Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK 3

KEPERAWATAN ANAK 2

DISUSUN OLEH

FINDA ARDIYANTI F KASTELLA (183145105132)

SRI YULIANA (183145105124)

NADIA INRIANI WOWOR (183145105121)

ZULKIFLI (183145105108)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alakum Wr. Wb

Alhamdulillah puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kemudahan, kelancaran, dan berkat karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang erjudul ( kelainan kongenital pada sistem digestive)

Dalam penulisan makalah ini kami mendapat bantuan dari berbagai pihak dan sumber
tertulis. Oleh karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas makalah yang akan datang.

Semoga kehadiran makalah ini mampu menjadi tambahan wawasan informasi penting bagi
kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri makhluk hidup adalah memerlukan makanan. Makanan yang telah dimakan
akan diuraikan dalam sistem pencernaan menjadi sumber energi, komponen penyusun sel dan
jaringan, dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu sistem kompleks dalam tubuh
adalah sistem pencernaan. stem pencernaan merupakan sistem yang memproses mengubah
makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sistem pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul
yang sederhana dengan bantuan enzim sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Sistem
pencernaan pada manusia hampir sama dengan sistem pencernaan hewan lain yaitu terdapat
mulut, lambung, usus, dan mengeluarkan kotorannya melewati anus.

Gangguan Gastrointestinal adalah suatu kelainan atau penyakit pada jalan


makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit
kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon),
hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kelainan kongenital?

2. Apa yang menyebabkan kelainan kongenital?

3. Bagaimana patologi dan patofisiologi kelainan kongenital?

4. menjelaskan eerapa jenis penyakit pada kelainan kongenital sistem digestive?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan
disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali
sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun setelah kelahiran. Kelainan
bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-ssebab alamiah atau faktor-
faktor lainnya yang tidak diketahui.

Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak
priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas
kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan
struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula
tumbuh normal.

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau
kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir
rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Berat bayi lahir
rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya.

Selain pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kelainan
kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal dengan beberapa
cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi (USG), fetoskopi,
pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan pemeriksaan darah janin.

B. Etiologi Kelainan Kongenital

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kelainan congenital adalah sebagai berikut :

1. Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini
sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat
membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi
kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama
kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism)
kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

2. Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi
dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus,
talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)

3. Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ
tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital
dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada
mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

C. Patologi dan Patofisiologi Kelainan Kongenital

Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan
dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ
tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu
kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan
atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan
defek sekat jantung.

Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor
adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh
serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan
menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi
kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan
pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi
minor.

2. Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang
disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok
atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan
ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit,
abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.

3. Disrupsi

Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah
embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian
membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.

D. penyakit yang terdapat pada sistem digestive

1. penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung merupakan salah satu jenis kelainan bawaan yang ditemukan pada
bayi. Kelainan terdapat pada usus besar (kolon), berupa tidak adanya saraf pada salah satu
bagian usus besar yang menyebabkan kontraksi usus terganggu.

Bayi dengan penyakit Hirschsprung sering kali mengalami kesulitan dalam buang air besar.
Hal ini disebabkan karena gangguan yang terdapat pada sel saraf yang bertugas untuk
mengendalikan pergerakan usus.
 

Gejala Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung memiliki gejala yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat
keparahannya. Gejala umumnya sudah dapat dideteksi sejak bayi baru lahir, di mana bayi
tidak buang air besar (BAB) dalam 48 jam setelah lahir.

Selain bayi tidak BAB, di bawah ini adalah gejala lain penyakit Hirschsprung pada bayi baru
lahir:

 Muntah-muntah dengan cairan berwarna coklat atau hijau


 Perut buncit
 Rewel

Pada penyakit Hirschsprung yang ringan, gejala baru muncul saat anak berusia lebih besar.
Gejala penyakit Hirschsprung pada anak yang lebih besar terdiri dari:

 Mudah merasa lelah


 Perut kembung dan kelihatan buncit
 Sembelit yang terjadi dalam jangka panjang (kronis)
 Kehilangan nafsu makan
 Berat badan tidak bertambah
 Tumbuh kembang terganggu

Penyebab Hirschsprung
Dalam keadaan normal, saat janin berkembang di dalam kandungan, sel saraf juga akan
berkembang di usus. Dengan demikian usus dapat berkontraksi dengan baik saat ada
makanan yang masuk ke dalamnya. Tanpa ada kontraksi, feses akan terperangkap dalam usus
dan tidak bisa keluar.

Pada pengidap penyakit Hirschsprung, sel saraf tersebut berhenti berkembang sehingga ada
bagian usus besar yang tidak memiliki saraf. Penyebab gangguan perkembangan sel saraf itu
hingga kini belum diketahui pasti.

Pada beberapa kasus, penyakit Hirschsprung diduga terkait dengan faktor keturunan atau
genetika. Selain itu, bayi laki-laki juga ditemukan lebih berisiko terhadap penyakit
Hirschsprung dibandingkan bayi perempuan.
 

Faktor Risiko Hirschsprung
Ada banyak faktor risiko untuk Hirschsprung, yaitu:

 Memiliki saudara kandung yang memiliki penyakit Hirschsprung: Penyakit


Hirschsprung dapat menurun. Jika memiliki seorang anak yang memiliki kondisi ini,
anak biologis selanjutnya dapat memiliki risiko.
 Laki-laki: Penyakit Hirschsprung lebih umum terjadi pada laki-laki.
 Memiliki kondisi turunan lainnya: Penyakit Hirschsprung terkait dengan kondisi
menurun lainnya, seperti Down syndrome dan kelainan lain yang muncul sejak lahir,
seperti penyakit jantung kongenital.
 

Diagnosis Hirschsprung
Anak yang mengidap penyakit Hirschsprung sangat berisiko mengalami infeksi pada usus
(enterocolitis), yang dapat mengancam nyawa. Tidak hanya dari penyakitnya, tindakan
operasi untuk mengobati penyakit ini juga dapat menimbulkan komplikasi. 

 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi setelah pengidap menjalani operasi meliputi:

o Munculnya lubang kecil atau robekan pada usus


o Inkontinensia tinja
o Kekurangan gizi dan dehidrasi

Pengobatan Hirschsprung
Pengobatan utama dari penyakit Hirschsprung adalah dengan operasi. Operasi dilakukan pada
usus besar, dengan memotong bagian usus yang tidak memiliki sel saraf, dan
menyambungkan usus yang sehat.

2. Penyakit Atresia Ani

Atresia ani atau disebut juga anus imperforate adalah salah satu jenis cacat atau kelainan
sejak lahir. Pada kondisi ini, perkembangan janin mengalami gangguan sehingga bentuk
rektum (bagian akhir usus besar) sampai lubang anus umumnya terbentuk tidak sempurna.

Pada atresia ani, kelainan juga bisa terjadi di area tubuh yang lain seperti kelainan di organ
pencernaan, saluran kemih, hingga kelamin. Umumnya dikategorikan sebagai berikut:

 Kelainan di tingkat bawah yakni berupa lubang anus yang menyempit atau sama
sekali tertutup akibat usus rektum yang masih menempel pada kulit. Lubang anus
yang tertutup umumnya disertai dengan cacat lahir lain, seperti gangguan jantung,
masalah pada sistem saraf pusat, atau anomali pada tangan dan kaki.

 Kelainan di tingkat atas yaitu posisi usus besar yang terletak di rongga panggul bagian
atas dan terbentuknya fistula yang menghubungkan rektum dan kandung kemih,
uretra, atau vagina. Fistula merupakan terowongan abnormal yang muncul antara dua
saluran normal seperti antara pembuluh darah, usus, atau organ tubuh.

 Lubang posterior atau kloaka yang persisten yakni kelainan yang menyebabkan
rektum, saluran kemih, dan lubang vagina bertemu pada satu saluran yang sama.
 
Faktor Risiko Atresia Ani
Ada berbagai macam faktor yang bisa meningkatkan risiko atresia ani pada bayi, antara lain:

 Jenis kelamin. Atresia ani terjadi lebih banyak pada bayi laki-laki dibandingkan bayi
perempuan.

 Memiliki cacat lahir lainnya.

 Ibu menggunakan steroid inhalers selama masa kehamilan.


 

Penyebab Atresia Ani


Dalam kondisi normal, saluran kemih, lubang anus, dan kelamin akan terbentuk pada usia
kehamilan delapan minggu melalui proses pembelahan dan pemisahan dinding-dinding
pencernaan janin. Namun, bila terjadi gangguan pada masa perkembangan janin tersebut, hal
ini bisa memicu atresia ani. Hingga saat ini, penyebab gangguan perkembangan ini belum
diketahui secara pasti, tapi ahli menduga bahwa atresia ani disebabkan oleh faktor keturunan
atau genetika.
 

Gejala Atresia Ani


Gejala-gejala atresia ani biasanya terlihat jelas setelah bayi lahir, antara lain:

 Bayi tidak memiliki lubang anal.

 Pada bayi perempuan, posisi lubang anal berada di tempat yang salah, seperti terlalu
dekat dengan vagina.

 Bayi tidak buang air besar selama 24 sampai 48 jam pertama kehidupan.

 Feses keluar melalui tempat yang salah, seperti uretra, vagina, skrotum, atau pangkal
penis.

 Perut bengkak.
 

Diagnosis Atresia Ani


Dokter biasanya bisa mendiagnosis atresia ani dengan melakukan pemeriksaan fisik setelah
lahir. Pemeriksaan seperti X-ray perut dan USG perut juga diperlukan untuk membantu
menentukan tingkat keparahan kelainan.

Setelah mendiagnosis atresia ani, dokter anak juga perlu menguji kelainan lainnya terkait
dengan kondisi ini. Beberapa jenis tes yang biasanya digunakan, antara lain:

 Sinar X tulang belakang untuk mendeteksi kelainan tulang.


 USG tulang belakang untuk mencari kelainan pada tubuh vertebral atau tulang
belakang.

 Ekokardiogram untuk mendeteksi anomaly jantung.

 MRI untuk mencari bukti cacat esofagus seperti pembentukan fistula dengan trakea
atau batang tenggorokan.
 

Komplikasi Atresia Ani


Sebagian komplikasi dapat terjadi pada saat operasi yang berhubungan dengan saluran
pencernaan. Operasi pembuatan lubang pengganti anus (kolostomi), misalnya, bisa
menyebabkan risiko infeksi organ-organ kemih meningkat. Selain itu, komplikasi yang bisa
terjadi adalah stenosis (penyempitan) pada lubang anus buatan. Ini terjadi apabila kulit pasien
mempunyai kecenderungan membentuk keloid (jaringan parut). Kondisi ini mengharuskan
perbaikan kembali dengan cara operasi.
 

Pengobatan Atresia Ani


Untuk penanganan atresia ani, disarankan untuk melakukan pemeriksaan dini. Berdasarkan
hasil pemeriksaan ini, dokter akan mempertimbangkan prosedur yang akan dipilih sesuai
dengan kondisi kesehatan bayi.

Pada bayi yang tidak memiliki lubang anus, ia akan diberi asupan melalui infus. Jika ada
fistula (terowongan abnormal yang muncul antara dua saluran normal seperti antara
pembuluh darah, usus, atau organ tubuh) biasanya dokter akan menyarankan penggunaan
antibiotik.

Pada sebagian besar kasus lubang anus yang tertutup akan membutuhkan operasi secepatnya
guna membentuk saluran pembuangan untuk kotoran. Namun begitu, operasi ini memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi karena posisi organ yang mengalami gangguan terletak jauh
dalam panggul. Belum lagi faktor usia bayi yang sangat muda sehingga risiko komplikasi
juga semakin meningkat.

Pencegahan Atresia Ani


Lakukan pemeriksaan kandungan dengan rutin dan ketahui tumbuh kembang bayi untuk
mengetahui sejauh mana pertumbuhannya.
 
3. Penyakit atresia Biller ( duktus hepatikus)
Atresia bilier adalah penyakit hati dan saluran empedu langka pada bayi baru lahir. Saluran empedu
pada hati, disebut juga dengan duktus hepatikus, memiliki banyak fungsi.

Saluran empedu bisa berfungsi untuk menghancurkan lemak, menyerap vitamin larut lemak, serta
membawa racun dan produk sisa keluar tubuh.

Namun, pada bayi yang mengalami kelainan atau cacat lahir berupa atresia bilier, saluran empedu
yang ada di luar dan di dalam hati tidak berkembang dengan normal.

Atresia bilier adalah kelainan yang membuat saluran empedu menjadi bengkak dan mengalami
sumbatan saat bayi baru lahir.

Akibatnya, cairan empedu meningkat di hati dan menyebabkan kerusakan hati. Hal ini membuat hati
sulit membuang racun dalam tubuh.

Bahkan bukan tidak mungkin, organ hati bayi berisiko rusak dan mengalami sirosis hati yang dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani.

Apa saja jenis atresia bilier?

Mengutip dari University of Rochester Medical Center, penyakit ini terbagi meJenis penyakit atresia
bilier adalah sebagai berikut:

Atresia bilier perinatal (perinatal biliary atresia)

Atresia bilier perinatal adalah jenis yang paling umum. Sesuai dengan namanya, jenis yang satu ini
umumnya tampak setelah bayi baru lahir.

Biasanya, gejalanya mulai muncul saat usia bayi sekitar usia 2 minggu sampai usia 4 minggu.

Atresia bilier fetal (fetal biliary atresia)

Kebalikan dari jenis sebelumnya, atresia bilier fetal adalah jenis yang kurang umum atau tidak sering
terjadi.

Kelainan ini mulai terbentuk saat janin masih berada di dalam kandungan. Itulah mengapa saat bayi
lahir, tipe atresia bilier fetal langsung terlihat.

Beberapa bayi, khususnya yang lahir dengan jenis kelainan ini, juga memiliki kecacatan pada jantung,
limpa dan usus.

Seberapa umumkah kondisi ini?

Atresia bilier adalah kelainan atau cacat lahir pada bayi yang tergolong jarang terjadi. Sebenarnya
tidak diketahui angka pasti dari kelainan atau cacat lahir ini.

Namun, berdasarkan laman Cincinnati Children’s, kondisi ini bisa terjadi pada sekitar 1 dari 15.000-
20.000 bayi.
Atresia bilier adalah penyakit yang umumnya lebih banyak dialami oleh anak perempuan
dibandingkan dengan anak laki-laki.

Kondisi ini juga bisa dialami oleh hanya salah satu dari sepasang anak kembar atau salah satu dari
beberapa saudara kandung.

Atresia bilier juga adalah penyakit yang lebih sering dialami oleh orang Asia dan Afrika-Amerika
ketimbang orang Kaukasia, seperti Amerika dan Eropa.

Tanda-tanda & gejala


Apa saja tanda dan gejala atresia bilier?
Gejala awal dari penyakit atresia bilier adalah mata dan kulit yang terlihat berwarna kuning
atau disebut sebagai penyakit kuning (jaundice).

Perubahan warna pada kulit dan mata yang menjadi kuning ini disebabkan oleh penumpukan
cairan empedu di dalam tubuh akibat orgah hati dan saluran empedu yang rusak.

Umumnya, bayi yang lahir dengan sakit kuning ringan mengalami kondisi ini selama usia 1
minggu sampai usia 2 minggu pertama.

Kemudian sakit kuning tersebut normalnya akan hilang di usia 2 minggu sampai usia 3
minggu. Sayangnya, pada anak dengan kondisi ini, sakit kuning yang mereka alami dapat
bertambah parah.

Gejala atresia bilier seringnya mulai muncul di antara usia 2 minggu sampai usia 8 minggu
atau 2 bulan pertama kehidupan bayi.

Berbagai gejala atresia bilier adalah sebagai berikut:

 Kulit dan mata berwarna kuning (jaundice)


 Warna urine gelap seperti teh
 BAB berwarna terang seperti abu-abu atau agak putih
 Perut membengkak
 Penurunan berat badan bayi
 Pertumbuhan lambat

Pembengkakan perut bayi bisa terjadi karena ukuran organ hati yang semakin membesar.
Sementara perubahan warna pada feses bayi disebabkan oleh tidak adanya cairan empedu
atau tidak adanya bilirubin di usus.

Bilirubin adalah cairan yang dihasilkan dari proses pemecahan hemoglobin atau sel darah
merah.

Begitu pula dengan perubahan warna urine yang menjadi gelap dikarenakan penempukan
cairan bilirubin di dalam darah.
Selanjutnya, bilirubin disaring oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urine sehingga
memengaruhi warna urine itu sendiri.

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki
kekhawatiran mengenai gejala tertentu yang dialami bayi, sebaiknya konsultasikan dengan
dokter.

ke dokter agar mendapatkan penanganan terbaik terkait kondisi kesehatan buah hati Anda.

Penyebab
Atresia bilier adalah penyakit bawaan lahir yang sampai saat ini belum dapat diketahui
penyebab pastinya.

Meski begitu, para ahli menyakini bahwa atresia bilier bukan penyakit genetik, artinya
penyakit ini tidak diturunkan dari orangtua ke anak.

Selain itu, orangtua yang mengidap kondisi tidak berisiko menurunkan gen penyebab
penyakit kepada anaknya.

Pada beberapa anak, kondisi ini disebabkan oleh pembentukan saluran empedu yang kurang
sempurna selama masa kehamilan.

Sementara pada anak-anak lainnya, penyebab atresia bilier adalah karena kerusakan saluran
empedu oleh sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi virus saat bayi baru lahir.

Beberapa pemicu yang mungkin dapat berkontribusi menjadi penyebab atresia bilier adalah
sebagai berikut:

 Infeksi virus atau bakteri setelah lahir.


 Masalah pada sistem imun atau sistem kekebalan tubuh.
 Mutasi atau perubahan genetik, yang membuat perubahan permanen pada struktur
genetik.
 Masalah saat masa perkembangan organ hati dan saluran empedu selama janin masih
berada di dalam rahim.
 Paparan racun atau zat kimia saat ibu sedang hamil.

Faktor-faktor risiko
Apa yang meningkatkan risiko saya untuk atresia bilier?
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami penyakit atresia bilier
adalah sebagai berikut:

 Terkena infeksi virus atau bakteri setelah lahir


 Memiliki kelainan autoimun yang menyerang hati atau saluran empedu
 Mengalami mutasi atau perubahan genetik pada tubuh
 Perkembangan organ hati dan saluran empedu bermasalah

Namun selain itu, risiko bayi untuk mengalami kelainan atau cacat lahir ini juga dapat
semakin meningkat bila berjenis kelamin perempuan.

Sementara untuk bayi berjenis kelamin laki-laki, risiko untuk mengalami kondisi ini
cenderung lebih rendah.

Bukan itu saja, bayi dengan ras Asia dan Afrika-Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami kondisi ini ketimbang ras kaukasia (Amerika dan Eropa).

Bayi prematur juga memiliki kemungkinan yang lebih besar terkait atresia bilier.

Obat & Pengobatan


Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan
pada dokter Anda.

Bagaimana cara mendiagnosis kondisi ini?


Diagnosis atresia bilier dapat dilakukan dokter dengan menanyakan seputar riwayat medis
kesehatan bayi dan kesehatan anggota keluarga lainnya.

Pemeriksaan fisik dan melaksanakan tes lainnya adalah serangkaian cara untuk mendiagnosis
atresia bilier.

Beberapa tes yang paling umum dilakukan dokter untuk memastikan diagnosis atresia bilier
adalah sebagai berikut:

 Tes darah. Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada fungsi
organ hati bayi.
 Pemeriksaan rontgen atau x-ray. Tujuannya untuk melihat apakah terjadi pembesaran
pada organ hati dan limpa bayi.
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan
adanya kantung empedu kecil.

Pemeriksaan lain yang juga bisa dilakukan untuk mendiagnosis kondisi kelainan ini yakni
biopsi hati.

Biopsi hati dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel hati menggunakan jarum
kemudian dilakukan pengamatan lebih lanjut di bawan mikroskop.

Dokter juga dapat melakukan operasi untuk memastikan kebenaran bayi mengalami kondisi
ini atau disebut sebagai diagnostic surgery confirms.
Operasi ini bisa membantu dokter untuk melihat secara langsung apakah ada bagian saluran
empedu yang bermasalah.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa bayi kemungkinan mengalami kondisi ini,
langkah selanjutnya adalah dilakukan pengobatan.

Apa saja pilihan pengobatan untuk atresia bilier?


Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, kondisi kelainan
ini dapat diatasi dengan metode operasi Kasai dan transplantasi hati.

Pengobatan untuk atresia bilier adalah sebagai berikut:

Prosedur Kasai

Prosedur Kasai biasanya merupakan terapi awal untuk menangani kondisi kelainan ini. Saat
prosedur Kasai berlangsung, dokter bedah akan mengangkat saluran empedu yang tersumbat
pada bayi dan mengambil usus untuk menggantinya.

Selanjutnya cairan empedu akan mengalir langsung ke usus kecil. Jika operasi ini berhasil,
kesehatan anak dapat membaik dan tidak mengalami masalah terkait organ hati.

Sementara jika operasi Kasai gagal, anak biasanya membutuhkan transplantasi hati dalam 1-2
tahun.

Meskipun setelah terapi berhasil, kebanyakan anak berisiko mengalami penyakit sirosis bilier
obstruktif saat dewasa.

Jadi, kesehatan anak perlu dikontrol secara teratur untuk mengetahui kondisi dan
perkembangan organ hati serta saluran empedu.

Transplantasi Hati

Transplantasi hati merupakan prosedur yang dilakukan dengan cara mengambil hati yang
rusak dan menggantinya dengan hati baru dari pendonor.

Setelah transplantasi hati dilakukan, fungsi hati yang baru dapat mulai bekerja sebagaimana
mestinya sehingga kesehatan anak juga semakin membaik.

Namun, anak disarankan untuk rutin minum obat guna mencegah sistem kekebalan tubuhnya
menyerang atau menolak organ hati yang baru.

Tak perlu khawatir karena penolakan ini sebenarnya merupakan cara normal dari sistem
kekebalan tubuh dalam melawan infeksi virus dan zat asing lainnya.

Pengobatan di rumah
Apa saja perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kondisi ini?
Beberapa perubahan gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda
mengatasi atresia bilier pada anak adalah:

Bayi dengan kondisi ini biasanya mengalami kekurangan zat gizi sehingga membutuhkan
aturan khusus untuk memenuhi kebutuhan gizinya khusus.

Jadi, anak butuh kalori lebih dalam diet hariannya. Anak dengan kondisi ini juga dapat
mengalami kesulitan dalam mencerna lemak yang selanjutnya mengakibatkan kekurangan
vitamin dan protein.

Jika diperlukan, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut dengan ahli gizi anak untuk
mendapatkan rekomendasi yang tepat mengenai kebutuhan gizi si kecil setiap harinya.

Setelah transplantasi hati, kebanyakan anak dapat makan dengan normal.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi telur. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan kongenital terjadi pada
awal konsepsi. Hal ini terjadi karena faktor lingkungan dan genetic atau kedua faktor secara
bersamaan. Jadi kelainan kongenital dapat diantisipasi pada saat ibu sebelum dan ketika
hamil dengan cara makan-makanan yang bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai