Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar
tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan,
namun bagaimana cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif  membuat
atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalaman yang
bermanfaat bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu siswa
belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. 
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia
belajar, sehingga memahami proses kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama
dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada
dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada
varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas
termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Untuk memahami teori
mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai
untuk kawasan lainnya. Perlu pemahaman yang mendalam agar dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran.

Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang


mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Warsita (2018), mengemukakan
bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah
deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan
metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal. Dengan
kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel
yang spesifik dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan
deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori
belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar.

Oleh sebab itu, pada makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai
Teori-teori belajar dalam pembelajaran ditinjau dari beberapa aspek yaitu Prinsip-
prinsip belajar, klasifikasi teori belajar, dan paradigma pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja prinsip belajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran?
2. Apa saja klasifikasi dari teori belajar dalam pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud dengan Paradigma pembelajaran?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk menjelaskan prinsip belajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Untuk mngetahui klasifikasi dari teori belajar dalam pembelajaran.
3. Untuk menjelaskan Paradigma pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Prinsi-prinsip Belajar

Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar tentu saja
tidak dapat dilakukan sembarangan atau semaunya saja, tetapi harus menggunakan
prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran tertentu agar bisa bertindak secara tepat.
Oleh karena itu, sebagai pendidik perlu mempelajari prinsip-prinsip belajar dan
pembelajaran yang tepat agar dapat membimbing aktivitas perencanakan dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas.
Muis (2016), mengemukakan dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-
prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran
dalam melaksanakan pengajaran, pengetahuan dan prinsip-prinsip belajar dan
pembelajaran agar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Selain
itu dengan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran ia memiliki dan mengembangkan
sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar peserta didik secara
efektif dan efesien. Ada beberapa prinsip belajar dalam pembelajaran yaitu:
a. Prinsip Kesiapan (Readiness)
kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat
belajar. Berkenaan dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar
untuk suatu tugas khusus. Seseorang peserta didik yang belum siap untuk
melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus
asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi
latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-
faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar, agar proses pembelajaran
dapan berjalan sesuai tujuan kurikulum yang berlaku.
b. Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi
adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah
kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami para peserta didik selalu
ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajakan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu
ini seyogianya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama
untuk semua anak. Motivasi yaitu salah satu faktor seperti halnya intelegensia dan
hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik
dari segi kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi adalah unsur utama dalam
pembelajaran, dan pembelajaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya perhatian.
Jadi, sesuatu hal dikatakan menarik perhatian peserta didik, oleh karena itu para
pendidik dituntut agar bisa memotivasi para peserta didik baik dikelas maupun diluar
kelas.
c. Prinsip Tujuan dan keterlibatan langsung

Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang. Prinsip
keterlibatan langsung merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Pembelajaran
sebagai aktivitas mengajar dan belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga
peserta didik. Prinsip keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung
secara fisik maupun non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya
penting dan berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya
pembelajaran. Karena jika dalam pembelajaran di kelas guru hanya mengajar dalam
bentuk ceramah, yang berarti peserta didik hanya mendengarkan, maka peserta didik
dapat menangkap dari pelajaran tersebut 10% dari apa yang didengarnya. Akan tetapi,
jika seorang guru menyajikan materi dengan melibatkan peserta didik secara
langsung dalam arti peserta didik yang aktif mengerjakan tugas kelompok dan
melaporkan hasilnya maka peserta didik akan mampu mengingat sampai 90% dari
apa yang dikerjakan. Walaupun demikian perlu dijelaskan bahwa keterlibatan itu
bukan dalam bentuk fisik semata, bahkan lebih dari itu keterlibatan secara emosional
dengan kegiatan kognitif dalam perolehan pengetahuan, penghayatan dalam
pembentukan afektif dan pada saat latihan dalam pembentukan nilai psikomotor.

d. Prinsip Persepsi dan keaktifan

Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat
dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi
perilaku individu. Seorang guru akan dapat memahami peserta didiknya lebih baik
bila ia peka terhadap bagaimana cara melihat suatu situasi tertentu. Sedangkan prinsip
aktivitas yaitu segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan
pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energi sendiri dan dapat menjadi aktif karena
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan. Jadi, dalam pembelajaran yang mengolah dan
mencerna adalah peserta didik sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar
belakang masing-masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta didik dengan
menyajikan bahan pelajaran.

e. Prinsip Perbedaan Individual

Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam


kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-
tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal
memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik. Karena itu seorang guru perlu
memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan
menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah berlangsung secara


klasikal yang artinya seorang guru menghadapi 30-40 orang peserta didik dalam satu
kelas. Guru masih juga menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik
dalam kelas itu. Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa
memperhatikan latar belakang sosial budaya, kemampuan, atau segala perbedaan
individual peserta didik. Padahal tiap peserta didik memiliki ciriciri dan pembawaan
yang berbeda. Agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh
guru, maka guru harus benar-benar dapat memahami ciri-ciri para peserta didik
tersebut. Begitu pula guru harus mampu mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari
perencanaan, proses pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau
evaluasi, sehingga peserta didik secara total dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan baik tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan
kemampuan yang berbeda-beda.

f. Prinsip Belajar Kognitif

Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep,


penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya
membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan
aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Belajar kognitif
melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan. Proses belajar itu dapat terjadi
pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.

g. Prinsip Belajar Afektif

Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan


dirinya dengan pengalaman baru. Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan,
minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif.
Sesungguhnya proses belajar afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan
bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan sikap individu.

h. Proses Belajar Psikomotor

Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu


mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspek mental
dan fisik. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain:
1) Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan
dasar psikomotor.
2) Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
3) Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf
penampilan psikomotor.
4) Melalui bermain dan aktivitas nonformal para pelajar akan memperoleh
kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
5) Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan pelajar untuk memadukan
dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
6) Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cakupan
penampilan psikomotor individu.

2. Klasifikasi Teori Belajar Dalam Pembelajaran


a. Teori Belajar Konstruktivistik
Constructivistic atau constructivism berasal dari kata kerja Inggris “to
construct”. Kata ini merupakan serapan dari bahasa latin “con struere” yang berarti
menyusun atau membuat struktur. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diangkat tetapi manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Konsep inti konstruktivistik adalah proses penstrukturan atau pengorganisasian.


Secara istilah, konstruktivistik merupakan suatu aliran filsafat ilmu, psikologi dan
teori belajar mengajar yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Konstruktivistik sebenarnya bertitik tolak dari pandangan
kognitivistik, dimana pengetahuan dibina secara aktif oleh individu yang berfikir.
Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang menekankan pada
pengalaman belajar, tidak semata pengalaman kognitif.
 Pandangan tentang Belajar
Konsep belajar menurut teori belajar konstruktivistik, yaitu pengetahuan
baru dikonstruksi sendiri oleh siswa secara aktif berdasarkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya. Pendekatan konstruktivistik dalam proses
pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan
untuk mengonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah
dimilikinya.
Tekanan utama konstruktivistik adalah lebih memberikan tempat kepada
siswa dalam proses pembelajaran dari para guru. Teori ini berpandangan bahwa
siswa yang berinteraksi dengan berbagai obyek dan peristiwa sehingga mereka
memperoleh dan memahami pola-pola penanganan terhadap obyek dan peristiwa
tersebut.
b. Teori Konstruktif Psikologi/Kognitif Piaget
Teori ini adalah teori perkembangan mental Piaget yang disebut juga teori
perkembangan intelektual.teori ini berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,
yang dikemas dalam tahap perkebangan intelektual dari lahir hinga dewasa.Ada 3 dail
pokok:
1. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap beruntun yang selalu terjadi denga
urutan yang sama.
2. Tahap-tahap tersebut didefinsikan sebagai sebagai suatu clouster dari operasi
metal.
3. Gerak melalui tahap-tahap yang dilalui oleh keseimbangan (equilibration), proses
perkembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman dan stuktur
kognitif yang timbul.
c. Pandangan-Pandangan Beberapa Para Ahli
1. Von Glasersfeld
Menurut Von Glasersfeld, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat
dipindahkan dari pikiran seseorang yang memiliki pengetahuan (guru) ke pikiran
orang yang belum memiliki pengetahuan (siswa), bahkan apabila guru bermaksud
menstranfer konsep, ide, atau Pengertiannya kepada siswa, pemindahan tersebut
harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman
mereka.
Von Claserfeld juga menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk
proses pembentukan pengetahuan, yaitu:
a. Kemampuan mengingat dan mengemukakan kembali pengalaman.
b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan.
c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang
lain.
2. Wheatley
Wheatley mendukung pendapat Tasker dengan mengajukan dua prinsip utama
dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme; sebagai berikut.
a. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur
kognitif siswa.
b. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu Pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.
3. Hanbury
Penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme. Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang
mereka miliki.
b. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
c. Strategi siswa lebih benilai.
d. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman
dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
3. Paradigma Pembelajaran

Muali (2016), Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa nilai


inteligensi individu selalu diukur melalui kemampuan dalam menyelesaikan masalah
matematis dengan mengesampingkan kenyataan bahwa terdapat kemajemukan
inteligensi yang dimiliki manusia yang dibawanya sejak lahir. Disinilah strategi
pembelajaran memegang peranan penting dalam mengakomodir pemenuhan hal
tersebut hingga menyentuh hampir semua inteligensi yang dimiliki oleh para siswa.
Dalam prosesnya, pembelajaran sudah seharusnya memiliki pola dan unsur
pengelolaan tata bahasa, urutan, logika, teratur dan urut, penyelesaian masalah,
pemetaan, mengalami sendiri, hingga hubungan sosial melalui interaksi dan diskusi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemilihan strategi pembelajaran berbasis
inteligensi majemuk sangat tepat untuk menjadi faktor penentu keberhasilan proses
pembelajaran.

Paradigma pembelajaran merupakan suatu konstruk menyeluruh yang perlu


diterapkan apabila proses pembelajaran itu hendak dioperasikan secara penuh dan
memberikan hasil yang penuh pula. Dengan kata lain, harus ada perubahan yang
dilakukan oleh para guru terkait dengan paradigma pembelajaran yang selama ini
dijalankan selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun beberapa perubahan
yang perlu dilakukan oleh para guru adalah perubahan pola pikir dan paradigma
pembelajaran, yaitu;

(1). Perubahan pola pikir pembelajaran dari yang cenderung berorientasi pada
pengajaran, menuju pola pikir baru yang berorientasi pada pembelajaran.

(2) Perubahan pola pikir pembelajaran dari pandangan lama yang berpusat pada guru
menjadi menjadi model pembelajaran yang berfokus pada siswa.

(3) Perubahan pola pembelajaran dari model yang tertutup, terpisah, atau terisolasi
dengan lingkungan dan masyarakatnya menjadi model pembelajaran yang terbuka,
erat, dan akrab engan habitat dan masyarakat.

(4) Perubahan pola pembelajaran yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik.

(5) perubahan paradigma pembelajaran dari yang cenderung berdimensi kognitif


menuju paradigma pembelajaran yang berdimensi integral dan holistik.

Untuk itu, perlu strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dengan
membatasi waktu bagi guru untuk melakukan presentasi tidak lebih dari 30% dari
waktu yang tersedia, sisanya berikan kesempatan pada siswa untuk melaksanakan
aktifitas belajar yang tentunya hal ini jelas akan mengolah potensi inteligensi
majemuk siswa untuk bekerja dan berkembang (Muali ,2016).

Anda mungkin juga menyukai