Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENYAKIT AKIBAT KERJA NEUROLOGI

Tourette syndrome pada pekerja garmen

Disusun oleh :

Beatrix Angelina Haryono (2006490882)

Caesar Nurhadiono Raharjo (2006490895)

  

Dosen Mata Kuliah:


dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp,S

PROGRAM STUDI

MAGISTER KEDOKTERAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Selama sekitar 90 tahun Sindrom Tourette (TS) dicatat sebagai catatan yang aneh dalam
buku teks psikiatri dan lebih buruk lagi, dalam formulasi psikoanalis. Hal itu ditemukan kembali
di New York sekitar tahun 1970. Pada tahun 1980, prevalensi TS diperkirakan 1/2000 tetapi
kemudian studi yang dilakukan pada komunitas sekolah meningkat sebanyak 1% pada anak
sekolah dan pada saat itu kebanyakan terjadi pada siswa pria.1

Tourette Syndrome (TS) adalah kelainan yang sering terjadi pada masa kanak-kanak,
dengan manifestasi yang menonjol dari tics. Dalam DSM-5, istilah alternatif untuk TS adalah
gangguan Tourette. Tics, seperti yang didefinisikan oleh DSM-5 adalah "gerakan motorik atau
vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, berulang, tidak berirama, umumnya didahului oleh dorongan ”.
Ada sejumlah sindrom tic, dan mungkin yang paling umum adalah gangguan tic sementara
(sebelumnya disebut tic transient) di mana tics terjadi terakhir sekitar satu tahun.1,2

Konsorsium Internasional Tourette melaporkan karakteristik 6805 pasien dengan TS.


Rasio pria dan wanita adalah 4,4 banding 1; usia rata-rata onset adalah 6,4 tahun. Adanya
riwayat TS di keluarga ditemukan pada 51,7% pasien. Attention deficit / Hyperactivity Disorder
(ADHD) ditemukan pada 55,6%, dan gangguan obsesif kompulsif (OCD) ditemukan pada
54,9%. Secara klinis, tics menghilang ketika dewasa pada sekitar setengah dari pasien, membaik
40 hingga 45% kasus, dan tetap hanya pada 5 hingga 10% pasien.2

Tics dapat memengaruhi bagian tubuh mana pun, tetapi tampak sangat menonjol di
wajah, seperti mata berkedip. Tics dapat berupa gerakan sederhana atau kompleks, tetapi tidak
terlihat bahwa gerakan ini benar-benar berbeda. Vokalisasi dapat berupa berbagai suara dan kata,
termasuk coprolalia. Dorongan, atau fenomena firasat, bisa jadi hanya ketegangan batin dari
keinginan bergerak atau bisa berupa perasaan tertentu di bagian tubuh tertentu. Kalau di bagian
tubuh tertentu, dapat disebut tic sensoris, dan banyak pasien akan mengatakan bahwa tic sensoris
adalah aspek utama gangguan tersebut, karena gerakan dilakukan secara sadar untuk membuat
sensasi hilang. Sayangnya, manfaatnya hanya bertahan sebentar dan dorongan atau sensasi
sensorik segera menumpuk lagi. Dari 50 pasien, lokasi tics sensoris bermacam-macam seperti di
wajah dan kepala di 73%, leher 66%, bahu 56%, lengan 39%, tangan 34%, tenggorokan 34%,

2
dan tempat lain masing-masing kurang dari 30%. Pada kondisi yang sama, karakteristik yang
paling sering, antara 80 dan 90%, adalah "Dorongan untuk bergerak" atau "harus
melakukannya", sedangkan perasaan yang lebih sensoris seperti "sakit", "gatal" dan "kesemutan /
mati rasa" masing-masing hanya sedikit lebih dari 20%.2

2
BAB II

TINJAUAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Tempat/tanggal lahir : Jakarta/ 6 Juni 1992
Alamat : Perum Dasana Indah SI 2 No. 6 RT 007/RW 015, Kelurahan
Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Provinsi Bante,
Kode Pos 15821
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Kedudukan dalam keluarga : Istri
Pekerjaan : Penjahit
Perusahaan : PT. X
Jenis Industri : Garment

II. ANAMNESIS dilakukan secara autoanamnesis


A. Alasan kedatangan/keluhan utama
Bahu kanan sering bergerak-gerak tanpa disadari sejak + 1 tahun lalu
B. Keluhan lain /tambahan :

Pasien merasa malu dengan gerakan aneh ini.

C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang:


Pasien merasakan bahu kanannya yang kaku bila tidak digerakkan, dan merasa kaku
tersebut reda bila bahu kanannya segera diangkat ke atas. Pasien merasa gerakan bahu
tersebut berkurang bila menutup mulut dan merapatkan giginya. Pasien mengalami
keluhan tersebut belasan kali setiap harinya tanpa ada perubahan yang berarti di aetiap
gerakannya, Gerakan muncul tanpa pasien sadari.dan dirasakan sudah setahun
terakhir.Pasien sudah pernah mencoba untuk melakukan pemijatan pada bahunya supaya
dapat mengurangi gerakan ini, tapi tidak ada perubahan apapun setelah pemijatan.Pasien
merasa tidak ada yang bisa atau memperingan munculnya gerakan ini.
D. Riwayat penyakit keluarga:

2
Kakek pasien juga sering melakukan Gerakan mengedipkan mata tanpa disadari.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal. Riwayar epilepsy dan kejang dalam keluarga
disangkal.
E. Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat stroke (-), riwayat penyakit jantung (-) disangkal.
Pada usia 12 tahun, pasien mengingat pernah dipulangkan ke rumah dari camp sekolah
saat SMP karena mata yang berkedip-kedip karena nervous, yang kemudian hilang
dengan sendirinya. Kecelakaan (-), Infeksi berat disangkal.
F. Riwayat Sosial dan kebiasaan
Pasien tinggal di rumah sendiri yang bersih dan terawatt menurut pasien dengan
lingkungan padat penduduk. Tidak memiliki kebiasaan lain selain pekerjaan rumah
tangga saja yang dikerjakan. Pasien tidak begitu memiliki banyak teman sejak dahulu,
karena sulit untuk masuk pergaulan.
G. Anamnesis Okupasi
Tuliskan jenis pekerjaan yang dilakukan sejak pertama kali, serta lama kerja di tiap
pekerjaan tersebut
Jenis Bahan yang digunakan Jenis industri Lama bekerja
pekerjaan
Pelayan di Piring, sendok, alat makan,gelas Kuliner ( warteg) 3 tahun
rumah makan
Penjahit di Mesin jahit, jarum, kain, gunting Garment 7 tahun (sampai
perusahaan saat ini)
garment

Uraian tugas/pekerjaan (yang dianggap berisiko untuk terjadinya keluhan)

Berangkat kerja dengan


Bekerja menjahit Istirahat, sholat dan
jemputan kantor
makan siang
08.00-12.00
07.30
12.00-13.30

2
Istirahat dan tidur Pulang menuju rumah Lanjut bekerja sebagai
penjahit
17.40- besok hari 17.00
13.00-17.00

Ny. P adalah seorang pekerja di perusahaan garment dibagian penjahitan. Ny. P bekerja selama
5 hari dalam seminggu dari pukul 08.00 – 17.00 WIB, berangkat dari rumah pukul 07.30 pagi ,
dilanjutkan bekerja sebagai penjahit dari pukul 08.00-12.00, makan siang tidak ditanggung di
perusahaan, Kembali bekerja pukul 13.30-17.00, kemudian pulang ke rumah dan tiba di rumah
pukul 17.40 setiap harinya dengan dijemput kendaraan dari perusahaan. Dari hasil medical
check-up perusahaan 1 tahun sebelumnya semua pemeriksaan yang dilakukan dalam batas
normal.

Bahaya Potensial

2
Urutan Bahaya Potensial Gangguan Risiko
kegiatan kesehatan kecelaka
(tuliskan urutan yang an kerja
mungkin
sesuai bagan
alur di no 2)
Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikos
osial
(dapat
gunakan
Brief survey)

Kecelaka
Berangkat dan
an lalu
pulang kerja
lintas

Bising Posisi Monoto


janggal tanpa ni kerja Kecelaka
sandaran dan NIHL, an kerja
kursi, duduk target gangguan tertusuk
Selama bekerja lama, kerja muskuloskeleta jarum,
gerakan l, stress kerja terguntin
repetitif g

Makan
Istirahat,sholat minum
Gangguan
dan makan yang
saluran cerna
siang kurang
bersih

2
Pemeriksaan Tanda Fisik

1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/80mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 370C

2. Status Gizi
Tinggi Badan : 160cm
Berat Badan : 82kg
Lingkar perut : 114cm
IMT : 32.03
Bentuk Badan : Obesitas

3. Tingkat Kesadaran dan Keadaan Umum


Kesadaran : Compos Mentis
Kualitas Kontak : Baik
Kesakitan : Tidak
Berjalan : Tidak ada gangguan

4. Pemeriksaan Fisik Kepala & Leher


Kepala
Wajah : Tidak ditemukan kelainan
Rambut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kulit Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tanda Sianosis: Tidak ditemukan
Tanda Dyspneu: Tidak ditemukan
Leher
Trackea : Ditengah
JVP : Tidak diukur
Kelenjar : Tidak teraba pembesaran

2
II. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : dalam batas normal
Kimia darah : dalam batas normal

III. Resume
Pasien wanita usia 29 tahun,obesitas, datang dengan keluhan sering menggerak-gerakkan
bahunya tanpa disadari, belasan kali setiap harinya tanpa ada perubahan yang berarti dan hal
tersebut dirasakan sudah setahun terakhir.
Dengan riwayar pada usia 12 tahun, pasien mengingat pernah dipulangkan ke rumah dari camp
sekolah saat SMP karena mata yang berkedip-kedip karena nervous, yang kemudian hilang
dengan sendirinya. Kecelakaan (-), Infeksi berat disangkal.
Riwayat keluarga (+) sering mengedipkan mata.

IV. Diagnosa Klinis


Sindrom Toureet
Penegakan Diagnosis Okupasi
1. Diagnosa Klinis : Sindrom Toureet
Berdasarkan Menurut DSM V diagnosis Sindrom Tourette ditegakkan maka seseorang harus:
• Memiliki dua gerakan motorik atau lebih (misalnya, berkedip atau mengangkat bahu) dan
setidaknya satu gerakan vokal (misalnya, bersenandung, berdehem, atau meneriakkan
kata atau frasa), meskipun mungkin tidak selalu terjadi pada saat yang sama waktu.
• Telah mengalami tics setidaknya selama satu tahun. Tics dapat terjadi berkali-kali dalam
sehari (biasanya dalam serangan) hampir setiap hari dan terus menerus.
• Onset tics yang dimulai sebelum usia 18 tahun.
• Gangguan tidak disebabkan oleh efek langsung fisiologis dari suatu zat (misalnya,
stimulan) atau kondisi medis umum (misalnya, penyakit Huntington atau ensefalitis
postviral)

Maka pasien sudah memiliki 2 gerakan motorik yaitu mengedipkan mata ( di usia 12 tahun),
mengangkat bahu (di usia saat ini), Gerakan tics ini sudah terjadi 1 tahun, muncul di usia 12
tahun (sebelum 18 tahun), tidak ada efek zat dan kondisi medis lain.

2
2. Bahaya Potensial
Urutan Bahaya Potensial Gangguan Risiko
kegiatan kesehatan kecelaka
yang an kerja
mungkin

Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikos


osial

Kecelaka
Berangkat dan
an lalu
pulang kerja
lintas

Bising Posisi Monoto


janggal tanpa ni kerja Kecelaka
sandaran dan NIHL, an kerja
kursi, duduk target gangguan tertusuk
Selama bekerja lama, kerja muxkuloskelet jarum,
gerakan al, stress kerja terguntin
repetitif g

Makan
Istirahat,sholat minum
Gangguan
dan makan yang
saluran cerna
siang kurang
bersih

3. Evidance Based
1. New onset tics (32%), new onset secondary tic disorder (27%), and recurrent childhood
tic disorder (41%).2,3
2. Pada suatu jurnal didapatkan pasien dengan tics onset yang terjadi di usia dewasa, terjadi
karena pesta kokain, cedera kepla akibat kecelakaan, timbul karena mengangkat beban
sehingga menegangkan lehernya, paparan zat neuroleptika, setelah menderita faringitis
parah3

2
3. Diagnosis didasarkan pada terjadinya tics bersama dengan gangguan perilaku, termasuk
attention-deficit-hyperactivity disorder (ADHD) , obsessive-compulsive disorder (OCD)
dan Gangguan perilaku lainnya termasuk kecemasan dan gangguan mood, gangguan
belajar, gangguan tidur, conduct and oppositional behavior, and self-injurious behavior. 4
4. Faktor seperti: stres, lelah, penyakit fisik dapat memperburuk tics untuk
sementara.Berbagai aktivitas seperti: memainkan alat musik, berolahraga, menari atau
berdansa bermanfaat dan membantu mengalihkan atau meredakan tic.5
5. Keturunan penderita TS memiliki peluang 10% berkembang menjadi tik, jika pasangan
hidupnya tidak memiliki riwayat keluarga tik.5

4. Apakah pajanan cukup menimbulkan diagnosa Klinis?


Tidak ada pajanan di tempat kerja yang dapat menyebabkan diagnosa klinis

5. Apakah ada faktor individu yang berperan menyebabkan diagnosa klinis?


Riwayat keluarga (+) dari kakeknya yang sering melakukan Gerakan mengedip .
Riwayat obat-obatan terlarang (-), trauma kepala (-)

6. Apakah terpajan bahaya potensial yang sama di luar tempat kerja?


Tidak Ada

7. Diagnosa Okupasi : BUKAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

2
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Gangguan Tics

Tics adalah gerakan singkat involuntar (tics motorik) atau suara (tics vokal) yang terjadi
berulang, stereotipik, kompulsif dan tak berirama dapat merupakan bagian dari kepribadian
normal. Meskipun tics dapat muncul sebagai akibat dari cedera otak secara langsung (biasanya
gejala, misalnya, pada trauma capitis atau ensefalitis), Tics yang paling sering ditemukan
idiopatik dan merupakan bagian dari spektrum Sindrom Gilles de la Tourette atau kelainan tic
idiopatik lainnya.2,6

Jenis-jenis Tics meliputi:6

a. Tics sederhana misalnya kedipan mata dan tics facialis. Biasanya dijumpai pada anak
yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan dapat hilang secara spontan.

b. Tics kompleks atau tics herediter multipleks (sindrom Gilles de la Tourette). Dijupai pada
anak dengan tics sederhana yang kemudian berkembang menjadi multipleks. Penderita
biasanya mengalami hambatan dalam pergaulan. Gejalanya antara lain dapat berupa:

 Gerakan involuntar kompleks:


 Tics respiratorik dan vokal

 Ekholalia / suka meniru

 Suara menggonggong / bersiul

 Menggerutu, batuk-batuk

- Perubahan kepribadian: suka marah/mengomel

- Koprolalia

Tics motoric

Tics motorik sederhana, berdasarkan definisi, hanya mempengaruhi sejumlah kecil kelompok
otot dan hanya terjadi pada saat tertentu, gerakan dibatasi. Paling sering terlihat pada wajah dan

2
kepala, tics pada mata yang sangat umum. Sebliknya, tics motorik kompleks didefinisikan
dengan sekelompok otot dan atau yang terlihat memiliki kemampuan tertentu. Copropraxia,
Ekopraksia, dan palipraxia merupakan jenis khusus pada tics motorik yang kompleks.6

Contoh dari tics motorik sederhana dan kompleks

Tics motoric sederhana Tics motoric kompleks


 Mengedipkan mata, berkedip,  Gerakan yang tampaknya
mata-berputar, membuka lebar disengaja, ekspresi wajah,
(tanpa mengangkat alis) pergerakan bersamaan dengan
 Mengangkat alis kepala, tangan, lengan, badan,
 Mengenduskan hidung tungkai kaki, dan telapak kaki

 Mengepulkan pipi  Memilih pakaian.

 Membuka mulut, menarik sudut  Melompat-lompat


mulut  Bertepuk tangan, Jari: mengetuk
 Gerakan bibir  Berputar
 Mencuat lidah  Membungkukkan badan
 Gerakan rahang  Gerakan lengan lebar
 Cemberut  Kaki: menepak
 Meringis  Tics distonik (jarang dengan
 Gigi bergumam gerakan bali lambat

 Kepala: mengangguk, melempar,  Tics menulis


gemetar, berkedut  Ekopraksia: meniru tanpa tujuan
 Bahu: menangkat bahu dari gerakan orang lain yang

 Pergerakan lengan dan tangan diamati

 Pergerakan abdomen  Copropraksia: membuat gerakan

 Pergerakan dada kotor seperti menunjukkan jari


tengah, gerakan tidak senonoh
 Pergerakan punggung
pada badan dan panggul,
 Pergerakan tungkai kaki dan
memegang selangkangan
telapak kaki
 Palipraxia (jarang): pengulangan

2
gerakan sendiri (auto-perilaku
agresif)

Tics vocal

Membersihkan tenggorokan dan terisak adalah jenis yang paling umum dari tics vokal; seruan
dan teriakan jarang ditemukan. Terutama pada anak-anak, tics sering salah didiagnosis sebagai
penyakit saluran napas seperti asma atau alergi. Coprolalia, echolalia, dan plilalia adalah tics
vokal yang kompleks.6

Tics vokal sederhana Tics vokal kompleks


 Membersihkan-tenggorokan  Echolalia: mengulang kalimat
 Terisak-isak, menghirup dalam yang didengar, kata, kalimat, atau
 Batuk, serak suara, tanpa tujuan komunikasi

 Mendengus  Coprolalia: mengucapkan kata-

 Meniup bibir / lidah (dibentuk kata kotor

“melingkar”)  Palilalia: pengulangan tak sadar

 Menghirup atau menghembuskan pada kata-kata yang diucapkan

napas sendiri

 Mencicit, memekik.  Menghentikan bicara, gagap

 Bersiul, bersenandung  Mengucapkan bagian dari pidato

 Berteriak  Mengucapkan kata yang tidak


pantas secara sosial (NOSI =
 Mengatakan suku kata (hm, eh,
“non-obscene, socially
ah, ha)
inappropriate behavior”)
 Membuat suara-suara binatang
misalnya “gemuk, gemuk,
atau suara lainnya
gemuk” “tolong, tolong” “ya, ya,
 Meludah
ya”

Coprolalia merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada sindrom Tourette,
kata-kata yang diucapkan biasanya berupa kata-kata pendek yang di anggap kotor, dan sering

2
bersifat cabul. Coprolalia lebih sering terjadi pada kasus yang lebih parah dari sindrom Tourette
pada beberapa angka kesakitan.6

II. Sindrom Tourette


1. Latar Belakang
Fenomena sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) pertama kali dilaporkan oleh dokter
Jean-Marc Gaspard Itard, pada seorang wanita Perancis berusia 26 tahun. Selanjutnya George
Beard melaporkan 50 penderita tik motoric dan echolalia. Pada tahun 1885, 60 tahun setelah
Itard mempublikasikan kasus itu, Georges Gilles de la Tourette (1857-1904), mempublikasikan
artikel tentang delapan penderita tik motorik atau vokal, dan ia menamai sindrom ini “maladie
(illness) of tics”. Di kemudian hari, sindrom ini dikenal sebagai sindrom Tourette. 7,8
Sindrom Tourette (TS) adalah gangguan neurologis genetik yang secara umum ditandai
dengan adanya tics motorik dan tics vokal kronik dimulai sebelum dewasa. Tics pada TS
biasnaya berfluktuasi pada jumlah, frekuensi, intensitas, dan kompleksitas selama perjalanan
penyakit.6
2. Etiologi6

Penyebab dari TS ini dapat disebabkan oleh genetik ataupun non-genetik. Kategori yang
terakhir termasuk kasus yang berkaitan dengan infeksi streptokokus dan kasus yang berhubungan
dengan gangguan otak lainnya.

Penyebab Genetik

TS diketahui merupakan penyakit genetik; prevalensi TS pada keluarga tingkat pertama adalah
5-15%, atau setidaknya 10 kali prevalensi dalam populasi umum. Tics motorik kronis (tanpa
tics vokal) juga sering terjadi pada anggota keluarga. Hal ini dikarenakan tics vokal dasarnya
tics motorik pada otot yang digunakan pada saat berbicara.9 Pendekatan lain untuk
mengidentifikasi gen-gen tertentu yang berhubungan dengan TS meliputi pemeriksaan keluarga
dengan kelainan kromosom terlihat atau tingkat tinggi kekerabatan. Salah satu asosiasi tersebut
telah dilaporkan, namun hal ini mempengaruhi paling sedikit pada kaum minoritas dengan tics.9

2
Penyebab Non-Genetik

Penyebab Non-genetik juga harus ada, karena pasangan kembar monozigot diketahui. Bukti
tambahan untuk penyebab lingkungan atau epigenetik termasuk perbedaan keparahan antara
kembar monozigot yang terkena dampak, dengan tingkat keparahan yang lebih besar dalam
kembar dengan komplikasi perinatal dibandingkan dengan kembar identik dan kasus sekunder
(simtomatik): tics dengan pembuluh darah, degeneratif, toksik, atau penyebab autoimun.
Kemungkinan bahwa beberapa, atau mungkin banyak, kasus TS dapat disebabkan oleh respon
imun yang abnormal terhadap infeksi streptokokus.10

Infeksi Streptococcus

Dalam beberapa tahun terakhir, ada kemungkinan bahwa penyakit streptokokus dapat
menghasilkan tidak hanya chorea tetapi juga tics, obsesi, atau dorongan. Dalam beberapa kasus
tics yang terjadi secara tiba-tiba setelah infeksi streptokokus, dan peneliti mengusulkan definisi
kasus penelitian untuk gangguan neuropsikiatri autoimun pasca streptokokus yang terkait dengan
infeksi streptokokus (Post-streptococcal Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated
with Streptococcal-infection: PANDAS).11

Penyebab Lainnya

Beberapa kasus tics dimulai setelah lesi fokal pada korteks prefrontal, ganglia basalis, thalamus
dan telah dilaporkan. Satu bagian dijelaskan 6 pasien yang tiba- tiba mengalami tics, obsesi, dan
/ atau dorongan setelah reaksi anafilaksis pada sengatan lebah dan menghasilkan lesi globus
pallidus bilateral.12 Tics motorik dan vokal dan dorongan sering dilaporkan pada pasien yang
selamat dari ensefalitis letargia pada 1910-an dan 1920-an. Gejala yang sama juga terjadi pada
beberapa pasien dengan mengalami penyakit Huntington, penyakit Wilson,
neuroacanthocytosis, atau degenerasi lobus frontal.12

3. Etiopatogenesis5

Etiopatogenesis pasti belum diketahui, diduga multifaktor. Faktor neurokimiawi, yaitu:


lemahnya pengaturan dopamin di nekleus kaudatus; juga ketidakseimbangan serta

2
hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama dopamin dan serotonin. Peran
neurotransmiter dopamine amat penting; pada studi neuroimaging, ada ketidaknormalan sistem
dopaminrgik di dalam korteks prefrontal dan striatum otak. Pada penderita TS, terjadi
peningkatan densitas transporter dopamin presinaps dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang
berarti terjadi peningkatan uptake dan release dopamin. Hipotesis supersensitivitas dopamin
menjelaskan mengapa TS begitu responsif terhadap penghambat reseptor dopamin atau
neuroleptik. Riset terbaru menunjukkan tidak ada bukti peningkatan inervasi dopaminrgik striatal
pada penderita TS.Di sistem saraf pusat, neurotransmitter dopamin (DA) memperantarai
bermacammacam fungsi fisiologis termasuk pengaturan aktivitas lokomotorik, proses kognitif,
sekresi (pengeluaran) neuroendokrin, dan pengendalian perilaku yang termotivasi (motivated
behaviors) termasuk mekanisme emosi, afek, dan pemberian penghargaan.

Jalur dopaminrgik bukanlah satu-satunya yang bertanggung-jawab atas munculnya gejala TS,
faktor lain yang juga berperan, antara lain: rendahnya kadar serotonin, glutamate dan AMP
siklik. Di sirkuit subkortikal frontal, abnormalitas reseptor glutamat, dopamin, serotonin, GABA,
asetilkolin, noradrenalin, opioid, dan cannabinoid juga berperan dalam patogenesis TS.
Overekspresi synaptogyrin-3 di sel-sel PC12 dan MN9D yang mirip saraf (neuronal-like) namun
bukan di sel-sel HEK 293 nonneuronal, menghasilkan peningkatan aktivitas dopamin transporter
(DAT) pada level transporter di membran plasma.Efek synaptogyrin-3 ini ditiadakan oleh
keberadaan vesikular monoamine transporter-2 (VMAT2) inhibitor reserpine, memberi sugesti
bahwa kemampuan synaptogyrin-3 untuk meregulasi (mengatur) aktivitas DAT bergantung pada
sistem penyimpanan dopamin (DA) vesikular. Terdapat interaksi biokimiawi yang kompleks
antara DAT, synaptogyrin-3, dan VMAT2, di samping juga ditemukan hubungan fisik dan
fungsional antara DAT dan sistem DA vesicular.

Saat penderita TS mengalami serangan tik, terjadi aktivasi multifokal di otak seperti di
korteks premotorik lateral dan medial, korteks ciaguli anterior, korteks prefrontal dorsolateral-
rostral, korteks parietal interior, putamen, nukleus kaudatus, korteks motorik primer, area Broca,
girus temporal superior, insula, and klaustrum. Hal ini menunjukkan keterlibatan daerah
paralimbik, bahasa, dan sensorimotorik. Secara spesifik, ketidaknormalan sirkuit kortiko-striato-
talamo-kortikal melibatkan inhibitory interneurons di ganglia basal, yang dapat berhubungan
dengan pathogenesis dan persistensi beragam kasus TS. Malfungsi sirkuit ini dapat berkontribusi

2
terhadap perilaku semi-otonom fragmenter yang bermanifestasi sebagai tik.Ganglia basal,
terutama nukleus kaudatus dan korteks prefrontal inferior, berhubungan dengan perkembangan
TS. Sirkuit ganglia basal dan kortikal juga berperan pada fungsi motoric dan pembentukan
kebiasaan; disfungsi ganglia basal telah lama diketahui sebagai penyebab utama gejala tik.Selain
itu, di otak penderita TS, terjadi penurunan 5% volume nukleus kaudatus, namun abnormalitas
seluler yang mendasarinya belum jelas. Selain itu juga dijumpai 50%– 60% penurunan
parvalbumin dan kolin asetiltransterase interneuron kolinergik di nukleus kaudatus dan putamen.
Penurunan interneuron kolinergik terlihat jelas di regio asosiatif dan sensorimotorik, namun tidak
terlihat di regio limbik. Hal ini diketahui dari hasil penilaian densitas berbagai tipe interneuron
dan medium spiny neurons di striatum otak postmortem penderita TS dengan analisis stereologis.

4. Pemeriksaan Penunjang

Apabila seorang dokter mampu menemukan indikasi khas sindrom Tourette (TS)
berdasarkan anamnese dan pemeriksaan pasien, biasanya tidak memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut pada umumnya. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan jika fitur yang tidak biasa
yang hadir dalam riwayat atau pemeriksaan fisik atau apabila kelainan lain yang ditemukan pada
pemeriksaan neurologis. Temuan yang tidak biasa mungkin termasuk kekakuan, bradikinesia,
spastisitas, mioklonus, chorea, demensia, atau psikosis. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
termasuk bukti yang menguatkan riwayat pasien dengan sumber lain, dengan follow-up, atau
dengan pengujian laboratorium.13

Pemeriksaan Serum Ceruloplasmin atau Slit-Lamp

Pemeriksaan serum seruloplasmin atau pemeriksaan Slit-lamp untuk kemungkinan adanya cincin
Kayser-Fleischer. Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan. Namun, jika fitur yang tidak biasa
yang hadir, tes ini dapat membantu dalam tindakan menyelamatkan nyawa dengan
mengkonfirmasi adanya penyakit Wilson.13

Uji Neuropsikologi

Tes neuropsikologis mungkin berguna: Pasien dengan kesulitan di lingkungan sekolah atau
tempat bekerja dapat di evaluasi terhadap gangguan belajar sehingga strategi adaptif dapat
diidentifikasi.13

2
Radiologi

Pencitraan struktural tidak secara rutin diperlukan dalam evaluasi pasien dengan riwayat dan
pemeriksaan temuan khas. Studi ini menunjukkan hanya untuk mengecualikan penyakit tertentu
yang disarankan oleh riwayat atau pemeriksaan temuan abnormal. Saat ini, studi pencitraan
fungsional tidak memiliki utilitas klinis terbukti dalam evaluasi gangguan tics.13
5. Diagnosis

Didiagnosis berdasarkan DSM V, berdasarkan Menurut DSM V diagnosis Sindrom Tourette


ditegakkan maka seseorang harus:14

 Memiliki dua gerakan motorik atau lebih (misalnya, berkedip atau mengangkat bahu) dan
setidaknya satu gerakan vokal (misalnya, bersenandung, berdehem, atau meneriakkan
kata atau frasa), meskipun mungkin tidak selalu terjadi pada saat yang sama waktu.
 Telah mengalami tics setidaknya selama satu tahun. Tics dapat terjadi berkali-kali dalam
sehari (biasanya dalam serangan) hampir setiap hari dan terus menerus.
 Onset tics yang dimulai sebelum usia 18 tahun.
 Gangguan tidak disebabkan oleh efek langsung fisiologis dari suatu zat (misalnya,
stimulan) atau kondisi medis umum (misalnya, penyakit Huntington atau ensefalitis
postviral)

6. Terapi
Pengobatan untuk tics yang telah menunjukkan keberhasilan dalam Replicated Controlled
Trials (RCT) adalah sebagai berikut:
 Dopamin D2 terapi antagonis reseptor
Obat neuroleptik adalah standar saat ini dalam hal efektivitas pengobatan tics. Obat ini
efektif pada dosis jauh di bawah dosis pengobatan biasa untuk psikosis, dan efek samping yang
paling dapat dikelola dengan manipulasi farmakologis. Sayangnya, banyak pasien tidak
mentolerir efek samping akut (paling seringa sedasi, berat badan, depresi, kelesuan, dan
akatisia), dan pengobatan jangka panjang memiliki resiko kecil tardive dyskinesia. Oleh karena
itu, pengobatan lain telah diselidiki. [Fluphenazine, Pimozide, Haloperidol, Risperidone,
Ziprasidone, Trifluperazine, dan Molindone]7

2
 Terapi agonis dopamin
Paradoksnya, beberapa agonis dopamin campuran juga telah terbukti efektif dalam
mengurangi frekuensi tics. Sampai saat ini, obat- obatan ini telah diuji secara eksklusif dalam
dosis yang relatif rendah,sebagian karena teori bahwa, pada dosis tersebut, obat harus menentang
fungsi dopamin dengan tindakan selektif pada reseptor presinaptik. Demikian pula, saat ini
sedang dilakukan studi double- blind placebo-controlled levodopa sebagai pengobatan untuk
tics.15
 Terapi pembalikan kebiasaan
Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) gejala tidak merespon dengan baik terhadap
pengobatan psikodinamik tetapi secara efektif diobati dengan terapi perilaku. Pengobatan
tersebut memiliki efek biologis, seperti normalisasi metabolisme dasar abnormal tinggi di
korteks orbitofrontal. Serangkaian kasus telah menunjukkan penurunan tics dengan
menggunakan metode terapi perilaku yang sama terbukti bermanfaat bagi pasien dengan OCD.16
 Noradrenaline drugs untuk kontrol impuls dan ADHD
Guanfacine diuji dalam sebuah RCT pada anak-anak dengan gangguan tics baik ADHD
dan kronis dan ditemukan untuk menjadi jelas lebih unggul dengan plasebo dalam pengurangan
kedua ADHD dan gejala tic (31% rata-rata), dengan sedikit efek samping. Obat ini juga telah
terbukti manjur pada orang dewasa dengan ADHD nontics. Clonidine telah sering digunakan
untuk mengobati tics. Sebuah RCT besar menegaskan kemanjurannya untuk kedua gejala ADHD
dan tics pada pasien dengan TS. Clonidine atau guanfacine mungkin cocok sebagai agen pertama
pada banyak pasien.17
 Serotonic drugs untuk OCD
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) (misalnya, clomipramine, fluoxetine)
memperbaiki tics pada beberapa pasien, namun memperburuk pada orang lain, dan tidak
berpengaruh pada tics pada orang lain. SSRI mungkin wajar agen pertama pada pasien dengan
depresi yang signifikan atau gejala OCD.18
7. Prognosis

TS hampir selalu dapat bertahan hidup. Untungnya, pada usia 18 tahun, sekitar 50% pasien
pada dasarnya bebas dari tics. Keparahan Tics cenderung memuncak di awal hingga pertengahan
masa remaja dan berkurang setelahnya. Tics dapat bertahan sampai dewasa tetapi keparahan

2
mereka hampir selalu berkurang. Banyak orang dengan tics menjalani kehidupan yang cukup
normal. Namun, bahkan tics ringan bisa menyusahkan pasien. Penerimaan sosial sangat berperan
dalam mendukung kesembuhan perkembangan sindrom Tourette. Dengan adanya penerimaan
sosial dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri pada seseorang yang mengalami sindrom
Tourette, sehingga penderita dapat hidup secara normal tanpa rasa malu.19

2
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Kenapa kasus ini tidak dimasukkan sebagai penyakit yang diperberat oleh pekerjaan,
mengingat evidence based faktor stress dan Lelah dapat memperburuk tics?
Penyakit Sindrom Toureet ini adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya Gerakan
tics, bersifat genetik, sampai saat ini masih idiopatik. Dari literatur Tic yang muncul bersifat
unprovoked, tetapi dapat di diperburuk atau diperberat oleh stress dan lelah.
Pada pekerja ini, diketahui bahwa lama bekerja di perusahaan ini adalah 7 tahun, tanpa
adanya perubahan posisi, beban dan target kerja, sehingga faktor stress dan Lelah dianggap
tidak signifikan untuk memperberat tic. Hubungan antara bangkitan tic tidak spesifik
dicetuskan oleh bahaya potensial yang ada di tempat kerja, sehingga kasus ini adalah Bukan
Penyakit Akibat Kerja.
2. Kenapa saat ini pekerja dinyatakan tidak layak untuk bekerja di bagian ini saat ini?
Apakah ini hanya sementara tidak layak bekerja? Kapan pekerja dapat layak kembali
bekerja?
Pekerja saat ini dianggap mempunyai masalah pada kualitas motorik untuk melakukan
pekerjaan saat ini sesuai dengan proses kerja pada alur pekerjaan yang ada. Dengan adanya
gerakan bahu yang mengangkat ke atas secara tiba-tiba dapat mengganggu proses kerja
penjahitan, yang mengakibatkan kualitas jahitan terganggu, sehingga merugikan perusahaan.
Dengan kualitas pekerjaan yang tidak baik, pekerja harus mengulang Kembali pekerjaan
sehingga hal tersebut membuat beban dan target kerja yang semakin menumpuk. Dengan
adanya gerakan tic saat ini dan alat jahit yang digunakan, maka resiko kecelakaan kerja
akibat gerakan ini meningkat, sehingga membahayakan si pekerja sendiri. Untuk hal itulah
sehingga pekerjaan saat ini dianggap tidak layak. Harus dilakukan penilaian ulang pada
pekerja, setelah terapi dari Spesialis Neurologis dinyatakan selesai.

2
3. Pekerjaan apakah yang layak untuk pekerja saat ini?
Saat ini dengan keadaan tic yang mengganggu, maka pekerjaan yang tepat adalah pekerjaan
yang tidak banyak menggunakan tangan dan menggunakan karena gerakan tics adalah berupa
pengangkatan bahu, sehingga tics dapat mengganggu pada hasil kualitas kerja dan keamanan
pekerja terhadap kecelakaan kerja yang mungkin terjadi akibat gerakan tic tersebut.
Pekerjaan yang tepat seperti petugas administrasi.
4. Langkah apa yang dapat kita buat sebagai dokter perusahaan untuk melakukan
screening awal saat penerimaan pekerja, mengingat adanya penyakit seperti Sindrom
Toureet ini yang tampak tenang, tetapi baru muncul kembali saat dia bekerja?
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menghindari kejadian seperti ini adalah dengan
anamnesis berupa wawancara yang lengkap mengenai riwayat kesehatan sebelum bekerja, di
setiap masa kehidupan si pekerja itu sendiri.

2
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

 TS pada kasus tidak disebabkan oleh pekerjaan.


 Gejala TS khas dapat dilihat pada tics motorik ataupun tics verbal. Pada kasus ini
didapatkan dari anamnesis bahwa lebih dari satu tics motorik terjadi.
 Kondisi TS pada kasus ini dapat mengganggu pekerjaan sehingga diperlukan assessment
dan kerjasama dengan pihak HR perusahaan untuk pemindahan kerja di bagian lagi

Saran

Saran terapi yang dapat diberikan untuk perusahaan kepada pasien ini adalah

 Konsultasi ke Spesialis Neurologi, untuk menegakkan diagnosis klinis dan tata laksana
klinis sehingga tercapai kondisi maksimum medical improvement (MMI)

 Untuk pekerjaan saat ini sementara tidak layak,sehingga dinilai ulang saat MMI tercapai,
artinya menunggu sampai neurologis selesai terapi. Sementara pekerja dinyatakan tidak
layak atau Unfit untuk saat ini. Kita berikan rekomendasi pekerjaan lain yang masih bisa
dilakukan di tempat dia bekerja saat ini.

 Dalam hal ini, perlu diskusi dengan perusahaan apakah ada pekerjaan lain yang cocok
untuk pekerja saat ini, sehingga Pekerja dapat Kembali bekerja

2
DAFTAR PUSTAKA
1. Stern JS. Tourette’s syndrome and its borderland. Pract Neurol. 2018;18:262–270
2. Hallet M. Tourette’s Syndrome: Update. Brain Dev. 2015 August ; 37(7): 651–655.
3. Chouinard S, Ford B. Adult onset tic disorders. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2000
Jun;68(6):738-43
4. Jankovic J, Kurlan R. Tourette syndrome: evolving concepts. Movement disorders. 2011
May;26(6):1149-56.
5. Anurogo D. Fenomenologi Sindrom Tourette.2013.CDK-211/ vol. 40 no. 12.
6. The Tourette Syndrome Classification Study Group. Definitions and classification of tic
disorders. Arch Neurol. Oct 1993: 50(10):1013-6. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/8215958.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). BUKU AJAR NEUROLOGI
KLINIS. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press; 2011.
8. Ludolph AG, Roessner V, Münchau A, Müller-Vahl K. Tourette syndrome and other tic
disorders in childhood, adolescence and adulthood. Dtsch Arztebl Int. Nov 2012 ;
109(48):821-288. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3523260/
9. Kushner HI. Medical fi ctions: The case of the cursing marquise and the (re)construction of
Gilles de la Tourette Syndrome. Bulletin of the History of Medicine 1995;69:224–54.
10. Tourette G. Etude sur une aff ection nerveuse caracaterisee par de l’incoordination motrice
accompagenee d’echolalie et de coprolalie. Archives de Neurologie 1885;9:19–42.
11. State MW, Greally JM, Cuker A, et al. Epigenetic abnormalities associated with a
chromosome 18 (q21-q22) inversion and a Gilles de la Tourette syndrome phenotype. Proc
Natl Acad Sci USA. 2003: 100 (8): 4684-9. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/12682296.
12. Hyde TM, Aaronson BA, Randolph C, et al. Relationship of birth weight to the phenotypic
expression of Gilles de la Tourette's syndrome in monozygotic twins. Neurology. Mar
1992;42(3Pt1):652-8. Available from: http://refrence.medscape.com/medline/abstract/154923
13. Snider LA, Swedo Se. Post-streptococcal autoimmune disorder of the central nervous system.
Curr Opin Neurol. 2003: 16(3): 359-65. Available
from:http://reference.medscape.com/medline/abstract/12858074.

2
14. Laplane D. [Obsessive-compulsive disorders caused by basal ganglia diseases]. Rev Neurol
(Parts). 1994:150(8-9): 594-8. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/7754296.
15. Block MH. Presentation at: 4th International Scientific Symposium on Tourette Syndrome.
June 25-27, 2004; Cleveland, OH.
16. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
5th edition. Arlington, VA., American Psychiatric Association, 2013.
17. Black KJ, Hartlein JM, Schlaggar BL. Levodopa treatment for tics: preliminary report. J
Neuropsychiatry Clin Neurosci. 14:102.
18. Woods DW, Hook SS, Spellman DF, Firman PC. Case study: Exposure and response
prevention for an adolescent with Tourette’s syndrome and OCD. J AM Acad Child Adolesc
Psychiatry. 2000: 39(7): 904-7. Avaiable from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/10892233.
19. The Tourette's Syndrome Study Group. Treatment of ADHD in children with tics: a
randomized controlled trial. Neurology. 26 2002;58(4):527-36. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/11865128
20. Bruun RD, Budman CL. Paroxetine treatment of episodic rages associated with Tourette's
disorder. J Clin Psychiatry. 1998;59(11):581-4. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/9862603
21. Prima E. PERAN PENERIMAAN SOSIAL TERHADAP PSIKOPATOLOGI
PERKEMBANGAN SINDROM TOURETTE PADA PEREMPUAN. Yinyang: Jurnal Studi
Islam Gender dan Anak. 2015 Jun 15;10(2).

Anda mungkin juga menyukai