680-Article Text-1051-1-10-20100601
680-Article Text-1051-1-10-20100601
2
ISSN 0126-0472
ABSTRACT
A field study on dairy cattle farms development in low land was conducted in Cirebon
district applying a survey method to record all existing dairy cattle farms in the region.
Data were collected by interviewing dairy farmers and monitoring the dairy cattle farms.
Descriptive approach was applied in data analysis. Constraints would accur, if problems
of relatively warm environment in such low land area could not be overcome. Improvements
that could be recommended include : an appropriate tropical housing, energy rich feeding
and more frequent feeding. Funthermore existing dairy cattle farms in the district should
be replaced by dairy types that are resistence to warm environment. Sufficient feed
availability and relatively high price of milk should be an optimum condition to enchance
dairy cattle development in the said region. In addition, dairy cattle farms is a good
opportunity to widely develop and to stimulate by increasing production scale and
productivity through improving feeding regimes and adjusting livestock composition to
achieve better economic efficiency.
susu nasional, populasi maupun usaha sapi perah merupakan salah satu daerah berdataran rendah
harus lebih ditingkatkan. di Jawa Barat. Di Kabupaten Cirebon hanya
Selama ini usaha sapi perah masih ter- terdapat 4 kecamatan yang memiliki usaha
konsentrasi pada daerah-daerah berdataran pemeliharaan sapi perah, yaitu Cirebon Barat,
tinggi, seperti Garut, Pangalengan, dan Lem- Kapetakan, Kalijaga, dan Weru. Keseluruhan
bang (Jawa Barat), serta Batu, Pujon, dan usaha sapi perah yang berjumlah 6 dan terdapat
Nongkojajar di Jawa Timur. Daerah ini pada 4 kecamatan tersebut, telah dijadikan se-
merupakan konsentrasi usaha sapi perah yang bagai objek pada penelitian ini.
relatif padat. Namun demikian bukanlah ber- Penelitian dilakukan dengan mengguna-
arti, bahwa usaha sapi perah tidak mempunyai kan metode survei. Pengambilan dan pengum-
peluang untuk berkembang di daerah-daerah pulan data dilakukan melalui teknik wawancara
dataran rendah. Peluang untuk mengembangan dan pemantauan langsung terhadap objek pene-
usaha sapi perah di daerah dataran rendah akan litian. Data yang diambil dan dikumpulkan terdiri
terbuka apabila berbagai kendala yang meng- dari data primer dan data sekunder. Data primer
hambatnya dapat ditanggulangi. Salah satu ken- mencakup sumber daya biologis berupa populasi
dala yang menonjol dalam pengembangan usaha sapi perah, kemampuan berproduksi susu,
sapi perah di daerah dataran rendah adalah ketersediaan pakan terutama hijauan, dan sum-
faktor suhu udara dan kelembaban. Suhu udara ber daya ekonomi berupa skala usaha, harga
yang relatif panas dengan kelembaban udara
penjualan susu peternak, biaya produksi, serta
yang relatif rendah umumnya berdampak
penerimaan yang mengacu kepada analisis
negatif terhadap kemampuan berproduksi susu
keuntungan.
sapi perah.
Penerimaan dalam acuan analisis
Selain faktor suhu udara dan kelembaban
keuntungan bersumber pada penjualan susu dan
udara, yang perlu diperhatikan dalam membuka
penjualan sapi afkir atau sapi yang tidak digu-
peluang pengembangan usaha sapi perah di
nakan sebagai peremajaan. Sedangkan biaya
daerah-dataran rendah adalah tersedianya sum-
ber daya biologis maupun sumber daya ekonomi. produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
Sumber daya biologis mencakup unsur-unsur pakan, tenaga kerja, obat-obatan, perkawinan
yang dibutuhkan dalam proses berproduksi susu, sapi, penyusutan peralatan, penyusutan kandang
sedangkan sumber daya ekonomi merupakan dan komponen biaya lainnya, seperti sumbang-
unsur-unsur yang mengacu kepada perolehan an, listrik/bahan penerangan, dan bahan pem-
keuntungan yang merangsang para peternak bantu dalam proses pemerahan. Selisih antara
untuk mengembangkan usaha sapi perahnya. penerimaan dengan biaya produksi merupakan
Hal inilah yang akan diteliti dalam penelitian ini keuntungan ataupun insentif yang diterima para
dengan menetapkan daerah Cirebon yang peternak. Penyusutan peralatan maupun
berdataran rendah sebagai lokasi penelitian. penyusutan kandang dihitung berdasarkan
Hasil penelitian ini diharapkan akan membuka rumus yang disitasi oleh Siregar (1996) sebagai
salah satu peluang pengembangan usaha sapi berikut :
perah di daerah dataran rendah yang akan ber- P = (Hb – Hs)/Lp,
dampak terhadap peningkatan produksi susu dimana :
nasional. P = nilai penyusutan persatuan
waktu (Rp)
MATERI DAN METODE Hb = nilai atau harga pembelian (Rp)
Hs = nilai atau harga sisa (Rp)
Penelitian dilakukan pada usaha sapi Lp = jangka waktu penggunaan
perah berlokasi di Kabupaten Cirebon yang (bulan atau tahun)
Tabel 1. Potensi ketersediaan hijauan dari berbagai sumber di Kabupaten Cirebon, 2000
Keterangan: Produksi rata-rata bahan kering limbah pertanian didasarkan pada hasil penelitian Soekanto (1983)
daerah Nusa Tenggara Timur yang mendapat- Apabila hijauan berupa bahan kering yang be-
kan produksi hijauan segar padang rumput 30 lum dimanfaatkan itu sepenuhnya diper-
ton/ha/tahun (Sitorus, 1991). Lahan tidur atau untukkan untuk pengembangan sapi perah,
lahan sementara yang belum digunakan, di- maka jumlah sapi perah yang dapat dipelihara
perkirakan hanya mampu memproduksi hijauan di Kabupaten Cirebon seba-nyak 114. 272 ekor
separuh dari produksi hijauan padang rumput, lagi atau sekitar 1.936 kali populasi sapi perah
yakni 15 ton hijauan segar/ha/tahun atau 3,15 yang sudah ada di Kabupaten Cirebon tahun
ton bahan kering/ha/tahun. 2000. Atau apabila semua ternak ruminansia
Pada Tabel 1 di atas terlihat, bahwa po- (ternak-ternak yang menggunakan hijauan
tensi ketersediaan hijauan di Kabupaten Cirebon sebagai pakan utamanya) mempunyai peluang
pada tahun 2000 mencapai 310.505,70 ton/tahun yang sama untuk dikembangkan, maka populasi
bahan kering. Ternak-ternak yang terdapat di ternak ruminansia di Kabupaten Cirebon masih
Kabupaten Cirebon yang membutuhkan hijauan dapat dikembangkan sampai sekitar 4 kali lagi
sebagai pakan utamanya adalah sapi perah, sapi dari populasi yang ada pada tahun 2000 atas
potong, kerbau, kuda, kambing, dan domba. dasar ketersediaan pakan hijauan. Berdasarkan
Jumlah populasi dan kebutuhan hijauan ternak ketersediaan hijauan tersebut, populasi sapi
pada tahun 2000 diperlihatkan pada Tabel 2. perah maupun usaha sapi perah masih mem-
Apabila dibandingkan potensi keterse- punyai peluang yang besar untuk ditingkatkan.
diaan hijauan (Tabel 1) dengan kebutuhan ternak
(Tabel 2) di Kabupaten Cirebon tahun 2000, Perspektif Pengembangan Sumberdaya
terdapat hijauan yang belum dimanfaatkan Ekonomi
sebanyak 310.505,20 ton – 60.936,29 ton =
249.569,41 ton/tahun dalam bentuk bahan ke- Skala Usaha Sapi Perah. Kajian data
ring. Dengan demikian dilihat dari ketersediaan primer terhadap keseluruhan usaha sapi perah
pakan hijauan, masih memberi peluang yang yang ada di Kabupaten Cirebon, menjadikan
besar untuk mengembangkan sapi perah. sapi perah sebagai usaha utamanya. Namun
usaha sapi perah itu bukan sebagai satu-satunya pat dilakukan terutama sapi perah pejantan. Di
usaha mereka, tetapi masih ada usaha sambilan Kabupaten Cirebon fasilitas untuk melaksa-
lainnya. Sebagian besar atau sekitar 84,0% dari nakan Inseminasi Buatan (IB) sudah memadai,
peternak sapi perah itu adalah tani dan sisanya sehingga tidak memerlukan pejantan kawin lagi.
pensiunan pegawai negeri. Walaupun keselu- Sedangkan jumlah pemeliharaan sapi perah
ruhan usaha sapi perah itu merupakan usaha dara harus pula dikurangi dan disesuaikan de-
utama, namun skala usahanya masih relatif ngan kebutuhan peremajaan sapi. Dengan
kecil. pengurangan sapi perah non produktif tadi,
Di samping skala usahanya yang relatif usaha sapi perah akan lebih menguntungkan
masih kecil, komposisi sapi perah yang dipe- dan ekonomis dan hal ini akan membuka pe-
luang bagi pengembangan usaha sapi perah di
lihara adalah kurang ekonomis. Hal ini dida-
Kabupaten Cirebon.
sarkan terlalu banyaknya sapi perah yang tidak
atau non produktif dibandingkan dengan jumlah Harga Penjualan Susu Peternak.
sapi perah yang produktif atau laktasi. Sapi pe- Tinggi rendahnya harga penjualan susu
rah non produktif menjadi tanggungan sapi pe- peternak dapat diukur dari harga pembelian
rah laktasi akan berakibat kepada biaya peme- pakan konsentrat peternak. Hal ini dikarenakan
liharaan yang tinggi. Show (1970) yang dikutip pakan konsentrat bukan saja berperan penting
oleh Kusnadi et al. (1983) mengutarakan, bah- dalam arti kuantitas dan kualitas, tetapi meru-
wa usaha sapi perah yang ekonomis adalah pakan pembiayaan yang paling besar diantara
apabila setiap ekor sapi produktif atau laktasi keseluruhan biaya produksi. Hasil penelitian
hanya dibebani 0,40 ST (Satuan Ternak) sapi menunjukkan, bahwa biaya pakan konsentrat
perah non produktif. mencakup 54,56% dari keseluruhan biaya
Dihubungkan dengan usaha sapi perah produksi (Daryono et al., 1989). Penerimaan
di Kabupaten Cirebon, maka sapi perah non utama usaha sapi perah adalah dari penjualan
produktif yang dipelihara masih banyak dan susu, dimana harga susu akan sangat menentu-
harus dikurangi jumlahnya bilamana diinginkan kan. Oleh karena itu penimbangan antara harga
keuntungan yang maksimal. Pengurangan da- penjualan susu peternak dengan harga pem-
Tabel 2. Jumlah populasi ternak dan kebutuhan hijauan di Kabupaten Cirebon, 2000
belian pakan konsentrat akan sangat menen- bila dibandingkan dengan harga penjualan su-
tukan untung tidaknya usaha sapi perah. su para peternak sapi perah di daerah lainnya.
Terlepas dari kualitas pakan konsentrat Di daerah usaha sapi perah yang pemasaran
yang digunakan oleh usaha sapi perah di Kabu- susunya seluruhnya ditangani oleh koperasi/
paten Cirebon, harga pakan konsentrat berkisar KUD, harga susu yang diterima para peternak
antara Rp. 156,80 sampai dengan Rp. 616,53 / pada pertengahan tahun 2003 tidak ada yang
kg dengan rata-rata Rp. 316,46/kg. Harga pa- melebihi dari Rp. 2.000/l. Mahalnya harga penju-
kan konsentrat tersebut termasuk paling murah alan susu para peternak di Kabupaten Cirebon
dibandingkan dengan harga pakan konsentrat dikarenakan penjualan susu langsung ditangani
di daerah usaha pemeliharaan sapi perah lainnya oleh para peternak kepada konsumen-konsu-
di Jawa Barat. Harga pakan konsentrat di men susu. Para peternak sapi perah di Kabu-
daerah usaha pemeliharaan sapi perah di Jawa paten Cirebon tidak lagi bergabung dalam satu
Barat selain di Kabupaten Cirebon pada wadah koperasi susu/KUD, akan tetapi sudah
pertengahan tahun 2003, berkisar antara Rp. berjalan sendiri-sendiri. Untuk jangka pendek
650 sampai dengan Rp. 870/kg. Informasi harga keadaan ini memang menguntungkan, namun
pakan konsentrat tersebut diperoleh dari kope- untuk jangka panjang sebaiknya keseluruhan
rasi susu/KUD yang terdapat di daerah Jawa peternak yang ada di suatu daerah produksi ber-
Barat. Lebih murahnya harga pakan konsentrat gabung dalam wadah koperasi susu/KUD ter-
sapi perah di Kabupaten Cirebon dibandingkan utama untuk menghimpun semua potensi yang
dengan daerah usaha pemeliharaan sapi perah ada dalam acuan pengembangan usaha sapi
di Jawa Barat dikarenakan bahan pakan kon- perah di daerah itu.
sentrat yang digunakan berupa limbah pertanian Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa
yang masih banyak tersedia di Kabupaten mahal tidaknya harga penjualan susu peternak
Cirebon dengan harga yang relatif masih murah. dapat ditentukan atau di-ukur dari harga pakan
Harga penjualan susu peternak sapi konsentrat yang dibeli peternak. Berbagai pene-
perah di Kabupaten Cirebon berkisar antara Rp. litian yang telah dilakukan di lapangan menun-
2000 sampai dengan Rp. 7000/l dengan rata- jukkan, bahwa apabila harga susu 2,1 kali harga
rata Rp. 3.150/l. Harga susu ini termasuk mahal pakan konsentrat, maka harga susu itu sudah
1. Induk :
a. Laktasi 2 ,00 23,26
b. Kering kandang 0,80 9,30
2. Dara :
a. Dewasa 2,30 26,74
b. Muda 0,70 8,14
3. Anak betina 0,20 2,33
4. Jantan :
a. Dewasa 0,70 8,14
b. Muda 1,70 19,76
5. Anak jantan 0,20 2,33
Jumlah 8,60 100,00
cukup memadai dalam arti sudah memberi keun- Keuntungan yang diraih para peternak
tungan (Siregar, 1996). Harga penjualan per liter sapi perah di Kabupaten Cirebon sebagaimana
susu di Kabupaten Cirebon adalah sekitar 9,85 yang terlihat pada Tabel 4, rata-rata Rp.
kali harga 1 kg pakan konsentrat dan harga susu 796.585/bulan. Keuntungan tersebut apabila
tersebut sudah termasuk mahal yang berdampak diperhitungkan per ekor sapi yang sedang ber-
terhadap usaha sapi perah yang sangat mengun- produksi susu atau laktasi, rata-rata Rp.
tungkan. Sebagai pembanding dapat dike- 398.292,50/ekor/bulan. Keuntungan yang
mukakan, bahwa harga 1 kg susu di Jepang yang diperoleh para peternak sapi perah di Kabupaten
sudah memberi keuntungan yang lumayan pada Cirebon ini relatif tinggi dibandingkan dengan
usaha sapi perah adalah sekitar 9 sampai dengan perolehan keuntungan para peternak sapi perah
di daerah lainnya di Jawa Barat. Penelitian yang
13,5 kali harga pembelian 1 kg pakan konsentrat
telah dilakukan di beberapa daerah konsentrasi
(Direktorat Jenderal Peternakan, 1991). Harga
usaha sapi perah di Jawa Barat menunjukkan
susu yang relatif mahal di Kabupaten Cirebon
bahwa keuntungan yang diperoleh para peter-
merupakan suatu peluang yang besar bagi nak sapi perah rata-rata per ekor sapi laktasi
pengembangan usaha sapi perah di daerah per bulan, masing-masing adalah Rp. 249.747,63
tersebut. di daerah Pangalengan, Rp. 209.547,72 di
daerah Lembang dan Rp. 190.922,48 di daerah
Analisis Keuntungan. Walaupun telah Cisarua (Sugiarti & Siregar, 1999).
dinyatakan, bahwa usaha sapi perah di Kabu- Keuntungan yang diperoleh usaha sapi
paten Cirebon menguntungkan, namun perlu perah di Kabupaten Cirebon relatif tinggi
ditelusuri lebih lanjut berapa besar keuntungan dikarenakan harga susu yang relatif tinggi yang
yang diperoleh para peternak dari usahanya itu. dibarengi dengan harga pakan konsentrat yang
Untuk itu perlu dilakukan analisis keuntungan relatif masih murah. Namun apabila ditelusuri
yang merupakan selisih antara besarnya lebih lanjut, ternyata keuntungan yang diperoleh
penerimaan dengan besarnya biaya produksi. para peternak sapi perah itu masih belum
Tabel 4. Penerimaan, biaya produksi dan keuntungan usaha sapi perah di Kabupaten Cirebon, 2000
1. Penerimaan :
a. Penjualan susu 1.060.000 69,50
b. Penjualan pedet dan sapi afkir 465.278 30,50
Jumlah 1.525.278 100,00
2. Biaya produksi :
a. Pakan 274.908 37,73
b. Tenaga kerja 345.000 47,35
c. Obat dan perkawinan sapi 37.570 5,17
d. Penyusutan peralatan 21.396 2,94
e. Penyusutan kandang 15.019 2,06
f. Lain -lain 34.700 4,76
Jumlah 728.693 100,00
3. Keuntungan 796.585 -
maksimal. Ada dua faktor yang menyebabkan kan yang masih sangat sederhana tersebut tidak
keuntungan yang diperoleh para peternak sapi akan dapat diharapkan kemampuan berproduksi
perah di Kabupaten Cirebon belum maksimal, susu yang tinggi.
yaitu kemampuan berproduksi susu sapi perah Melihat kepada bahan dan susunan
yang dipelihara yang relatif rendah dan kompo- bahan konsentrat yang diberikan para peternak
sisi sapi perah yang dipelihara belum ekonomis. kepada sapi perahnya yang sedang berproduksi
Sebagaimana telah diutarakan, bahwa susu di Kabupaten Cirebon tersebut, peluang
kemampuan berproduksi susu sapi perah yang untuk meningkatkan kemampuan berproduksi
diusahakan di Kabupaten Cirebon relatif rendah, susu masih terbuka dengan perbaikan kualitas
berkisar antara 4 sampai dengan 8 liter/ekor/ pakan konsentrat. Peningkatan kemampuan
hari dengan rata-rata 5,8 liter/ekor/hari. Sebagai berproduksi susu akan memberi peluang pula
perbandingan dapat dikemukakan kemampuan terhadap peningkatan keuntungan.
berproduksi susu sapi perah di daerah Tan- Hal lain yang masih memungkinkan untuk
jungsari (Sumedang) yang juga merupakan meningkatkan keuntungan para peternak sapi
dataran rendah, berkisar antara 12,7 sampai perah di Kabupaten Cirebon adalah dengan jalan
dengan 15,7 liter/ekor/hari (Siregar, 2001). menata kembali komposisi sapi perah yang
Di antara berbagai faktor yang dipelihara para peternak. Dalam hal ini sapi
menyebabkan rendahnya kemampuan berpro- perah yang non produktif ataupun yang masih
belum berproduksi susu harus dikurangi semi-
duksi susu sapi-sapi perah di Kabupaten Cire-
nimal mungkin. Pengurangan sapi perah yang
bon terutama adalah pakan. Pengaruh suhu
demikian ini akan mengurangi biaya produksi
udara yang relatif panas di daerah dataran
yang berdampak terhadap peningkatan
rendah terhadap kemampuan berproduksi susu
keuntungan.
sapi perah akan dapat dikurangi dengan
pemberian pakan yang baik (kuantitas dan
KESIMPULAN
kualitas). Walaupun diantara peternak ada yang
memberikan rumput raja pada sapi perahnya Pengembangan usaha sapi perah di
yang sedang berproduksi susu, namun sebagian Kabupaten Cirebon yang berdataran rendah
besar hijauan yang diberikan adalah limbah dan bersuhu udara relatif panas akan mengalami
pertanian berupa jerami padi, daun jagung dan hambatan apabila dampak suhu udara tidak
daun kacang-kacangan. Pemberian hijauan dapat ditanggulangi. Penanggulangan dapat dila-
yang demikian pada sapi perah yang sedang kukan dengan membangun kandang sapi perah
berproduksi susu harus dibarengi dengan yang sesuai dengan iklim tropis, pemberian
pemberian pakan konsentrat yang berkualitas pakan yang padat energi dan peningkatan
tinggi, terutama kandungan protein dan frekuensi pemberian pakan. Dalam jangka
energinya yang minimal 18% protein kasar dan panjang sapi perah yang dipelihara para peter-
75% TDN (Siregar, 1996). Susunan bahan nak selama ini perlu diremajakan dengan sapi
pakan konsentrat yang diberikan para peternak perah yang relatif tahan terhadap udara panas.
bagi sapi perahnya yang sedang berproduksi Ketersediaan pakan dan harga susu yang
susu terdiri dari 70,0% ampas tahu; 28,5% relatif tinggi dan berdampak positif terhadap
dedak padi; 1,3% kulit kacang tanah; dan 0,4% perolehan keuntungan, merupakan peluang yang
garam dapur. Bahan dan susunan pakan kon- perlu dioptimalkan dalam pengembangan usaha
sentrat yang demikian itu, disamping unsur sapi perah di Kabupaten Cirebon. Peluang
nutriennya yang tidak lengkap adalah juga kan- pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten
dungan protein kasar dan energinya tidak akan Cirebon akan lebih terbuka dan terpacu dengan
mencapai 18% dan 75% TDN. Pemberian pa- meningkatkan populasi sapi perah yang
mengacu kepada peningkatan skala usaha, Kusnadi, U., Soeharto Pr. & M. Sabrani. 1983.
peningkatan kemampuan berproduksi susu Efisiensi usaha peternakan sapi perah yang
tergabung dalam koperasi di Daerah
melalui perbaikan pakan dan penataan kom- IstimewaYogyakarta. Prosiding Pertemuan
posisi sapi perah yang dipelihara kearah yang Ilmiah Ruminansia Besar. 6-9 Desember 1982.
lebih ekonomis. Bogor. Hlm. 94-103.
Purwanto, K. 1979. Uji produksi sapi perah laktasi
DAFTAR PUSTAKA pada perusahaan peternakan sapi perah di
Cirebon. Fakultas Peternakan, Institut Perta-
nian Bogor, Bogor.
BAPPEDA. 2001. Kabupaten Cirebon dalam Angka.
Siregar, M. E. 1989. Produksi hijauan dan nilai
Badan Perencana Pembangunan Daerah dan
nutrisi tiga jenis rumput Pennisetum dengan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon,
Cirebon. sistem potong angkut. Prosiding Pertemuan
Daryono, Y. M. Atmadja, & A. B. D. Martanegara. Ilmiah Ruminansia Besar. 8-10 November
1988. Analisis ekonomi kombinasi usaha sapi 1988. Bogor. Hlm. 1- 4.
perah dengan usahatani sayuran di Kecamat- Siregar, S. B. 2001. Peningkatan kemampuan ber-
an Pangalengan. Bandung. Prosiding Per- produksi susu sapi perah laktasi melalui pem-
temuan Ilmiah Ruminansia. 8-10 November berian pakan dan frekuensi pemberiannya.
1988, Bogor. Hlm. 77- 83. J. Ilmu Ternak dan Veteriner No. 2 : 76- 82.
Dinas Peternakan Kabupaten Cirebon. 2000. Siregar, S. B. 1996. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeli-
Peternakan dalam Angka. Dinas Peternakan haraan, dan Analisis Usaha. PT. Penebar Swa-
Kabupaten Cirebon, Cirebon. daya, Jakarta.
Dinas Peternakan Kabupaten Cirebon. 2001. Ren- Sitorus, P. 1991. Strategi Penelitian Menunjang Pem-
cana Strategis Dinas Peternakan Kabupaten bangunan Peternakan di Nusa Tengga-
Cirebon. Dinas Peternakan Kabupaten Cire- raTimur. Puslitbang Peternakan, Bogor.
bon, Cirebon. Soekanto, L. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian
Dinas Peternakan Kabupaten Jawa Timur. 1993. untuk menunjang kebutuhan pakan ternak.
Buku Statistik Dinas Peternakan Propinsi Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia
Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya. Besar. 6-9 Desember 1982. Bogor. Hlm. 78-84.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1991. Pengala- Sudono, A. 1983. Perkembangan ternak ruminansia
man Usahatani Magang di Jepang dan Pelak- ditinjau dari ilmu pemuliaan ternak di Indo-
sanaan Usahatani Setelah Magang. Direk- nesia. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminan-
torat Jenderal Peternakan, Jakarta. sia Besar. 6-9 Desember 1982. Bogor. Hlm.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2001. Buku Statis- 361- 367.
tik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternak- Sugiarti, T. & S. B. Siregar. 1999. Dampak pelaksa-
an, Jakarta. naan inseminasi buatan (IB) terhadap pening-
Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Buku Sta- katan pendapatan peternak sapi perah di dae-
tistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peter- rah Jawa Barat. J. Ilmu Ternak dan Veteriner
nakan, Jakarta. No. 1: 1- 6.