Anda di halaman 1dari 15

HALAMAN JUDUL

QUIZ – 1.
TAHAPAN DAN PROSES PENURUNAN MUTU IKAN SEGAR

NAMA LENGKAP : ADELIA NURUL AISYAH


NIM: 19/439305/PN/15967
PROGRAM STUDI: TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

DEPARTEMEN ILMU PERIKANAN FAKULTAS PERTAIAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
LEMBARAN PENGESAHAN

QUIZ – 1.
TAHAPAN DAN PROSES PENURUNAN MUTU IKAN SEGAR

Yogyakarta, 17 Februari 2021


Disusun Oleh :

ttd…………………

(Adelia Nurul Aisyah)

Dosen Pengampu,

ttd…………………

(Dr. Ir. Latif Sahubawa, M.Si.)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kegiatan perkuliahan penanganan hasil perikanan dapat berjalan dengan lancar
dan penulis dapat menyelesaikan Quiz – 1 Tahapan dan Proses Penurunan Mutu Ikan
Segar.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Latif Sahubawa, M.Si., selaku
dosen kelas penanganan hasil perikanan yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi.

Penulis menyadari, bahwa Quiz – 1 Tahapan dan Proses Penurunan Mutu Ikan
Segar yang dibuat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang.

Semoga Quiz – 1 Tahapan dan Proses Penurunan Mutu Ikan Segar ini bisa
menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

iii
DAFTAR ISI

Halaman Muka ........................................................................................................... i


Halaman Pengesahan ................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................. iii
Daftar Isi ...................................................................................................................... iv
Daftar Tabel ................................................................................................................. v
Daftar Gambar ............................................................................................................. v
Bab I Pendahuluan .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Magang ...................................................................................................... 2
1.3 Manfaat Magang .................................................................................................... 2
Bab II Tahapan & Proses Penurunan Mutu Ikan Segar ....................................... 3
Bab III Metode Pencegahan Menurunan Mutu Ikan Segar .................................. 8
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptic .................................................................................... 4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengukuran Kekakuan Tubuh Ikan Pada Fase Rigor Mortis...................... 5


Gambar 2. Uji TPC Ikan Berdasarkan Fase Kematian ................................................. 8
Gambar 3. Uji pH Ikan Berdasarkan Fase Kematian ................................................... 9

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut merupakan komponen penting bagi bumi yang mengandung sumber energi
tak terhingga besarnya sehingga manusia tidak bisa hidup tanpa adanya lautan.
Membicarakan laut tentu tidak akan lepas dari negara Indonesia yang memiliki garis
pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Luas 2/3 dari wilayah Indonesia adalah laut
dengan garis pantai lebih dari 99.000 km dan menghubungkan kawasan Asia Pasifik
dengan Australia, hal ini menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dibidang
perdagangan global. Tidak hanya itu, laut juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang
kaya akan biodiversitas mulai dari ekosistem mangrove yang disampaikan oleh
Soemodihardjo dan Ishemat (1989) bahwa Indonesia memiliki 34 spesies mangrove,
ekosistem lamun yang di dalamnya terdapat 15 jenis lamun (Wahyudin, et al., 2019), dan
ekosistem terumbu karang yang kekayaan di Indonesia mencapai 569 jenis atau 67% dari
845 total spesies karang dunia (Giyanto, et al., 2017). Tentunya di dalam ekosistem yang
beragam juga mengandung produksi sumber pangan ikan yang besar.

Kekayaan jenis ikan yang dimiliki Indonesia diperkirakan mencapai 8500 spesies
dan merupakan 45% dari jumlah jenis global di dunia (Budiman, et al., 2002). Tentunya
dengan kekayaan yang begitu besarnya, sumber daya perikanan ini dapat dijadikan sektor
ekonomi yang menunjang kemakmuran bangsa Indonesia. Sumber pangan ikan diketahui
mengandung protein omega-3, vitamin, serta makro dan mikro mineral yang merupakan
nutrisi penting bagi tubuh dan kandungannya paling tinggi dibanding subsitusi pengganti
ikan layaknya daging ayam dan daging sapi. Namun salah satu kekurangan terbesar dari
ikan yaitu sifat ikan perishable atau mudah rusak. Sesaat setelah ikan mati, ikan akan
mengalami penurunan mutu atau deteoriorasi yang sebelumnya mengalami beberapa fase.
Maka dari itu penting untuk mengerti bagaimana tahapan kemunduran mutu ikan agar
dapat ditangani dengan tepat, sehingga produk perikanan dapat sampai ke konsumen
dengan kondisi segar serta mutu yang baik.

1
1.2 Tujuan
Dengan ditulisnya makalah ini, dapat memperkenalkan mahasiswa tentang
kemunduran mutu perikanan dan bagaimana cara mengatasinya.

1.3 Manfaat

Mahasiswa menjadi tahu dan paham mengenai kemunduran mutu perikanan serta cara
mengatasinya, sehingga diharapkan dapat membuka inovasi bagi mahasiswa untuk
menghasilkan produk perikanan yang lebih baik.

2
BAB II

TAHAPAN & PROSES PENURUNAN MUTU IKAN SEGAR

Ikan merupakan sumber pangan tinggi protein dan bernilai ekonomis namun
dikenal dengan sifat perishable atau mudah rusak. Kerusakan yang dimaksud yaitu
mengalami kemunduran mutu. Ada beberapa faktor penyebab kemunduran mutu ikan,
yaitu kerusakan fisik, kerusakan kimiawi, dan kerusakan mikrobiologi (Efendi dan Yusra,
2012). Kerusakan fisik sering dialami selama proses penangkapan, seperti memar yang
dihasilkan ketika memukul ikan dengan maksud membunuh ikan hingga menyebabkan
luka. Memar yang ada membuat aktivitas enzim meningkat sehingga mempercepat proses
pembusukkan. Sementara luka yang ada akan membuat mikroba pembusuk mudah masuk
sehingga dapat merombak komponen tubuh di dalamnya.

Kerusakan kimiawi dapat terjadi ketika proses setelah penangkapan, seperti saat
mencuci ikan, autolisis, dan oksidasi. Saat mencuci ikan, maka beberapa senyawa kimia
seperti vitamin B dan C, protein, dan lain sebagainya akan turut larut sehingga dapat
dikatakan mutu ikan mengalami kemunduran. Autolisis yaitu proses perombakan
komponen tubuh melalui enzim, biasanya terjadi saat fase post rigor sehingga daging ikan
sudah tidak elastis kembali. Sementara itu oksidasi terjadi karena ikan mengandung tinggi
lemak tak jenuh yang dapat membuat ikan rentan terhadap peroksidasi dan cepat rusak
terutama bagian rasa serta tekstur. Perubahan lebih lanjut seperti warna, nilai gizi atau
produk sekunder dari lipid akan teramati pada proses peroksidasi lipid (Dragoev dkk.,
2008).

Kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh aktivitas mikroba pathogen atau


pembusuk yang mencakup bakteri, virus, khamir, atau protozoa. Ikan tidak bisa lepas dari
mikroba terutama dibagian kulit, insang, dan pencernaan. Burst belly merupakan salah
satu kerusakan ikan tepatnya pecahnya dinding perut ikan dikarenakan aktivitas enzim
mikroba di dalam pencernaannya (Efendi dan Yusra, 2012). Selain Burst belly, terdapat
banyak mikroba pembusuk yang merombak jaringan ikan menjadi komponen yang tidak
diinginkan dan mikroba patogen yang dapat menghasilkan senyawa beracun serta
berbahaya bila dimakan (Efendi dan Yusra, 2012).

3
Saat ikan mengalami kemunduran mutu, ikan mengalami beberapa fase terlebih
dahulu yaitu pre-regor, regor mortis, dan post regor mortis. Pada fase pre-rigor, otot ikan
masih lembut dan lentur yang disebabkan masih adanya sisa ATP sehingga masih dapat
melakukan relaksasi. Fase pre-rigor biasanya terjadi pada 3 jam pertama setelah
dimatikan (Kalista et al., 2018). Ciri-ciri lain yaitu matanya masih cerah, insangnya merah
cemerlang, tekstur daging masih padat dan elastis, serta baunya masih segar.

Sedangkan pada fase rigor mortis, tubuh ikan menjadi mengeras serta kaku dan
ikan kehilangan kelenturannya dikarenakan ATP yang kian menurun sehingga tidak
cukup energy untuk melakukan perombakan aktomiosin menjadi aktin dan myosin
(Kalista et al., 2018). Pada fase ini dimulai dari 4 jam setelah kematian, namun dapat
diperlambat dengan adanya penangan ikan yang baik seperti pendinginan hingga fase
rigor mortis terjadi 36 jam setelah kematian (Nurjanah, et al., 2011). Ciri lain yang dapat
diamati dari ikan yang mengalami fase rigor mortis yaitu mata berwarna putih cerah,
insang merah namun kurang cemerlang dan terdapat lendir, serta baunya masih segar.

Fase terakhir yaitu post rigor mortis menjadi tahap awal dalam pembusukan
(deteriorasi). Pada fase ini, otot ikan sudah tidak elastis disebabkan proses autolisis yang
menghasilkan senyawa media pertumbuhan mikrobia (Dwiari et al., 2008), fase ini bisa
terjadi 8 jam setelah kematian atau 228 jam setelah kematian bila dilakukan penanganan
berupa pendinginan (Nurjanah, et al., 2011). Ciri lain ikan yang mengalami fase ini yaitu
bola mata agak cekung dan berwarna keabuan, insangnya berwarna merah kusam dan
berlendir, daging agak lunak dan tidak elastis, sementara baunya masih agak segar.

Gambar 1. Pengukuran Kekakuan Tubuh Ikan Pada Fase


Rigor Mortis. Gambar A dan B masing-masing
menunjukkan tahap awal dan tengah dari rigor mortis.
Rigor mortis sempurna dicapai jika ikan memiliki aspek
yang disajikan pada Gambar C.

Sumber : Diouf dan Rioux, 1999

4
Kemunduran mutu ikan dapat diketahui lebih lanjut melalui beberapa uji,
beberapa ujinya yaitu uji organoleptic, uji total plate count (TPC), dan uji pH. Pengujian
organoleptic merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera pada penampakan,
bau, perut, dan lain sebagainya (Deni 2015). Uji porganoleptic termasuk uji paling mudah
dan tidak membutuhkan banyak peralatan. Penilaian ini bersifat subjektif dan penilaian
uji organoleptik terhadap ikan segar ini tercantum dalam SNI.012729.2006.

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptic

Parameter Pre-rigor Rigor Post-rigor Deteriorasi


Berwarna putih
Bola mata agak
Cerah, bola mata cerah, bola mata Bola mata sangat
cekung, pupil
Mata menonjol, kornea menonjol, kornea cekung, kornea
berubah keabu-
jernih. jernih, pupil berwarna agak kuning.
abuan.
putih
Warna merah kurang Warna merah coklat
Merah cemerlang, Merah agak kusam,
Insang cemerlang, ada sedikit ada sedikit putih,
tanpa lendir sedikit lendir
lendir. lendir tebal
Mengeluarkan lendir Mengeluarkan lendir
Lendir tebal
Lendir Lapisan lendir dalam jumlah banyak, tapi tidak terlalu
menggumpal,
Permukaan jernih, transparan, lapisan lendir agak banyak, keruh,
warna kuning
Badan mengkilat cerah. keruh, kurang warna putih kusam,
kecoklatan
transaparan. kurang transparan.

Sayatan daging Sayatan daging


Sayatan daging Sayatan daging
sangat cemerlang sedikit kurang
cemerlang spesifik kusam sekali, warna
spesifik jenis, tidak cemerlang, sedikit
jenis, tidak ada merah jelas sekali
Daging ada pemerahan pemerahan
pemerahan sepanjang sepanjang tulang
sepanjang tulang sepanjang tulang
tulang belakang, belakang, dinding
belakang, dinding belakang, dinding
dinding perut utuh. perut sangat lunak
perut utuh. perut agak lunak.
Bau sangat segar Bau agak segar,
Bau Segar spesifik jenis Bau deteriorasi jelas
spesifik jenis spesifik jenis
Padat, elastis bila
Agak lunak, kurang Sangat lunak, bekas
ditekan dengan jari,
Padat, elastis bila elastis bila ditekan jari tidak hilang bila
sulit menyobek
ditekan dengan jari, dengan jari, agak ditekan, mudah
Tekstur daging dari tulang
sulit menyobek daging mudah menyobek sekali menyobek
belakang. Ikan
dari tulang belakang. daging dari tulang daging dari tulang
dalam keadaan
belakang. belakang
lemas
Sumber : Nurjanah, et al., 2011

5
Selanjutnya yaitu uji TPC (Total Plate Count) untuk menghitung jumlah total
mikroorganisme aerob dan anaerob yang terdapat pada ikan. Mikroorganisme yang paling
dominan dan berperan dalam kerusakan (pembusukan) daging ikan adalah bakteri, maka
dari itu TPC menjadi salah satu pengujian untuk menentukan kualitas mutu ikan. TPC
dilakukan menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan dalam media agar lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C (Apriani, et al., 2017). Pada setiap fase
kemundururan mutu ikan, jumlah bakteri mengalami peningkatan yang pastinya
menyebabkan kualitas ikan semakin menurun (Nurjanah, et al., 2011). Berdasarkan jurnal
yang ditulis oleh Jaya dan Ramadhan (2006), pada masa post rigor, jumlah bateri meningkat pesat
namun pada akhirnya pertumbuhan bakteri menjadi lambat dan tidak tersebar secara menyeluruh
ke seluruh tubuh namun berpusat pada lendir kulit, insang, dan isi perut.

(a) (b)
Sumber : Jaya dan Ramadhan, 2006 Sumber : Nurjanah, et al., 2011

Gambar 2. Uji TPC Ikan Berdasarkan Fase Kematian. (a) pada suhu ruang. (b) pada suhu
chilling

Uji pH digunakan sebagai acuan dalam menentukan tingkat kesegaran ikan. pH


ikan yang masih hidup kira-kira berkisar antara 7.4. (Sulistijowati et al., 2013). Saat ikan
mati, maka bakeri yang ada beserta enzim yang ada di dalam tubuh akan meproduksi
asam laktat sehingga pH ikan akan mengalami penurunan, tepatnya saat kondisi
rigormortis. Namun setelah rigormortis, pH ikan akan mulai naik kembali di pH 6,0-
8,0yang dimana pH tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme (Botutihe, 2016).

6
(a) (b)
Sumber : Jaya dan Ramadhan, 2006 Sumber : Nurjanah, et al., 2011

Gambar 3. Uji pH Ikan Berdasarkan Fase Kematian. (a) pada suhu ruang. (b) pada suhu chilling

7
BAB III

METODE PENCEGAHAN MENURUNAN MUTU IKAN SEGAR

Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kemunduran mutu ikan yaitu dengan
memberikan penanganan yang baik pada ikan saat penangkapan, setelah penangkapan
hingga pengolahan sehingga dapat memperlambat proses kemunduran mutu. Saat
penangkapan, diusahakan menggunakan metode yang tidak menimbulkan luka pada ikan.
Seperti yang sudah dipaparkan di bab sebelumnya bahwa luka dan memar dapat
menyebabkan cepatnya penurunan mutu. Setelah ditangkap hendaknya langsung di cuci
bersih guna menghilangkan kotoran yang dapat mempercepat proses pembusukkan. Lalu
disimpan dalam suhu rendah (dingin maupun beku) agar aktivasi bakteri dan enzim
terhenti. Langsung dilakukan filleting juga dapat memperlambat penurunan mutu ikan
karena isi perut, kulit, bagian keras (tulang, sisik), serta insang akan dihilangkan sehingga
tempat penyebaran bakteri terbanyak sudah dibuang.

Penurunan kualitas mutu juga bisa dicegah dengan pengolahan seperti perebusan
yang dimana dapat menghilangkan mikroba, mendenaturasi protein, hingga menurunkan
kadar air. Selain perebusan ada juga penguapan, sehingga air yang tadinya bisa dijadikan
tempat aktivitas mikroba pembusuk menjadi tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh mikroba
pembusuk. Cara lainnya yaitu dengan menambah bahan tambahan seperti garam dan gula.
Dengan ditambahkannya garam dan gula, akan terjadi perbedaan tekanan osmotis antara
produk perikanan dan lingkungannya sehingga cairan dari produk akan keluar dengan
sendirinya. Selain itu kandungan garam seperti ion Na+ serta Cl- dapat membunuh
mikroba pembusuk, dan mendenaturasi protein (Efendi dan Yusra, 2012). Cara lainnya
yaitu dengan fermentasi produk perikanan. Pada proses fermentasi, enzim dalam
lingkungan terkendali akan merombak senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana.

8
SUMBER PUSTAKA
Apriani, R., R. Ferasyi, dan R. Razali. 2017. Jumlah cemaran mikroba dan nilai
organoleptik ikan tongkol (Euthynnus affinis). JIMVET, 01 (3) : 598-603

Botutihe, F. 2016. Penilaian mutu organoleptik dan pH ikan roa (Hemirhampus sp.)
sebagai bahan baku ikan asap. Jurnal Agropolitan, 3 (3) : 27-31

Budiman, A., A.J. Arief, dan A.H. Tjakrawidjaya. 2002. Peran museum zoologi dalam
penelitian dan konservasi keanekaragaman hayati (ikan). Jumal Iktiologi
Indonesia 2 (2) : 5l-55.

Deni, S. 2015. Karakteristik mutu ikan selama penanganan pada kapal km. Cakalang.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan, 8 (2) : 72-80.

Diouf, B. dan P. Rioux. 1999. Use of the rigor mortis process as a tool for better
understanding skeletal physiology, 61 (5) : 376 – 379.

Dragoev, S.G., Kiosev, D.D., Danchev, S.A., Ioncheva, N.I. dan Genov, N.S. 2008. Study
on the oxidative processes in frozen fish. Journal of Agriculture and Science, 4:
55–65.

Efendi, Y., dan Yusra. 2012. Pengendalian Mutu Hasil Perikanan. Bung Hatta University
Press, Padang.

Giyanto, M. Abrar, T.A. Hadi, A. Budiyanto, M. Hafizt, A. Salatalohy, dan M.Y. Iswari.
2017. Status Terumbu Karang Indonesia. Puslit Oseanografi – LIPI, Jakarta.

Nurjanah, T. Nurhayati, dan R. Zakaria. 2011. Kemunduran mutu ikan gurami


(Osphronemus gouramy) pasca kematian pada penyimpanan suhu chilling. Jurnal
Sumberdaya Perairan, 5 (2) : 11-18

Soemodihardjo, S. dan S. Ishemat. 1989. Country Report: Indonesia, The Status of


Mangrove Forests in Indonesia, Symposium on Mangrove Management. Biotrop
Special Publication No 37.

Sulistijowati S, R., Djunaedi, O.S., Nurhajati, J., Afrianto, E., Udin, Z. 2012. Mekanisme
Pengasapan Ikan. UNPAD Press, Bandung.

9
Wahyudin, Y., D. Mulyana, A. Ramli, N. Rikardi, D. Suhartono, dan A. T. Kesewo. 2019.
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati pesisir dan laut Indonesia. Jurnal
Pendidikan Insan Kamil Al Ihya, 2 (2) : 37-51.

10

Anda mungkin juga menyukai