Pastikan jarum kecil tidak melewati ujung selang.

8 Nyalakan suction dan tempatkan penanda suction (tonsil-tip suction)


dekat dengan kepala pasien.

9 *Masukkan laringoskop dengan tangan kiri. Lidah pasien harus digeser ke


kiri dan laringoskop dimasukkan dan diangkat ke atas dan keluar dari
intubator. Hati-hati jangan sampai membenturkan laringoskop pada gigi
pasien! Dorong blade laringoskop ke bawah epiglotis jika menggunakan
blade lurus atau ke dalam vallecula jika menggunakan blade yang
melengkung (lihat gambar 1).

20
10 *Visualisasikan epiglotis dan korda vokalis (lihat gambar 2).

11 Jika korda tidak tampak lakukan penekanan pada krikoid (sering disebut
juga manuver Sellick) sehingga memungkinkan glotis menjadi tampak
(Benumof, 1996). Manuver ini diakukan dengan menempatkan jari
telunjuk dan jempol pada membran krikoid dan melakukan penekanan di
belakang krikoid (posterior pressure) untuk menyumbat esofagus.
Manuver Sellick mungkin juga dilakukan untuk mencegah aspirasi karena
emesis dengan menyumbat esofagus selama intubasi (Sellick, 1961).

12 *Gunakan tangan kanan, masukkan selang endotrakeal melewati korda.


Selang harus melewati hingga manset maju 1 – 2 cm melewati korda.

13 *Angkat laringoskop bila melakukan pemeliharaan gagang selang


endotrakeal.

14 Angkat stilet.

15 Pastikan penempatan selang endotrakeal dan amankan selang


sebagaimana dideskripsikan pada prosedur prinsif umum pemasangan
endotrakeal.

16 *Kembangkan manset dan isilah udara sampai cukup: biasanya 10 – 15


ml udara. Berikan pasien ventilasi dengan oksigen 100% (Mageu, 1997;
Semonin-Holleran, 1996; Walls, 1997).

KETERANGAN : Purwokerto, .....................................

0 = Tidak dilakukan sama sekali Evaluator

1 = Dilakukan sempurna

Nilai Batas Lulus : 75 %

NILAI : Jumlah nilai yang didapat x 100 % _____________________

Jumlah aspek yang dinilai

21
PULSE OXIMETRY

INDIKASI

Untuk monitor saturasi oksigen dengan cepat dan non invasive pada pasien dengan resiko
hipoksemia. Digunakan saturasi oksigen arteri dengan pulsa oximetri dibandingkan analisa gas
darah. Hasil yang didapatkan dari analisa gas darah dan pembacaan oximetri mungkin akan
berbeda tergantung alat yang digunakan dan keadaan pasien.

KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN

Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk pulse oximetri, tetapi ada beberapa keadaan yang data
yang kurang akurat. (Baker et al,. 1988)

1. Gerakan pasien akan merubah tekanan arteri.


2. Anemia (Oximetri nilai HB > 5 mg/dl)
3. Peningkatan Karboksihemoglobin (sekunder pada paparan CO atau perokok berat) dan
hasil met Hb yang meningkat palsu pada pembacaan SpO2. Pulsa oksimetri mengukur
persentase yang terikat pada Hb tanpa membedakan oksigen dari sumber lain. CO dan
MetHB lebih ikatan afinitas yang lebih tinggi dengan Hb dibanding oksigen, sehingga
oksigen digantikan ikatannya.
4. pemberian pewarna intravena (metilen blue, indigo, carmin) menghasilkan spO2 yang
lebih rendah, karena pewarna juga menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang
mirip dengan Hb.
5. Syok, henti jantung, vasokontriksi berat karena hipotermia, penyakit vaskuler perifer,
dan keadaan aliran darah yang melambat padat keadaan penurunan perfusi jaringan
yang menurun, dan pulse oximetri tak dapat mendeteksi ikatan Hb secara akurat.
6. Jalur arteri atau tekanan langsung pada arteri di ekstremitas ( misal : pengukur
tekanan darah) maka aliran darah tak terdeteksi.
7. Paparan fotodetektor pada cahaya terang dari lampu membuat data yang salah.
8. Saturasi oksigen adalah salah satu bebrapa parameter untuk menilai status
pernapasan, variable lain seperti CO2 dan Ph, perlu untuk untuk dievaluasi.

PERALATAN

Pulse oximetri, sensor yang sesuai.

22
PERSIAPAN PASIEN

Hapuskan cat kuku bila mungkin, karena warna cat kuku mempengaruhi penilaian. Bila cat
kuku tak bisa dihapus dengan cepat, dan oksimeter tak dapat mendeteksi Spo2 dengan akurat,
cobalah untuk menempelkan sensor di sisi jari. Teknik ini berguna untuk pasien yang berkuku
panjang.

LANGKAH PROSEDUR

1. Pilih sensor yang sesuai dengan ukuran pasien dan tempat penempelan.
2. Tempel sensor pada lokasi. Pembacaan yang akurat bergantung pada pemasangan sensor
pada posisi yang tepat. Sensor terdiri merah dan sumber inframerah dan detector cahaya.
Untuk mendapatkan pembacaan yang tepat , penting untuk untuk menempatkan 2 sumber
cahaya langsung berlawanan dengan dengan fotodetektor.
3. Bila belum berhasil, nilai ulang :
a. sirkulasi di ekstremitas, kapilari refill, warna dan suhu.
b. Posisi sensor baik dari sumber cahaya melalui dasar pulsasi arteri dan ke sensor.
c. Sumber cahaya dalam ruangan
d. Noda atau darah pada sensor pada sumber cahaya atau pada foto detektor.
e. Gerakan pasien.
4. Pilihan pemecahan masalah
a. Ganti lokasi, jenis sensor atau keduanya. Pada keadaan aliran rendah, pindahkan pulse
oksimetri pada daerah yang memiliki perfusi lebih baik seperti telinga dan hidung,
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
b. Reposisi sensor untuk meyakinkan bahwa sumber cahaya berlawanan dengan
fotodetektor.
c. Kurangi cahaya luar dengan mematikan sumber cahaya eksternal, tutuplah tirai, atau
tutplah sensor dengan kain atau selimut.
d. Ganti probe dengan yang baru (disposible) atau bersihkan probe (nondisposible)
5. Bila pembacaan oximetri tidak sesuai dengan keadaan klinis, nilai pulsa dari atas atau
melingkar dan bandingkan dengan pembacaan pulse pada oximeter. Bila berbeda, ulangi
langkah 4 a- d atau lakukan analisa gas darah.

23
PERTIMBANGAN UMUR

1. Pulse oximetri ditempatkan pada seluruh tangan dan kaki pada bayi kecil.
2. Pulsaoximetri adalah akurat adanya HbFetal.

KOMPLIKASI

1. Terlalu tinggi atau terlalu rendah (lihat kontraindikasi dan perhatian.


2. Reaksi dengan dengan lateks pada probe.
3. Kerusakan kulit (periksa tempat penempelan setiap 8 jam dan ganti bila perlu)

EDUKASI PASIEN

Tahanlah ekstremitas saat sensor ditempatkan selama mingkin untuk mendapatkan hasil yang
tepat.

24
TERAPI OKSIGEN

Pengertian

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Dep.Kes. RI, 2005 )

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 )

Syarat-syarat pemberian Oksigen

1. Konsentrasi oksigen udara inspirasi dapat terkontrol.


2. Tidak terjadi penumpukan CO2.
3. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah.
4. Efisien dan ekonomis.
5. Nyaman untuk pasien.

Indikasi Pemberian Oksigen

Indikasi utama pemberian oksigen ini adalah sebagai berikut :

1. Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas darah.
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-
otot tambahan pernafasan.
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan oksigen melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Prinsip Pencegahan Infeksi

1. Humidifier harus steril dan selalu terisi aquades yang juga steril, sebatas garis bertuliskan
“batas aqua” dan harus diganti / dibersihkan tiap hari, bila aqua steril hendak
ditambahkan, sisa aquades sebelumnya harus dibuang terlebih dahulu.
2. Kalau perlu menggunakan humidifier dingin sekali pakai (Aquapak), yang terbukti selama
pemakaian 58 hari tidak terjadi pertumbuhan kuman.
3. Awasi atau batasi pengunjung. Hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi
saluran nafas atas.
4. Turunkan faktor risiko nosokomial melalui cuci tangan yang tepat pada semua perawat.
5. Gunakan alat terapi oksigen sekali pakai, dan bila harus menggunakan yang reuse, harus
disteril terlebih dahulu. Satu alat untuk satu pasien.
6. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Dorong cairan 2500 ml/hari (dewasa) dalam
toleransi jantung.

25
7. Berikan isolasi pernafasan bila diindikasikan. Tergantung pada diagnosis khusus pasien
memerlukan perlindungan dari orang lain atau harus mencegah transmisi infeksi ke orang
lain.
8. Khusus pada ventilator yang dipakai dalam jangka waktu lama, humidifier dan sirkuit harus
diganti dan disteril maksimal tiap 3 hari.

Metoda Pemberian Oksigen

Metode pemberian Oksigen dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. System aliran rendah


Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja
dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa
volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan,
maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat
oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume
ventilasi normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan
16 – 20 kali permenit.

a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Lebih jarang digunakan
dari pada kanul nasal. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter
oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-
paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal
membengkak atau pada pasien yang bernafas melalui mulut.

26
Keuntungan Kateter Nasal
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan
membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu lama.
Kerugian Kateter Nasal
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik memasukan
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring,
dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada
nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat
terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih
dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.

b. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24
% - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian
oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut.

Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %

Gambar : Nasal Kanul

27
Critical Point :

 Mengkaji klien akan kebutuhan oksigen sehingga metode yang diberikan tepat.
 Penjelasan terhadap klien tentang tindakan yang akan dilakukan terutama tujuan
dan prosedur.
 Membersihan lubang hidung agar oksigen bisa masuk secara maksimal.
 Kanul yang digunakan harus diperiksa kepatenannya, jangan sampai tersumbat
atau bocor sehingga oksigen yang masuk sesuai yang diberikan.
 Humidifier diberi cairan sesuai dengan ukuran untuk menjaga kelembaban udara
yang masuk.
 Flow oksigen yang diberikan harus sesuai dengan advis, maksimal 6 liter/menit.
Berikut tabel pemberian oksigen melalui nasl kanul menurut Hudak 1997 :
 Cara memasang selang pada hidung dan fiksasi pada hidung/telinga, jangan
terlalu ketat sehingga psien tetap nyaman dan tidak terjadi iritasi oleh selang
oksigen
 Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril
setiap waktu. Untuk memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah
inhalasi oksigen tanpa dilembabkan
 Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus, epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit.
Terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis.
Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi
kulit.
 Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia
telah hilang. Untuk mengevalusi apakah kekrangan oksigen telah tertangani atau
belum.

Keuntungan Oksigen Kanul Nasal

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui
mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek
venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan
melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.

Kerugian Oksigen Kanul Nasal

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang
bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5
cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih
dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter
tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan

28
mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit
diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.

Hal yang harus diperhatikan :

 Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen.


 Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat
menimbulkan kebakaran.
 Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada
botol.
 Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering bila tidak
dipakai.
 Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering.
 Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru kronis
karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi.
 Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2 liter/menit, kemudian
dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan.

c. Simple Mask
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt
dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan
retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh
kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.

FiO2 estimation :
Flows FiO2
 5-6 Liter/min : 40 %
 6-7 Liter/min : 50 %
 7-8 Liter/min : 60 %

Critical Point :
 Mengkaji klien akan kebutuhan oksigen sehingga metode yang diberikan tepat.
 Penjelasan terhadap klien tentang tindakan yang akan dilakukan terutama tujuan
dan prosedur.
 Ukuran masker yang tepat, agar oksigen masuknya efektif.
 Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu, karena syarat
terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, karena dengan jalan nafas yang
bebas menjamin aliran oksigen lancer.
 Humidifier diberi cairan sesuai dengan ukuran untuk menjaga kelembaban udara
yang masuk.
 Flow oksigen yang diberikan harus sesuai dengan advis. Aliran yang efektif
diberikan 6 – 8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40% – 60% .

29
 Mengatur tali pengikat sungkup agar menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan
kain kasa pada daerah yang tertekan, untuk mencegah kebocoran sungkup,
mencegah iritasi kulit akibat tekanan.
 Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.

Gambar : Simple Mask

Keuntungan Oksigen Simple Mask

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

Kerugian Oksigen Simple Mask

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan
batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu
ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang
dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.

d. Partial Rebreathing Mask


Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi
sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan
terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke
pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah
yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

 6 : 35 %

30
 8 : 40 – 50 %
 10 – 15 : 60 %

Gambar : Partial Rebreathing Mask

Critical Point :

 Mengkaji klien akan kebutuhan oksigen sehingga metode yang diberikan tepat.
 Penjelasan terhadap klien tentang tindakan yang akan dilakukan terutama tujuan
dan prosedur.
 Ukuran masker yang tepat, agar oksigen masuknya efektif.
 Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu, karena syarat
terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, karena dengan jalan nafas yang
bebas menjamin aliran oksigen lancer
 Humidifier diberi cairan sesuai dengan ukuran untuk menjaga kelembaban udara
yang masuk.
 Flow oksigen yang diberikan harus sesuai dengan advis. Aliran yang efektif
diberikan 6 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 50% – 80% .
 Mengisi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Untuk mencegah kantong
terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah penumpukan CO2 yang terlalu
banyak.
 Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga, untuk
menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata.
 Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat,
untuk mencegah iritasi kulit.
 Membersihkan muka pasien tiap 2 jam, observasi terhadap iritasi, muntah,
aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien.
 Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam, untuk menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan

31
Kerugian Partial Rebreathing Mask
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan
selaput lendir.

Keuntungan Partial Rebreathing Mask


Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa terlipat
atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah dapat
menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak
memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah, serta perlu segel pengikat

e. Non Rebreathing Mask


Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 %
dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu
atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum
dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas
kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi
kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar
semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.

FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
 6 : 55 – 60
 8 : 60 – 80
 10 : 80 – 90
 12 – 15 : 90

Gambar : Non Rebreathing Mask

32
Critical Point :

 Mengkaji klien akan kebutuhan oksigen sehingga metode yang diberikan tepat.
 Penjelasan terhadap klien tentang tindakan yang akan dilakukan terutama
tujuan dan prosedur.
 Ukuran masker yang tepat, agar oksigen masuknya efektif.
 Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu, karena syarat
terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, karena dengan jalan nafas yang
bebas menjamin aliran oksigen lancer.
 Humidifier diberi cairan sesuai dengan ukuran untuk menjaga kelembaban udara
yang masuk.
 Flow oksigen yang diberikan harus sesuai dengan advis. Aliran yang efektif
diberikan 8 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80% – 100%.
 Mengisi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir, untuk mencegah
kantong terlipat dan terputar.
 Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga, untuk mencegah kebocoran sungkup.
 Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat,
untuk mencegah iritasi kulit.
 Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam, dan observasi terhadap iritasi, muntah,
aspirasi akibat terapi, serta menjaga kenyamanan pasien.
 Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam, untuk menjaga kepatenan alat,
mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan
Keuntungan Non Rebreathing Mask
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan selaput
lendir.

Kerugian Non Rebreathing Mask


Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat
atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan,
minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak
sadar dan anak-anak.

2. Sistem aliran tinggi


Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume
inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan
PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana
FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.

a. Venturi Mask
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang
tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga

33
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah
ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara
seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen
terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut
bersama karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi
oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi )
seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan
pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.

FiO2estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
 Biru : 4 : 24
 Kuning : 4 – 6 : 28
 Putih : 6 - 8 : 31
 Hijau : 8 – 10 : 35
 Merah muda : 8 – 12 : 40
 Oranye :12 : 50

Critical Point adalah :

 Mengkaji klien akan kebutuhan oksigen sehingga metode yang diberikan tepat,
indikasi diberikan pada pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur dan pasien
dengan hiperkarbia yang disertai dengan hipoksemia sedang sampai berat.
 Penjelasan terhadap klien tentang tindakan yang akan dilakukan terutama tujuan
dan prosedur.
 Ukuran masker yang tepat, agar oksigen masuknya efektif.
 Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu, karena syarat
terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, karena dengan jalan nafas yang
bebas menjamin aliran oksigen lancar.
 Humidifier diberi cairan sesuai dengan ukuran untuk menjaga kelembaban udara
yang masuk.
 Flow oksigen yang diberikan harus sesuai dengan advis, Aliran yang efektif
diberikan 4 – 8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 24% – 40%.

Keuntungan Venturi Mask


 Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada
alat.
 FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser.
 Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol
 Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian Venturi Mask
 Mengikat
 Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.

34
 Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien
makan, minum, atau minum obat.
 Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.

Gambar : Venturi Mask

b. Bag and Mask / resuscitator manual


Digunakan pada pasien :
 Cardiac arrest .
 Respiratory failure
 Sebelum, selama dan sesudah suction

Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong


resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen
74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir
untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100
%. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa
aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan.

Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah vital :


 Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT )
 Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
 Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak
 Dipakai alat yang ada bag dan mask, serta katup. Kosentrasi oksigen tergantung
dari adanya suplementasi oksigen. Untuk mendapatkan penutupan masker yang
baik, sebaiknya dipegang satu petugas sedangkan petugas lainnya memompa
bagnya.

35
Kosentrasi oksigen pada pemakaian Bag Valv Mask (BMV)

Tanpa oksigen tambahan 21 % (kosentrasi oksigen udara)

Dengan tambahan oksigen 50 %

Dengan pemasangan reservoir 100 %

Gambar : Bag Valv Mask

Hal – hal yang harus diperhatikan :


 Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen.
 Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
 Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme
bronkus yang memburuk.

Evaluasi dan Dokumentasi pada Terapi Oksigen

1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan pengetahuan,


penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan warna kulit, peningkatan
saturasi oksigen.
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri untuk menilai
keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai PaO2 dan PaCO2 yang
diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x FiO2
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung terhadap
iritasi.
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen yang lain.
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien.
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2 yang
diberikan.

36
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN
PEMBERIAN OKSIGEN

NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1
TAHAP PRA INTERAKSI
1. Mengecek catatan medik
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat : Kanul nasal, tabung oksigen lengkap, aqua

TAHAP ORIENTASI
4. Memberi salam dan memperkenalkan diri
5. Mengenalkan tujuan dan prosedur tindakan
6. Menyebutkan kontrak waktu
7. Memberi kesempatan bertanya

TAHAP KERJA
8. Mengatur posisi yang nyaman
9. Menghubungkan kanul ke unit oksigen
10. Mengatur kecepatan aliran oksigen sesuai dosis
11. Memasang kanul oksigen ke hidung pasien
12. Mengatur pengikat kanul dan pastikan kanul terikat dengan aman
14. Mengecek kembali kecepatan aliran oksigen pada flowmeter
15. Rapikan alat

TAHAP TERMINASI
16 Mengevaluasi reaksi klien
17 Membuat kontrak selanjutnya
18 Mencuci tangan
19 Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan
20 Komunikasi teraupetik

KETERANGAN : Purwokerto, .....................................


0 = Tidak dilakukan sama sekali Evaluator
1 = Dilakukan sempurna

Nilai Batas Lulus : 75 %

NILAI : Jumlah nilai yang didapat x 100 % _____________________


Jumlah aspek yang dinilai

37
ENDOTRACHEAL ATAU TRACHEOSTOMI SUCTIONING

Endotracheal Suctioning biasa disebut dengan ET suctioning

INDIKASI

1. Untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas


2. Untuk mengeluarkan secret dari endotracheal atau pipa tracheostomy yang bisa
mengganggu jalan nafas dan menyebabkan hypoksia, bronchitis, atau atelectasis.
3. Untuk penambilan sputum untuk pemeriksaan laboratorium.
4. Untuk merangsang reflek batuk dalam pada pasien dengan pengaruh sedative ata dengan
kelemahan neurologi untuk mengelurkan secret untuk melebarkan jalan nafas.
5. Untuk mencegah aspirasi pulmonary pada cairan atau darah.

KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN

1. Suctioning bisa memperburuk peningkatan tekanan intracranial atau memperberat


hipertensi (Swarts et sl., 1996).
2. Jangan menurunkan pipa endotracheal atau manset tracheostomy sebelum suctioning.
Bantuan pengembangan manset untk mencegah aspirasi pada beberapa muatan kedalam
paru-paru jika reflek gag dirangsang dan terjadi muntah. Memposisikan pasien dengan
kepala ditinggikan 30o selama dan setelah suctioning dapat meminimalkan resko aspirasi.
3. Untuk mencegah hipoksia, suctioning tidak melebihi 10-15 detik per pengambilan.
4. Untuk pasien yang mendapatkan mekanik ventilasi dengan Possitive End-Expiratory
Pressure (PEEP) / tekanan positif ekpiratori akhir, adapter PEEP bisa ditambahkan untuk
alat bag-valve-mask untuk mencegah gangguan pada oksigenasi maksimum (Boggs, 1993).
5. Suctioning harus berdasarkan kebutuhan individu dan bukan prosedur yang dijadwalkan
(Flynn & Bruce, 1993). Membatasi suctioning dapat mencegah kerusakan mukosa dan
mengurangi masuknya kolonisasi bakteri.
6. Keuntungan dari penggunaan salin bolus 3-10 ml untuk penjarangan atau melonggarkan
tahanan sekresi adalah kontroversi. Penelitian menunjukkan praktek ini mempunyai
sedikit sampai tidak ada nilai untuk penjarangan, menggerakkan, atau mengeluarkan
secret yang kering (Ackermen et al, 1995).
7. Hydrasi sitsem yang adekuat pada pasien dan humidifikasi jalan nafas harus dikaji secara
individu dan menjaga pengeluaran sekresi ketika terdapat jalan nafas buatan (Ackerman
et al, 1995).

PERALATAN

1. Portable (mesin yang mudah dibawa ) atau unit wall-continuous dengan regulator
2. Suction canister

38
3. Suction yang menghubungkan pipa.
4. Kateter suction steril dengan lubang kontrol suction intermitten atau system suction
tertutup (lihat bagian teknik alternatif)
5. Sarung tangan steril
6. Wadah/toples steril
7. Air steril atau larutan salin
8. Bag-valve-mask atau anesthesia bag untuk sumber high-flow oxygen
9. Handuk

Pilihan: persiapan secara komersial, peralatan kateter suction disposable jika ada.

PERSIAPAN PASIEN

1. Endotracheal atau tracheostomy suctioning dapat dilaksanakan dengan beberapa posisi,


bagaimanapun, posisi fowler dengan kepala netral itu merupakan yang optimal. Jika
pasien combative atau tdak kooperativ, restrain atau sedative juga diperlukan untuk
melakukan prosedur dengan aman.
2. Letakkan handuk diatas dada pasien untuk mencegah kontaminasi secret.
3. Ingatkan pasien bahwa suctioning dapat merangsang batuk diluar kontrol atau membuat
nafas terengah-engah dengan periode singkat.
4. Untuk menjaga kepatenan pasien yang tidak sadar dan pasien yang terpasang
endotracheal tube yang melalui mulut. Pasang blok gigitan sehingga pipa tidak kusut atau
tergigit.

TAHAPAN PROSEDUR

1. Jika memungkinkan, libatkan bantuan sebelum suctioning. Untuk memaksimalkan


pengantaran oksigen. 1 orang harus hyperoksigenate pasien sambil orang yang lain
melakukan suction.
2. Pasang suction canister dan ikatkan pada dinding atau unit portable suction. Ikat pipat
penghubung ke suction canister. Yakinkan bahwa semua sambungan kencang atau suction
tidak berfungsi.
3. Set ukuran suction antara 90 dan 100 mmHg. Suction penuh tidak lebih panjang dari yang
direkomendasikan. Tekanan diatas 100 mmHg dapat meningkatkan trauma pada area
dan tidak efektif untuk mengeluarkan sekresi (Swartz et al, 1996). Occlude pipa suction
untuk mengetes level pada saat suction sedang diantar seperti mengukur dari ukuran
suction.
4. Pilih kateter suction yang tidak lebih lebar dari 1,5 diameter endotracheal atau pipa
tracheostomy.
Metode trakheostomi spesifik: jika pasien mempunyai tracheostomy dinding dobel,
keluarkan canul terdalam dan tetakkan pada baskom berisi salin selama prosedur. Inner

39
kanul bisa dibersihkan dengan hydrogen peroxyde dan pembersih pipa. Bilas dengan
laritan salin dan kocok, keringkan sebelum dipasangkan ulang. (figure 32-1).

5. Ikatkan kateter untuk menghubungkan pipa. Pegang kateter suction dengan tangan
dominan. Dimana harus steril. Gunakan tangan yang satu untuk mengontrol lubang
suction. Tangan diusahakan untuk selalu bersih.
6. Apakah asisten Anda menghapus pasien dari ventilator atau T-piece dan preoxygenate
pasien dengan oksigen aliran tinggi. Assisten melepaskan pasien dari ventilator atau T-
piece dan berikan preoksigenasi awal dengan oksigen aliran tinggi (konsentrasi 100%)
lewat bag-valve-mask atau anestesi bag selama 1 menit atau setidaknya 6-8 hiperinflasi.
7. Rendam ujung kateter ke dalam larutan salin dan aspirasi kateter dengan sedikit lubricat.
8. Untuk endotracheal suctioning, dianjurkan assisten untuk menstabilisasikan pipa untuk
mencegah banyak gerakan yang berlebihan atau perpindahan pipa.
9. Masukan secara perlahan kateter sampai ujung pipa dan paling depan sampai ditemukan
tahanan. Tarik kateter kembali 1-2 cm. Jangan memasang suction selama pemasangan
awal kateter.
10. Tarik kateter secara perlahan sambil memasang suction intermitten dan memutar kateter
tidal lebih dari 10-15 detik.
11. Anjurkan pasien untuk memberikan hiperventilasi pada pasien dengan oksigen 100%
lewat bag-valve-mask, setelah pemberian oksigen harus diberi 1 menit setelah suctioning
atau sampai adanya tanda kesadaran/pemulihan pasien.
12. Hubungkan kembali ventilator atau T-piece pada pasien,
13. Bilas cateter dan hubungkan pipa dengan mengaspirasi air steril atau larutan salin sampai
pemasangan tube.
14. Ulangi tahap 8-11 jika pengeluaran secret berlebih. Berikan pasien waktu 1 menit untuk
istirahat sebelum mengulang prosedur.
15. Jika dibutuhkan, suction the nares atau oropharynx sebelum membuang kateter dan
sarung tangan.

40
16. Untuk tracheostomy, keringkan dan tempatkan the clean inner canula (figure 32-2).

TEKNIK ALTERNATIVE: system suction tertutup

1. Alat system suction tertutup ditempatkan antara endotracheal atau pipa tracheostomy
dan ventilator atau T-piece untuk membolehkan suctioning tanpa menyela oksigenasi
atau ventilasi. The attached sheathed suction catheter passes through a seal ke dalam
pipa endotracheal dan berhubungan dengan sedikit gangguan fisiologis karena oksigenasi
dapat berlanjut (Johnsons et al, 1994) (gambar 32-3).

2. Pasang pipa suction-terhubung ke ujung yang terbuka dari sistem suction –tertutup dekat
dengan kunci.
3. Tekan katup kontrol suction dan set ukuran suction antara 80 dan 100 mmHg. Jaga the
control valve depressed sampai the desired suction level is set.

41
4. Hubungkan T-piece pada system suction pada pipa ventilator dan kemudian ikatkan T-
piece ke endotracheal atau pipa tracheostomy.
5. Gunakan tangan nondominan untuk menstabilisasikan T-piece dan majukan perlahan
lengan catheter sampai pipa tracheal dengan tangan dominan.
6. Gunakan tangan dominan untuk menggenggam katup kontrol suction. Tekan katup
secara itermitten sambil menarik kateter saction dengan gerakan lurus. Yakinlah untuk
tarikan kateter suction secara komplit untuk mencegah kemacetan atau iritasi pada jalan
nafas.
7. Ulangi suctioning jika dibutuhkan. Bilas kateter suction dengan mencelupkan pada
larutan normal salin atau air sampai irrigation port sampai kateter dan pipa penghubung
bersih. Sebuah system self-sealing dapat mencegah masuknya cairan dari proses
memasukkan tabung trachea.
8. Setelah membersihkan, tutup kateter dengan memutar katup kontrol suction untuk
mengunci posisi atau mengikuti instruksi pada di dalam paket dari pabrik pembuatan.
9. Ulangi prosedur 5-7 jika suctioning tambahan diperlukan. Untuk memberikan
preoksigenasi secara adekuat. Berikan waktu istirahat kurang lebih 1 menit pada pasien
sebelum mengulang prosedur. Untuk mencegah penurunan saturasi, gunakan ventilator
untuk hiperventilasi dan memberikan hiperoksigenasi pasien sebelum dan sesudah
suctioning (Harshbarger et al., 1992).
10. A. 7.0 pipa endotracheal adalah ukuran terkecil yang dapat digunakan pada orang dewasa
dengan system suction tertutup. Kateter Prancis ukuran no. 14 pada awal pengemasan
suction kit akan meninggalkan setengah terbuka pada jalan nafas pada 7.0 pipa
endotracheal, yang dapat mencegah gangguan ventilasi selama suctioning.

Sputum Trap/ perangkap sputum untuk pengumpulan specimen.

1. Hubungkan pipa suction to the open port of the sputum trap. Ikatkan kateter suction ke
ujung sputim trap melalui pipa ekstensi karet lunak (gambar 32-4). Gunakan pengaturan
yang sama seperti yang anda lakukan jika anda mempersiapkan untuk suction.

42
2. Masukan kateter suction dan gunakan teknik suction seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya.
3. Rendam kateter suction dengan kurang lebih 10 ml larutan normal salin dan keluarkan
dan pipa dari sputum trap.
4. Sebagai persiapan untuk pengiriman ke laboratorium, hubungkan dengan ujung pipa karet
ke ujung plastic pada sputum trap.

PERTIMBANGAN USIA

1. Pada bayi dan infant, dalam suctioning dapat menyebabkan atelectasis atau
pneumothorax dari occluding jalan nafas distal. Akibatnya dapat menyebabkan collaps
pada lobus atau segment (Smith-Wenning et al., 1995). Untuk alasan ini, proses
pemasukkan kateter suction melewati ujung pipa endotracheal tidak direkomendasikan.
2. Hiperinflasi dan hiperoksigenasi pada bayi dan anak-anak sebelum suctioning pada
trachea dapat mencegah hipoksia (Smith-Wenning et al., 1995).
3. Untuk mencegah retinopati pada anak-anak dengan usia kurang dari 6 bulan,
pertimbangkan untuk menggunakan oksigen kurang dari 100%, untuk preoksigenasi,
gunakan oksigenasi lebih dari 10-15% untuk pemnjagaan. Seratus persen oksigen sesuai
untuk anak-anak yang berusia lebih dari 6 bulan (Smith-Wenning et al., 1995).
4. Monitor denyut nadi pada anak-anak selama suctioning karena rangsang vagal dapat
menyebabkan bradikardi (American Heart Association [AHA], 1994). Bradikardi biasanya
cepat kembali dengan pemberiam oksigen dan penghentian suctioning.
5. Pilih ukuran kateter yang tepat untuk suctioning yang efektif. Seperti pentunjuk umum.
Gunakan ukuran 14-18 French kateter suction untuk dewasa, ukuran 8-12 French kateter
suction untuk anak-anak, dan ukuran 6-8 French untuk bayi. Ukuran neonatal dan
pediatric juga tersedia kateter suction tertutup.

KOMPLIKASI

1. Suctionig dalan jangka waktu panjang dapat menyebabkan hypoxia atau atelectasis.
2. Hipoksia, hypercarbia, atau merangsang reflek batuk selama endotracheal atau
tracheostomy suctioning meningkatkan volume darah serebral dan tekanan intakranial.
Gunakan peringatan ketika menyediakan perawatan pernafasan pada pasien dengan
cedera kepala dengan membatasi proses suctioning sampai 10 detik dan melakukan tidak
lebih dari 2 kali per suctioning (Kerret al., 1993).
3. Prosedur dapat menyebabkan perasaan sesak nafas pada pasien dan menyebabkan
anxietas.
4. An improper suctioning technique may traumatize the tracheal mucosa.
5. A respiratory tract infection may result from colonization of the airway with bacteria.
6. Aspiration of vomit dapat terjadi jika the tracheal cuff is faulty. Aspirasi post intubasi
7. Dapat dikurangi dengan the advent of low pressure, high-volume cuffs.
8. Suctioning dapan merangsangg respon vagal yang dapat menyebabkan hypotensi atau
bradikardi.

43
9. Pasien yang menerima antikoagulan aatu thrombolytics dapat may have blood-tinged
secretions. Proses suctioning harus dibatasi pada pasien ini.

EDUKASI PASIEN

1. Untuk menurunkan terjadnya kerusakan mukosa at the point (mulut atau hidug) dan at
the tracheal entry area, hindari menyentuh atau menggerakkan endotracheal atau pipa
tracheostomy.
2. Laporkan jika terjadi distress pernafasan.

44
T-PIECE

T-piece biasa disebut sebagai T-piece aerosol nebulizer, tee piece, atau Briggs Adaptor.

INDIKASI

1. Untuk memberikan humidifikasi atau oksigen pada pasien dengan endotracheal atau
tracheostomy tube dan pola bernafas spontan yang mengikuti parameters. (Kacmarek,
1990).
 Kapasitas vital/Vital Capacity (VC) > 15 ml/kg
 Usaha inspirasi/Inspiratory effort (IE) ≥ 25 mmHg pada kapasitas fungsi
residu/functional residual capacity (FRC)
 Volume tidal (VT) > 7-10 ml/kg
 Volume ekshalasi permenit (Ve) < 10 L/mnt

KONTRA INDIKASI DAN PERINGATAN

1. Pasien yang obtunded tanpa pernafasan spontan atau yang tidak dijumpai parameter
minimal spontan memerlukan alat ventilasi.
2. Temperature aerosol pada pasien pada ujung keliling harus harusd pada temperature
tubuh (pilihan untuk pasien normethermik memerlukan penggunaan term-cepat).
3. Pipa harus di chek dan kering dari kelebhan air yang berlanjut. Perangkap air dapat
dimasukkan dalam lingkaran dan direkomendasikan jika perluasaan penggunaan di
antisipasi. Perangkat air ditempatkan pada daerah yang lebih rendah pada pipa aerosol.

PERALATAN

1. Pemanas aerosol (pilihan)


2. Analyzer oksigen
3. Pengaturan T-Piece (gambar 29-1)
4. Flowmeter (udara atau O2)

TAHAPAN PROSEDUR

1. Pasang nebulizer aerosol dan tambahkan 1000 ml air steril jika unit tidak previlled .
2. Isi elemen pemanas ke dalam saluran listrik (jika digunakan).
3. Hubungkan flowmeter ke sumber oksigen dan ikat nebulizer.
4. Set konsentrasi fraksional oksigen dalam inspirasi gas (FlO2) dengan adaptor Ventury pada
nebulizer.
5. Turunkan flowmeter primer sampai 14 L/mnt oksigen. Analisa FiO2 dengan analyzer
oksigen dan label flowmeter dengan pengaturan L/mnt yang tepat. Untuk menjaga aliran
yang adekuat. Tabel 29 dapat digunakan. Selalu pantau flowmeter dengan memberikan
nebulizer pada 14 L/mnt atau lebih dan/atau setel aliran sampai yang diminta FiO2
diperoleh.

45
6. Cek untuk melihat bahwa kabut tampak pada T-piece. Jika kabut tidak tampak, unit
mungkin salah atau nilai aliran tidak cukup tinggi. Ikat T-piece pada pipa endotracheal
atau tracheostomy.
7. Ini sangat penting untuk menjaga sistem aliran tinggi. Jika nilai aliran inspirasi pasien
berlebih output pada nebulizer, aliran yang dihasilkan sedikit akan mengakibatkan dalam
ruang- udara akan naik dan mengurangi FiO2 . Untuk memastikan system aliran-tinggi,
pengaturan ventury jangan diturunkan lebih dari 40%. Beberapa FiO2 lebih besar dari 40
harus dicapai dengan mengalirkan dalam penambahan aliran pada system. Hal ini
menjamin pasien kurang lebih 40 L/mnt dari total aliran. Yakinkan untuk menganailsa
dengan tepat FiO2 setelah pengaturan dan pergantian peralatan.

KOMPLIKASI

1. Penggantian FiO2 dilakukan untuk mengontrol flowmeter yang tidak aman dan menaikkan
bagian penanganan.
2. Aspirasi air jika pipa tidak kering.

46
DAFTAR PUSTAKA

Argyle, B. (1996). Blood gases computer program manual. Alpine UT: Mad Scientist Software.
Retrieved Desember 19, 2006 from http://www.madsci.com/manu/gas_gen.htm.

Horne, M. M., & Swearingen, P. L. (2001). Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
(Terjemahan I. N. Dewi & M. Ester). Jakarta: Penerbit EGC

Hudak, Carolin. M. (1996). Critical care nursing : A holistic approach. Philadelphia : Lippincott
Company.

National Association of Emergency Medical Technicians. (1999). PHTLS basic and advance
prehospital trauma life support. Mosby Company. New York

Persons, C. B. (1987). Critical care procedures and protocols: A nursing process approach.
Philadelpia: J. B. Lippincott Company.

Proehl, J. A. (1999). Emergency nursing procedures (2nd ed.). Philadelpia: W. B. Saunders


Company.

Reis, C. E. (n. d.). Radial artery puncture. Noticias Medicas Diarias. Retrieved Desember 19,
2006 from http://www.medstudents.com.br/proced/radial.htm .

Selfridge-Thomas. Judi. (1997). Emegency nursing : an essential guide for patient care.
Philadelpia. W.B. Saunders Company.

47

Anda mungkin juga menyukai