Anda di halaman 1dari 7

JUDUL

PELAKSANAAN FUNGSI LEGILASI DPRD DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

DAERAH (STUDI TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN SUMBA BARAT PERIODE 2019-2024”

Latar Belakang

Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mengembangkan segenap potensi ekonomi

yang ada di daerah yang pada gilirannya diharapkan akan dapat memacu peningkatan aktivitas

perekonomian di daerah-daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional.

Otonomi daerah memiliki banyak pengertian baik secara konstitusional maupun menurut pendapat

para ahli. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi

daerah memiliki pengertian hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah menghasilkan daerah otonom selanjutnya disebut

daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang menpunyai batasan- batasan wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Reformasi di Indonesia telah membawa banyak perubahan baik dalam struktur maupun

kultur penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan ini juga menyangkut sebaran kekuasaan

penyelenggaraan pemerintahan, yakni eksekutif, legislative dan yudikatif. Dalam kajian ini

memfokus pada Lembaga legislatif yang adalah salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan,
lembaga ini disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang untuk tingkat daerah disebut Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Kekuasaan yang dimiliki lembaga legistlatif tercermin dalam fungsinya dalam legislasi,

anggaran, dan pengawasan. Anggota DPR dipilih oleh rakyat secara langsung melalui suatu

Pemilihan umum, agar dapat mewakili rakyat dalam menyalurkan kepentingannya. Otonomi

daerah hingga saat ini telah berbicara banyak tentang kondisi penyelenggaraan pemerintahan,

sekalipun banyak ahli yang menganggap bahwa otonomi daerah masih menyisakan banyak

persoalan pada tataran teknisnya. Salah satunya yang dapat dijadikan cerminan disini adalah

pembagian kekuasaan eksekutif (Pemerintah) dan legislative (DPRD), yang seringkali terlibat

dalam konflik politik daerah. Padalah mestinya kedua lembaga kekuasaan tersebut dapat

beriringan dalam upaya mensejahterakan masyarakatnya.

Dalam hal kebijakan publik tentu kedua lembaga ini harus mensinergikan tugas-tugasnya

untuk menyajikan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Hari ini, terbangun pendapat jika terjadi

kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah maka yang akan menuai

kritik adalah pemerintah daerah dalam hal ini eksekutif, akan tetapi legislative (DPRD) terkesan

tidak ada hubungannya dengan kesalahan tersebut. Padahal kedua lembaga ini memiliki peran dan

fungsi yang penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif di daerah.

Dalam Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa

Dewan Perwakilan Rakyat Daearah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah, yang

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan merupakan mitra kerja

pemerintah daerah. DPRD telah dibekali dengan sejumlah hak yang tentu saja kalau dijalankan

dengan baik akan mengakibatkan lembaga tersebut akan mampu memainkan peranan yang sangat

kuat dalam menciptkan checks and balances dengan pihak eksekutif (Syaukani, dkk. 2005: 192).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki kedudukan sebagai unsur

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri

Republik Indonesia, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Untuk hak

DPRD adalah hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Dalam menjalankan tugasnya,

DPRD terdiri atas pimpinan, komisi, panitia musyawarah, panitia anggaran, badan kehormatan,

dan sebagainya. Landasan DPRD diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah

berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,

dan DPRD.

Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD adalah hubungan kerja dengan kedudukan

setara dan kemitraan. Setara artinya di antara lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan

yang sama dan sejajar, tidak saling membawahi. Sedangkan hubungan kemitraan yaitu antara

pemerintah daerah dan DPRD bekerja sama dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan

otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing. Hal ini akan membangun suatu hubungan

kerja yang saling mendukung, bukan menjadi lawan dalam melaksanakan fungsinya masing-

masing.

Kabupaten Sumba Barat yang merupakan daerah otonomi baru, tentu memproduk sejumlah

kebijakan melalui Peraturan Daerah. Hal ini memerlukan kerja bersama antara eksekutif dan

legislative di daerah. Sejalan dengan pembentukan pemerintahan Kabupaten Sumba Barat

dilakukan juga pengangkatan anggota DPRD yang berjumlah 25 orang. Melalui Pemilu pada tahun

2019, terpilih 25 anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat yang terdiri dari 22 Orang Laki-Laki

dan 3 Orang Perempuan untuk periode 2019- 2024.


Pada tahun 2019 DPRD Kabupaten Sumba Barat mengklaim berhasil Jalankan Tugas .

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumba Barat dalam merumuskan

Perda akan berkorelasi dengan kemampuan individu didalamnya. Anggota DPRD Kabupaten

Sumba Barat tentu harus paham dan mengerti terkait proses perumusan dan Penetapan Perda,

sebagai bentuk pemahaman terhadap salah satu fungsinya yakni fungsi legislasi di daerah.

Kewenangan tersebut tentu harus diarahkan pada tujuan-tujuan daerah yang muaranya pada

kepentingan masyarakat. DPRD sebagai mitra pemerintah daerah (eksekutif) adalah sebagai media

checks and balances dalam penyelanggaraan pemerintahan daerah, disamping juga masyarakat

harus berdaya dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerahnya, dan paham

proses penetapan sebuah peraturan daerah.

Berdasarkan deskripsi diatas, penelitian ini memberikan fokus kajian pada peran legislasi

dari DPRD Kabupaten Sumba Barat. Hanya saja kajian ini memberikan titik berat pada kajian

kualitatif namun juga diperkuat dengan survey opini melalui data kuantitatif.

Pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD

harus dilaksanakan sesuai dengan fungsi masing-masing. Maka dapat

diartikan, Otonomi daerah sebagai tatanan yang bersangkutan dengan caracara membagi

wewenang, tugas dan tanggung jawab mengatur dan

mengurusi urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu

penjelmaan pembagian tersbut yaitu bahwa daerah-daerah akan memiliki

sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan

ataupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.7

Tugas, wewenang dan fungsi DPRD lebih dimaksimalkan lagi dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD


dan DPRD yang jelas mengatur bahwa tugas dan wewenang DPRD Provinsi,

Kabupaten dan/atau Kota adalah sebagai berikut:

a. Membentuk peraturan daerah provinsi bersama Kepala Daerah;

b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah

mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh

Kepala Daerah;

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan

anggaran pendapatan dan belanja daerah;

d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan/atau wakil

Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk

mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian serta

mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Walikota dan/atau Wakil

Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur;

e. Memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil

Kepala Daerah;

f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah

Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota terhadap rencana perjanjian

internasional di daerah;

g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang

dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota.

h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan/atau

Kota;
i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain

atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

j. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

k. Melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Salah satu fungsi DPRD yang sangat fundamental dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah adalah fungsi legislasi. Untuk

melaksanakan fungsi legislasi DPRD diberi bermacam-macam hak yang

salah satunya ialah “hak mengajukan rancangan peraturan daerah dan hak

mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah” atau implementasi

dari fungsi legislasi harus ditindaklanjuti dengan peraturan daerah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam menjalankan fungsinya DPRD

Kabupaten Sumba Barat periode 2019-2024 sebagai bahan kajian dalam penulisan Tesis ini

dinilai rendah kinerjanya terutama dalam menjalankan fungsi legislasi.

Fungsi ini merupakan fungsi paling dominan dan berpengaruh karena melalui

fungsi ini maka DPRD dapat mempengaruhi seluruh aspek yang ada di

daerah Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota. DPRD dinilai kurang produktif

karena sedikitnya rancangan peraturan daerah yang berasal dari inisiatif

dewan.
Hal tersebut sangatlah bertolak belakang dengan wewenang dan

tugasnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Padahal sebagai

perwakilan rakyat daerah di tingkat Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota,

DPRD dituntut untuk memaksimalkan fungsi legislasinya untuk menampung segala aspirasi dari

rakyat daerah dan untuk mensejahterakan rakyat daerah

yang merupakan kewajiban dari DPRD.

Sumber Referensi

Huda, Ni’matul, 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Nusa Media

Haris, Syamsuddin. 2005, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press

Josef, R. Kaho, 2005. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada

Syakrani dan Syahriani, 2009, Implementasi Otonomi Daerah dalam Perspektif Good

Governance, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Syamsudin, Azis, 2013, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Jakarta: Sinar Grafika,

2013

Anda mungkin juga menyukai