Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar Subjek Hukum dan Objek Hukum

Peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus


ditumbuhkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan anggota
masyarakat bahwa pembangunan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh
rakyat Indonesia. Sektor perpajakan merupakan salah satu sumber pembiayaan
pembangunan, yang merupakan pendapatan negara dan digunakan untuk membiayai
pembangunan serta pelayanan publik. Berdasarkan kewenangannya, di Indonesia
pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah.

Pajak pusat merupakan pajak yang pemungutan dan pengelolaannya dilakukan


oleh pemerintah pusat. Sedangkan pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh
pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang berguna untuk
menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam rangka meningkatkan
kapasitas fiskal daerah, melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, daerah telah diberikan kewenangan untuk memungut
pajak (taxing power). Salah satu jenis pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah
adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). 1

Dasar hukumnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-
P2) adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan yang terakhir adalah Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sangat berpotensi untuk menunjang pendapatan
daerah guna melaksanakan otonomi daerah dan pembangunan. PBB-P2 seharusnya
dapat memberikan penerimaan yang cukup besar dalam sektor pajak. Hampir
sebagian besar masyarakat pastinya memiliki tanah dan bangunan, ini tentunya
sebuah keuntungan besar khususnya bagi penerima PBB-P2 karena tanah dan
1
Astuti, wigi.2016. Analisis laju pertumbuhan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan
dan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah kota balikpapan. Balikpapan: fakultas ekonomi universitas
bangunan dapat ditemukan dan diidentifikasi dari waktu ke waktu. Terhitung 1
Januari 2014, seluruh proses pengelolaan PBB-P2 akan dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Sedangkan, PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih
tetap menjadi pajak pusat. Pada saat PBB dikelola oleh pemerintah pusat, Dengan
adanya pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah maka penerimaannya akan
sepenuhnya masuk ke pemerintah Kabupaten/Kota dan diharapkan mampu
meningkatkan jumlah Pendapatan Daerah.

a. Pajak Bumi dan Bangunan

Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurut Undang-


Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Mardiasmo (2011)
menjelaskan bahwa pengertian Pajak Bumi dan Bangunan sebagai berikut:

1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-
rawa, tambah, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan
adalah:
a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b) Jalan tol.
c) Kolam renang.
d) Pagar mewah.
e) Tempat olahraga
f) Galangan kapal, dermaga.
g) Taman mewah.
h) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Halim (2014), subjek Pajak Bumi
dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Objek Pajak Bumi
dan Bangunan Halim (2014) menyatakan bahwa objek Pajak Bumi dan
Bangunan adalah bumi/atau bangunan. Klasifikasi Objek Pajak diatur oleh
Menteri Keuangan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan
bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman
serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan
klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Letak.
b. Peruntukan.
c. Pemanfaatan.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain. Dalam menentukan
klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor berikut:
1) Bahan yang digunakan.
2) Rekayasa.
3) Letak.
4) Kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dikecualikan Dari Objek Pajak Bumi dan Bangunan Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
menyatakan bahwa tidak semua objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di
kenakan pajak, ada beberapa objek yang tidak kena Pajak Bumi dan
Bangunan. Halim (2014) menyatakan bahwa ada 5 (lima) objek pajak yang
tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu objek pajak digunakan
sebagai berikut:2

a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang


ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b) Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala dan lain-lain.

2
Ibid,hal.45
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timba balik.
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) saat
menjadi Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan atau pajak pusat sebesar 0,5%,
setelah di alihkan ke Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU
PDRD) atau pajak daerah paling tinggi sebesar 0,3% dan ditetapkan dengan peraturan
daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan Halim (2014), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki 3 (tiga) dasar
pengenaan, yaitu:

1. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan oleh setiap tiga
tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
2. Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan
sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual
sebenarnya. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
apabila Nilai Jual Objek Pajaknya satu miliar rupiah atau lebih. Sebesar 20%
(dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek
Pajaknya kurang dari satu miliar rupiah.
3. Nilai Jaul Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bumi dan Bangunan, NJOPTKP
untuk setiap Wajib Pajak ditetapkan paling tinggi sebesar Rp 24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai