Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan CKD + Hiperkalemia


Di Ruang Istana Pandawa RSUD Jombang

Dosen Pembimbing : Nurul Hidayah., S. Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
NAZZUAN JESICA ELVIRA
201204013

SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKD + HIPERKALEMIA

A. KONSEP CKD
1. Definisi/Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di
dalam darah.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Brunner &
Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2, sebagai
berikut :
a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
1) Kelainan patologik
2) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
b. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan Ginjal (Chonchol, 2005).

2. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626).
Penyebab GGK menurut Price, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca
infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga
timbul edema dan azotemia, penigkatan aldoeteron menyebabkan retensi air dan
natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus
secara progresif lambat, akan nampak ginjal mengkerut, berat lebig kurang dengan
permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis merupakan penyakit primer dan menyebabkan
kerusakan pada ginjal. Sebaliknya CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme retensi Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari system renin,
angiotensin dan defisiensi prostaclandin, keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih.
d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple,
bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal
merupakan gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam
kemih walaupun GFR yang mamadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul
asidosis metabolic.
f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

3. Patofisiologis
Infeksi (ISK, glomerulonephritis, pielonefritis), penyakit vaskuler, adanya zat
toksik serta penyakit kongenital dapat mempengaruhi GFR. Khususnya penyakit
vaskuler dapat menghambat suplai darah ke ginjal. Hal ini menyebabkan GFR ginjal
menjadi turun. Kondisi ini menyebabkan kerusakan sebagian nefron. Nefron yang
utuh mencoba untuk meningkatkan reabsorpsi dan filtrasi, sehingga terjadilah
hipertropfi nefron. Yang akan meningkatkan jumlah nefron yang rusak. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Gagal ginjal kronis juga akan mempengaruhi aktivasi RAA. Dimana renin
akan diproduksi dan akan merangsang angiotensin 1 yang selanjutnya akan diubah
menjadi angiotensin 2 dan akan merangsang sekresi aldosterone. Proses ini akan
menyebabkan retensi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler
dan pada akhirnya mempengaruhi volume interstitial yang meningkat. Pada penderita
GGK akan timbul sebagai kondisi edema yang biasanya terjadi pada area ektremitas.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin. Kemudian timbul kondisi perpospatemia yang akan
menimbulkan kondis gatal-gatal dikulit. Sindrom uremia juga menyebabkan
gangguan asam basa dalam metabolisme tubuh yang akan mempangaruhi produksi
asam dalam lambung. Produksi asam lambung ini selanjutnya akan mengiritasi
lambung.
Salah satu terapi pada penderita gagal ginjal kronik adalah dengan
menggunakan CAPD. CAPD merupakan metode pengganti ginjal dengan
memasukkan cairan dialisat dalam area peritoneal melalui pemasangan kateter.
Namun dalam penggunaan cairan dialisat ini proses pergantian cairan dan konsentrasi
cairan dialisat yang digunakan harus diperhatikan sebab beberapa pasien akan
mengalami nyeri pada proses penggantian ini. Konsentrasi cairan dialisat yang
digunakan pun perlu diperhatikan sebab penggunaan cairan hipertonik yang berlebih
akan menyebabkan pembuangan cairan yang berlebih. Penggunaan CAPD
berkelanjutan juga perlu memperhatikan intake cairan per oral.

4. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR) dengan melihat kadar kretatinin.
Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring
dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.
Table 1. KDOQI Classification of CKD
Stag Description GFR (ml/min per 1.73 m2)
e
1 Kidney damage with normal GFR >90
2 Kidney damage with mild decreased GFR 60-89
3 Moderately decreased GFR 30-59
4 Saverely decreased GFR 15-20
5 Kidney failure <15 (or dialysis)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg)


72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :


a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang
mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap
berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen,
sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium.
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik.
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
Pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah
yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
1) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
3) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita
sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
4) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
5) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia
biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4
adalah :
1) Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pda urin, sakit pada ginjal, sulit tidur
2) Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
3) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
4) Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada
stadium 5 antara lain :
1) Kehilangan napsu makan
2) Nausea.
3) Sakit kepala.
4) Merasa lelah.
5) Tidak mampu berkonsentrasi.
6) Gatal – gatal.
7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
9) Keram otot
10) Perubahan warna kulit

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat
3) atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
4) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
5) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio u
6) urin/serum sering 1:1
7) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
8) Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
9) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila
10) SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
2) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium: meningkat
7) Magnesium;
8) Meningkat
9) Kalsium ; menurun
10) Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

7. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhanutama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis regular
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri),
dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

8. Komplikasi
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin- aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(Smeltzer & Bare, 2001)
9. Pathway CKD
B. KONSEP HIPERKALEMIA
1. Definisi/Pengertian
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau sama
dengan 5,5 mEq/L terjadi karena peningkatan masukan kalium, penurunan ekskresi
urine terhadap kalium, atau gerakan kalium keluar dari sel-sel.Hiperkalemia akut
adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali dan ditangani untuk
menghindari disritmia dan henti jantung yang fatal.
Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada
konsentrasi kalium yang rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L
akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini
terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan berhenti
berdenyut.

2. Etiologi
a. Pengambilan darah vena yang buruk → lisis sel darah → ion K keluar sel
b. Ekskresi tidak memadai:
1) GGA dan GGK
Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan
hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal
yang buruk biasanya harus
menghindari makanan yang kaya akan kalium.
2) Insufisiensi adrenal
3) Hipoaldosteronisme
4) Penyakit Addison
Dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang
merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan
kelenjar adrenal semakin sering
menyebabkan hiperkalemia.
5) Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan
baik. Penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang
menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, Diuretik
hemat kalium (spironolactone) dan ACE inhibitor.
c. Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF
1) Asidosis metabolik (pada gagal ginjal)
2) Kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera remuk berat, perdarahan
internal)
3) Asupan yang berlebihan:
a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung ion K
b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan
c) Makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal
4) Terlalu banyak asam dalam darah, seperti yang kadang-kadang terlihat
pada diabetes
5) Diet tinggi kalium (pisang, jeruk, tomat, diet tinggi protein, pengganti
garam, suplemen kalium)
d. Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium
secara tiba-tiba dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel. Hal ini
bisa terjadi bila :

1) sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera
tergilas)
2) terjadi luka bakar hebat
3) overdosis kokain.
Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui
kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia yang
bisa berakibat fatal.

3. Patofisiologis
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan
baik. Mungkin penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat
yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, spironolactone
dan ACE inhibitor. Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison,
dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang merangsang
pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan kelenjar
adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia. Gagal ginjal komplit maupun
sebagian, bisa menyebabkan hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan
fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan
kalium. Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara
tiba-tiba dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel. Hal ini bisa terjadi bila:
a. Sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas)
terjadi luka bakar hebat
b. Overdosis kokain
Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui
kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia yang
bisa berakibat fatal

4. Manifestasi Klinis
a. Neuromuskular
1) Kelemahan otot yang tidak begitu terlihat biasanya merupakan tanda awal .
2) Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralisis
flaksid pada
3) tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan ( berat )
4) Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
b. Saluran cerna
Mual, kolik usus, diare
c. Ginjal
Oliguria yang berlanjut menjadi anuria
d. Kardiovaskular
1) Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi
ventrikel atau henti jantung.
2) Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum= 7-8 mEq/L)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat
jantung.
b. Elektrokardiogramuntukmencariperubahan EKG yang khas
(hiperkalemia: gelombang T tinggi, interval PR memanjang,
blokjantunglengkap, danasistole atrial; hipokalemia: gelombang T
mendataratauterbalik, gelombang U, dansegmen ST menunjukkan
'sagging')
c. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat menyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mengatasi penyebab dasar dan
mengembalikan kadar kalium serum ke normal. Penatalaksanaan ini berbeda-
beda tergantung dari beratnya ketidakseimbangan.
a. Subakut
1) Kation yang mengubah resin (mis, Kayexalate): diberikan baik secara
oral, nasogastric, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium
dengan kalium diusus. Larutan biasanya dikombinasi dengan sorbitol
untuk mencegah konstipasi dari Kayexalatedan karena diare,
sehingga meningkatkan kehilangan kalium diusus.
2) Penurunan masukan kalium : Diet menghindari makanan yang
mengandung kalium tinggi.
b. Akut
1) IV kalsium glukonat : Untuk meniadakan efek neuromuskular dan jantung
terhadap hiperkalemia. Kadar kalsium serum akan tetap tinggi. Kalsium
klorida juga dapat digunakan.
2) IV glukosa dan insulin : untuk memindhkan kalium ke dalam sel-sel.
Penurunan kalium serum ini sementara (kira-kira 6 jam). Biasanya glukosa
hipertonik (ampul D50W atau 250-500ml D10W) diberikan dengan insulin
reguler
3) Bikarbonat natrium : untuk memindahkan kalium kedalam sel-sel.
Penurunan kalium serum sementara (selama kira-kira 1-2 jam).
4) Dialisis : Untuk membuang kalium dari tubuh. Dialisis paling efektif
untuk membuang kelebihan kalium.
5) Obat-obatan yang mengobati hiperkalemia dimaksudkan untuk
menstabilkan fungsi jantung, meningkatkan pergerakan kalium dari
aliran darah kembali ke dalam sel, dan mendorong ekskresi kalium
yang berlebih. Hemodialisis adalah alat yang paling dapat diandalkan
untuk menghilangkan kalium dari tubuh pada pasien dengan gagal
ginjal. Obat berkaitan Hiperkalemia adalah sebagai berikut.
a. Kalsium Klorida atau glukonat - meminimalkan efek dari hiperkalemia
pada jantung
b. Natrium bikarbonat - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke
sel-sel
c. Agonis beta - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
d. Diuretik - menyebabkan ekskresi kalium dari ginjal
e. Resin Binding - mempromosikan dan pertukaran kalium natrium dalam
system pencernaan
f. Insulin - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel

7. Komplikasi
Sejauh ini efek hiperkalemia yang paling penting secara klinis adalah
efeknya pada miokardium. Efek pada jantung akibat peningkatan kadar
kalium serum biasanya tidak bermakna dibawah konsentrasi 7mEq/L (SI:
7mmol/L), tetapi efek ini selalu timbul jika kadarnya adalah 8mEq/L (SI:
8mmol/L) atau lebih tinggi. Jika konsentrasi kalium plasma meningkat, timbul
gangguan pada konduksi jantung. Perubahan paling dini, sering terjadi pada
kadar kalium serum lebih tinggin dari 6 mEq/L (SI: 6mmol/L), adalah
gelombang T yang tinggi, sempit, depresi ST, dan pemendekan interval QT
besar. Jika kadar kalium serum terus meningkat, interval PR menjadi
memanjang dan diikuti dengan menghilangnya gelombang P. Akhirnya
terdapat dekomposisi dan pemanjangan kompleks QRS. Disritmia
ventrikuler dan henti jantung mungkin terjadi kapan saja dalam keadaan ini.
Hiperkalemia berat menyebabkan kelemahan otot skeletal dan bahkan
paralisis, yang berhubungan dengan blok depolarisasi pada otot. Sama halnya,
konduksi ventrikuler melambat. Meskipun hiperkalemia memiliki efek yang
nyata pada sistem neuromuskuler perifer, hiperkalemia mempunyai efek kecil
pada sistem saraf pusat. Kelemahan yang cepat pada muskular asenden
mengakibatkan flasid kuadriplegia telah dilaporkan terjadi pada pasien-pasien
dengan kadar kalium serum yang sangat tinggi. Paralisis otot pernapasan
dan otot yang dibutuhkan untuk berbicara juga dapat terjadi.

8. Pathway Hiperkalemia
Teknik pengambilan Ekskresi kalium yg Kalium keluar dari sel
darah vena yang jelek tidak memadai menuju ECF
-Gagal ginjal (Akut & - Asidosis metabolik
Kronik) - Luka bakar,
-Hipoaldosteronisme perdarahan internal
-Penyakit Addiso
-Diuretik hemat kalium

Asupan ber>> Laboratorium EKG


- Pemberian cepat - Kalium serum >5,3 mEq/L
laurutan IV yg HIPERKALEMIA menyebabkan repolarisasi lebih
mengandung K cepat, HR 60-110x/i
- Pemberian transfusi - Kalium serum >7 mEq/L
darah cepat menyebabkan konduksi interatrial
- Makan pengganti garam rusak
pd pasien gagal ginjal - Kalium serum >8 mEq/L
menyebabkan tidak adanya aktifitas
atrial

Neuromuskuler Salura Ginjal Kardiovaskuler


- Kelemahan otot n - Oligori - Disritmia jantung, bradikardia, blok
- parastesia cerna jantung komplit, fibrilasi ventrikel
- Mual atau henti jantung
- Perubahan EKG
 Gelombang T yg tinggi & tajam
 Interval PR memanjang
 QRS melebar
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN CKD KOMPLIKASI HIPERKALEMI

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.
b. Status kesehatan saat ini
Meliputi keluhan utama saat masuk rumah sakit, keluhan utama saat pengkajian,
dan riwayat kesehatan saat ini.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Kaji riwayat kesehatan pasien, terutama riwayat penyakit yang pernah diderita dan
berhubungan dengan system urinaria, sepert iriwayat hipertensi, diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, batu saluran urinarius, riwayat nyeri pada pinggang. Kaji
juga riwayat penggunaan obat-obatan tertentu.
d. Riwayat kesehatan dalam keluarga
Apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama. Riwayat DM
keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
e. Riwayat lingkungan
Kaji bagaimana kondisi lingkungan sekitar rumah klien dan lingkungan pekerjaan
klien.
f. Pola kebiasaan
Kebiasaan BAK, kebiasaanmakan, minum, merokok.
g. Pola aktivitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise, gangguan tidur (insomnis/gelisah atau
somnolen)
h. Riwayat psikososial
Penyakit CKD merupakan penyakitkronis, terutama bagi pasien yang menjalani
terapi hemodialysis seumur hidup. Pengkajian pada implikasi penyakit pasien dalam
hubungannya dengan keluarga dan pekerjaan/komunitas. Identifikasi stressor dan
kecemasan pasien, dan hubungkan dengan keluarga, sehingga seluruh komponen
mampu membantu perbaikan psikososial pasien.
i. Pemeriksaan fisik
Fokus Pengkajian
1) Aktifitas /istirahat
Gejala : - Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda : - Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala : - Riwayat hipertensi lama atau berat
- Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : - Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak
tangan
- Disritmia jantung
- Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
- Friction rub perikardial
- Pucat pada kulit
- Kecenderungan perdarahan
3) Integritas ego
Gejala : - Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan
kepribadian
4) Eliminasi
Gejala : - Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
- Abdomen kembung, diare, atau konstipasi Tanda:
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
- Oliguria, dapat menjadi anuria
5) Makanan/cairan
Gejala : - Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut ( pernafasan amonia)
Tanda : - Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Perubahan turgor kuit/kelembaban
- Edema (umum,tergantung)
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6) Neurosensori
Gejala : - Sakit kepala, penglihatan kabur
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada
telapak kaki
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah
(neuropati perifer) Tanda:
- Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma
- Rambut tipis, uku rapuh dan tipis
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : - Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki Tanda: perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah
8) Pernapasan
Gejala : - Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa
Sputum Tanda : - Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9) Keamanan
Gejala : - Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : - Pruritus
- Demam (sepsis, dehidrasi)
10) Seksualitas
Gejala : - Penurunan libido, amenorea,infertilitas
11) Interaksi sosial
Gejala : - Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
Penyuluhan :
- Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
b. Resiko perfusi renal tidak efektif d/d disfungsi ginjal

2. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SLKI SIKI
Outcome Indikator Intervensi Aktivitas
1 Pola nafas - Dipsneu Pemantauan Observasi
menurun = 5 respirasi - Monitor pola nafas
- Frekuensi nafas - Monitor frekuensi,
membaik = 5 irama, kedalaman, dan
- Kedalaman upaya nafas
nafas membaik - Auskultasi bunyi nafas
=5 - Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
- Jelaskan tujuan
pemnatauan respirasi
sesuai kondisipasien
- Informasikan hasil
pemantauan
2 Perfusi renal - Kadar urea Pencegahan syok Observasi
nitrogen darah - Memonitor status
membaik = 5 oksigen
- Kadar kreatinin - Memonitor status
plasma membaik cairan
=5 Terapeutik
- Jumlah urine - Berikan oksigen
meningkat = 5 untukmempertahankan
saturasi oksigen
- Pasang jalur IV
Edukasi
- Jelaskan penyebab/
faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K
DENGAN CKD + HIPERKALEMIA
DI RUANG ISTANA PANDAWA RSUD JOMBANG

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Identitas Klien
Nama : Tn.K
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jl Airlangga no 57. Jelakombo, Jombang
Tanggal Masuk : 09 April 2021 / 17.24
Tanggal Pengkajian : 12 April 2021 / 11.00
No. Register : 512492
Diagnosa Medis : Dipsneu + CKD + Hiperkalemia

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.W
Umur : 24 Tahun
Hub. Dengan Klien : Anak
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Jelakombo, Jombang

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada saat dikaji pasien mengeluh sesak nafas, badan lemas, dan terasa bliyur

c. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien pernah di rawat di RS sebelumnya dengan diagnosa CKD

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Di dalam keluarga Tn.K memiliki riwayat penyakit hipertensi
Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Tinggal serumah

3. Pola Aktivitas Sehari-hari ADL


a. Pola Nutrisi
Sebelum di Rawat : Sebelum sakit pola kebiasaan makan pasien adalah 3x/hari
dengan menghabiskan 1 porsi makan, sayur, lauk pauk. Pada
saat sebelum sakit nafsu makan pasien baik, tidak ada
hambatan dalam hal mengkonsumsi makanan.
Saat di Rawat : Pola makan pasien tetap sama yaitu tiga kali dalam sehari
sesuai dengan diet yang diberikan, dan nafsu makan berkurang
b. Pola Eleminasi
Sebelum di Rawat : Sebelum sakit pasien biasa buang air besar satu kali dalam
sehari, Sedangkan untuk buang air kecilnya lebih dari lima
kali dalam sehari
Saat di Rawat : Saat di rawat pasien mengatakan susah buang air besar,
Sedangkan untuk buang air kecil dalam satu hari hanya dua
sampai empat kali saja, pipis sedikit
c. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum di Rawat : Pasien tidur selama kurang lebih 8 jam /hari dan tidur siang 2
jam.
Saat di Rawat : Saat di rawat pasien tidur kurang lebih 8 jam/hari namun
sering terbangun
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum di Rawat : Aktivitas sehari–hari pasien yaitu berkerja sebagai karyawan
swasta
Saat di Rawat : Selama dirawat aktivitas klien hanya terbaring di tempat tidur

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Paien tampak lemah, GCS 456, kesadaran composmentis
b. Tanda Vital
TD : 90/60 mmHg S : 36 0C
RR : 24 x/menit N : 76 x/menit
SAO2 : 99 %
c. Kepala
Inspeksi : Mesosephal, bersih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Mata
Inspeksi : Simetris, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
e. Hidung
Inspeksi : Tidak ada secret, tidak ada polip, menggunakan O2 nasal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Telinga
Inspeksi : Simetris, bersih, tidak ada penumpukan serumen berlebih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
g. Mulut
Inspeksi : Bersih, mukosa bibir kering
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
h. Leher
Inspeksi : Tidak ada lesi
Palpasi : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
i. Dada dan Punggung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : S1 S2 tunggal
j. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi
Palpasi : Supel
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
k. Ekstremitas
Atas : Terpasang infus pada tangan kiri, Akral dingin
Bawah : Tidak terdapat odema
l. Genetalia
Inspeksi : Tidak terpasang kateter tetapi terpasang pampers
m. Anus
Inspeksi : Tidak ada hemoroid

5. Data Penunjang (Pemeriksaan Diagnostik) :


- EKG : Dipsneu + CKD
- Foto thorax PA
- Swab antigen : Negatif
- Pemeriksan Lab :
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin L 10.4 13.2-17.3 g/dl
Leukosit 6.10 3.8-10.6 10^3/ul
Hematokrit L 30.1 40-52 %
Eritrosit L 3.64 4.4-5.9 10^6/ul
MCV 82.7 82-92 fl
MCH 28.6 27-31 pg
MCHC 34.6 27-31 g/t
RDW-CV 13.1 11.5-14.5 %
Trombosit 374 150-440 10^3/ul
Hitung jenis
Eosinofil 2 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang - 3-5 %
Segmen 59 50-70 %
Limfosit 25 25-40 %
Monosit H 13 2-8 %
Immature Granulocyte (IG) 1.1 3 %
Neutrofil Absolute (ANC) 3.62 2.5-7.0 10^3/ul
Limfosit AbsolutE (ALC) 1.5 1.1-3.3 10^3/ul
NLR 2.41 <3.13
Retikulosit 1.37 0.5-1.5 %
Ret-He 31.2 >30.3 pg
Nomoblas (NRBC) 0.0 %
I/T ratio 0.01 <0.2
KIMIA DARAH
Glukosa darah sewaktu 131 < 200 mg/dl
Kreatinin H 4.76 0.90-1.30 mg/dl
Urea H 213.9 13.0-43.0 mg/dl
SGOT L 12 15-40 U/I
SGPT 16 10-40 U/I
Natrium 138 135-147 mEq/l
Kalium H 5.12 3.5-5.0 mEq/l
Klorida H 107 95-105 mEq/l
Analisis Gas Darah
pH 7.42 7.37 - 7.45
P CO2 L 22.3 33 – 44 mm Hg
P O2 H 109.5 71 – 104 mm Hg
HCO3- L 14.4 22 - 29 mmol/l
Base Excess L -10.4 (-2) - (+3) mmol/l
O2 Sat H 98.5 94 - 98 %
ct CO2 L 15.1 23 - 27 mmol/l
A-aDO2 L 8.0 20.0 - 65.0 mm Hg
Anion Gap H 31.4 12.0 - 16.0 mmol/l
Natrium 138.1 135.0 - 148.0 mmol/l
Kalium 4.00 3.50 - 4.50 mmol/l

6. TERAPI
- Venvlon
- Inj lasix 3x1
- Inj Ca Glukonas 3x1
- Prorenal 3x1
- Kalitake 3x1
- Allopurinol 0-0-100
- Inj lansoprazol 1x1
- Moxifloxacin
- Diet RPRG 2100 kal

B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah Kolaboratif /


Keperawatan
1 Ds : Pasien mengeluh sesak Hambatan upaya nafas Pola nafas tidak efektif
nafas, badan lemas
Do :
- Klien tampak lemah
- Menggunakan O2 nasal
4 lpm
- TD : 90/60 mmHg
- N : 76 x/menit
- RR : 24 x/menit
- S : 36,0 0C
- SAO2 : 99 %
2 Ds : - Disfungsi ginjal Resiko perfusi renal tidak
Do : efektif
- K/U lemah
- Kalium : 5.12
- Kreatinin : 4.76
- Hb :10,4
- TD : 90/60 mmHg
- N : 76 x/menit
- RR : 24 x/menit
- S : 36,0 0C

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
2. Resiko perfusi renal tidak efektif d/d disfungsi ginjal
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SLKI SIKI
Outcome Indikator Intervensi Aktivitas
1 Pola nafas - Dipsneu Pemantauan Observasi
menurun = 5 respirasi - Monitor pola nafas
- Frekuensi nafas - Monitor frekuensi,
membaik = 5 irama, kedalaman, dan
- Kedalaman upaya nafas
nafas membaik - Auskultasi bunyi nafas
=5 - Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
- Jelaskan tujuan
pemnatauan respirasi
sesuai kondisipasien
- Informasikan hasil
pemantauan
2 Perfusi renal - Kadar urea Pencegahan syok Observasi
nitrogen darah - Memonitor status
membaik = 5 oksigen
- Kadar kreatinin - Memonitor status
plasma membaik cairan
=5 Terapeutik
- Jumlah urine - Berikan oksigen
meningkat = 5 untukmempertahankan
saturasi oksigen
- Pasang jalur IV
Edukasi
- Jelaskan penyebab/
faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
IV
E. IMPLEMENTASI

No Dx.KEP TGL/JAM IMPLEMENTASI


1 Pola nafas tidak Senin, 12 April - Memonitor pola nafas
efektif b/d hambatan 2021 - Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
upaya nafas (11.15 WIB) dan upaya nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Memonitor saturasi oksigen
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Menjelaskan tujuan pemnatauan
respirasi sesuai kondisipasien
- Menginformasikan hasil pemantauan
2 Resiko perfusi renal Senin, 12 April - Memonitor status oksigen
tidak efektif d/d 2021 - Memonitor status cairan
disfungsi ginjal (11.15 WIB) - Memberikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
- Memasang jalur IV
- Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Kolaborasi pemberian IV

No Dx.KEP TGL/JAM IMPLEMENTASI


1 Pola nafas tidak Selasa, 13 April - Memonitor pola nafas
efektif b/d hambatan 2021 - Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
upaya nafas (10.00 WIB) dan upaya nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Memonitor saturasi oksigen
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Menjelaskan tujuan pemnatauan
respirasi sesuai kondisipasien
- Menginformasikan hasil pemantauan
2 Resiko perfusi renal Selasa, 13 April - Memonitor status oksigen
tidak efektif d/d 2021 - Memonitor status cairan
disfungsi ginjal (10.00 WIB) - Memberikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
- Memasang jalur IV
- Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Kolaborasi pemberian IV
No Dx.KEP TGL/JAM IMPLEMENTASI
1 Pola nafas tidak Rabu, 14 April - Memonitor pola nafas
efektif b/d hambatan 2021 - Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
upaya nafas (10.00 WIB) dan upaya nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Memonitor saturasi oksigen
- Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Menjelaskan tujuan pemnatauan
respirasi sesuai kondisipasien
- Menginformasikan hasil pemantauan
2 Resiko perfusi renal Rabu, 14 April - Memonitor status oksigen
tidak efektif d/d 2021 - Memonitor status cairan
disfungsi ginjal (10.00 WIB) - Memberikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
- Memasang jalur IV
- Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Kolaborasi pemberian IV

F. EVALUASI

No Hari/Tgl Dx.KEP Evaluasi


1 Senin, Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak nafas
12 April 2021 efektif b/d O:
hambatan upaya - K/u lemah
nafas - Tampak menggunakan O2 nasal 4 lpm
- TD : 90/60 mmHg
- N : 76 x/menit
- RR :24 x/menit
- S : 36 0C
- Sat O2 : 99 %
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 Senin, Resiko perfusi renal S : Pasien mengatakan bliyur
12 April 2021 tidak efektif d/d O:
disfungsi ginjal - K/u lemah
- TD : 90/60 mmHg
- N : 76 x/menit
- RR :24 x/menit
- S : 36 0C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

No Hari/Tgl Dx.KEP Evaluasi


1 Selasa, Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
13 April 2021 efektif b/d O:
hambatan upaya - Pasien tidak menggunakan nasal kanul
nafas - Tidak ada pernafasan cuping hidung
- TD : 120/80 mmHg
- N : 88 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,9 0C
- Sat O2 : 98 %
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 Selasa, Resiko perfusi renal S : Pasien mengatakan badan lemah
13 April 2021 tidak efektif d/d O:
disfungsi ginjal - K/u lemah
- TD : 120/80 mmHg
- N : 88 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,9 0C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

No Hari/Tgl Dx.KEP Evaluasi


1 Rabu, Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas
14 April 2021 efektif b/d O:
hambatan upaya - Pasien tidak menggunakan nasal kanul
nafas - Tidak ada pernafasan cuping hidung
- K/u baik
- TD : 120/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,6 0C
- Sat O2 : 96 %
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 Rabu, Resiko perfusi renal S : Pasien mengatakan badan terasa lebih baik
14 April 2021 tidak efektif d/d O:
disfungsi ginjal - K/u baik
- TD : 120/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,6 0C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai