Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Alquran

Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa (Etimologi)

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau
“sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
dari kata kerja (‫رأة – قرأنا‬-‫رأ – ق‬-‫رأ – يق‬-‫ )ق‬yang artinya membaca.[1] Konsep pemakaian kata ini
dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni: 
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(QS. Al-Qiyamah: 17-18) 
1. Pengertian Al-Qur’an Menurut Istilah (Terminologi)

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: 

“Kalam Allah SWT yang merupakan  mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan  mutawatir, membacanya
termasuk  ibadah”. 

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: 

“Al-Qur’an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s.
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir,
serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-
Fatihah  dan ditutup dengan surat An-Nas“
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an
seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang
diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits
Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an. 
1. Nama-nama lain Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur’an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut
dan ayat yang mencantumkannya:

 Al-Kitab: QS. (2:2), QS. (44:2)


 Al-Furqan (pembeda benar salah): QS. (25:1)
 Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS. (15:9)]
 Al-Mau’idhah (pelajaran/nasihat): QS. (10:57)
 Al-Hukm (peraturan/hukum): QS. (13:37)
 Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS. (17:39)
 Asy-Syifa’ (obat/penyembuh): QS. (10:57), QS. (17:82)
 Al-Huda (petunjuk): QS. (72:13), QS. (9:33)
 At-Tanzil (yang diturunkan): QS. (26:192)
 Ar-Rahmat (karunia): QS. (27:77)
 Ar-Ruh (ruh): QS. (42:52)
 Al-Bayan (penerang): QS. (3:138)
 Al-Kalam (ucapan/firman): QS. (9:6)
 Al-Busyra (kabar gembira): QS. (16:102)
 An-Nur (cahaya): QS. (4:174)
 Al-Basha’ir (pedoman): QS. (45:20)
 Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS. (14:52)
 Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS. (28:51) (makalah)

B. Hikmah dan rahasia al-qur’an diturunkan berangsur-angsur


Al-Qur’an tidak turun sekaligus. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2
bulan 22 hari. Hikmah Al-Qur’an itu turunnya itu berangsur-angsur ialah supaya dapat
dihafal oleh para sahabat pada waktu itu. Maksud pertama ialah menukar akidah kepada
akidah. Keluar dari penyembahan terhadap berhala kepada yang benar, agama yang turun dari
langit. Dari angan-angan dan sangkaan-sangkaan belaka kepada suatu kepastian. Dan dari
tidak beriman kepada beriman. Sedangkan hikmah lain dibalik turunnya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur adalah:
1. Untuk menguatkan hati Nabi SAW. Firman-Nya:

“Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja?
Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil
(teratur dan benar)”. (QS. Al-Furqaan: 32) 

1. Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Al-Qur’an karena menurut


mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur.
2. Supaya mudah dihafal dan dipahami.
3. Supaya orang-orang mukmin Antusias dalam menerima Al-Qur’an dan giat
mengamalkannya.
4.   Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu
hukum. (makalah)
C. Sejarah dan Penulisan Al-Qur’an
1. Penulisan Al-Qur’an Di Masa Nabi

Pada masa Nabi wahyu yang diturnakan oleh Allah kepadanya tidak hanya dieksprersikan
dalam betuk hafalan tapi juga dalam bentuk tulisan. 

Sekretaris Pribadi Nabi yang bertugas mencatat wahyu yaitu Abu Bakar, Umar bin Kahtab,
Khalid Bin Walid dan Mua`wiyah Bin Abi Sofyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana
yaitu lontaran kayu, pelepah kurma, tulang-belulang, dan batu. 

Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi yaitu:

1. Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat.
2. Mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Ibn al-Nadim menulis bahwa di antara para sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, Sa’id ibn
Ubayd ibn al-Nu’man, Abu Darda’, Mu’adz ibn Jabal, Tsabit ibn Zayd dan Ubayd ibn
Mu’awiyah ibn Zayd menghimpun al-Qur’an semasa hidup Rasulullah SAW.[6] 

Dalam buku al-Tambid, Abu Musa al-Asy’ari dan Miqdad ibn al-Aswad disebutkan di antara
para penghimpun al-Qur’an. Hal itu menambahkan bahwa sebelum standarisasi mushaf yang
diperintakan oleh Utsman, orang Kufah membaca menurut mushaf Abu Musa, orang
Damaskus mengikuti mushaf Miqdad, sementara sisanya orang-orang Syria membaca
menurut mushaf Ubay ibn Ka’ab. Dan, sebagaimana kita ketahui, mushaf saat ini adalah
mushaf yang dibuat oleh Zayd ibn Tsabit berdasarkan perintah Abu Bakar, khalifah pertama. 

D. Penulisan Al-Qur’an Di Masa Khulafaur Rasyidin

Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sepeningal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan


(manuskrip) Al-Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam’ul Quran
yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-surahnya
menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul). 

Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang
Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad dan
juga para pengikut Musailamah Al-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 70 orang sahabat
penghafal Al-Qur’an syahid.  Khawatir akan hilangnya Al-Qur’an karena para penghafal Al-
Qur’an banyak yang gugur dalam medan perang. Lalu Umar bin Khattab menemui Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang
tersimpan didalam hafalan maupun tulisan.

Namun pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh Umar bin
Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah melakukannya.
Tetapi Umar bin Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk melakukannya, dan akhirnya
Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut. Kemudian Abu
Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar
sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak perintah Abu Bakar dengan alas an yang sama.
Setelah terjadi musyawarah, akhirnya Zaid bin Sabit pun setuju. 

1. Penulisan Al-Qur’an pada Masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan.

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam
cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin
mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.
Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang
digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda
dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses
ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di
masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an. 

e.      Penyempurnaan pemeliharan Al-Qur’an Setelah Masa Khalifah

Mushaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik,
sehingga orang non arab yang memeluk islam merasa kesulitan membaca mushaf tersebut. 

Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan
oleh dua tokoh berikut;

 Ubaidilllah bin Ziyad melebihkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang. 
 Al-Hajjad bin yusuf Ats- Tsaqafi  penyempurnaan mushaf Usmani pada sebelas
tempat yang memudahkan pembaca mushaf. 

Orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf Usmani ; Abu Al-Aswad Ad-
Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim Al-Laits
Orang yang pertama kali meletakkan hamzah , tasdid, arrum dan Al-Isyamah adalah: al-
Khalid bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi.

Proses pencetakan Al-Quran:

 Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530 M.


 Hinkalman pada masa 1694 M di Hamburg ( jerman ).
 Meracci pada 1698 M di paduoe.
 Maulaya Usman di sain Peter buorgh, Uni Sovyet ( Label Islami ).
 Terbit cetakan di Kazan .
 Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran.
 Ta`di Tabriz pada 1833.
 Ta`di leipez, Jerman pada 1834

F .Rasm Alquran

Rasm al-Quran yang disebut juga rasm utsmani ialah penulisan al-Qur'an oleh para sahabat
dengan kaidah khusus yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Arab. Kaidah ini
teringkas dalam enam kaidah; 

1. Al–Hadzf (membuang,menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya,


menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ (‫) يََآ َ يها النا س‬.
2. Al-Ziyadah  (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang
mempunyai hukum jama’ (‫را ئيل‬--‫وا اس‬--‫ ) بن‬dan menambah alif setelah hamzah marsumah
(hamzah yang terletak di atas lukisan wawu ( ‫)تاهلل تفتؤا‬.
3. Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis
dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh (‫) ائذن‬.
4. Badal (penggantian),  seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada
kata (‫)الصلوة‬.
5. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi
dengan kata ma ditulis dengan disambung ( ‫) كلما‬.
6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua
bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf
ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,(‫ملك يوم‬
‫) الدين‬. Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga
dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).

http://cakzainul.blogspot.com/2012/02/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html

https://www.rangkumanmakalah.com/sejarah-turun-dan-penulisan-al-qur-an/
https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/rasmul-quran-rasm-al-quran.html

Anda mungkin juga menyukai