Anda di halaman 1dari 131

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DAN Tn.

A YANG
MENGALAMI RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN
PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 DI RUANG
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH dr. ARIF
ZAINUDIN
SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :
ARNUM RUSTYANINGSIH
NIM.P14063

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DAN Tn. A YANG
MENGALAMI RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN
PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 DI RUANG
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH dr. ARIF
ZAINUDIN
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Diploma Tiga Keperawatan

DI SUSUN OLEH:
ARNUM RUSTYANINGSIH
NIM.P14063

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017

i
ii
MOTTO

To get a success, your courage must be greater than your fear

(Untuk mendapatkan kesuksesan, keberanianmu harus

lebih besar daripada ketakutanmu)

iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dan Tn. A Yang
Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Strategi Pelaksanaan 1
Di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:

1. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi D3


Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku sekretaris Program Studi D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orangtuaku, Ibu Sri Suharti dan Bapak Sukiman yang selaku menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

vii
7. Adikku tersayang Dandi dan Zahra yang telah memberikan semangat dan
dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
8. Sahabatku yang selalu menemani, membantu dan memberi semangat dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Taufik Ardiyanto A.Md, yang telah sabar memberi dukungan dan semangat
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
10. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 19 Juli 2017

Penulis

Arnum Rustyaningsih

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii
MOTTO ........................................................................................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI .......................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix


DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.4 Tujuan ..................................................................................... 5
1.5 Manfaat ................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan
2.1.1 Pengertian ...................................................................... 7
2.1.2 Tanda Dan Gejala .......................................................... 8
2.1.3 Rentang Respon ............................................................. 9
2.1.4 Faktor Predisposisi ........................................................ 11
2.1.5 Faktor Presipitasi ........................................................... 14
2.1.6 Proses Terjadinya Masalah ............................................ 15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian ..................................................................... 17
2.2.2 Pohon Masalah .............................................................. 30
2.2.3 Masalah Keperawatan yang muncul .............................. 30
2.2.4 Data Yang Perlu Dikaji ................................................. 31
2.2.5 Diagnosa Keperawatan .................................................. 31
2.2.6 Intervensi Keperawatan ................................................. 32
2.2.7 Implementasi Keperawatan ........................................... 47

ix
2.2.8 Evaluasi 49

BAB III METODE STUDI KASUS


3.1 Desain Studi Kasus 51
3.2 Batasan Istilah 51
3.3 Partisipan 52
3.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus 52
3.5 Pengumpulan Data 52
3.6 Uji Keabsahan Data 53
3.7 Analisa Data 54

BAB IV HASIL
4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data 56
4.2 Pengkajian56
4.3 Analisa Data 65
4.4 Pohon Masalah 67
4.5 Diagnosa Keperawatan 67
4.6 Intervensi 68
4.7 Implementasi 72
4.8 Evaluasi 76

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian80
5.2 Diagnosa Keperawatan 89
5.3 Intervensi 90
5.4 Implementasi 94
5.5 Evaluasi 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
6.1.1 Pengkajian ..................................................................... 105
6.1.2 Diagnosa Keperawatan .................................................. 105
6.1.3 Intervensi ....................................................................... 106
6.1.4 Implementasi ................................................................. 106
6.1.5 Evaluasi ......................................................................... 107
6.2 Saran ........................................................................................ 108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan antar perilaku 10

Tabel 2.2 Data yang perlu dikaji 31

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rentang respon 9

Gambar 2.2 Pohon masalah 30

xii
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jurnal

Lampiran 2. Askep

Lampiran 3. Jadwal Kegiatan

Lampiran 4. Lembar Konsultasi

Lampiran 5. Lembar Audience

Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seluruh dunia hampir 450 juta orang mengalami gangguan mental dan

sepertiganya berada dinegara berkembang. WHO (Organisasi Kesehatan

Dunia) mengungkapkan bahwa banyak penderita yang mengalami gangguan

mental tidak mendapat perawatan. Pada bulan Mei 2012, dalam suatu acara

pertemuan para menteri kesehatan sedunia menghasilkan kesepakatan bahwa

revolusi kesehatan mental sangat penting dan disepakati komitmen baru

untuk meningkatkan pemahaman mengenai permasalahan kesehatan mental

serta peningkatan standar pelayanan diseluruh dunia (WHO, 2012).

Kesehatan jiwa menurut WHO adalah berbagai karakteristik positif

yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannnya (Direja, 2011). Menurut

Towsend (2009) kesehatan jiwa merupakan kemampuan beradaptasi terhadap

stressor, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, berdasarkan kondisi yang

nyata dan logika, perasaan dan perilaku yang sesuai dengan norma dan

budaya setempat. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional,

psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang efektif,

konsep diri yang positif dan kestabilan emosi (Videbeck, S.L, 2008).

1
2

Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang

serius di dunia. WHO (World Health Organization) (2013) menegaskan

jumlah pasien gangguan jiwa didunia mencapai 450 juta orang dan paling

tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah gangguan jiwa. Di

Indonesia jumlah pasien gangguan jiwa mencapai 1,7 juta yang artinya 1

sampai 2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa

dan 1.027.763 ART menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat nasional

sebesar 1,7 per mil, sedangkan gangguan jiwa berat di provinsi Jawa Tengah

yaitu 2,3 per mil.

Berdasarkan data hasil Riskesdas (2013) secara nasional terdapat 1.7

% penduduk Indonesia yang mengalami gangguan mental berat (Skizofrenia)

atau secara absolut terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia. Terdapat

12 provinsi yang mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat melebihi angka

nasional. Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan

prevalensi gangguan jiwa berat paling rendah yaitu sebanyak 0.7 %

sedangkan pravalensi tertinggi terdapat di provinsi Jogjakarta dan Aceh yaitu

2.7 % (Kemenkes, 2013).

Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan yang menyebabkan adanya

gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu

atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial ( Keliat, et al 2013:2).

Gangguan jiwa merupakan gangguan yang tidak menimbulkan kematian

secara langsung tetapi menyebabkan penderitanya menjadi susah untuk

bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan menimbulkan beban bagi

keluarga (Dinkes Surabaya, 2013). Salah satu gejala gangguan jiwa adalah
3

ketidakmampuan dalam mengontrol diri yang selanjutnya akan menimbulkan

perilaku kekerasan (Fitria, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah

yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Sedangkan menurut

Khamida, (2013) faktor psikologis yang dapat mempengaruhi terjadinya

perilaku kekerasan adalah kehilangan, kegagalan yang berakibat frustasi,

penguatan dan dukungan terhadap perilaku kekerasan dan riwayat perilau

kekerasan. Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah mata melotot atau

pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, mengumpat dengan

kata-kata kotor, mengamuk, dan merasa diri benar (Direja, 2011). Dampak

dari perilaku kekerasan yang muncul pada skizofrenia dapat mencederai atau

bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat mempengaruhi stigma

pada pasien skizofrenia (Volavka dalam Jurnal Keliat dkk 2015).

Strategi pelaksanaan yang dilakukan untuk mengotrol perilaku

kekerasan diantaranya latihan fisik relaksasi nafas dalam/pukul bantal, latihan

verbal, spiritual dan minum obat (Fitria, 2009). Salah satu teknik yang akan

dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan adalah relaksasi nafas dalam.

Alasannya adalah jika melakukan kegiatan dalam kondisi dan situasi yang

relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi merupakan upaya

untuk mengendurkan ketegangan jasmaniah, yang pada akhirnya

mengendurkan ketegangan jiwa. Pelatihan relaksasi pernafasan dilakukan

dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan intensitas
4

yang lebih. Keteraturan dalam bernapas, menyebabkan sikap mental dan

badan yang relaks sehingga menyebabkan otot lentur dan dapat menerima

situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku

(Wiramihardja, 2007).

Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif

Zainudin Surakarta pada bulan Januari 2016 didapatkan jumlah pasien yang

datang ke ruang IGD selama tiga bulan terakhir, yaitu pada bulan Oktober

2015 tercatat sebanyak 248 pasien, 239 pasien pada bulan November 2015

dan 227 pasien pada bulan Desember 2015 (Saputri, 2016). Prevalensi

perilaku kekerasan yang dilakukan oleh orang dengan skizofrenia adalah 13,2

% (Keliat, 2015). Berdasarkan data diatas penulis tertarik melakukan cara

bagaimana mengontrol perilaku kekerasan dengan strategi pelaksanaan

pertama latihan fisik relaksasi nafas dalam untuk menyusun karya tulis

ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dan Tn. A Yang

Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Strategi

Pelaksanaan Di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

Zainudin Surakarta”.
5

1.2 Batasan Masalah

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah

yang tidak terkontrol. Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul seperti

mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan. Sehingga penulis tertarik

melalukan strategi pelaksanaan pertama dengan cara latihan fisik : relaksasi

nafas dalam.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis dapat

merumuskan masalah bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn. M dan Tn.

A Yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Strategi

Pelaksanaan 1 di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

Zainudin Surakarta.

1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umun

Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. M dan Tn. A Yang

Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Strategi

Pelaksanaan 1 di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

Zainudin Surakarta.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. M

dan Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan.


6

b. Penulis mampu menetapkan diagnosis keperawatan pada Tn. M

dan Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

c. Penulis mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Tn. M

dan Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. M

dan Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. M dan

Tn. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

1.5 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ilmiah ini

adalah :

1.5.1 Bagi Perawat

Dapat memperdalam ilmu pengetahuan dan ketrampilan dengan

asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan yang dilakukannya

dari pengkajian hingga evaluasi.

1.5.2 Bagi Rumah Sakit

Hasil asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu

bahan dalam menentukan kebijakan operasional, agar mutu

pelayanan di Rumah Sakit dapat ditingkatkan.

1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan acuan dalam asuhan perilaku kekerasan. Sebagai

sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas

pendidikan keperawatan khususnya pada pasien perilaku kekerasan

dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

2.1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk gaduh gelisah

yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Sedangkan

menurut Prabowo (2014) perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk

ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan

tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri

sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,

diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung

perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Damaiyanti, 2014).

Dari beberapa penjelasan diatas mengenai perilaku kekerasan

penulis menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan

dimana seseorang mealakukan tindakan yang dapat membahayakan

fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, dimana

7
8

perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal maupun fisik

disertai tingkah laku tidak terkontrol.

2.1.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja, (2011) meliputi:

a. Fisik

Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah, dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar, ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak

lingkungan, amuk atau agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan, dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak

jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat.


9

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan

sindiran.

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

2.1.3 Rentang respon

Respon Respon
Adaptif Mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2. 1:Rentang Respons Perilaku Kekerasan

Sumber: Keliat (1999) dalam Fitria (2009)

Keterangan :

a. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang

lain dan memberikan ketenangan.

b. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak

dapat menemukan alternatif.

c. Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.


10

d. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut

tetapi masih terkontrol.

e. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

PASIF ASERTIF AGRESIF


ISI Negatif dan Positif dan Menyombongkan
PEMBICARAAN merendahkan diri, menawarkan diri, merendahkan
contohnya diri, contohnya orang lain,
perkataan: perkataan: contohnya
“Dapatkah “Saya dapat..” perkataan:
kamu?” “Saya akan..” “Kamu selalu..”
“Kamu tidak
pernah...”

TEKANAN Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot


SUARA mengeluh
POSISI BADAN Menundukkan Tegap dan Kaku, condong ke
kepala santai depan

JARAK Menjaga jarak Mempertahank Sikap dengan


dengan sikap an jarak yang jarak akan
acuh/mengabaikan nyaman menyerang orang
lain
PENAMPILAN Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam,
teanang posisi menyerang

KONTAK MATA Sedikit/sama Mempertahank Mata metotot dan


sekali tidak an kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan

Tabel 2.1 Tabel perbandingan antar perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan
Keliat (1999) dalam Fitria 2009
11

2.1.4 Faktor Predisposisi

Menurut Fitria, (2009) faktor predisposisi perilaku kekerasan yaitu:

a. Faktor Psikologis

1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan

mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang

memotivasi perilaku kekerasan.

2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa

kecil yang tidak menyenangkan.

3) Rasa frustasi.

4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau

lingkungan.

5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan

tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang

rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan

prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan

arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa

perilaku agresif dan tidak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan

rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.

6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku

yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik

terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi


12

oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa

faktor predisposisi biologik.

b. Faktor sosial budaya

Seseorang akan berespons terhadap penigkatan emosionalnya

secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai

dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeada dengan

respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui

observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan

maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat

mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu

mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak

dapat diterima. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan

menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah

dalam masyarakat merupakan faktor prediposisi terjadinya perilaku

kekerasan.

c. Faktor biologis

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian

stimulus elektris ringan pada hipotalamus (sistem limbik) ternyata

menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi

limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran

rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman

dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil

berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitar.


13

Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang

dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu

sebagai berikut:

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat

impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi

timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.

2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin,

norepineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat

berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.

Peningkatan hormone androgen dan norefineprin serta

penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan

serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang

menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat

erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe

XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak

criminal (narapidana)

4) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan

berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic

dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy

(epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.


14

2.1.5 Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa

terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep

diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan menurut Direja,

(2011) adalah sebagai berikut:

a. Pasien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan

yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.

b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,

konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri pasien

sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

c. Lingkungan : panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat

menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai

berikut:

1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.

3) Ketidakpastian seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang

dewasa.

4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat anti sosial seperti

penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol

emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.


15

5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap

perkembangan keluarga.

2.1.6 Proses Terjadinya Masalah

a. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Penyebab

1) Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah

untuk melindungi diri menurut Prabowo, 2014 anatra lain :

a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia.

Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami hambatan penyaluranya secara normal.

Misalnya seseorang yang sedang marah malampiaskan

kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas

adona kue, meninju tembok dan sebagai ya, tujuannya

adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau

keinginanya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda

yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual

terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa

temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau

membahayakan masuk kedalam sadar. Misalnya seorang

anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak

disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang


16

diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.

Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia

dapat melupakanya.

d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila

di ekspresikan. Dengan melebihi lebihkan sikap dan

perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai

rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman

suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan

kuat.

e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya

seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi.

Misalnya timmy usia 4 tahun marah karena ia baru saja

mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar

didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan

dengan temannya.

b. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Akibat

Akibatnya pasien dengan perilaku kekerasan dapat

menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan

lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang

kemungkinan dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain

dan lingkungan (Prabowo, 2014).


17

Tanda dan gejala

1) Suka marah

2) Pandangan mata tajam

3) Otot tegang

4) Nada suara tinggi

5) Berdebat

6) Sering pula memaksakan kehendak

7) Merampas makanan

8) Memukul bila tidak sengaja

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan pasien ( Iyer et al., 1996 dalam buku

Muhith 2016). Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, dan sosiokultural. Data pada pengkajian kesehatan jiwa

dapat dikelompokkan menjadi faktor presdisposisi, presipitasi, sumber

koping dan kemampuan koping yang dimiliki pasien.

Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya

dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk tekhnis pengkajian

agar memudahkan dalam pengkajian. Pengkajian keperawatan perilaku

kekerasan meliputi:
18

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal

dirawat, nomor rekam medis dan sumber data yang didapat.

b. Alasan Masuk

Meliputi alasan pasien datang ke Rumah Sakit, apa yang dilakukan

oleh keluarga untuk mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya.

c. Faktor Predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor

predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi

perilaku kekerasan jika faktor dialami oleh individu.

d. Faktor Presipitasi

Kaji faktor pencetus atau kejadian/peristiwa terakhir yang dialami

pasien yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku sampai

pasien dirawat atau sampai kambuh kembali.

e. Persepsi dan Harapan Pasien/Keluarga

1) Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan bagaimana pasien

memandang dirinya atas masalahnya sehubungan dengan

penyakitnya.

2) Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan apa pendapat

keluarga tentang penyakit yang diderita.

3) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya

menanyakan apa harapan pasien terhadap perawatan dirinya

dirumah sakit dan harapan pasien kalau sudah kembali ke

rumah.
19

4) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya

menanyakan pada keluarga apa harapan keluarga terhadap

perawatan pasien di RS dan harapan keluarga pada pasien

seandainyapasien sudah sembuh dan kembali ke rumah.

f. Koping Pasien/Keluarga

1) Koping pasien terhadap masalah yang dihadapi

Tanyakan apa yang dilakukan pasien ketika menghadapi suatu

masalah, apa yang dilakukan kalau pasien merasa sedih,

bahagia, marah atau tersinggung dan bagaimana perasaan pasien

setelah melakukan koping tersebut.

2) Koping keluarga terhadap masalah yang dihadapi

Tanyakan pada keluarga dalam menghadapi stigma dari

masyarakat dan tetangga sehubungan dengan anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa dan apa yang dilakukan

keluarga dalam mengatasi perilaku pasien, biaya dan beban lain

sehubungan dengan penyakit lain.

g. Fisik

Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ:

1) Ukur dan observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu

dan pernapasan pasien.

2) Ukur tinggi badan dan berat badan pasien, apakah berat badan

naik atau turun.

3) Tanyakan kepada pasien/keluarga, apakah ada keluhan fisik

yang dirasakan oleh pasien.


20

4) Kaji lebih lanjut sistem dan fungi organ dan jelaskan sesuai

dengan keluhan yang ada.

h. Psikososial

1) Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan

hubungan pasien dan keluarga.

2) Konsep Diri

a) Gambaran diri meliputi persepsi pasien terhadap tubuhnya,

bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

b) Identitas diri meliputi status dan posisi pasien sebelum di

rawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya

(sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan pasien sebagai

laki-laki/perempuan.

c) Peran meliputi tugas/peran yang diemban dalam keluarga/

kelompok /masyarakat, kemampuan pasien dalam

melaksanakan tugas/peran tersebut.

d) Identitas diri meliputi harapan terhadap tubuh, posisi, status,

tugas/peran, harapan pasien terhadap lingkungan (keluarga,

sekolah, tempat kerja, masyarakat), dan harapan pasien

terhadap penyakitnya.

e) Harga diri meliputi hubungan pasien dengan orang lain

sesuai dengan kondisi, penilaian/penghargaan orang lain

terhadap diri dan kehidupannya.


21

3) Hubungan Sosial

Tanyakan pada pasien siapa orang terdekat dalam

kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan

atau sokongan, kelompok apa saja yang diikuti dalam

masyarakat dan sejauh mana ia terlibat dalam kelompok di

masyarakat.

4) Spiritual

Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan terhadap

gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang

dianut, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah dirumah secara

individu dan kelompok.

i. Status Mental

1) Penampilan : rambut acak-acakan, kancing baju terbalik, baju

tidak ganti.

2) Pembicaraan : cepat, keras, gagap, membisu, apatis atau lambat.

3) Aktivitas motorik

Data ini di dapat melalui hasil observasi perawat/keluarga :

(1) Lesu, tegang, gelisah sudah jelas.

(2) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.

(3) Tik : gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak

terkontrol.

(4) Grimasen : gerakan otot muka yangberubah-ubah yang

tidak dapat di kontrol.


22

(5) Tremor : jari-jari yang tampak gemetar ketika pasien

menjulurkan tangan dan merentangkan jar-jari.

(6) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti

berulan-ulang mencuci tangan, mencuci muka, mandi,

mengeringkan tangan.

4) Alam perasaan

Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan sudah jelas,

ketakutan, khawatir.

5) Afek

(1) Datar yaitu tidak ada perubahan roman muka pada saat ada

stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.

(2) Tumpul yaitu hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang

kuat.

(3) Labil yaitu emosi yang cepat-cepat berubah.

(4) Tidak sesuai yaitu emosi yang tidak sesuai atau

bertentangan dengan stimulus yang ada.

6) Interaksi selama wawancara

(1) Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung sudah

jelas.

(2) Kontak mata berkurang yaitu tidak mau menatap lawan.

(3) Defensif yaitu selalu berusaha mempertahankan pendapat

dan kebenaran dirinya.

(4) Curiga yaitu menunjukkan sikap/ perasaan tidak percaya

pada orang lain.


23

7) Proses Pikir

Data diperoleh dari observasi pada saat wawancara :

(1) Sirkumstansial adalah pembicaraan yang berbelit-belit tapi

sampai pada tujuan pembicaraan.

(2) Tangensial adalah pembicaraan yang berbelit-belit tapi

tidak sampai pada tujuan.

(3) Kehilangan assosiasi adalah pembicaraan tidak ada

hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan

pasien tidak menyadari.

(4) Flight of ideas adalah pembicaraan yang meloncat dari satu

topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis

dan tidak sampai tujuan.

(5) Blocking adalah pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa

gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.

(6) Perseverasi adalah pembicaraan yang diulang berkali-kali.

8) Isi Pikir

Data didapatkan melalui wawancara :

(1) Obsesi adalah pikiran yang selalu muncul walaupun pasien

berusaha menghilangkannya.

(2) Phobia adalah ketakutan yang patologis atau tidak logis

terhadap objek.

(3) Hipokondria adalah keyakinan terhadap adanya gangguan

organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.


24

(4) Depersonalisasi adalah perasaan pasien yang asing terhadap

diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

(5) Ide yang terkait adalah keyakinan pasien terhadap kejadian

yang terjadi dilingkungan yang bermakna dan terkait pada

dirinya.

(6) Pikiran magis adalah keyakinan pasien tentang

kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil atau

diluar kemampuannya.

9) Tingkat kesadaran

Data tentang bingung dan sedasi diperoleh melalui wawancara

dan observasi, stupor diperoleh melalui observasi,

orientasipasien (waktu, tempat, orang) diperoleh melalui

wawancara.

(1) Bingung : tampak bingung dan kacau.

(2) Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar

dan tidak sadar.

(3) Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-

gerakan yang diulang, anggota tubuh pasien dapat

diletakkan dalam sikap canggung dan dipertahankan pasien,

tetapi pasien mengerti semua yang terjadi dilingkungan.

(4) Orientasi waktu, tempat dan orang sudah jelas.

10) Memori

(1) Gangguan daya ingat jangka panjang :tidak dapat

mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan.


25

(2) Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat

mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.

(3) Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat

kejadian yang baru saja terjadi.

(4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan

dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk

menutupi gangguan daya ingatnya.

11) Tingkat konsentrasi dan berhitung

(1) Mudah dialihkan : perhatian pasien mudah berganti dari

satu objek ke objek lain.

(2) Tidak mampu berkonsentrasi : pasien selalu minta agar

pertanyaan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali

pembicaraan.

(3) Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan

penambahan/pengurangan pada benda-benda nyata

12) Kemampuan penilaian

(1) Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil

keputusan yang sederhana dengan bentuan orang lain.

(2) Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu

mengambil keputusan walaupun dibantu porang lain.

13) Daya tilik diri

(1) Mengingat penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala

penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa

tidak perlu pertolongan.


26

(2) Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang

lain atau lingkungan yang menyebabkan kondisi saat orang

lain atau lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

j. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Makan

(1) Observasi dan tanyakan tentang : frekuensi, jumlah, variasi,

macam (suka/tidak, suka/pantang) dan cara makan.

(2) Observasi kemampuan pasien dalam menyiapkan dan

membersihkan alat makan.

2) BAB/BAK

(1) Observasi kemampuan pasien untuk BAB/BAK.

(2) Pergi, menggunakan dan membersihkan WC.

(3) Membersihkan diri dan merapikan pakaian.

3) Mandi

(1) Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi,

menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, cukur (kumis,

jenggot dan rambut).

(2) Observasi kebersihan tubuh dan bau.

4) Berpakaian

(1) Observasi kemampuan pasien dalam mengambil, memilih

dan mengenakan pakaian dan alas kaki.

(2) Observasi penampilan dandanan pasien.

(3) Tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian.


27

5) Istirahat dan tidur

(1) Observasi lama dan waktu tidur siang/malam, persiapan

sebelum tidur seperti : menyikat gigi, cuci kaki dan berdoa

(2) Aktivitas sesudah tidur seperti : merapihkan tempat tidur,

mandi/cuci muka dan menyikat gigi

6) Penggunaan obat

(1) Penggunaan obat : frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara

pemberian.

(2) Reaksi obat.

7) Aktifitas didalam rumah

Tanyakan kemampuan pasien dalam :

(1) Merencanakan, mengolah dan menyajikan makanan.

(2) Merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu,

mengepel).

(3) Mencuci pakaian sendiri.

(4) Mengatur kebutuhan biaya hidup sehari-hari.

8) Aktifitas diluar rumah

Tanyakan kemampuan pasien:

(1) Belanja untuk keperluan hidup sehari-hari

(2) Dalam melakukan perjalan mandiri dengan berjalan kaki,

menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum.

(3) Aktifitas lain yang dilakukan diluar rumah (bayar

listrik/telepon/air/kantor pos/bank).
28

k. Mekanisme Koping

Pada pasien dengan skizofrenia perlu dikaji mekanisme koping

yang digunakan pasien sebelum pasien masuk rumah sakit maupun

mekanisme koping pasien selama menghadapi masalah di rumah

sakit jiwa.

l. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Perlu dikaji seperti apa masalah psikososial dan masalah pasien

di lingkungannya, apakah pasien sering bermasalah dengan orang di

sekitarnya.

i. Pengetahuan

Pengetahuan pasien perlu dikaji untuk mengetahui seberapa jauh

pasien mengenal penyakitnya. Hal ini juga digunakan untuk

merencanakan kegiatan atau tindakan selanjutnya.

m. Aspek Medik

Pada pasien dengan perilaku kekerasan biasanya mendapatkan

obat-obat anti psikosis seperti: Haloperidol, Clorpromazine, dan anti

kolinerhik seperti Triheksifenidil serta Electro Convulsive Therapy

(ECT).

n. Daftar Masalah Keperawatan

Berisi tentang masalah-masalah keperawatan yang didapat dari

pengumpulan data.
29

o. Pohon Masalah

Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan.

Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat

digambarkan sebagai pohon masalah (Fasid dalam Yusuf, 2015).

Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah

yang berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core

problem), dan akibat (effect). Meskipun demikian, sebaiknya pohon

masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang

ditemukan dari pasien. Dengan demikian, pohon masalah merupakan

rangkat urutan peristiwa yang menggambarkan urutan kejadian

masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan psikodimika

terjadinya gangguan jiwa.

1) Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah

yang ada pada pasien. Masalah utama bisa didapatkan dari

alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat pengkajian).

2) Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah yang

merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat pula

disebabkan oleh salah satu masalah lain, demikian seterusnya.

3) Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat masalah utama.

Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain.


30

2.2.2 Pohon Masalah

Resiko Mencederai Diri Sendiri,


orang lain dan lingkungan

Effect

Perilaku Kekerasan

Core Problem

Harga Diri Rendah Kronis

Causa

Gambar 2.2 : Pohon masalah perilaku kekerasan

Sumber : Damaiyanti (2014)

2.2.3 Masalah Keperawatan yang mungkin muncul

Masalah keperawatan yang muncul antara lain (Damaiyanti, 2014) :

a. Risiko Mencederai (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan

verbal)

b. Perilaku Kekerasan

c. Harga diri rendah kronis

d. Halusinasi
31

2.2.4 Data yang perlu dikaji

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


Subjektif :
Perilaku Kekerasan Pasien mengancam
Pasien mengumpat dengan kata-
kata kotor
Pasien mengatakan dendam dan
jengkel
Pasien mengatakan ingin
berkelahi
Pasien menyalahkan dan
menuntut
Pasien meremehkan

Objektif :

Mata melotot/pandangan tajam


Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah dan tegang
Postur tubuh kaku
Suara keras

Tabel 2.2 Tabel Data Yang Perlu Dikaji (Direja, 2011)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan,

antara lain adalah sebagai berikut (Direja, 2011) :

a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

b. Stimulus lingkungan

c. Konflik interpersonal

d. Status mental

e. Putus obat

f. Penyalahgunaan narkoba/alkohol

2.2.5 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain (Damaiyanti, 2014)

a. Perilaku Kekerasan

b. Harga diri rendah kronik


32

c. Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

d. Halusinasi

2.2.6 Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi keperawatan Perilaku Kekerasan menurut

(Damaiyanti, 2014) :

a. Tujuan 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi : 1) Pasien mau membalas salam.

2) Pasien mau menjabat tangan.

3) Pasien mau menyebutkan nama.

4) Pasien mau tersenyum.

5) Pasien mengetahui nama perawat.

6) Menyediakan waktu untuk kontrak.

Intervensi : 1) Beri salam/panggil nama pasien.

2) Sebutkan nama perawat sambil jabat

tangan.

3) Jelaskan maksud hubungan interaksi.

4) Jelaskan tentang kontrak yang akan

dibuat.

5) Beri rasa aman dan sikap empati.

6) Lakukan kontrak singkat tapi sering.

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan

landasan utama untuk hubungan

selanjutnya.
33

b. Tujuan 2 : Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

kekerasan.

Kriteria Evaluasi : 1) Pasien dapat mengungkapkan

perasannya.

2) Pasien dapat mengungkapkan penyebab

perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri,

dari lingkungan/ orang lain).

Intervensi : 1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya.

2) Bantu pasien untuk mengungkapkan

penyebab jengkel/kesal.

Rasional : Beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasannya dapat membantu mengurangi

stres dan penyebab perasaan jengkel/kesal

dapat diketahui.

c. Tujuan 3 : Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

kekerasan.

Kriteria Evaluasi : 1) Pasien dapat mengungkapkan perasaan

saat marah/jengkel.

2) Pasien dapat menyimpulkan tanda-tanda

jengkel/kesal yang dialami.

Intervensi : 1) Anjurkan pasien mengungkapkan apa

yang dialami saat marah/jengkel.


34

2) Observasi tanda perilaku kekerasan pada

pasien.

3) Simpulkan bersama pasien tanda-tanda

jengkel/kesal yang dialami pasien.

Rasional : 1) Untuk mengetahui hal yang dialami dan

dirasa saat jengkel.

2) Untuk mengetahui tanda-tanda pasien

jengkel/kesal.

3) Menarik kesimpulan bersama pasien

supaya pasien mengetahui secara garis

besar tanda-tanda marah/jengkel.

d. Tujuan 4 : Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

Kriteria Evaluasi : 1) Pasien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan.

2) Pasien dapat bermain peran dengan

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

3) Pasien dapat mengetahui cara biasa dapat

menyesuaikan masalah atau tidak.

Intervensi : 1) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

pasien.

2) Bantu pasien bermain peran sesuai dengan

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


35

3) Bicarakan dengan pasien apakah cara

yang pasien lakukan masalahnya selesai.

Rasional : 1) Mengekplorasi perasaan pasien terhadap

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

2) Untuk mengetahui perilaku kekerasan

kekerasan yang biasa dilakukan dan

dengan bantuan perawat bisa

membedakan perilaku konstruktif dan

destruktif.

3) Dapatmembantupasiendapat

menemukan cara yang dapat

menyelesaikan masalah.

e. Tujuan 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Kriteria Evaluasi : Pasien dapat menjelaskan akibat dari cara

yang digunakan pasien

Intervensi : 1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang

dilakukan pasien.

2) Bersama pasien menyimpulkan akibat

marah yang digunakan oleh pasien.

Rasional : 1) Membantu pasien untuk menilai perilaku

kekerasan yang dilakukannya.

2) Membantu mengetahui akibat perilaku

kekerasan diharapkan pasien dapat


36

merubah perilaku destruktif yang

dilakukannya menjadi perilaku yang

konstruktif.

f. Tujuan 6 : Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam

merespon terhadap kemarahan.

Kriteria Evaluasi : Pasien dapat melakukan cara berespon

terhadap kemarahan secara konstruktif.

Intervensi : 1) Tanyakan pada pasien “apakah ia ingin

mempelajari cara baru yang sehat?”.

2) Berikan pujian jika pasien mengetahui

cara lain yang sehat.

3) Diskusikan dengan pasien cara lain yang

sehat

1) Secara fisik (SP 1 dan 2) : tarik nafas

dalam jika sedang kesal/memukul

bantal/kasur atau olahraga atau

pekerjaan yang memerlukan tenaga.

2) Secara verbal (SP 3) : katakan bahwa

anda sedang kesal/ tersinggung/

jengkel (saya kesal anda berkata

seperti itu: saya marah karena mama

tidak memenuhi keinginan saya).

3) Secara sosial (SP 3) : lakukan dalam

kelompok cara-cara marah yang sehat


37

: latihan asentif. Latihan manajemen

perilaku kekerasan.

4) Secara spiritual (SP 4) : anjurkan

pasien sembahyang, berdoa/ibadah

lain : meminta pada Tuhan untuk

diberi kesabaran, mengadu, pada

Tuhan kekerasan/kejengkelan.

Rasional : 1) Agar pasien dapat mempelajari cara

yang lain yang konstruktif.

2) Dengan mengidentifikasi cara yang

konstruktif dalam merespon terhadap

kemarahan dapat membantu pasien

menemukan cara yang baik untuk

mengurangi kejengkelannya sehingga

pasien tidak stres lagi.

3) Reinforcement positif dapat memotivasi

pasien dan meningkatkan harga dirinya.

4) Berdiskusi dengan pasien untuk memilih

cara yang lain sesuai dengan kemampuan

pasien.

g. Tujuan 7 : Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol

perilaku kekerasan.

Kriteria Evaluasi : Pasien dapat mendemonstrasikan cara

mengontrol perilaku kekerasan.


38

1) Fisik (SP 1 dan 2) : tarik nafas dalam dan

pukul bantal/kasur

2) Verbal (SP 3) : mengatakannya secara

langsung dengan tidak menyakiti

3) Spiritual (SP 4) : sembahyang, berdoa

atau ibadah lain

Intervensi : 1) Bantu pasien memilih cara yang paling

tepat untuk pasien.

2) Bantu pasien mengidentifikasi manfaat

cara dipilih.

3) Bantu keluarga pasien untuk

menstimulasi cara tersebut (role play).

4) Beri reinforcement positif atau

keberhasilan pasien menstimulasi

tersebut.

5) Anjurkan pasien untuk menggunakan

cara telah dipelajari saat jengkel/marah.

Rasional : 1) Memberikan simulasi kepada pasien

untuk menilai respon perilaku kekerasan

secara tepat.

2) Membantu pasien dalam membuat

keputusan terhadap cara yang telah

dipilihnya dengan melihat manfaatnya.


39

3) Agar pasien mengetahui cara marah yang

konstruktif.

4) Pujian dapat meningkatkan motivasi dan

harga diri pasien.

5) Agar pasien dapat melaksanakan cara

yang telah dipilihnya jika ia sedang

kesal.

h. Tujuan 8 : Pasien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol

perilaku kekerasan.

Kriteria Evaluasi : Keluarga pasien dapat :

1) Menyebutkan cara merawat pasien

yang berperilaku kekerasan.

2) Mengungkapkan rasa puas dalam

merawat pasien.

Intervensi : 1) Identifikasi kemampuan keluarga

merawat pasien dari sikap apa yang telah

dilakukan keluarga terhadap pasien selama

ini.

2) Jelaskan peran serta keluarga dalam

merawat pasien.

3) Jelaskan cara-cara merawat pasien:

(1) Terkait dengan cara mengontrol

perilaku marah secara konstruktif.


40

(2) Sikap tenang, bicara tenang dan

jelas.

(3) Membantu pasien mengenal

penyebab ia marah.

4) Bantu keluarga mendemonstrasikan

cara merawat pasien.

5) Bantukeluargamengungkapkan

perasannya setelah melakukan

demonstrasi.

Rasional :1) Kemampuan keluarga dalam

mengidentifikasi akan memungkinkan

keluarga untuk melakukan penelitian

terhadap perilaku kekerasan.

2) Meningkatkan pengetahuan keluarga

tentang cara merawat pasien sehingga

keluarga terlibat dalam perawatan pasien

3) Agar keluarga dapat merawat pasien

dengan perilaku kekerasan.

4) Agar keluarga mengetahui cara merawat

pasien melalui demonstrasi yang dilihat

keluarga secara langsung.

5) Mengeksplorasi perasaan keluarga

setelah melakukan demonstrasi.


41

i. Tujuan 9 : Pasien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum

dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek).

Kriteria Evaluasi : 1) Pasien dapat menyebutkan obat-obatan

yang diminum dan kegunaannya (jenis,

waktu, dan efek).

2) Pasien dapat minum obat sesuai program

pengobatan (SP 5).

Intervensi : 1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum

pasien pada pasien keluarga.

2) Diskusikan manfaat minum obat dan

kerugian berhenti minum obat tanpa

seizin dokter.

3) Jelaskan prinsip benar minum obat (baca

nama yang tertera pada botol obat, dosis

obat, waktu dan cara minum).

4) Ajarkan pasien minta obat dan minum

tepat waktu.

5) Anjurkan pasien melaporkan pada

perawat/dokter jika merasakan efek yang

tidak menyenangkan.

6) Beri pujian, jika pasien minum obat

dengan benar.

Rasional : 1) Pasien dan keluarga dapat mengetahui

nama-nama obat yang diminum oleh pasien.


42

2) Pasien dan keluarga dapat mengetahui

kegunaan obat yang dikonsumsi pasien.

3) Pasien dan keluarga mengetahui prinsip

benar agar tidak terjadi kesalahan dalam

mengkonsumsi obat.

4) Pasien dapat memiliki kesadaran

pentingnya minum obat dan bersedia

minum obat dengan kesadaran diri.

5) Mengetahui efek samping sedini

mungkin sehingga tindakan dapat

dilakukan sesegera mungkin untuk

menghindari komplikasi.

6) Reinforcement positif dapat memotivasi

keluarga dan pasien serta dapat

meningkatkan harga diri.

Fokus intervensi keperawatan menurut Harga Diri Rendah Kronik

(Damaiyanti, 2014) :

a. Tujuan 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan

rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat

tangan, mau menjawab salam, pasien mau duduk

berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan

masalah yang dihadapi.


43

Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan

mengungkapkan Prinsip Komunikasi

Terapeutik.

1) Sapa pasien dengan ramah baik verbal

maupun non verbal.

2) Perkenalkan diri dengan sopan.

3) Tanyakan nama lengkap pasien dan

nama panggilan yang disukai pasien.

4) Jelaskan tujuan pertemuan.

5) Jujur dan menempati janji.

6) Tujukkan sifat empati dari menerima

pasien apa adanya.

7) Beri perhatian kepada pasien dan

perhatian kebutuhan dasar pasien.

8) Diskusikan kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki pasien.

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar

untuk kelancaran hubungan interaksi

selanjutnya.

b. Tujuan 2 : Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi : Pasien mengidentifikasi kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki (SP 1) :

1) Kemampuan yang dimiliki pasien.


44

2) Aspek positif keluarga.

3) Aspek positif lingkungan yang dimiliki

pasien.

Intervensi : 1) Diskusikan kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki pasien.

2) Setiap bertemu pasien hindarkan dari

memberi nilai negatif.

3) Utamakanmemberipujian yang

realistik.

Rasional : 1) Diskusikan tingkat kemampuan pasien

seperti menilai realitas, kontrol diri atau

integrotas ego sebagai dasar asuhan

keperawatan.

2) Reinforcement positif akan

meningkatkan harga diri.

3) Pujian yang realistis tidak menyebabkan

melakukan kegiatan hanya karena ingin

mendap pujian.

c. Tujuan 3 : Pasien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

Kriteria Evaluasi : Pasien menilai kemampuan yang dapat

digunakan

Intervensi : 1) Diskusikan dengan pasien kemampuan

yang masih dapat digunakan selama sakit.


45

2) Diskusikan kemampuan yang dapat

dilanjutkan penggunaan.

Rasional : 1) Keterbukaan dan pengertian tentang

kemampuan yang dimiliki adalah prasarat

untuk berubah.

2) Pengertian tentang kemampuan yang

dimiliki diri motivasi untuk tetap

mempertahankan penggunaannya.

d. Tujuan 4 : Pasien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi : Pasien membuat rencana kegiatan harian.

Intervensi : 1) Rencanakan bersama pasien aktifitas

yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

kemampuan.

1) Kegiatan mandiri.

2) Kegiatan dengan bantuan sebagian.

3) Kegiatan yang membutuhkan

bantuan total.

2) Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan

toleransi kondisi pasien.

3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan

yang boleh pasien lakukan.

Rasional : 1) Pasien adalah individu yang

bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.


46

2) Pasien perlu bertindak secara realistis

dalam kehidupannya.

3) Contoh peran yang dilihat pasien akan

memotivasi pasien untuk melaksanakan

kegiatan.

e. Tujuan 5 : Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit.

Kriteria Evaluasi : Pasien melakukankegiatan sesuai kondisi

sakit dan kemampuannya.

Intervensi : 1) Beri kesempatan kepada pasien untuk

mencoba kegiatan yang telah direncanakan

2) Beri pujian atas keberhasilan pasien.

3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan

dirumah.

Rasional : 1) Memberikan kesempatan kepada pasien

mandiri dirumah.

2) Reinforcement positif akan

meningkatkan harga diri. Memberikan

kesempatan kesempatan kepada pasien

untuk tetap melakukan kegiatan yang

biasa dilakukan.

f. Tujuan 6 : Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Kriteria Evaluasi : Pasien memanfaatkan sistem pendukung yang ada

dikeluarga.
47

Intervensi : 1) Beri pendidikan kesehatan pada

keluarga tentang cara merawat pasien

dengan harga diri rendah kronik.

2) Bantu keluarga memberikan dukungan

selama pasien dirawat.

3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan

dirumah.

Rasional : 1) Mendorong keluarga untuk mampu

merawat pasien mandiri dirumah.

2) Support system keluarga akan sangat

berpengaruh dalam mempercepat proses

penyembuhan.

3) Meningkatkan peran serta keluarga

dalam merawat pasien dirumah.

2.2.7 Implementasi

Menurut Alnuhazi (2015) implementasi adalah pelaksanaan

keperawatan oleh pasien. Hal yang harus diperhatikan ketika

melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan

dilakukan implementasi pada pasien dengan perilaku kekerasan

dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

Bentuk strategi pelaksanaan perilaku kekerasan :

a. Strategi pelaksanaan 1 pada pasien (SP1P)

1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.


48

3) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.

4) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

5) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.

6) Membantu pasien mempraktikkan latihan cara mengontrol

perilaku kekerasan secara fisik 1 : latihan nafas dalam.

b. Strategi pelaksanaan 2 pada pasien (SP2P)

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik

2 : pukul bantal dan kasur.

3) Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian.

c. Strategi pelaksanaan 3 pada pasien (SP3P)

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

sosial/verbal.

3) Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam kegiatan harian.

d. Strategi pelaksanaan 4 pada pasien (SP4P)

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

spiritual.

3) Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam kegiatan harian.

e. Strategi pelaksanaan 5 pada pasien (SP5P)

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

minum obat.
49

3) Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam kegiatan harian.

f. Strategi pelaksanaan 1 keluarga (SP1K)

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien.

2) Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala

serta proses terjadinya perilaku kekerasan.

g. Strategi pelaksanaan 2 keluarga (SP2K)

1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan

perilaku kekerasan.

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien perilaku kekerasan.

h. Strategi pelaksanaan 3 keluarga (SP3K)

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk

minum obat (discharge planning).

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

2.2.8 Evaluasi

Menurut Alnuhazi (2015) evaluasi adalah proses yang

berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada

pasien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan

evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan

evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon

pasien pada tujuan yang telah ditentukan.


50

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu sebagai

berikut :

S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan.

O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan.

A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah

baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.

P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien.


BAB III

METODE STUDI KASUS

3.1 Desain Studi Kasus

Desain penelitian pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu studi

kasus. Studi kasus pada intinya adalah meneliti kehidupan satu atau beberapa

komunitas, organisasi atau perorangan yang dijadikan unit analisis

(Sujarweni, 2014). Studi kasus ini menggunakan dua pasien yang

diperbandingkan dengan cara mengobservasi pasien, wawancara dan studi

dokumentasi.

3.2 Batasan Istilah

Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan, dimana perilaku kekerasan ini dapat dilakukan

secara verbal maupun fisik disertai tingkah laku tidak terkontrol. Strategi

pelaksanaan perilaku kekerasan 1 yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda

gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, menyebutkan cara

mengontrol perilaku kekerasan dan mempraktikkan secara fisik latihan nafas

dalam. Pada saat pengambilan kasus didapatkan data yang berfokus pada Tn.

M pasien sering marah-marah, mengancam akan pergi dari rumah,

mengumpat dengan kata-kata kotor dan menyalahkan orang tua. Wajah

pasien tampak memerah, tegang, mata melotot, tangan mengepal, suara keras

dan postur tubuh kaku. Sedangkan data Tn. A pasien mengatakan melempar

51
52

gelas ke kepala ibunya, saat marah ingin berkelahi, melempar barang,

dendam dan jengkel. Wajah pasien tampak memerah, tatapan mata tajam,

tegang, tangan mengepal, nada bicara keras dan ketus. Strategi pelaksanaan

yang diberikan Tn. M dan Tn. A yaitu strategi pelaksanaan 1 sampai strategi

pelaksanaan 5.

3.3 Partisipan

Subyek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah 2 pasien (2

kasus) dengan masalah dan diagnosa medis yang sama. Pada studi kasus ini

yang mengalami perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif

Zainudin Surakarta.

3.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Pada kasus ini tempat pengambilan kasus dilakukan di Rumah Sakit

Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta. Disamping itu kasus ini diambil

untuk eksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

masalah Perilaku Kekerasan. Rencana pelaksanaan studi kasus ini secara

keseluruhan membutuhkan waktu 2 minggu dari bulan 22 Mei 2017 - 3 Juni

2017.

3.5 Pengumpulan Data

Sehubungan dengan pendekatan studi kasus diatas, teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi kasus ini adalah studi

kasus lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengunjungi

langsung ke objek studi kasus yaitu Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif

Zainudin. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

(Sujarweni,2014)
53

3.5.1 Wawancara adalah melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak yang

berhubungan dengan masalah studi wawancara dinyatakan sebagai

suatu percakapan dengan bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang

terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan,

motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya. Penulis melakukan

pengkajian terhadap pasien ( hasil pengkajian berisi tentang identitas

pasien, alasan masuk, faktor predisposisi dan lain-lain) sumber data dari

pasien, keluarga dan perawat lainnya.

3.5.2 Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung pada objek

studi kasus terhadap pasien yang mengalami masalah perilaku

kekerasan

3.5.3 Studi Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan

menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi studi kasus

serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah dengan instansi

yang terkait.

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksud dengan mengambil data baru (here and

now) dengan menggunakan instrumen pengkajian yang sesuai sehingga

menghasilkan data dengan validitas tinggi. Pengkajian menggunakan pasien,

perawat dan keluarga pasien sebagai sumber informasi dan sumber

dokumentasi. Menegakkan diagnosa keperawatan menggunakan NANDA

intervensi NIC NOC, implementasi dengan menggunakan strategi

pelaksanaan (SP), evaluasi dengan menggunakan evaluasi formatif dan

evaluasi surmatif (Sujarweni, 2014).


54

3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penulis di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan data terkumpul. Analisa data dilakukan

dengan cara mengemukakan fakta selanjutnya membandingkan dengan teori

yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik

analisa yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang

diperoleh dari hasil wawancara untuk merumuskan masalah. Teknik analisis

digunakan dengan cara observasi oleh penulis dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan

untuk intervensi (Sujarweni, 2014).

Urutan dalam analisi adalah :

3.7.1 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil ditulis dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).

3.7.2 Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3.7.3 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari pasien dijamin dengan jalan

mengaburkan identitas dari pasien.


55

3.7.4 Kesimpulan

Dari data yang disajikan kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil studi kasus terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,

diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.


BAB IV

HASIL

4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Lokasi pengambilan data ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr.

Arif Zainudin Surakarta. Pasien dirawat di ruang Abimanyu dengan kondisi

ruangan yang bersih serta lebih dekat dengan perawat ruangan. Situasi yang

cukup aman bagi pasien dan perawat ruangan. Didapatkan 2 data pasien

bernama Tn. M tinggal di Laweyan Surakarta dan Tn A tinggal di Tanon

Sragen.

4.2 Pengkajian

1. Identitas Pasien

IDENTITAS PASIEN PASIEN 1 PASIEN 2

Inisial Tn. M Tn. A


Umur 40 tahun 26 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Tanggal Pengkajian 22 Mei 2017 22 Mei 2017
No. RM 014753 047500
Ruang Rawat Abimanyu Abimanyu
Tanggal Dirawat 12 Mei 2017 10 Mei 2017
Penanggung Jawab
Nama Tn. P Tn. A
Umur 55 tahun 35 tahun
Alamat Laweyan, Surakarta Tanon, Sragen
Hubungan dengan pasien Ayah Paman

56
57

2. Alasan Masuk

ALASAN MASUK PASIEN 1 PASIEN 2


Tn. M mengatakan masuk Tn. A mengatakan masuk
Rumah Sakit Jiwa 12 Mei Rumah Sakit Jiwa
2017 karena marah-marah Surakarta tanggal 10 Mei
kepada anggota keluarga 2017 karena melempar
karena saat berada dirumah gelas ke kepala ibunya
tidak ada makanan. Pasien hingga berdarah, merasa
masih merasa kesal. Dan saat keinginan tidak terpenuhi
marah pasien mengatakan seperti minta rokok. Pasien
mengancam akan pergi dari masih merasa kesal. Dan
rumah, mengumpat dengan saat marah pasien ingin
kata-kata kotor dan selalu berkelahi dan melempar
menyalahkan kedua orang barang yang ada disekitar.
tuanya. Orang tua tahu apa Pasien mengatakan
yang dalami Tn. M dan dendam dan jengkel saat
langsung membawanya ke orang lain meragukan
Rumah Sakit Jiwa. Tn. M kemampuannya bermain
mengatakan sudah 5 kali sepak bola. Pamannya
dibawa ke RSJD karena tidak yang membawa ke Rumah
minum obat dan tidak kontrol. Sakit Jiwa agar segera
Pada saat pengkajian Tn. M mendapat penanganan.
masih terlihat wajah Pasien mengatakan 11 kali
memerah, tegang, mata ke Rumah Sakit Jiwa
melotot, tangan mengepal, karena tidak minum obat
suara keras dan postur tubuh dan tidak kontrol. Pada
kaku. saat pengkajian Tn. A
terlihat wajah memerah,
tatapan mata tajam, tegang,
tangan mengepal, nada
bicara keras dan ketus.

3. Faktor Predisposisi

FAKTOR PASIEN 1 PASIEN 2


PREDISPOSISI
Pernah mengalami Tn. M mengatakan pernah Tn. A mengatakan pernah
gangguan jiwa dimasa mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa
lalu dimasa lalu. Tn. M sudah dimasa lalu. Tn. A sudah
masuk Rumah Sakit Jiwa 5 masuk Rumah Sakit Jiwa
kali. 11 kali.
Pengobatan sebelumnya Pengobatan hanya dilakukan Pengobatan hanya
di Rumah Sakit Jiwa dan dilakukan di Rumah Sakit
mendapatkan terapi
Jiwa dan mendapatkan
risperidon 2x1mg, terapi risperidon,
trihexyphenidyl 2x1mg dan trihexyphenidyl 2x2mg
clozapine 1x100mg. dan chlorpromazine
2x100mg.
Aniaya Tindakan aniaya yang sering Tindakan aniaya yang
dilakukan secara verbal sering dilalukan secara
seperti mengumpat dengan fisik seperti melempar
kata-kata kotor. gelas ke kepala ibunya.
Masalah Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan Resiko Perilaku Kekerasan
Adakah anggota keluarga Tn. M mengatakan anggota Tn. A mengatakan tidak
yang mengalami keluarga tidak ada yang ada anggota keluarga yang
58

gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa. mengalami gangguan jiwa.


Faktor terjadinya gangguan Faktor terjadinya gangguan
jiwa yaitu pasien jiwa yaitu pasien
mengatakan istrinya mengatakan ditinggal oleh
menceraikan dirinya, merasa pacarnya menikah dengan
sangat putus asa dan tidak orang lain, merasa dirinya
mengerti apa yang harus sudah tidak berarti karena
dilakukan. Riwayat orang yang dicintainya
pengobatan Tn. M meninggalkannya. .
mengatakan pertama kali Riwayat pengobatan Tn. A
masuk Rumah Sakit Jiwa 5 mengatakan sudah 11 kali
kali pada tahun 2014 bulan masuk Rumah Sakit Jiwa
Februari dan Desember, terhitung dari tahun 2013
tahun 2015 kembali lagi bulan Maret dan
bulan Mei, selanjutnya Desember, tahun 2014
tahun 2016 bulan Juni dan bulan April, Juni dan
terakhir tahun 2017 pada Agustus, tahun 2015 bulan
bulan Mei dengan masalah Februari, April dan
yang sama tidak minum obat November, selanjutnya
secara rutin dan tidak tahun 2016 bulan Januari
kontrol lagi. dan Agustus, tahun 2017
bulan Mei dengan masalah
yang sama tidak minum
obat secara rutin dan tidak
kontrol lagi.

4. Fisik

FISIK PASIEN 1 PASIEN 2


Tanda-tanda vital
Tekanan Darah 110/80 mmhg 120/80 mmhg
Nadi 82 kali/menit 84 kali/menit
Respirasi 16 kali/menit 18 kali/menit
Suhu 36 C 36 C
Ukuran
Tinggi badan 180 cm 170 cm
Berat badan 70 kg 55 kg
Keluhan fisik Tn. M mengatakan tidak ada Tn. A mengatakan tidak
keluhan fisik ada keluhan fisik
59

5. Psikososial

a. Genogram

GENOGRAM PASIEN 1 PASIEN 2


Genogram

Penjelasan Tn. M mengatakan tinggal Tn. A mengatakan tinggal


serumah dengan kedua serumah dengan kedua
orang tuanya, anak 1 dari 2 orang tuanya, anak ke 2
bersaudara, sudah menikah dari 3 bersaudara.
dan mempunyai 2 anak.

b. Konsep Diri

KONSEP DIRI PASIEN 1 PASIEN 2


Citra Tubuh Tn. M mengatakan Tn. A mengatakan menerima
menyukai tubuhnya dari keadaan tubuhnya, menyukai
kepala hingga kaki, tapi ada bentuk tubuhnya seperti
satu hal yang tidak disukai tentara.
dan membuat dirinya malu
yaitu giginya yang sudah
ompong.
Identitas Diri Tn. M mengatakan sebagai Tn. A mengatakan sebagai
penjual bingkai foto, merasa kuli bangunan. Merasa tidak
kurang puas dengan mampu untuk mencukupi
penghasilannya, sekolah kebutuhan dirinya. Tn. A
sampai SD karena faktor sebagai anak dari 2
biaya. Tn. M sebagai laki- bersaudara.
laki dan kepala keluarga.
Peran Tn. M mengatakan sebagai Tn. A mengatakan sebagai
kepala keluarga tetapi tidak anak tapi merasa dirinya tidak
melaksanakan tugasnya berguna karena tidak bisa
dengan baik sehingga istri membahagiakan kedua orang
menceraikannya. tuanya.
Ideal Diri Tn. M mengatakan ingin Tn. A mengatakan ingin
sembuh dari penyakitnya segera sembuh dan pulang
dan akan bekerja dengan kerumah.
baik lagi.
Harga Diri Tn. M mengatakan malu Tn. A mengatakan malu dan
karena dirinya gila. tidak berguna saat berada
dilingkungan masyarakat.
Masalah Harga Diri Rendah Kronik Harga Diri Rendah Kronik
Keperawatan
60

c. Hubungan Sosial

HUBUNGAN PASIEN 1 PASIEN 2


SOSIAL
Orang Terdekat Tn. M dekat dengan Tn. A mengatakan orang
ayahnya. terdekat adalah ibunya, karena
ibunya yang sering perhatian
dengannya.
Peran serta Tn. M mengatakan jarang Tn. A mengatakan selama
dalam kegiatan mengikuti kegiatan dirumah jarang mengikuti
kelompok/masy masyarakat karena sibuk kegiatan dimasyarakat.
arakat mencari nafkah.
Hambatan Tn. M mengatakan lebih Tn. A mengatakan lebih
dalam senang sendiri daripada senang sendiri daripada
berhubungan berbicara dengan orang lain. berbicara dengan orang lain.
dengan orang
lain

d. Spiritual

SPIRITUAL PASIEN 1 PASIEN 2


Nilai dan Tn. M mengatakan cobaan ini Tn. A mengatakan bahwa
keyakinan datangnya dari Allah swt. dirinya adalah seorang muslim
dan tahu bahwa Allah adalah
Tuhannya.
Kegiatan Tn. M mengatakan sebelum Tn. A mengatakan dirumah
Ibadah masuk Rumah Sakit Jiwa jarang sholat demikian juga
merasa malas untuk beribadah, saat di Rumah Sakit Jiwa.
tapi sekarang sudah mau
beribadah.
Masalah - Hambatan Religi
Keperawatan

6. Status Mental

STATUS MENTAL PASIEN 1 PASIEN 2


Penampilan Tn. M terlihat tidak rapi, Tn. A terlihat tidak rapi,
giginya kuning dan ompong, giginya agak kuning,
tubuhnya tidak berbau, cara tubuhnya bersih tidak berbau
berpakaian sudah tepat dan dan cara berpakaian sudah
menggunakan baju Rumah tepat dan sesuai. Postur
Sakit Jiwa. Postur tubuh tubuh tegap dan kaku.
agak membungkuk dan
kaku.
Pembicaraan Tn. M berbicara dengan Tn. A berbicara dengan
keras, mengumpat dengan keras dan ketus saat diajak
kata-katakotorkepada berbicara.
teman.

Masalah keperawatan Masalah keperawatan


Resiko Perilaku Kekerasan Resiko Perilaku Kekerasan
Aktifitas Motorik Wajah Tn. M tampak Wajah Tn. A tampak
memerah, mata melotot, memerah, tatapan mata
tangan mengepal dan tegang. tajam, tegang dan tangan
Masalah keperawatan mengepal. Masalah
61

Resiko Perilaku Kekerasan Keperawatan Resiko


Perilaku Kekerasan
Alam Perasaan Tn. M terlihat sedih , Tn. A terlihat sedih ,
khawatir dan ketakutan khawatir dan ketakutan
tentang apa yang terjadi tentang apa yang terjadi
pada dirinya. pada dirinya.
Afek Labil Labil
Tn. M selalu cepat emosi Tn. A selalu cepat emosi dan
dan mood cepat berubah. sangat cepat berubah.
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan Resiko Perilaku Kekerasan
Interaksi Selama Tn. M terlihat tidak ada Tn. A terlihat tidak ada
wawancara kontak mata kearah lawan kontak mata kearah lawan
bicara dan tatapan kosong. bicara, tatapan kosong dan
tatapan mata tajam.
Persepsi Tn. M terlihat menunjuk- Tn. A terlihat bicara atau
nunjuk kearah korden, ketawa sendiri, menutup
menutup mata dan berbicara telinga dan berbicara pergi
pergi pergi saya tidak mau pergi saya tidak mau
melihatmu. Tn. M mendengarmu. Tn. A
mengatakan melihat hantu mengatakan mendengar
(isi), waktu pagi hari saat suara-suara yang
bangun tidur dan siang hari, menyuruhnya untuk mencuri
frekuensi 2 kali/hari, selama (isi), suara muncul saat
5 detik. sendiri (sore dan malam),
frekuensi 2 kali/hari, suara
terdengar selama 3 detik.
Masalah Keperawatan
Masalah Keperawatan Halusinasi Pendengaran
Halusinasi Penglihatan
Proses Pikir Sirkumstansial Perserverasi
Tn. M saat diajak bicara Tn. A saat diajak bicara
berbelit-belit, tetapi sampai menjawab pertanyaan yang
pada tujuan yang dimaksud, selalu diulangi berkali-kali.
apa yang dibilang tidak
realistis.
Isi Pikir Tn. M kurang tanggap, Tn. A selalu tanggap, waktu
waktu diajak berbicara. diajak berbicara meskipun
menjawab diulangi berkali-
kali.
Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran
kuantitatif : GCS 15 mata 4, kuantitatif : GCS 15 mata 4,
verbal 5 dan motorik 6 verbal 5 dan motorik 6
Tingkat kesadaran kualitatif Tingkat kesadaran kualitatif
: composmentis : composmentis
Memori Tn. M mampu menceritakan Tn. A mampu menceritakan
kejadian saat ini hingga 1 kejadian saat ini hingga 1
bulan dan menceritakan bulan dan menceritakan
kejadian 1 bulan lebih. kejadian 1 bulan lebih.
Tingkat konsentrasi Tn. M saat diajak berbicara Tn. A dapat memfokuskan
dan berhitung mudah beralih seperti ada konsentrasi dengan baik.
yang lewat langsung Dapat menghitung dengan
menoleh. Tn. M susah benar saat diberi pertanyaan
berkonsentrasi saat ditanya seperti 3+4=7, 8-2=6
3+4=9, 8-2=7
Kemampuan Tn. M sudah menyadari dan Tn.A sudah menyadari dan
penilaian mampu menilai bahwa suatu mampu menilai bahwa suatu
62

masalah yang dilakukan masalah yang dilakukan


dengan marah-marah itu dengan marah-marah itu
sangat merugikan dirinya sangat merugikan dirinya
sendiri dan orang lain. sendiri dan orang lain.
Daya tilik diri/ Tn. M mengatakan tidak Tn. A mengatakan tidak
insight menyadari gejala penyakit menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik, emosi) dan (perubahan fisik, emosi) dan
masih menyalahkan orang masih menyalahkan orang
lain tentang kondisinya saat lain tentang kondisinya saat
ini. ini.

7. Kebutuhan Persiapan Pulang

KEBUTUHAN PASIEN 1 PASIEN 2


PERSIAPAN
PULANG
Makan Tn. M makan 3 kali/hari Tn. A makan 3 kali/hari
dengan nasi, sayur, lauk dengan nasi, sayur, lauk
pauk, buah dan air teh/putih pauk, buah dan air
teh/putih
BAB/BAK Tn. M BAB 1 kali/hari Tn. A BAB 1 kali/hari
setiap pagi hari konsistensi setiap pagi hari konsistensi
lunak. BAK 7 kali/hari agak padat. BAK 8
warna kekuningan. kali/hari warna
kekuningan.
Mandi Tn. M mandi 2 kali/hari pagi Tn. A mandi 2 kali/hari
dan sore hari menggunakan pagi dan sore hari
sabun mandi, sikat gigi dan menggunakan sabun
pasta gigi. mandi, sikat gigi dan pasta
gigi.
Berpakaian/berhias Tn. M berpakaian tidak rapi, Tn. A berpakaian tidak
rambut berketombe. rapi, rambut berketombe.
Istirahat dan tidur Tn. M tidak pernah tidur Tn. A tidur siang 2 jam,
siang, tidur malam 8 jam tidur malam 8 jam dan
tanpa terbangun. Akivitas sering terbangun. Akivitas
sebelum dan setelah tidur sebelum dan setelah tidur
selalu merapikan tempat selalu merapikan tempat
tidur. tidur.
Penggunaan Obat Tn. M minum obat secara Tn. A minum obat secara
teratur setelah makan siang teratur setelah makan
dan sore hari. siang dan sore hari.
Pemeliharaan Tn. M memerlukan Tn. A memerlukan
Kesehatan perawatan lanjutan di perawatan lanjutan di
Rumah Sakit Jiwa untuk Rumah Sakit Jiwa untuk
mengetahui kelanjutan mengetahui kelanjutan
kesehatannya. kesehatannya.
Aktivitas didalam Tn. M saat dirumah ingin Tn. A saat dirumah ingin
rumah membantu melakukan membantu melakukan
aktivitas didalam rumah aktivitas didalam rumah
seperti mempersiapkan seperti mempersiapkan
makanan, menjaga kerapian makanan, menjaga
rumah, mencuci pakaian dan kerapian rumah, mencuci
mengatur keuangan. pakaian dan mengatur
keuangan.
Aktivitas diluar rumah Tn. M saat dirumah ingin Tn. A saat dirumah ingin
membantu melakukan membantu melakukan
63

aktivitas diluar rumah aktivitas diluar rumah


seperti belanja dan seperti belanja dan
mengantar belanja. mengantar belanja.

8.Mekanisme Koping

MEKANISME PASIEN 1 PASIEN 2


KOPING
Maladaptif Tn. M mengatakan jika ada Tn. A mengatakan jika ada
masalah suka memendam masalah sekarang lebih
sendiri, suka bersendiri, dan suka memendam sendiri,
menghindar dengan teman Tn. A juga suka minum
sekitar. alkohol, merokok dan
membanting barang yang
ada.

Masalah Keperawatan Koping Individu Inefektif Koping Individu Inefektif

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

MASALAH PASIEN 1 PASIEN 2


PSIKOSOSIAL DAN
LINGKUNGAN
Masalah dengan Tn. M mengatakan jarang Tn. A mengatakan
dukungan kelompok mengikuti kegiatan mengatakan jarang
kelompok saat dirumah. mengikuti kegiatan
kelompok saat dirumah.
Masalah berhubungan Tn. M menarik diri dari Tn. A sedikit menarik diri
dengan lingkungan lingkungan karena tidak ada dari lingkungan karena
hal yang ingin dilakukan. tidak ada hal yang ingin
dilakukan.
Masalah dengan Tn. M mengatakan pernah Tn. A mengatakan pernah
pendidikan sekolah SD, tetapi tidak sekolah SD, tetapi tidak
tamat karena masalah biaya. tamat karena masalah
biaya.
Masalah dengan Tn. M bekerja sebagai Tn. A bekerja sebagai kuli
pekerjaan penjual bingkai foto merasa bangunan merasa kurang
kurang puas dengan puas dengan
penghasilannya. penghasilannya.
Masalah dengan Tn. M tinggal dengan orang Tn. A tinggal dengan orang
perumahan tuanya, istri yang tuanya.
menceraikan dirinya dan
anak.
Masalah dengan Tn. M mengatakan kurang Tn. A mengatakan kurang
ekonomi puas dengan penghasilannya puas dengan
dan orang tua dengan penghasilannya dan orang
penghasilan per minggu Rp tua dengan pengasilan Rp
100.000 sebagai penjual es 30.000 per hari sebagai
batu balok keliling. petani.
Masalah dengan Tn. M mengatakan saat sakit Tn. A mengatakan saat
pelayanan kesehatan berobat ke sakit tidak berobat karena
puskesmas/rumah sakit puskemas/rumah sakit jauh
karena sangat terjangkau dari rumah.
dengan rumah.
Masalah Keperawatan Isolasi Sosial Isolasi Sosial
64

10. Kurang Pengetahuan

KURANG PASIEN 1 PASIEN 2


PENGETAHUAN
Penyakit Jiwa Tn. M mengatakan tidak Tn. A mengatakan tidak
Faktor Presipitasi mengerti apa yang sedang mengerti apa yang sedang
Koping dialami, apa yang dialami, apa yang
Sistem Pendukung menyebabkan Tn. M seperti menyebabkan Tn. A
Penyakit fisik ini, cara mengekspresikan seperti ini, cara
kemarahan, cara mengekspresikan
penyelesaian masalah, kemarahan, cara
penyakit fisik yang dalami penyelesaian masalah,
dan penggunaan obat- penyakit fisik yang
obatan. dalami dan penggunaan
obat-obatan.
Masalah Keperawatan Kurang Pengetahuan Kurang Pengetahuan

11. Aspek Medik

ASPEK MEDIK PASIEN 1 PASIEN 2


Diagnosa Medik Skizofrenia(F20.3) Skizofrenia(F20.3)
Terapi Medik Risperidon 2x1mg Risperidon 2x2mg
Manfaat memperbaiki Manfaat memperbaiki
keseimbangan otak keseimbangan otak
Trihexyphenidyl (THP) Trihexyphenidyl (THP)
2x1mg 2x2mg
Manfaat meningkatkan Manfaat meningkatkan
kendali otot dan mengurangi kendali otot dan
kekakuan mengurangi kekakuan
Clozapine 1x100mg Chlorpromazine (CPZ)
Manfaat mengobati 2x100mg
gangguan mental/mood Manfaat untuk mengobati
gangguan jiwa/suasana hati

12. Daftar Masalah Keperawatan

PASIEN 1 PASIEN 2
1. Resiko Perilaku Kekerasan 1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Harga Diri Rendah Kronik 2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Halusinasi Penglihatan 3. Halusinasi Pendengaran
4. Isolasi Sosial 4. Isolasi Sosial
5. Koping Individu Inefektif 5. Hambatan Religi
6. Kurang Pengetahuan 6. Koping Individu Inefektif
7. Kurang Pengetahuan

13. Diagnosa Keperawatan

PASIEN 1 PASIEN 2
1. Resiko Perilaku Kekerasan 1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Harga Diri Rendah Kronik 2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Halusinasi Penglihatan 3. Halusinasi Pendengaran
65

4.3 Analisa Data

TANGGAL/ DATA FOKUS MASALAH


JAM KEPERAWATAN
PASIEN 1
Senin, 22Mei DS : Resiko Perilaku Kekerasan
2016/ 08.00 Pasien masih merasa kesal saat dirumah.
WIB Pasien mengumpat dengan kata-kata
kotor
Pasien menyalahkan kedua orang
tuanya.
DO :
1. Wajah memerah
2. Tegang
3. Mata melotot
4. Tangan mengepal
5. Suara keras
6. Postur tubuh kaku
Selasa, 23 Mei DS : Harga Diri Rendah Kronik
2017/08.00 Pasien mengungkapkan malu karena
WIB giginya sudah ompong.
Pasien mengungkapkan malu karena
dirinya gila
DO :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Jarang berbicara dengan temannya
3. Kontak mata (-)
4. Tatapan kosong
Selasa, 23 Mei DS : Halusinasi penglihatan
2017/08.15 Pasien mengatakan melihat hantu, waktu
WIB pagi dan siang hari, frekuensi 2 kali/hari,
selama 5 detik.
DO :
1. Menunjuk-nunjuk ke arah korden
2. Menutup mata
3. Berbicara pergi pergi saya tidak mau
melihatmu

PASIEN 2
Senin, 22Mei DS : Resiko Perilaku Kekerasan
2016/ 08.00 Pasien mengatakan masih merasa kesal
WIB saat dirumah.
Pasien mengatakan saat marah ingin
berkelahi dan melempar barang yang
ada disekitar
Pasien mengatakan dendam dan jengkel
saat orang lain meragukan
kemampuannya bermain sepak bola.
DO :
1. Wajah memerah
2. Tatapan mata tajam
3. Tegang
4. Tangan mengepal
5. Nada bicara keras dan ketus
Rabu, 24 Mei DS : Harga Diri Rendah Kronik
2017/ 08.00 Pasien mengungkapkan tidak mampu
WIB mencukupi kebutuhan hidupnya.
Pasien mengungkapkan tidak berguna
66

karena tidak bisa membahagiakan kedua


orang tuanya.
Pasien mengungkapkan malu dan tidak
berguna saat berada dilingkungan
masyarakat.
DO:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Ekspresi wajah kosong
Rabu, 24 Mei DS : Halusinasi pendengaran
2017/ 08.15 Pasien mengatakan mendengar suara-
WIB suara yang menyuruhnya untuk mencuri,
suara muncul saat sendiri (sore dan
malam), frekuensi 2 kali/hari, suara
terdengar selama 3 detik.
DO :
1. Bicara sendiri atau ketawa sendiri
2. Menutup telinga
3. Berbicara pergi pergi saya tidak mau
mendengarmu
67

4.4 Pohon Masalah

PASIEN 1

Effect Halusinasi Penglihatan

Core Problem Resiko Perilaku Kekerasan

Causa Harga Diri Rendah Kronik

PASIEN 2

Effect Halusinasi Pendengaran

Core Problem Resiko Perilaku Kekerasan

Causa Harga Diri Rendah Kronik

4.5 Diagnosa Keperawatan

PASIEN 1 PASIEN 2
1. Resiko Perilaku Kekerasan 1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Harga Diri Rendah Kronik 2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Halusinasi Penglihatan 3. Halusinasi Pendengaran
68

4.6 Intervensi

Dx. KEP. TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


PASIEN 1 dan PASIEN 2
Resiko 1. Pasien dapat 1.1 Pasien mau 1.1.1 Beri
Perilaku membina membalas salam salam/panggil
Kekerasan hubungan 1.2 Pasien mau nama pasien
saling percaya menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama
perawat sambil
1.3 Pasien mau jabat tangan
menyebut-kan 1.1.3 Jelaskan
nama maksud
hubungan
1.4 Pasien mau interaksi
tersenyum 1.1.4 Jelaskan tentang
kontrak yang
akan dibuat
1.5 Pasien mau 1.1.5 Beri rasa aman
kontak mata dan sikap
empati
1.6 Pasien 1.1.6 Lakukan kontak
mengetahui nama singkat tapi
perawat sering
1.7 Menyedia-kan
waktu untuk
kontrak

2. Pasien dapat 2.1 Pasien dapat 2.1.1 Beri


mengidentifik mengungkapkan kesempatan
asi penyebab perasaannya untuk
resiko mengungkapka
perilaku n perasaannya
kekerasan 2.1.2 Bantu pasien
2.2 Pasien dapat untuk
mengungkapkan mengungkapka
penyebab n penyebab
perasaan jengkel/kesal
jengkel/kesal
(dari diri sendiri,
lingkungan dan
orang lain)

3. Pasien dapat 3.1 Pasien dapat 3.1.1 Anjurkan


mengidentifik mengungkapkan pasien
asikan tanda- perasaan saat mengungkapka
tanda resiko marah n apa yang
perilaku dialami saat
kekerasan marah
3.2 Pasien dapat 3.1.2 Observasi tanda
menyimpulkan resiko perilaku
tanda-tanda kekerasan
jengkel/kesal
yang dialami 3.1.3 Simpulkan
bersama pasien
tanda-
tandajengkel
yang dialami
69

4. Pasien dapat 4.1 Pasien dapat 4.1.1 Anjurkan


mengidentifik mengungkapkan pasien untuk
asi resiko resiko perilaku mengungkapka
perilaku kekerasan yang n resiko
kekerasan biasa dilakukan perilaku
yang biasa kekerasan yang
dilakukan biasa dilakukan
4.2 Pasien dapat 4.1.2 Bantu pasien
bermain peran bermain peran
dengan resiko sesuai dengan
perilaku resiko perilaku
kekerasan yang kekerasan yang
biasa dilakukan biasa dilakukan
4.1.3 Bicarakan
dengan pasien
4.3 Pasien dapat apakah cara
mengetahui cara yang pasien
yang dapat lalukan hingga
menyesuaikan masalahnya
masalah atau selesai?
tidak
5. Pasien dapat 5.1 Pasien dapat 5.1.1 Bicarakan
mengidentifik menjelaskan akibat/kerugian
asi akibat akibat dari cara dari cara yang
resiko yang digunakan dilakukan
perilaku pasien
kekerasan 5.1.2 Bersama pasien
menyimpulkan
akibat marah
yang digunakan
oleh pasien
6. Pasien dapat 6.1 Pasien dapat 6.1.1 Tanyakan pada
mengidentifik melakukan cara pasien “apakah
asi cara berespon ia ingin
konstruktif terhadap mempelajari
dalam kemarahan secara cara baru yang
merespon konstruktif sehat?”
terhadap 6.1.2 Berikan pujian
kemarahan jika pasien
mengetahui
cara lain yang
sehat
6.1.3 Diskusikan
dengan pasien
cara lain yang
sehat
1. Secara fisik
(tarik
nafasa dan
pukul
bantal)
2. Secara
verbal
3. Secara
spiritual
7. Pasien dapat 7.1 Pasien dapat 7.1.1 Bantu pasien
mendemonstr mendemonstrasik memilih cara
asikan cara an cara yang paling
70

mengontrol mengontrol tepat untuk


perilaku perilaku pasien
kekerasan kekerasan 7.1.2 Bantu pasien
1. Fisik : tarik mengidentifikas
nafas dalam i manfaat cara
dan pukul dipilih
bantal/kasur 7.1.3 Bantu keluarga
2. Verbal : pasien untuk
mengatakanny menstimulasi
a secara cara tersebut
langsung (role play)
dengan tidak 7.1.4 Beri
menyakiti reinforcement
3. Spiritual : positif atau
sembahyang, keberhasilan
berdoa atau pasien
ibadah lain menstimulasi
tersebut
7.1.5 Anjurkan
pasien untuk
menggunakan
cara telah
dipelajari saat
jengkel/marah
8. Pasien 8.1 Keluarga pasien 8.1.1 Identifikasi
mendapat dapat : kemampuan
dukungan 1. Menyebutkan keluarga
keluarga cara merawat merawat pasien
dalam pasien yang dari sikap apa
mengontrol berperilaku yang telah
perilaku kekerasan dilakukan
kekerasan 2. Mengungkapk keluarga
an rasa puas terhadap pasien
dalam selama ini
merawat 8.1.2 Bantu keluarga
pasien mengungkapka
n perasannya
setelah
melakukan
demonstrasi
9. Pasien dapat 9.1 Pasien dapat 9.1.1 Jelaskan jenis-
menggunakan menyebutkan jenis obat yang
obat-obatan obat-obatan yang diminum pasien
yang diminum diminum dan pada pasien
dan kegunaannya keluarga
kegunaannya (jenis, waktu, dan 9.1.2 Diskusikan
(jenis, waktu, efek) manfaat minum
dosis dan obat dan
efek) kerugian
berhenti minum
obat tanpa
seizin dokter
9.1.3 Jelaskan prinsip
benar minum
obat (baca
nama yang
tertera pada
botol obat,
71

dosis obat,
waktu dan cara
minum)
9.1.4 Ajarkan pasien
minta obat dan
minum tepat
waktu
9.2.1 Anjurkan
pasien
melaporkan
pada
9.2 Pasien dapat perawat/dokter
minum obat jika merasakan
sesuai program efek yang tidak
pengobatan menyenangkan
9.2.2 Beri pujian, jika
pasien minum
obat dengan
benar
4.7 Implementasi

Diagnosa IMPLEMENTASI
Keperaw
atan 22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017 26 Mei 2017 27 Mei 2017
09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB

PASIEN 1

Resiko SP 1: SP 2: SP 3: SP 4: SP 5:
perilaku 1. Membina 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
kekerasan hubungan saling kemampuan pasien kemampuan kemampuan kemampuan
percaya. mengontrol resiko pasien pasien pasien
2. Mengidentifikasi perilaku kekerasan mengontrol resiko mengontrol mengontrol
penyebab marah. dengan cara fisik 1 perilaku resiko perilaku resiko perilaku
3. Mengidentifikasi (nafas dalam). kekerasan dengan kekerasan kekerasan
tanda dan gejala 2. Melatih cara cara fisik 1 (nafas dengan cara dengan cara
resiko perilaku kontrol resiko dalam) dan fisik 2 fisik 1 (nafas fisik 1 (nafas
kekerasan. perilaku kekerasan (pukul bantal dalam), fisik 2 dalam), fisik 2
4. Mengidentifikasi dengan cara fisik 2 /kasur). (pukul bantal (pukul bantal
resiko perilaku (pukul bantal/ 2. Melatih cara /kasur), cara /kasur), cara
kekerasan yang kasur). kontrol resiko verbal. verbal, cara
biasa dilakukan. 3. Memberi perilaku 2. Melatih cara spiritual.
5. Mengidentifikasi reinforcement kekerasan dengan kontrol resiko 2. Melatih cara
akibat resiko positif kepada cara verbal. perilaku kontrol resiko
perilaku pasien. 3. Memberi kekerasan perilaku
kekerasan yang 4. Rencana tindak reinforcement dengan cara kekerasan
biasa dilakukan. lanjut perawat. positif kepada spiritual. dengan minum
6. Mengidentifikasi a. Menganjurkan pasien. 3. Memberi obat teratur.
cara mengontrol pasien 4. Rencana tindak reinforcement 3. Memberi
resiko perilaku memasukkan lanjut perawat. positif kepada reinforcement
kekerasan. ke dalam a. Menganjurka pasien. positif kepada

72
7. Melatih cara jadwal harian. n pasien 4. Rencana tindak pasien.

72
73

kontrol resiko memasukkan lanjut perawat. 4. Rencana tindak


perilaku ke dalam a. Menganjur lanjut perawat.
kekerasan dengan jadwal kan pasien a. Menganjur
cara fisik 1 (nafas harian. memasukka kan pasien
dalam). n ke dalam memasukka
8. Memberi jadwal n ke dalam
reinforcement harian. jadwal
positif kepada harian.
pasien.
9. Rencana tindak
lanjut perawat
a. Menganjurka
n pasien
memasukkan
ke dalam
jadwal
harian.
7374

22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017 26 Mei 2017 27 Mei 2017
10.00 WIB 10.00 WIB 10.00 WIB 10.00 WIB 10.00 WIB
PASIEN 2
Resiko SP 1: SP 2: SP 3: SP 4: SP 5:
perilaku 1. Membina 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
kekerasan hubungan saling kemampuan pasien kemampuan kemampuan kemampuan
percaya. mengontrol resiko pasien pasien pasien
2. Mengidentifikasi perilaku kekerasan mengontrol resiko mengontrol mengontrol
penyebab marah. dengan cara fisik 1 perilaku resiko perilaku resiko perilaku
3. Identifikasi tanda (nafas dalam). kekerasan dengan kekerasan kekerasan
dan gejala resiko 2. Melatih cara cara fisik 1 (nafas dengan cara dengan cara
perilaku kontrol resiko dalam) dan fisik 2 fisik 1 (nafas fisik 1 (nafas
kekerasan. perilaku kekerasan (pukul bantal dalam), fisik 2 dalam), fisik 2
4. Mengidentifikasi dengan cara fisik 2 /kasur). (pukul bantal (pukul bantal
resiko perilaku (pukul bantal/ 2. Melatih cara /kasur), cara /kasur), cara
kekerasan yang kasur). kontrol resiko verbal. verbal,
biasa dilakukan. 3. Memberi perilaku 2. Melatih cara 2. Melatih cara
5. Mengidentifikasi reinforcement kekerasan dengan kontrol resiko kontrol resiko
akibat resiko positif kepada cara verbal. perilaku perilaku
perilaku pasien. 3. Memberi kekerasan kekerasan
kekerasan yang 4. Rencana tindak reinforcement dengan cara dengan minum
biasa dilakukan. lanjut perawat. positif kepada spiritual. obat teratur.
6. Mengidentifikasi a. Menganjurkan pasien. 3. Memberi 3. Memberi
cara mengontrol pasien 4. Rencana tindak reinforcement reinforcement
resiko perilaku memasukkan lanjut perawat. positif kepada positif kepada
kekerasan. ke dalam a. Menganjurka pasien. pasien.
7. Melatih cara jadwal harian. n pasien 4. Rencana tindak 4. Rencana tindak
kontrol resiko memasukkan lanjut perawat. lanjut perawat
perilaku ke dalam a. Menganjur a. Menganjur
kekerasan dengan jadwal kan pasien kan pasien
cara fisik 1 (nafas harian. memasukka memasukk
dalam). n ke dalam an ke
8. Memberi jadwal dalam
reinforcement harian. jadwal
74
75

positif kepada harian.


pasien.
9. Rencana tindak
lanjut perawat.
a. Menganjurkan
pasien
memasukkan
ke dalam
jadwal
kegiatan.
75
76

4.8 Evaluasi

DX HARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4 HARI 5


PASIEN 1
Pasien 1 S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan
Dx Resiko - Penyebab sudah melakukan sudah melakukan sudah melakukan sudah melakukan
Perilaku marahnya latihan fisik 1 (nafas latihan fisik (tarik latihan fisik (tarik latihan fisik (tarik
Kekerasan karena tidak dalam) nafas dalam dan nafas dalam dan nafas dalam dan pukul
dikasih makan - Latihan fisik 2 pukul bantal) pukul bantal), secara bantal), secara verbal
dirumah dan (pukul bantal atau - Latihan secara verbal dan spiritual
kebutuhan pukul kasur) verbal - Latihan secara - Latihan minum
ekonomi yang O : Pasien mempraktekkan O : Pasien spiritual obat
sulit latihan fisik 2 (pukul mempraktekkan O : Pasien O : pasien
- Tanda bantal atau pukul latihan secara verbal mempraktekkan mempraktekkan
marahnya kasur) A : SP3P tercapai latihan secara minum obat
wajah A : SP2P tercapai P : Lanjutkan SP4P spiritual A : SP5P tercapai
memerah, P : Lanjutkan SP3P secara secara spiritual A : SP4P tercapai P : Evaluasi latihan secara
tegang, mata verbal Anjurkan pasien P : Lanjutkan SP5P fisik 1 (nafas dalam
melotot, Anjurkan pasien untuk untuk minum obat minum obat dan pukul bantal)
tangan minum obat jam 12 jam 12 dan jam 18 Anjurkan pasien secara verbal, secara
mengepal, dan jam 18 setelah setelah makan untuk minum obat spiritual dan minum
suara keras makan jam 12 dan jam 18 obat
- Marah yang setelah makan
biasa
dilakukan
mengeluarkan
kata-kata kotor
- Akibatnya
dapat melukai
perasaan orang
lain
- Cara
mengontrol

76
77

marah : latihan
fisik (nafas
dalam dan
pukul bantal),
secara verbal,
secara spiritual
dan minum
obat.
O : Pasien bisa
menjelaskan
penyebab, tanda,
marah yang biasa
dilakukan, akibat
marah dan cara
mengontrol marah
Kontak mata tidak
ada
Pasien dapat
mempraktekkan
cara mengontrol
latihan fisik 1
(nafas dalam)
A : SP1P tercapai
P : Lanjutkan SP2P
dan latihan fisik 2
(pukul bantal atau
pukul kasur)
Anjurkan pasien
untuk minum obat
jam 12 dan jam 18
setelah makan
DX HARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4 HARI 5

77
78

PASIEN 2

Resiko S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan
Perilaku - Penyebab sudah melakukan sudah melakukan sudah melakukan sudah melakukan
Kekerasan marahnya latihan fisik 1 (nafas latihan fisik (tarik latihan fisik (tarik latihan fisik (tarik
karena dalam) nafas dalam dan nafas dalam dan nafas dalam dan pukul
kebutuhannya - Latihan fisik 2 pukul bantal) pukul bantal), secara bantal), secara verbal
tidak terpenuhi (pukul bantal atau - Latihan secara verbal dan spiritual
- Tanda pukul kasur) verbal - Latihan secara - Latihan minum
marahnya O :Pasien mempraktekkan O : Pasien spiritual obat
wajah latihan fisik 2 (pukul mempraktekkan O : Pasien O : pasien
memerah, bantal atau pukul latihan secara verbal mempraktekkan mempraktekkan
tegang, tatapan kasur) A : SP3P tercapai secara spiritual minum obat
mata tajam, A : SP2P tercapai P : Lanjutkan SP4P A : SP4P tercapai A : SP5P tercapai
tangan P : Lanjutkan SP3P secara secara verbal P : Lanjutkan SP5P P : Evaluasi latihan secara
mengepal, verbal Anjurkan pasien secara verbal fisik 1 (nafas dalam
nada bicara Anjurkan pasien untuk untuk minum obat Anjurkan pasien dan pukul bantal)
keras dan minum obat jam 12 jam 12 dan jam 18 untuk minum obat secara verbal, secara
ketus dan jam 18 setelah setelah makan jam 12 dan jam 18 spiritual dan minum
- Marah yang makan setelah makan obat
biasa
dilakukan
melempar
barang ke
orang
- Akibatnya
dapat
mencederai
orang lain
- Cara
mengontrol
marah : latihan
fisik (nafas
dalam dan
7879

pukul bantal),
secara verbal,
secara spiritual
dan minum
obat.
O : Pasien bisa
menjelaskan
penyebab, tanda,
marah yang biasa
dilakukan, akibat
marah dan cara
mengontrol marah
Kontak mata ada
Pasien dapat
mempraktekkan
cara mengontrol
latihan fisik 1
(nafas dalam)
A : SP1P tercapai
P : Lanjutkan SP2P
dan latihan fisik 2
(pukul bantal atau
pukul kasur)
Anjurkan pasien
untuk minum obat
jam 12 dan jam 18
setelah makan
79
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa

Pada Tn. M dan Tn. A Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Abimanyu

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dr. Arif Zainudin Surakarta. Pembahasan

pada bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus

yang disajikan. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan

dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

5. 1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan atau masalah pasien (Kusumawati dan Hartono, 2010). Pengkajian

pada pasien, penulis menggunakan teori proses keperawatan jiwa yaitu

pengkajian identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor

presipitasi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan

pulang, mekanisme koping, masalah dan lingkungan aspek medik dan terapi

(Damaiyanti, 2012). Teknik pengkajian yang dilakukan penulis adalah

dengan cara wawancara dengan pasien (autoanamnesis).

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 22 Mei 2017

didapatkan identitas 2 pasien yaitu pasien 1 dengan inisial Tn. M yang

80
81

berumur 40 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki, bertempat tinggal di

Surakarta, pasien masuk tanggal 12 Mei 2017. Penanggung jawab pasien

berinisial Tn. P berumur 55 tahun dan hubungan dengan pasien sebagai ayah.

Sedangkan identitas pasien 2 dengan inisial Tn. A berumur 26 tahun, dengan

jenis kelamin laki-laki, bertempat tinggal di Sragen, pasien masuk tanggal 10

Mei 2017. Penanggung jawab pasien berinisial Tn. S berumur 35 tahun dan

hubungan dengan pasien sebagai paman.

Alasan masuk Tn. M dibawa ke Rumah Sakit Jiwa yaitu pasien sering

marah-marah, kesal, mengancam akan pergi dari rumah, mengumpat dengan

kata-kata kotor dan menyalahkan orang tua. Sedangkan alasan masuk Tn. A

dibawa ke Rumah Sakit Jiwa karena pasien mengatakan kesal saat dirumah,

ingin berkelahi dan merasa dendam dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan

tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yaitu dari fisik (mata melotot,

pandangan tajam, tangan mengepal, wajah memerah, tegang dan postur tubuh

kaku), verbal (mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar dan ketus), perilaku (menyerang orang lain, melukai

diri sendiri atau orang lain,merusak lingkungan, amuk atau agresif) (Direja,

2011).

Faktor predisposisi resiko perilaku kekerasan terdapat beberapa teori

yang menjadi penyebab munculnya perilaku kekerasan, salah satunya dari

segi psikologis seperti asumsi untuk mencapai tujuan mengalami hambatan,

masa lalu yang tidak menyenangkan dan rasa frustasi (Fitria, 2009). Menurut

Direja (2011), faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan

dapat terjadi karena stimulus lingkungan dan putus obat. Berdasarkan teori
82

yang telah disampaikan tersebut sama dengan pengkajian faktor predisposisi

yang ditemukan pada kasus pasien Tn. M dimana pasien merasa masa lalu

yang tidak menyenangkan menyebabkan putus asa, ada gangguan jiwa

sebelumnya, sudah 5 kali masuk Rumah Sakit Jiwa, pengobatan sebelumnya

kurang berhasil karena pasien tidak rutin kontrol dan kondisi ekonomi

keluarga yang kurang mampu dan pernah melakukan aniaya verbal.

Sedangkan pada kasus Tn. A ditemukan pasien merasa masa lalu yang tidak

menyenangkan menyebabkan putus asa, ada gangguan jiwa sebelumnya,

sudah 11 kali masuk Rumah Sakit Jiwa, pengobatan sebelumnya kurang

berhasil karena pasien tidak rutin kontrol dan kondisi ekonomi keluarga yang

kurang mampu dan pernah melakukan aniaya fisik.

Menurut Direja (2011), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu

seseorang akan marah jika merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik,

psikis atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus perilaku kekerasan antara

lain keputusasaan, ketidakberdayaan, masa lalu yang tidak menyenangkan,

penghinaan, kehilangan orang yang berarti, konflik merasa terancam baik

internal dari permasalahan diri pasien sendiri maupun eksternal dari

lingkungan. Dari pengkajian Tn. M didapatkan data faktor pencetus

terjadinya gangguan jiwa yaitu istri pasien menceraikan dirinya. Pengkajian

Tn. A didapatkan data faktor pencetus terjadinya gangguan jiwa yaitu pasien

ditinggal pacarnya menikah dengan orang lain.

Hasil pengkajian pemeriksaan fisik Tn. M didapatkan tanda-tanda

vital, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 16 x/menit dan

0
suhu 36 C, tinggi badan 180 cm, berat badan 70 kg. Hasil pengkajian
83

pemeriksaan fisik Tn. A didapatkan tanda-tanda vital, tekanan darah 120/80

0
mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 36 C, tinggi badan

180 cm, berat badan 55 kg. Hasil pengkajian psikososial Tn. M tentang

genogram pasien merupakan anak 1 dari 2 bersaudara, sudah menikah dan

mempunyai 2 anak. Dalam riwayat keluarga tidak ada yang mengalami

gangguan jiwa. Hasil pengkajian psikososial Tn. A tentang genogram pasien

merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Dalam riwayat keluarga tidak ada

yang mengalami gangguan jiwa.

Konsep diri didefinisikan sebagai keseluruhan ide, pikiran,

kepercayaan dan keyakinan yang diketahui individu tentang dirinya dan

mempengaruhi individu tersebut dalam berhubungan dengan orang lain.

Gangguan konsep diri adalah orang-orang dengan konsep diri yang tidak

sehat menyatakan perasaan tidak berharga, perasaan dibenci dan selalu

merasakan kesedihan yang mendalam dan juga mudah putus asa. Harga diri

rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri, termasuk

kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berdaya dan pesimis

(Rusdi, 2013). Menurut Nengsi (2014) harga diri rendah adalah perilaku

negatif terhadap diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung

maupun tak langsung. Harga diri pasien yang rendah menyebabkan pasien

merasa malu, dianggap tidak berharga dan berguna. Pasien kesal kemudian

marah dan kemarahan tersebut diekspresikan secara tak konstruktif, seperti

memukul orang lain, membanting-banting barang atau mencederai diri

sendiri. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data

pengkajian konsep diri harga diri yang ditemukan pada kasus pasien Tn. M
84

yaitu pasien mengungkapkan malu giginya ompong dan merasa dirinya gila.

Sedangkan pada kasus Tn. A yaitu pasien mengungkapkan tidak mampu

mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak berguna karena tidak bisa

membahagiakan orang tua, malu dan tidak berguna saat berada dilingkungan

masyarakat.

Menurut Achlis (2011 dalam Fauziah & Latipun, 2016) keberfungsian

sosial merupakan kemampuan individu melaksanakan tugas dan perannya

dalam berinteraksi dengan situasi sosial tertentu yang bertujuan mewujudkan

nilai diri untuk mencapai kebutuhan hidup. Terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi keberfungsian sosial individu yaitu, adanya kebutuhan

yang tidak terpenuhi, individu mengalami frustasi dan kekecewaan,

keberfungsian sosial juga dapat menurun akibat individu mengalami

gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain yang

disebabkan bencana alam (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun, 2016).

Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data

pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada kasus kedua pasien yaitu

pasien tidak mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat.

Hambatan yang dialami kedua pasien untuk berhubungan atau berinteraksi

dengan orang lain yaitu pasien lebih senang sendiri daripada berbicara

dengan orang lain.

Data yang didapat dari pengkajian spiritual, kedua pasien mengatakan

beragama islam, tetapi terdapat perbedaan pada kegiatan ibadah pada masing-

masing pasien yaitu Tn. M rajin beribadah, sedangkan Tn. A tidak pernah

beribadah. Penelitian psikiatrik membuktikan bahwa terdapat hubungan yang


85

sangat signifikan antara komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat

religius dan taat menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau

mampu mengatasi penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan

penyakit lebih cepat (Prihantini, 2015).

Pengkajian status mental Tn. M pasien berpenampilan tidak rapi,

rambut berketombe, giginya agak kuning, ompong, tubuhnya tidak berbau,

cara berpakaian sudah tepat, menggunakan baju Rumah Sakit Jiwa, postur

tubuh agak membungkuk dan kaku. Fungsi fisiologis pasien seperti halnya

kemampuan melakukan perawatan diri sering kali terpengaruh akibat adanya

masalah emosional. Akibat masalah emosional, seseorang menjadi malas

makan, malas mandi, malas berganti baju/ berhias (Jalil, 2015). Pasien

berbicara dengan keras dan mengumpat dengan kata-kata kotor kepada

teman. Aktivitas motorik wajah pasien tampak memerah, mata melotot,

tangan mengepal dan tegang. Alam perasaan pasien terlihat sedih, khawatir

dan ketakutan. Afek labil pasien selalu cepat emosi dan mood cepat berubah.

Interaksi selama pengkajian pasien terlihat tidak ada kontak mata dan tatapan

kosong. Persepsi pasien mengalami halusinasi penglihatan. Proses pikir

pasien saat diajak bicara berbelit-belit, tetapi sampai pada tujuan yang

dimaksud dan apa yang dibilang tidak realistis. Isi pikir pasien selalu tanggap

waktu diajak berbicara meskipun menjawab diulangi berkali-kali. Tingkat

kesadaran composmentis atau sadar penuh. Memori jangka pendek,

menengah dan lama pasien mampu menceritakan kejadian. Pasien susah

berkonsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian pasien sudah menyadari

dan mampu menilai suatu masalah yang dilakukan dengan marah-marah itu
86

merugikan. Daya tilik diri pasien tidak menyadari gejala penyakit dan masih

menyalahkan orang lain.

Pengkajian status mental Tn. A pasien berpenampilan tidak rapi,

rambut berketombe, giginya agak kuning, tubuhnya tidak berbau, cara

berpakaian sudah tepat, postur tubuh tegap dan kaku. Pasien berbicara dengan

keras dan ketus saat diajak berbicara. Aktivitas motorik wajah pasien tampak

memerah, tatapan mata tajam, tegang dan tangan mengepal. Alam perasaan

pasien terlihat sedih, khawatir dan ketakutan. Afek labil pasien selalu cepat

emosi dan mood cepat berubah. Interaksi selama pengkajian pasien terlihat

tidak ada kontak mata dan tatapan kosong. Persepsi pasien mengalami

halusinasi pendengaran. Proses pikir pasien saat diajak bicara menjawab

pertanyaan yang selalu diulangi berkali-kali. Isi pikir pasien selalu tanggap

waktu diajak berbicara meskipun menjawab diulangi berkali-kali. Tingkat

kesadaran composmentis atau sadar penuh. Memori jangka pendek,

menengah dan lama pasien mampu menceritakan kejadian. Pasien dapat

memfokuskan berkonsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian pasien

sudah menyadari dan mampu menilai suatu masalah yang dilakukan dengan

marah-marah itu merugikan. Daya tilik diri pasien tidak menyadari gejala

penyakit dan masih menyalahkan orang lain.

Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program

pengobatan pasien yang dimulai dari saat pasien masuk rumah sakit. Hal ini

merupakan proses yang menggambarkan usaha kerjasama antara tim

kesehatan, keluarga, pasien, dan orang yang penting bagi pasien (Yosep,

2007 dalam Sambodo, 2013). Pengkajian tentang kebutuhan persiapan pulang


87

kedua pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur, lauk pauk dan buah.

Pasien BAB 1x sehari, BAK 7-8x dalam sehari. Pasien mandi 2x sehari pagi

dan soe, memakai sabun, sikat gigi dan pasta gigi. Pasien berpakaian dengan

tidak rapi, rambut berketombe. Pasien Tn. M tidak pernah tidur siang, Tn. A

tidur siang selama 2 jam , kedua pasien tidur malam 8 jam tanpa terbangun

dan aktivitas sebelum dan sesudah tidur selalu merapikan tempat tidur. Kedua

pasien minum obat secara teratur setelah makan siang san sore hari. Kedua

pasien memerlukan perawatan lanjutan di Rumah Sakit Jiwa untuk

mengetahui kelanjutan kesehatannya. Kedua pasien saat dirumah ingin

membantu melakukan aktivitas didalam rumah seperti mempersiapkan

makanan, menjaga kerapian rumah, mencuci pakaian dan mengatur

keuangan. Pasien juga ingin melakukan aktivitas diluar rumah seperti belanja

dan mengantar belanja.

Pengkajian mekanisme koping kedua pasien maladaptif pasien Tn. M

mengatakan jika ada masalah suka memendam sendiri, suka bersendiri dan

menghindar dengan teman sekitar. Sedangkan Tn. A pasien mengatakan jika

ada masalah suka memendam sendiri, minum alkohol, merokok dan

membanting barang yang ada. Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme

koping pasien sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan

mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya

(Rusdi, 2013).

Pengkajian masalah psikososial dan lingkungan, Tn. M dan Tn. A

mempunyai masalah dengan lingkungan, pasien mengatakan menarik diri dari

lingkungan karena tidak ada hal yang ingin dilakukan dan tidak ada dukungan
88

dalam kelompok. Masalah dengan pendidikan, pasien mengatakan pernah

sekolah SD tidak tamat karena masalah biaya. Masalah dengan ekonomi,

pasien mengatakan kurang puas dengan penghasilannya dan orang tuannya.

Masalah psikososial dan lingkungan pasien dapat yang mempengaruhi

diagnosis, penanganan, serta prognosis gangguan mental. Masalah

psikososial dan lingkungan dapat berupa pengalaman hidup yang tidak baik,

kesulitan atau defisiensi lingkungan, stres interpersonal ataupun familial,

kurangnya dukungan sosial atau penghasilan pribadi, ataupun masalah lain

yang berkaitan dengan kesulitan seseorang untuk dapat berkembang (Lubis,

dkk, 2010).

Pengkajian kurang pengetahuan untuk kedua pasien mengatakan tidak

mengerti apa yang sedang dialami, apa yang menyebabkan pasien seperti ini,

cara mengekspresikan kemarahan, cara penyelesaian masalah, penyakit fisik

yang dalami dan penggunaan obat-obatan. Diagnosa medik kedua pasien

Skizofrenia F20.3 dengan terapi medis yang diberikan Tn. M yaitu Risperidon

2x1mg sehari, Trihexyphenidyl (THP) 2x1mg sehari dan Clozapine 1x1mg

sehari. Sedangkan terapi medis Tn. A Risperidon 2x1mg sehari,

Trihexyphenidyl (THP) 2x1mg sehari dan Chlorpromazine (CPZ) 2x100mg

sehari. Risperidon merupakan memperbaiki keseimbangan otak,

Trihexyphenidyl (THP) merupakan meningkatkan kendali otot dan

mengurangi kekakuan, Clozapine merupakan mengobati gangguan

mental/mood dan Chlorpromazine (CPZ) merupakan untuk mengobati

gangguan jiwa/suasana hati. Dampak Chlorpromazine (CPZ) dapat

membantu berpikir lebih jernih, tidak gugup dan beraktivitas normal dalam
89

kehidupan sehari-hari sedangkan Clozapine dapat membantu mencegah

bunuh diri pada orang-orang yang mencoba menyakiti diri mereka sendiri

(Elin, dkk, 2014).

5.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon aktual

atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah

kesehatan proses kehidupan (Keliat, 2015). Pernyataan diagnosis

keperawatan harus jelas, singkat, dan lugas terkait masalah kesehatan pasien

berikut penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan

(Asmadi, 2008).

Menurut Rusdi (2013), masalah keperawatan yang mungkin muncul

untuk masalah perilaku kekerasan adalah harga diri rendah, perilaku

kekerasan/ resiko perilaku kekerasan, koping individu tidak efektif,

perubahan persepsi sensori: halusinasi, dan resiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan. Diagnosa utama yang diangkat pada dari Tn. M

yaitu resiko perilaku kekerasan yang didukung dari data subyektif : pasien

sering marah-marah, kesal, mengancam akan pergi dari rumah, mengumpat

dengan kata-kata kotor dan menyalahkan orang tua. Dari data objektif :

Wajah pasien tampak memerah, tegang, mata melotot, tangan mengepal,

suara keras dan postur tubuh kaku. Sedangkan data Tn. A yang data

subyektif : pasien mengatakan masih merasa kesal saat dirumah, saat marah

ingin berkelahi, melempar barang, dendam dan jengkel. Dari data objektif :

Wajah pasien tampak memerah, tatapan mata tajam, tegang, tangan

mengepal, nada bicara keras dan ketus. Berdasarkan data yang diperoleh
90

tersebut, diagnosa prioritas yang disesuaikan dengan masalah utama yaitu

resiko perilaku kekerasan karena pada saat pengkajian data-data diatas yang

paling aktual dibandingkan dengan diagnosa harga diri rendah.

Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem

adalah resiko perilaku kekerasan, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan

sebagai efek yaitu halusinasi (Fitria,2009). Berdasarkan teori yang

disebutkan ada sedikit perbedaan dengan kasus, pada kasus yang menjadi

core problem adalah resiko perilaku kekerasan sedangkan pada teori core

problem perilaku kekerasan. Hal tersebut disebabkan karena penempatan

ruang yang tidak sama yang menjadikan penulis menetapkan kasus resiko

perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan atau agresif yaitu perilaku

yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut

suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol

(Prabowo, 2014).

5.3 Intervensi

Rencana keperawatan Tn. M dan Tn. A yang disusun setelah

memprioritaskan masalah keperawatan dengan diagnosa keperawatan resiko

perilaku kekerasan tujuan : pasien dapat mengontrol resiko perilaku

kekerasan. Fokus intervensi keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan

(Damaiyanti, 2014).

Tujuan 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya. Dengan

kriteria evaluasi setelah 1x30 menit pertemuan : mau membalas salam,

menjabat tangan, menyebutkan nama, tersenyum, kontak mata, mengetahui


91

nama perawat dan menyediakan waktu untuk kontrak. Intervensi yang akan

dilakukan memberi salam, panggil nama pasien, menyebutkan nama perawat

sambit jabat tangan, jelaskan maksud hubungan interaksi, jelaskan kontrak

yang akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati dan lakukan kontak

singkat tapi sering.

Tujuan 2 : pasien dapat mengidentifikasi penyebab resiko perilaku

kekerasan yang dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit

pertemuan : pasien dapat mengungkapkan perasaanya, mengungkapkan

penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, dari lingkungan/orang

lain). Intervensi yang akan dilakukan beri kesempatan pasien untuk

mengungkapkan perasaannya, mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.

Tujuan 3 : pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko perilaku

kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit pertemuan : pasien

dapat mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel, menyimpulkan tanda-

tanda jengkel/kesal yang dalami. Intervensi yang akan dilakukan pasien

mengungkapkan apa yang dialami saat marah/jengkel, observasi tanda resiko

perilaku kekerasan pasien dan simpulkan bersama pasien tanda-tanda

jengkel/kesal yang dialami.

Tujuan 4 : pasien dapat mengidentifikasi resiko perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit pertemuan

pasien dapat mengungkapkan resiko perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,

dapat bermain peran dengan resiko perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau
92

tidak. Intervensi yang akan dilakukan pasien mengungkapkan resiko perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan, bermain peran sesuai dengan perilaku yang

biasa dilakukan dan bicarakan dengan pasien cara agar masalahnya selesai.

Tujuan 5 : pasien dapat mengidentifikasi akibat resiko perilaku

kekerasan. Dengan kriteria hasil setelah 1x30 menit pertemuan pasien dapat

menjelaskan akibat dari cara yang digunakan. Intervensi yang akan dilakukan

bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan dan menyimpulkan akibat

cara yang digunakan oleh pasien.

Tujuan 6 : pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam

merespon terhadap kemarahan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit

pertemuan pasien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara

konstruktif. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan pasien cara

lain yang sehat : secara fisik : tarik nafas dalam dan pukul bantal, secara

verbal, secara sosial dan secara spiritual.

Tujuan 7 : pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol resiko

perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit pertemuan

pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol resiko perilaku kekerasan :

fisik : tarik nafas dalam, verbal : mengatakannya secara langsung dengan

tidak menyakiti, spiritual : sembahyang dan berdoa. Intervensi yang akan

dilakukan pasien memilih cara yang paling tepat, mengidentifikasi manfaat

cara dipilih, bantu keluarga pasien untuk menstimulasi cara tersebut,

berreinforcement positif dan anjurkan pasien untuk menggunakan cara yang

telah dipelajari saat jengkel/marah.


93

Tujuan 8 : pasien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol

resiko perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah 1x30 menit

pertemuan keluarga pasien dapat : menyebutkan cara merawat pasien yang

beresiko perilaku kekerasan dan mengungkapkan rasa puas dalam merawat

pasien. Intervensi yang akan dilakukan identifikasi kemampuan keluarga

merawat pasien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap pasien

selama ini, jelaskan peran serta keluarga dalam merawat pasien, jelaskan cara

merawat pasien : cara mengontrol perilaku marah, sikap tenang, bicara

tenang, jelas dan membantu pasien mengenal penyebab marah, bantu

keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien dan bantu keluarga

mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

Tujuan 9 : pasien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan

kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek). Dengan kriteria evaluasi setelah

1x30 menit pertemuan pasien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum

dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek) dan pasien dapat minum obat

sesuai program pengobatan. Intervensi yang akan dilakukan jelaskan jenis-

jenis obat yang diminum pasien, manfaat minum obat, kerugian berhenti

minum obat tanpa seizin dokter, prinsip benar minum obat (baca nama yang

tertera pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum), ajarkan pasien

minum obat tepat waktu, melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan

efek yang tidak menyenangkan dan beri pujian jika pasien minum obat

dengan benar.
94

5.4 Implementasi

Menurut Alnuhazi (2015) implementasi adalah pelaksanaan

keperawatan oleh pasien. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan

implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan,

implementasi pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan dilakukan secara

interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Menurut Damaiyanti

(2012), strategi pelaksanaan pasien dengan resiko perilaku kekerasan ada

lima yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku

kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas dalam. Strategi pelaksanaan

kedua melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik

kedua yaitu dengan cara pukul bantal/ kasur. Strategi pelaksanaan ketiga

membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal.

Strategi pelaksanaan keempat membantu pasien latihan mengendalikan resiko

perilaku kekerasan dengan cara spiritual. Strategi pelaksanaan kelima

membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum

obat.

Teori tersebut sesuai dengan yang penulis lakukan. Penulis

melaksanakan Strategi Pelaksanaan 1 kepada Tn. M dan Tn. A dilakukan

pada tanggal 22 Mei 2017 waktu 09.00 WIB dan 10.00 WIB di bangsal

Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta. Tindakan

keperawatan yang dilakukan penulis dalam bentuk strategi pelaksanaan 1 (SP

1 pasien) yaitu membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi

penyebab resiko perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala resiko

perilaku kekerasan, mengidentifikasi akibat resiko perilaku kekerasan,


95

mengajarkan cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan tarik nafas

dalam dan memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan. Saat pemberian

Strategi Pelaksanaan 1 Tn. M belum bisa merasakan manfaat tarik nafas

dalam, meminta perawat melakukan tindakan berulang-ulang, tidak

kooperatif, kontak mata tidak ada sedangkan Tn. A terlihat begitu merasakan

tarik nafas dalam, cepat tanggap, kooperatif dan kontak mata ada.

Salah satu cara terapi relaksasi adalah bersifat respiratoris, yaitu

dengan mengatur aktivitas bernafas. Pelatihan relaksasi pernafasan dilakukan

dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan intensitas

yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernapas, menyebabkan

sikap mental dan badan yang relaks sehingga menyebabkan otot lentur dan

dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya

kaku (Wiramihardja, 2007). Ada perbedaan antara tingkat emosi sebelum dan

sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam yang berarti ada pengaruh

antara teknik relaksasi nafas dalam dengan penurunan tingkat emosi. Ada

pengaruh teknik relaksasi yang berhubungan dengan pasien perilaku

kekerasan, salah satunya adalah ketrampilan relaksasi nafas dalam. Oleh

karena itu beberapa teknik relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu

mengalami stress. Nafas dalam sangat membantu untuk meningkatkan

kemampuan berkonsentrasi, kemampuan mengontrol diri, menurunkan emosi

dan depresi. Teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tingkat emosi

pasien perilaku kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya

perubahan pengendalian marah pasien dengan perilaku kekerasan pada

gangguan jiwa skizofrenia disebabkan karena pemberian teknik relaksasi


96

nafas dalam dapat meningkatkan kemampuan mengendalikan respon marah.

Seseorang akan dapat mengatur emosi atau mengelola keadaan. Relaksasi

napas dalam merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu

endorphin dan enkefalin. Dilepaskannya hormon endorphin dapat

memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap muda, melawan

penuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antar manusia,

meningkatkan semangat, daya tahan dan kreativitas (Zelianti dan Hartoyo

2010). Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Zelianti (2010) tentang

pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap tingkat emosi pasien perilaku

kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang

menyatakan ada pengaruh yang signifikan.

Penulis melaksanakan Strategi Pelaksanaan 2 kepada Tn. M dan Tn. A

dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017 waktu 09.00 WIB dan 10.00 WIB di

bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta

yaitu memberi salam terapeutik, mengevaluasi latihan fisik tarik nafas dalam,

melatih cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal

dan memberi kesempatan pasien untuk mempraktekkan. Saat pemberian

Strategi Pelaksanaan 2 ini Tn. M tetap meminta perawat mengulangi

tindakannya, tidak kooperatif, kontak mata ada sedangkan Tn. A cepat

tanggap, kooperatif dan kontak mata ada.

Teknik memukul bantal memiliki pengaruh dalam menurunkan

status emosi : marah pada pasien skizofrenia. Teknik memukul bantal untuk

memulihkan gangguan yang terganggu (maladaptif) menjadi perilaku

adaptif (mampu menyesuaikan diri). Untuk mengurangi resiko melakukan


97

mencederai diri atau orang lain dikarenakan status emosi pasien, maka perlu

dilakukan terapi yang berguna untuk menyalurkan energi yang konstruktif

dengan cara fisik, salah satunya adalah teknik memukul bantal. Teknik ini

digunakan agar energi marah yang dialami oleh pasien dapat tersalurkan

dengan baik sehingga tidak mencederai diri dengan orang lain dan adaptadi

menjadi adaptif. Teknik ini digunakan pada pasien yang memiliki resiko

perilaku kekerasan dan dapat digunakan pada saat pasien mengalami

peningkatan status mental (marah). Adapun cara teknik memukul bantal

dengan posisi duduk, bantal diletakkan di pangkauan, tarik nafas dalam,

tahan kemudian ditahan sejenak, tangan mengepal dan pukulkan pada bantal

sekencang-kencangnya (Hastuti, 2010).

Penulis melaksanakan Strategi Pelaksanaan 3 kepada Tn. M dan Tn.

A dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017 waktu 09.00 WIB dan 10.00 WIB di

bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta

yaitu mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol resiko perilaku

kekerasan dengan cara fisik 1 (nafas dalam) dan fisik 2 (pukul bantal

/kasur), melatih cara mengontrol resiko perilaku kekerasan secara verbal

dan memberi kesempatan pasien untuk mempraktekkan. Penulis

melaksanakan Strategi Pelaksanaan 4 kepada Tn. M dan Tn. A dilakukan

pada tanggal 26 Mei 2017 waktu 09.00 WIB dan 10.00 WIB di bangsal

Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta yaitu

mengevaluasi cara mengontrol resiko perilaku kekerasan secara fisik (tarik

nafas dalam dan pukul bantal), secara verbal, melatih cara mengontrol

resiko perilaku kekerasan secara spiritual dan memberi kesempatan


98

mempraktekkan. Selanjutnya yang terakhir penulis melaksanakan Strategi

Pelaksanaan 5 kepada Tn. M dan Tn. A dilakukan pada tanggal 27 Mei

2017 waktu 09.00 WIB dan 10.00 WIB di bangsal Abimanyu Rumah Sakit

Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta yaitu mengevaluasi kemampuan

pasien mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 (nafas

dalam), fisik 2 (pukul bantal/kasur), cara verbal dan spiritual, melatih cara

mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan minum obat dan memberi

kesempatan mempraktekkan. Saat pemberian strategi pelaksanaan 3 sampai

5 Tn. M sudah kooperatif, tidak bertanya trus menerus, kontak mata ada

sedangkan Tn. A selalu tanggap, kooperatif dan kontak mata ada.

Dari tinjauan pustaka yang telah ditulis penulis menetapkan perilaku

kekerasan sedangkan saat ditinjauan kasus yang didapat yaitu resiko

perilaku kekerasan. Hal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut

yaitu saat pengambilan kasus penulis ditempatkan dibangsal Abimanyu atau

mantenen. Dalam mengaplikasikan tindakan keperawatan penulis

melaksanakan Strategi Pelaksanaan 1 sampai Strategi Pelaksanaan 5, SP

lebih mudah dilakukan pada Tn. A daripada Tn. M, hal ini dibuktikan oleh

beberapa faktor antara lain: usia Tn. A lebih muda daripada Tn. M, proses

pikir dari kedua pasien sangat berbeda, dan lama waktu perawatan kedua

pasien yang berbeda. Tn. A yang sudah 11 kali di rawat sedangkan Tn. M

sudah 5 kali di rawat diRumah Sakit Jiwa. Hal yang menyebabkan kedua

pasien berulang kali masuk rumah sakit jiwa karena masalah ekonomi

dalam keluarga yang tidak memungkinkan keduanya untuk kontrol kembali

ke Rumah Sakit Jiwa dan tidak minum obat secara teratur. Meskipun Tn. A
99

berusia lebih muda tetapi Tn. A sudah 11 kali masuk rumah sakit jiwa

dikarenakan masa lalu yang dialami sudah lama, berulang kali dirawat

diRumah Sakit Jiwa dan perhatian keluarga yang kurang. Saat dilakukan

Strategi Pelaksanaan 1 sampai Strategi Pelaksanaan 5 terbukti Tn. A lebih

cepat memahami, tenang dan mempraktekkan apa yang telah diajarkan

karena pasien sudah 11 kali dirawat. Sedangkan Tn. M kurang tanggap

kontak mata tidak ada dan harus berulang-ulang mempraktekkan agar

pasien mengerti. Berapa lama pasien dirawat dan kembali ke Rumah Sakit

Jiwa juga sangat mempengaruhi pemberian Strategi Pelaksanaan 1 sampai

Strategi Pelaksanaan 5 karena terbukti pasien yang sudah lama dirawat akan

lebih mudah untuk diajarkan.

5.5 Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua

yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan

membandingkan respon pasien pada tujuan yang telah ditentukan (Alnuhazi,

2015).

Evaluasi Strategi Pelaksanaan 1 pada tanggal 22 Mei 2017 jam 12.00

WIB (Tn. M) dan 13.00 WIB (Tn. A). Pada Tn. M, subjektif pasien mampu

menyebutkan penyebab marah karena saat berada dirumah tidak ada

makanan, pasien mampu menyebutkan tanda gejala marah sepertiwajah


100

memerah, mata melotot, tangan mengepal, pasien mampu menyebutkan

marah yang biasa dilakukan yaitu mengeluarkan kata-kata kotor, pasien

mampu mengetahui akibat dari perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

yaitu dapat melukai perasaan orang lain, pasien mampu melakukan teknik

nafas dalam. Objektif pasien bisa menjelaskan penyebab, tanda, marah yang

biasa dilakukan, akibat mara dan cara mengontrol marah, dapat

mempraktekkan latihan fisik 1 tarik nafas dalam, kontak mata tidak ada,

mata melotot, mampu melakukan latihan nafas dalam, menulis di buku

kegiatan harian latihan pukul bantal jam 06.30 pagi. Analisis Strategi

Pelaksanaan 1 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 2 pada

tanggal 23 Mei 2017 jam 09.00 dan motivasi pasien untuk latihan tarik

nafas dalam sesuai jadwal. Sedangkan pada Tn. A, subjektif pasien mampu

menyebutkan penyebab marah, pasien marah karena kebutuhan tidak

terpenuhi, pasien mampu menyebutkan tanda gejala marah seperti tatapan

mata tajam, tangan mengepal, nada bicara keras, pasien mampu

menyebutkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu melempar

barang ke orang, pasien mampu mengetahui akibat dari perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan yaitu mencederai orang lain, pasien mampu

melakukan teknik nafas dalam. Objektif pasien bisa menjelaskan penyebab,

tanda, marah yang biasa dilakukan, akibat marah dan cara mengontrol

marah, mampu melakukan latihan nafas dalam, kontak mata ada, menulis di

buku kegiatan harian latihan pukul bantal jam 06.30 pagi. Analisis Strategi

Pelaksanaan 1 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 2 pada


101

tanggal 23 Mei 2017 jam 10.00 dan motivasi pasien untuk latihan tarik

nafas dalam sesuai jadwal.

Evaluasi Strategi Pelaksanaan 2 pada tanggal 23 Mei 2017 jam 12.00

WIB (Tn. M) dan 13.00 WIB (Tn. A). Pada Tn. M, subjektif pasien

mengatakan sudah latihan tarik nafas dalam, pasien mampu melakukan

pukul bantal. Objektif pasien mampu melakukan pukul bantal, menulis di

buku kegiatan harian latihan pukul bantal jam 08.00 pagi, pasien kooperatif,

pasien mengikuti instruksi perawat. Analisis Strategi Pelaksanaan 2

tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 3 pada tanggal 24 Mei

2017 jam 09.00 dan motivasi pasien untuk latihan pukul bantal sesuai

jadwal. Sedangkan pada Tn. A subjektif pasien mengatakan sudah latihan

tarik nafas dalam, pasien mampu melakukan pukul bantal, pasien

mengatakan jika dirinya marah, dia akan langsung pergi kekamar untuk

memukul bantal. Objektif pasien mampu malakukan pukul bantal, menulis

di buku kegiatan harian latihan pukul bantal jam 08.00 pagi, pasien

kooperatif, pasien mengikuti instruksi perawat. Analisis Strategi

Pelaksanaan 2 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 3 pada

tanggal 24 Mei 2017 jam 10.00 dan motivasi pasien untuk latihan pukul

bantal sesuai jadwal.

Evaluasi Strategi Pelaksanaan 3 pada tanggal 24 Mei 2017 jam 12.00

WIB (Tn. M) dan 13.00 WIB (Tn. A). Pada Tn. M, subjektif pasien

mengatakan masih ingat cara mengontrol marah dengan tarik nafas dalam

dan pukul bantal dan pasien mengatakan sudah latihan, pasien mampu

melakukan mengontrol marah cara verbal yaitu mengungkapkan masalah


102

dengan cara baik. Objektif pasien menulis di buku kegiatan harian latihan

cara verbal jam 11.00 siang, pasien kooperatif. Analisis Strategi

Pelaksanaan 3 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 4 pada

tanggal 26 Mei 2017 jam 09.00 dan motivasi pasien untuk latihan cara

verbal sesuai jadwal. Sedangkan pada Tn. A, subjektif pasien mengatakan

sudah latihan tarik nafas dalam dan pukul bantal tadi pagi, pasien mampu

melakukan mengontrol marah cara verbal yaitu pasien akan bicara baik-baik

jika ada orang yang membuat pasien marah. Objektif pasien menulis di buku

kegiatan harian latihan cara verbal jam 08.00 pagi, menulis dibuku kegiatan

harian latihan cara verbal jam 11.00 siang, pasien kooperatif. Analisis

Strategi Pelaksanaan 3 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 4

pada tanggal 26 Mei 2017 jam 10.00 dan motivasi pasien untuk latihan cara

verbal sesuai jadwal.

Evaluasi Strategi Pelaksanaan 4 pada tanggal 26 Mei 2017 jam 12.00

WIB (Tn. M) dan 13.00 WIB (Tn. A). Pada Tn. M, subjektif pasien

mengatakan sudah latihan tarik nafas dalam, pukul bantal, dan latihan

mengungkapkan marah dengan cara baik-baik, pasien mengatakan sudah

bisa berwudhu dan solat, pasien mampu melakukan cara spiritual yaitu

wudhu dan solat dengan benar, pasien mengatakan akan melakukan solat

sesuai jadwal solat setiap hari. Objektif pasien menulis di buku kegiatan

harian latihan cara spiritual 12.00 siang, pasien tenang dan kooperatif.

Analisis Strategi Pelaksanaan 4 tercapai. Planning lanjutkan Strategi

Pelaksanaan 5 pada tanggal 27 Mei 2017 jam 09.00 dan motivasi pasien

untuk solat 5 waktu, tepat waktu. Sedangkan pada Tn. A, subjektif pasien
103

mengatakan tadi sudah latihan tarik nafas dalam, pukul bantal, dan latihan

mengungkapkan rasa kesal dengan cara baik-baik, pasien mengatakan lupa

berwudhu dan solat dengan benar, pasien bersedia di ajarkan berwudhu dan

solat, pasien mengatakan ingin di buatkan catatan bacaan solat agar bisa

belajar solat. Pasien mengatakan akan belajar bacaan solat dan melakukan

solat setiap hari. Objektif pasien menulis di buku kegiatan harian latihan

cara spiritual 12.00 siang, pasien tenang dan kooperatif. Analisis Strategi

Pelaksanaan 4 tercapai. Planning lanjutkan Strategi Pelaksanaan 5 pada

tanggal 27 Mei 2017 jam 10.00 dan motivasi pasien untuk belajar bacaan

solat dan solat 5 waktu.

Evaluasi Strategi Pelaksanaan 5 pada tanggal 27 Mei 2017 jam 12.00

WIB (Tn. M) dan 13.00 WIB (Tn. A). Pada Tn. M, subjektif pasien mengatakan

latihan tarik nafas dalam, pukul bantal, mengungkapkan rasa kesal dengan

baik-baik, dan ibadah, pasien dapat menyebutkan manfaat minum obat yaitu

agar tidak kambuh, pasien mampu menyebutkan obat yang di konsumsinya ada

3, 1 warna orange (Clozapine) dan 2 warna putih (THP dan Risperidon) di

minum setiap hari, siang dan malam. Pasien mengatakan akan minum obat

sesuai jadwal dan teratur. Objektif pasien menulis di buku kegiatan harian

latihan cara minum obat 11.30 siang, pasien tenang dan kooperatif. Analisis

Strategi Pelaksanaan 5 tercapai. Planning evaluasi semua strategi pelaksanaan

dan motivasi pasien untuk minum obat teratur dan tepat waktu. Sedangkan pada

Tn A, subjektif pasien mengatakan sudah latihan semua cara mengontrol marah

yang sudah diajarkan, pasien dapat menyebutkan manfaat minum obat yaitu

agar tidak kambuh dan dapat


104

tidur nyenyak, pasien mengatakan mendapat obat sehari 2 kali siang dan

malam, pasien mendapat 3 macam obat: CPZ (warna orange) dan THP dan

Risperidon (warna putih). Objektif pasien menulis di buku kegiatan harian

latihan cara minum obat 12.30 siang, pasien mengetahui kegunaan obat CPZ

membuat pikiran tenang dan tidak marah-marah lagi, THP agar tubuhnya

tidak tegang, pasien tenang dan kooperatif. Analisis Strategi Pelaksanaan 5

tercapai. Planning evaluasi semua strategi pelaksanaan dan motivasi pasien

untuk minum obat teratur dan tepat waktu.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Pengkajian

Penulis mengkaji data yang berfokus pengkajian pada Tn. M

pasien sering marah-marah, kesal, mengancam akan pergi dari rumah,

mengumpat dengan kata-kata kotor dan menyalahkan orang tua. Wajah

pasien tampak memerah, tegang, mata melotot, tangan mengepal, suara

keras dan postur tubuh kaku. Data pengkajian untuk Tn. A pasien

mengatakan masih merasa kesal saat dirumah, saat marah ingin

berkelahi, melempar barang, dendam dan jengkel. Wajah pasien tampak

memerah, tatapan mata tajam, tegang, tangan mengepal, nada bicara

keras dan ketus.

6.1.2 Diagnosa Keperawatan

Pada pohon masalah yang menjadi core problem adalah resiko

perilaku kekerasan, dari data subyektif dan obyektif Tn. M dan Tn. A

dapat diambil diagnosa keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku

kekerasan.

105
106

6.1.3 Intervensi

Intervensi yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang ditetapkan ada tujuan umum yaitu dapat

mengontrol resiko perilaku kekerasan, perencanaan tujuan ada sembilan

yaitu tujuan 1 membina hubungan saling percaya, tujuan 2

mengidentifikasi penyebab resiko perilaku kekerasan yang dilakukan,

tujuan 3 mengidentifikasi tanda-tanda resiko perilaku kekerasan, tujuan

4 mengidentifikasi jenis resiko perilaku kekerasan yang dilakukannya,

tujuan 5 mengidentifikasi akibat dari resiko perilaku kekerasan, tujuan

6 mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan,

tujuan 7 mendemonstrasikan cara mengontrol resiko perilaku

kekerasan, tujuan 8 dukungan keluarga untuk mengontrol resiko

perilaku kekerasan, tujuan 9 pasien dapat menjelaskan manfaat minum

obat, kerugian tidak minum obat, bentuk dan warna obat, dosis yang

diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang

dirasakan dan pasien menggunakan obat sesuai program yang telah

ditetapkan.

6.1.4 Implementasi

Implementasi yang dilakukan terdiri dari membina hubungan

saling percaya, pengkajian resiko perilaku kekerasan dan mengajarkan

cara menyalurkan rasa marah dengan tarik nafas dalam, pukul bantal,

secara verbal, spiritual dan minum obat.


107

6.1.5 Evaluasi

Evaluasi pada Tn. M dan Tn. A berdasarkan tindakan yang sudah

dilaksanakan, kedua pasien mampu mengendalikan resiko perilaku

kekerasan dengan cara tarik nafas dalam (strategi pelaksanaan 1), kedua

pasien mampu mempraktekkan resiko perilaku kekerasan dengan pukul

bantal (strategi pelaksanaan 2), kedua pasien mampu mengendalikan

resiko perilaku kekerasan secara verbal (strategi pelaksanaan 3), kedua

pasien mampu mempraktekkan resiko perilaku kekerasan secara

spiritual (strategi pelaksanaan 4), dan kedua pasien mampu

mempraktekkan resiko perilaku kekerasan dengan minum obat (strategi

pelaksanaan 5).
108

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang

diharapkan bermanfaat antara lain :

6.2.1 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal

mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan diharapkan memberi bimbingan kepada

mahasiswa secara optimal, terutama pada pendidikan ilmu keperawatan

jiwa, sehingga penulis dapat mengaplikasikan secara maksimal.

6.2.3 Bagi Profesi Keperawatan

Perawat diharapkan memberikan pelayanan yang tepat dan

meningkatkan komunikasi terapeutik kepada pasien sehingg pasien

dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan lebih

sabar guna mempercepat penyembuhan pasien.

6.2.4 Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu

seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

pada pasien secara optimal


DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Damaiyanti Mukhripah, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :
PT. Refika Aditama.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Elita Veny. 2011. Persepsi Perawat Tentang Perilaku Kekerasan yang Dilakukan
Pasien di Ruang Rawat Inap Jiwa. Jurnal Ners Indonesia. Vol. 2.
Elin, Retnosari, Joseph, Adji. 2014. Informasi Spesialis Obat Indonesia (ISO).
Jakarta : Isfi Penerbitan.
Fauziah & Latipun. 2016. „Hubungan Dukungan Keluarga Dan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan’. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan, Vol. 04, No.02, Agustus 2016, ISSN: 2301-8267.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan. Jakarta : Salemba Medika.

Hastuti Yuli. 2010. Efektifitas Teknik Memukul Bantal Terhadap Perubahan


Status Emosi : Marah Pasien Skizofrenia. Jurnal Stikes Muhamadiyah
Klaten.

Jalil. A. 2015. „Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Kemampuan Pasien


Skizofrenia Dalam Melakukan Perawatan Di Rumah Sakit’. Jurnal
Keperawatan Jiwa. Volume 3, No. 2, November 2015; 154-161.

Kemenkes, RI (2013). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


tahun 2013. Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika.
Keliat, et. al.. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course).
EGC. Jakarta. 2013.
Keliat, Heri & Wardani. 2015. Tanda Gejala Dan Kemampuan Mengontrol Perilaku
Kekerasan Dengan Terapi Musik Dan Rational Emotive Cognitif Behavior
Therapy. Jurnal NersVol. 10 2 Oktober 2015 :233-241.

Khamida. 2013. Terapi Kelompok Suportif Asertif Menurunkan Perilaku


Kekerasan Pasien Skizofrenia Berdasarkan Model Keperawatan
Interaksi King. Jurnal. UNUSA, FIK.
Lubis, H.L, dkk. 2010. ‘Masalah Psikososial Dan Lingkungan Dalam
Psikosomatis’. Naskah Publikasi. Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSU
Pirngadi.

Muhith Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi Asuhan
Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan. Yogyakarta: Andi.

Nengsi. 2014. ‘Faktor Presipitasi Yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku


Kekerasan Di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan’. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, volume. 5, Nomor 3 Tahun 2014, ISSN : 2302-1721.

Prabowo Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Prihantini. 2015. „Pengaruh Terapi Psikoloreligi Terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta’. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, Nomor 1, Mei
2015, hlm. 72–77.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data.


Jakarta : Badan Litbangkes.
Rusdi Hermawan. 2013. Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Sariasih.Githa dan Sumirta. 2010. Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Pengendalian Marah Pasien Dengan Perilaku Kekerasan. Jurnal
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.
Saputri Indah, 2016’Analisis Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Gangguan Jiwa
Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta’, skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :
Gava Media.
Townsend. M. C. 2009. Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. 3 rd ed.
Philadephia. F. A Davis Company.
Videbeck. Sheila L. 2008. Psychiatric Mental Health Nursing. 3 rd edition.
Philadhelpia Lippincott Williams dan Wilkins.
Wiramihardja.2007. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung : PT. Rafika Aditama.
WHO. 2013. Mental Health atlas 2013, Mental Health Organization, ISBN 979
92 4 156435 9.

WHO. 2012. The World Health Report: 2012: Mental Health: New
Understanding : New Hope. www.who.int/whr/2012/en/. Diakses tanggal
1 April 2012.
Yusuf, Rizky dan Hanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

Zelianti, Hartoyo. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap


Tingkat Emosi Pasien Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Politeknik Semarang.
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Arnum Rustyaningsih

Tempat, tanggal lahir : Karanganyar, 24 Februari 1994

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat rumah : Dingin RT O1/18, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar

Riwayat pendidikan : SD N 01 Kemiri (2000-2006)

SMP Negeri 2 Kebakkramat (2006-2009)

SMK Negeri 1 Karanganyar (2009-2012)

STIKes Kusuma Husasa Surakarta (2014-2017)

Riwayat pekerjaan :-

Riwayat organisasi : KSR Stikes Kusuma Husada

Publikasi :-

Anda mungkin juga menyukai