Anda di halaman 1dari 299

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEPS RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi. Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci. Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Aseps Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode. Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Aseps Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci. Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.

Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari. Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg. Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil

dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram. Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Aseps Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Aseps Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEPS RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul Nama NRP

: Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat : Nandana Duta Widagdho : A14104132

Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEPS RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nandana Duta Widagdho A14104132

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasanketerbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.

Bogor, Mei 2008

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi. 3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan. 5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan. 6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu penulis. 7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian pada peternakan kelinci miliknya. 8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes, Pretty, Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang dan susah selama menjalani masa perkuliahan. 10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera Nova, Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa perkuliahan. 12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah menjadi bagian baru dari penulis. 13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis. 14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi, Geri, Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, perhatian, bantuan dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.. 15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi, Eca, Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan memberikan masukan pada seminar skripsi penulis. 16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci dan Kerabatnya............................................................... 11 2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13 2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13 2.2.2 Pakan ................................................................................. 14 2.2.3 Kandang............................................................................. 14 2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15 2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16 2.2.6 Panen dan Pascapanen........................................................ 17 2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17 2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17 2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18 2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18 2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27 3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31 3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44 4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44 4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data ......................44 4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45 4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46 4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49 4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50 4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54 5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan................................................... 56 5.4 Rencana Pengembangan Proyek.................................................. 56

BAB VI

ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS 6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58 6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58 6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58 6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61 6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar................................................. 62 6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63 6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65 6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65

xi

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65 6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70 6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71 BAB VII ASPEK FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72 7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72 7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74 7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78 7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79 7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81 7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81 7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82 7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86 7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87 7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88 7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88 7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90 7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93 7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94 7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95 7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99 8.2 Saran ......................................................................................... 99 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101 LAMPIRAN ................................................................................................... 103

xii

DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha...........................................................................................1 Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2 Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)....................... 3 Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3 Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4 Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6 Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73 Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I..... 74 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79 Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79 Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II...... 82 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87 Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87 Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93 Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III............................... 94 Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97 Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97 Halaman

DAFTAR GAMBAR
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. Halaman Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga................ 37 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43 Struktur Organisasi Aseps Rabbit Project .................................... 56 Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60 Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62 Struktur Organisasi ........................................................................ 64

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Halaman Timetable Pola Usaha I TahunPertama....103 Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104 Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105 Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106 Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107 Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108 Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110 Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110 Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111 Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I.............. 112 Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113 Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113 Nilai Sisa Pola Usaha II........................................................................ 113 Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115 Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115 Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116 Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116 Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III................................. 117 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117 Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118

30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.

Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118 Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119 Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha I ......................................................................................... 121 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Pola Usaha I ......................................................................................... 122 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I ......................................................................................... 123 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I ......................................................................................... 124 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha I ......................................................................................... 125 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha I ......................................................................................... 126 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I ......................................................................................... 127 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I ......................................................................................... 128 Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129 Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II........................................................................................ 131 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II........................................................................................ 132 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II........................................................................................ 133 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II........................................................................................ 134 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha II........................................................................................ 135

48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61.

Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha II........................................................................................ 136 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II........................................................................................ 137 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II........................................................................................ 138 Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139 Laporan Laba Rugi Pola Usaha III........................................................ 140 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III ...................................................................................... 141 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III ...................................................................................... 142 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha III ...................................................................................... 143 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha III ...................................................................................... 144 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha III ...................................................................................... 145 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha III ...................................................................................... 146 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III ...................................................................................... 147 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III ...................................................................................... 148 Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149

I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu

sumber

pertumbuhan,

khususnya

bagi

sektor

pertanian

dan

umumnya

perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan. Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Listrik dan Air Gas Konstruksi Perdaganagan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa Total Jumlah 381.373 4.600 395.440 3.913 89.604 278.621 133.974 15.590 162.582 1.465.670 Persentase 26,02 0,32 26,98 0,27 6,11 19,01 9,14 1,06 11,09 100

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah 2004

Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari polusi. Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) No. Jenis 2003 1. 2. 3. Daging Telur Susu 6,05 4,11 6,69 Tahun 2004 6,28 4,68 9,47 2005 5,79 4,34 9,32 2006 6,43 4,64 9,35 Pertumbuhan dari tahun 2005 s/d 2006 (%) 11,41 6,91 0,32

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006

Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19 kg/kapita/tahun Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging daging ini mudah didapatkan di pasar (Tabel.3). Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) No. 1. 2. Komoditi Sapi dan kerbau Ayam dan unggas 1996 0,72 1,30 1999 0,52 0,57 Tahun 2002 0,572 3,338 2004 0,676 3,692 2005 0,468 3,848

Sumber : BPS, 2006

Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan (Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan. Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 20022006 (Ton) No. 1. 2. 3. 4. Komoditas Daging Sapi Daging Ayam Daging Kambing Daging unggas lain 2004 11.772,011 1.193,779 519,710 2,347 2005 19.957,195 3.817,300 829,561 0,577 2006 24.078,542 3.331,439 711,750 52,635

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging

sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp 55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada kisaran Rp 60.000 (Aseps Rabbit Project). Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun, seekor kelinci dapat beranak 4 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 6 ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001). Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging Jenis Daging Sapi Domba Ayam Kelinci Energi Sodium Lemak Jenuh Kadar Air Protein Lemak (Kkal/kg) (mg/g) (mg/g) (%) (%) (%) 380 65 41,3 49 15,5 35 345 75 55,4 53 15 31 200 70 67 19,5 12 160 40 37 70 21 8

Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo (2001)

Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit, hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias. Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan

menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri intensif seperti ayam. Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay (rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan. Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga Indonesia yaitu Anggora, Champagne dArgent, Carolina, Checkered giant, Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist. Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani alternatif.

Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)
No. 1. 2. 4. 5. Komoditas Sapi Kelinci Kambing Ayam 2002 77.677 570 39.074 2.346.322 2003 111.432 16.793 1.708 2.760.691 2004 19.164 18.385 387 100.867 2005 87.546 60.000 1.228 316

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi. 1.2 Perumusan Masalah Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002 volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah 16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000

ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen. Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Aseps Rabbit Project. Aseps Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan kelinci potong bila ada pesanan. Aseps Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Aseps Rabbit Project juga memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang diproduksi oleh Aseps Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan. Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi. Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata uang rupiah.

Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun nonoperasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih bersifat sederhana. Selain itu Aseps Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Aseps Rabbit project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya. Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peternakan Aseps Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen? 2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project adalah layak? 3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,

maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial. 2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. 3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya. 2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.

10

1.5

Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,

aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.

II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Kelinci dan Kerabatnya Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan

dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di berikut ini. a. Pika Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest (Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona princeps). Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan. Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan

12

memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga terdapat pada kelinci dan terwelu. b. Terwelu Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 70 cm, bobot 4 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata. Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa melampaui hidung. Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat. Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh. Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam. Warna bulu di bagian perut putih. c. Kelinci Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan kelinci liar dewasa 45 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.

13

Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil, daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari perlindungan ketika merasa terancam bahaya. 2. 2 Teknik Budidaya Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus

menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen. 2.2.1 Pemilihan Bibit Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana, Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.

14

2.2.2 Pakan Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian, dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran, daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lainlain. Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan stabil nila gizinya. Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum, kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar. 2.2.3 Kandang Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya

15

dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim, kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran 200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas sapih. Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi : 1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda. 2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya dipakai sebagai kandang kelinci hias. 3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam peternakan kelinci secara intensif. Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik berupa kreolin maupun Lysol. 2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 10 bulan, pada saat itulah kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting

16

selama 30 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 14 hari setelah perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 10 ekor tergantung kepada jenis tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur 56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal jumlah susu yang dihasilkan induk. 2.2.5 Penyakit Kelinci Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya, tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks, pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm, kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina. Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.

17

2.2.6 Penen dan Pascapanen Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 10 bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama 6 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong, yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen 52 persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung maupun di fermentasikan dahulu sebagai bokashi. Di samping itu kotoran kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi. 2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci

2.3.1 Bahan Pangan Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang, Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan

18

oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produkproduk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging kelinci. 2.3.2 Penghasil Kulit Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan. Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negaranegara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,

menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket, tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia, Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan. 2.3.3 Kegunaan Lain Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat

19

ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan. 2.4 Penelitian terdahulu Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda, kebanyakan penelitian penelitian terhaulu mengkaji proyek proyek di sektor off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan terong belanda. Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis aspek aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi perubahan perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku (umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,

20

teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing masing jabatan telah diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang dibutuhkan pun telah terinci dengan baik. Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP selama 2 tahun 5,9 bulan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap

21

kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen. Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi

pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing masing pola usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan

pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya. Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan. Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta

22

menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasimanajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 11 bulan. Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan biaya tenaga kerja.

23

Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan; Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan peningkatan harga input. Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi, teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan dengan system kandang bertingkat. Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763 juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.

24

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman dari peternakan Hajrul Harahap Farm. Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial, karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp 6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek. Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial

perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu

25

sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya perubahan manfaat dan biaya. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta pemasaran tahu yang cukup luas. Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72

26

persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu sumber rezeki dalam menjalankan usahanya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitianpenelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan

investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko kerugian di masa datang dapat diantisipasi. 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan, perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian. Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber

28

untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al, 1999). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005). Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu (Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat sekitar proyek tersebut. Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang

29

menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan, serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada. Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan. Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor, pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar, 2005). Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986). Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek. Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.

30

1.

Aspek pasar meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.

2. Aspek teknis Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000). 3. Aspek manajemen Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat. Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)

31

4. Aspek finansial Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan. Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek dapat dijalankan atau tidak. Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan. 3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa

32

financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan. Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik. Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam jangka waktu tertentu (Umar, 2005).

33

Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orangorang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek. Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri. Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman, dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya. Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.

34

a. Teori Biaya dan Manfaat Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit) didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan. Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan. b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (Gittinger, 1986).

35

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang (present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash Flow Method). Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu. Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi, reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai uang pada masa yang akan datang. c. Umur Proyek Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et. al, 1999) : 1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya. 2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar, umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk

36

proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien). d. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal (Keown, 2001). Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV 0). Jika nilai NPV

sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam

37

proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol.

NPV (Rp)

i=IRR Suku Bunga ( persen)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga

38

Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV) dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi daripada IRR. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut. Discounted Payback Periode Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan

39

bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lainnya. Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan. 3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada. Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya perubahan-perubahan. Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak diusahakan. Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan

40

tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris paribus) 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Produk produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar dalam negeri. Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi

41

daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4. Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit bibit pilihan saja. Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Aseps Rabbit Project. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps

42

Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut. Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi

ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahanperubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.

43

Permintaan pada Aseps Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Aseps Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar. Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan? Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

Analisis kelayakan Usaha

Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial

Aspek finansial NPV IRR Net B/C Payback Periode Analisis Switching Value

Tidak Layak

layak

Reinvestasi usaha Realokasi sumberdaya Reevaluasi manajemen, pasar, dan teknik budidaya

Pengembangan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project yang terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan, sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahanbahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait baik dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan dari penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB. 4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data Penetuan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari

45

liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian besar merupakan kelinci hias. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan : a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya. b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di peternakan kelinci Aseps Rabbit Project mulai dari proses pemberian pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan manajemen. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial kelayakan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program

46

komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara deskriptif. Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi, yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan. 4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya, rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted Payback Periode). 1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV =
n t =1

(1 + i )

Bt

n t =1

Ct = (1 + i ) t

n t =1

Bt Ct (1 + i) t

47

Keterangan : Bt Ct i n = Manfaat yang diterima tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu: 1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan. 2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama

dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan. 3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena

hanya akan mendatangkan kerugian. 2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan

sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif, sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam

48

tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
n t =1 n t =1

Net B/C =

Bt C t (1 + i ) t C t Bt (1 + i ) t

dimana ;

(Bt Ct (Bt Ct

> 0) < 0)

Keterangan : Bt Ct i t = Manfaat yang diterima tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu: 1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. 2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya akan mendatangkan kerugian.

3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)


IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang

49

menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1 dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai IRR adalah :

IRR = i1 +

NPV1 (i2 i1 ) NPV1 NPV 2

Keterangan : i1 i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil

NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak menguntungkan dan tidak juga merugikan.

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback Periode)


Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan

50

pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode berikut : adalah sebagai

Payback Periode =
Keterangan : i Ab

i Ab

= Besarnya investasi yang dibutuhkan = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.

Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko yang dihadapi oleh investor (pengusaha).

4.4.3 Analisis Switching value


Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan perkiraan dalam perencanaan. Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan

51

produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga output dan menurunkan produksi.

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan


Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut : 1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar. 2. Pengusaha menggunakan modal sendiri. 3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8 persen 4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini yakni tahun 2008. 5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi

karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul), dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging. Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan (lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.

52

6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008. 7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah bulan. 8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina. 9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran. 10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor. 11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama 28 hari atau satu bulan. 12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging. 13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram per ekor. 14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang sudah melewati masa menyusui dan siap disapih. 15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga

53

jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak adalah Rp 15.000 per kilogram hidup. 16. Anlisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun 2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1

Profil Perusahaan Aseps Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis

sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci kelinci hias yang akan dijual pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging. Bentuk usaha yang digunakan oleh Aseps Rabbit Project merupakan usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi, yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci kelinci hias yang berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu berusaha menghasilkan kelinci kelinci persilangan yang memiliki keunggulan dibandingkan induknya. 5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung 300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.

55

Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100 orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep. Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project menggunakan pola usaha budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan, sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki kandungan yang sesuai dengan kelinci. Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik, sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak kelinci. Saat ini Aseps Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Aseps Rabbit Project mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan, dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.

56

5.3

Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi yang dimiliki oleh Aseps Rabbit Project sangat

sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Aseps Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum, pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap

Karyawan tetap

Karyawan harian

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 3. Struktur Organisasi Aseps Rabbit Project 5.4 Rencana Pengembangan Proyek Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua

57

yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project adalah budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan. Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton per bulan.

VI

ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS


Pola Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan

6.1

berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project yang dibuat berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Aseps Rabbit Project. Pola usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging . Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2. Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor. Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan. 6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Aseps Rabbit Project Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :

59

a. Peluang Pasar Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor, Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Aseps Rabbit Project tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia datang langsung ke lokasi usaha. b. Bauran Pemasaran Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran. Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan promosi. Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan. Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan

60

kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah secepat mungkin. Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari jumlah permintaan ini Aseps Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan 100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.

Aseps Rabbit Project Pedagang Jakarta Luar Jakarta

Konsumen anakan kelinci


Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci

61

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Aseps Rabbit Project Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut : a. Peluang Pasar Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya. Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya saat ini belum diambil oleh Aseps Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi. Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal ini pemilik restoran (Aseps Rabbit Project). b. Bauran Pemasaran Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup. Pada pola usaha I Aseps Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani

62

dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci saja. Strategi ini juga membuat Aseps Rabbit Project tidak mengeluarkan investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Kelompok Peternak kelinci Aseps Rabbit Project Restoran Jakarta (Pasar saat ini) Surabaya (Pasar potensial)

Konsumen akhir daging kelinci


Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging 6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Aseps Rabbit Project Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga

63

yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan kelinci layak untuk dijalankan. 6.3 Aspek Manajemen Aseps Rabbit Project Aspek manajemen pada peternakan kelinci Aseps Rabbit Project mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project. Organizing merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna menjalankan peternakan Aseps Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Aseps Rabbit Project. Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Aseps Rabbit Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan, serta penerimaan yang akan didapatkan.

64

Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Aseps Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Aseps Rabbit Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet, serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Aseps Rabbit Project dijabarkan dalam Gambar 6.

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap

Karyawan tetap

Karyawan harian

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 6. Struktur organisasi

65

Kontrol dalam Aseps Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh peternakan. 6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik, organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha. 6.4 Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging. 6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci Budidaya anakan kelinci pada Aseps Rabbit Project (pola usaha I dan II) dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur

66

pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional. Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (Sarwono, 2001) : Lokasi Kandang Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah. Lantai Kandang Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk

67

beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah. Suasana Tenang dan Aman Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus. Pola Kandang Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh peternak. 2. Persiapan Peralatan Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci antara lain : Kotak Sangkar Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak kelinci yang baru lahir. Tempat Pakan dan Minum Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya. Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 10 cm dengan diameter

68

15 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang, bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci. Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan) Alat alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember. 3. Pembelian Mesin Pakan Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak 1 persen, dan rumput 19 persen (Aseps Rabbit Project). Komposisi pakan tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci. 4. Pemilihan Induk Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya produksi, dan nilai ekonomis. 5. Penyesuaian Induk Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya. Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,

69

penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar terbiasa dengan kondisi kandang yang baru. 6. Perkawinan Induk Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil. Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001). 7. Masa Melahirkan Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen, sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5 ekor (Aseps Rabbit Project). 8. Masa Menyusui Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.

70

9. Panen Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian. Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000. 6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan, tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih. Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4 bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan. Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.

71

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada peternakan Aseps Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk diusahakan.

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Analisis

kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III. Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value. 7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Aseps Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

73

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan. Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 3.500 6.000 6.000 6.000 21.500 Nilai (Rp) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 1.075.000.000

Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan

74

dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Aseps Rabbit Project. Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun 1 2 3 4 Total Nilai Beli (Rp) 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 615.000.000 Nilai Jual (Rp) 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 738.000.000 Penerimaan(Rp) 15.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 123.000.000

Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage value dapat dilihat pada Lampiran 13. 7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow) Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow). a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek (tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:

75

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang digunakan sebagai Rp 24.000.000. 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000. 6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

76

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang, dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Komposisi pakan yang dibuat oleh Aseps Rabbit Project adalah: dedak 40 persen, bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Aseps Rabbit Project). Biaya operasional tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Aseps Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya

77

yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Aseps Rabbit Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran 15. Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun berikutnya Aseps Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya dapat dilihat pada Lampiran 16. c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya, sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap

78

harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun pertama dapat dilahat pada lampiran 17. Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18. 7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan

79

bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat pada Lampiran 31. Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I Kriteria Investasi NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode 7.1.4 Analisis Switching value Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10 dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai Lampiran 40. Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I Faktor perubahan Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 33,56 - 33,56 + 181,88 + 295,53 Nilai 363.123.588 1,88 31 3,17

80

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih tinggi dari Rp 33.220 Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun kedua. Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila

81

kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari Rp 13.239 per kg. 7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Aseps Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan. Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 11.

82

Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 3.500 6.000 6.000 6.000 21.500 Nilai (Rp) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 1.075.000.000

Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi dapat dilihat pada Lampiran 19. 7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow) Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan dalam arus kas. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola usaha I yaitu terdiri dari:

83

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang digunakan sebagai Rp 24.000.000 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000. 6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

84

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan Rp 40.320.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-

85

obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21. Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12 bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22 c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas, makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000. Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II. Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih

86

perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24. 7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.

87

Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II Kriteria Investasi NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun) 7.2.4 Analisis Switching value Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50. Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II Faktor perubahan Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 22,08 - 22,08 + 153,85 + 228,60 Nilai 238.830.471 1,56 20 2,47

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini

88

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960. Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak. Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram. 7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir.

89

Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14 menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun. Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 2 500 6 000 6 000 6 000 23 000 Nilai (Rp) 90 000 000 216 000 000 216 000 000 216 000 000 744 000 000

Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value. Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen dalam hal ini Aseps Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun

90

keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25. 7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow) Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari: 1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang digunakan sebagai Rp 24.000.000 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

91

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. 6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha III. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbedabeda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan

92

kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci. Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya operasional tahun pertama pola usaha III. Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat. c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok, perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran 29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang

93

baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat dilihat pada Lampiran 30. 7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 51. Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III Kriteria Investasi NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode Nilai 115.979.976 2,33 43 4,66

94

7.3.4 Analisis Switching value Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi, penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai Lampiran 60. Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III Faktor perubahan Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 15.56 - 15,56 + 448.67 + 127.53

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada

95

penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066 ekor. Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai 448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53 persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg. 7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola Usaha Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola usaha III yang paling layak untuk diusahakan. Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang

96

diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33. Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil. Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat pengembalian nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback periode sebesar 3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback periode sebesar 2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III memiliki payback periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari. Perbandingan hasil analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV sebesar Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback periode sebesar 4,66.

97

Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha No 1. Kriteria kelayakan Total Biaya Tahun ke-1 Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4 NPV (Rp) Net B/C IRR (persen) PP (tahun) Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 712.070.000 637.070.000 184.180.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 363.123.588 238.830.471 115.979.976 1,88 1,56 2,33 31 20 43 3,17 2,47 4,66

2. 3. 4. 5.

7.5

Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola

usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci No 1. 2. 3. 4. Parameter Penurunan harga output Penurunan volume produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 33,56 22,08 15.56 33,56 22,08 15,56 181,88 153,85 448.67 295,53 228,60 127.53

Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36

98

terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha. Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel, sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan resiko yang lebih kecil. Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1

Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. 2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. 3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi.

8.2

Saran Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Aseps

Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain : 1. Aseps Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat

100

pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Aseps Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. 2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya. Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian. Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek Proyek Pertanian. Edisi kedua. UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat. Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu). Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan Tingkat Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

102

Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

LAMPIRAN

RINGKASAN Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi. Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci. Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Aseps Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode. Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Aseps Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci. Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,

persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari. Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88

persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg. Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram. Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Aseps Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Aseps Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan

kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEPS RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul Nama NRP

: Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat : Nandana Duta Widagdho : A14104132

Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEPS RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Widagdho

Nandana Duta A14104132

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.

Bogor, Mei 2008

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi. 3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan. 5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu penulis. 7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian pada peternakan kelinci miliknya. 8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes, Pretty, Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang dan susah selama menjalani masa perkuliahan. 10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera Nova, Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa perkuliahan. 12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah menjadi bagian baru dari penulis. 13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis. 14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi, Geri, Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan,

perhatian, bantuan dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.. 15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi, Eca, Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan memberikan masukan pada seminar skripsi penulis. 16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci dan Kerabatnya............................................................... 11 2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13 2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13 2.2.2 Pakan ................................................................................. 14 2.2.3 Kandang............................................................................. 14 2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15 2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16 2.2.6 Panen dan Pascapanen........................................................ 17 2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17 2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17 2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18 2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18 2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27 3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31 3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44 4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44 4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data ......................44 4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45 4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46 4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49 4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50 4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54 5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan................................................... 56 5.4 Rencana Pengembangan Proyek.................................................. 56

BAB VI

ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS 6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58 6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58 6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58 6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61 6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar................................................. 62 6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63

6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65 6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65 6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65 6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70 6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71 BAB VII ASPEK FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72 7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72 7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74 7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78 7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79 7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81 7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81 7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82 7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86 7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87 7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88 7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88 7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90 7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93 7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94 7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95 7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99 8.2 Saran ......................................................................................... 99 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101 LAMPIRAN ................................................................................................... 103

DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha...........................................................................................1 Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2 Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)....................... 3 Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3 Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4 Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6 Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73 Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I..... 74 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79 Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79 Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II...... 82 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87 Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87 Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89 Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93 Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III............................... 94 Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97 Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97 Halaman

DAFTAR GAMBAR
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. Halaman Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga................ 37 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43 Struktur Organisasi Aseps Rabbit Project .................................... 56 Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60 Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62 Struktur Organisasi ........................................................................ 64

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Halaman Timetable Pola Usaha I TahunPertama....103 Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104 Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105 Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106 Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107 Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108 Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109 Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110 Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110 Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110 Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111 Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I.............. 112 Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113 Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113 Nilai Sisa Pola Usaha II........................................................................ 113 Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115 Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115 Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116 Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116 Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116 Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III................................. 117 Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117

29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.

Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118 Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118 Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119 Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha I ......................................................................................... 121 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Pola Usaha I ......................................................................................... 122 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I ......................................................................................... 123 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I ......................................................................................... 124 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha I ......................................................................................... 125 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha I ......................................................................................... 126 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I ......................................................................................... 127 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I ......................................................................................... 128 Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129 Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II........................................................................................ 131 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II........................................................................................ 132 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II........................................................................................ 133 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II........................................................................................ 134 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha II........................................................................................ 135

48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61.

Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha II........................................................................................ 136 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II........................................................................................ 137 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II........................................................................................ 138 Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139 Laporan Laba Rugi Pola Usaha III........................................................ 140 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III ...................................................................................... 141 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III ...................................................................................... 142 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha III ...................................................................................... 143 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha III ...................................................................................... 144 Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha III ...................................................................................... 145 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi Pola Usaha III ...................................................................................... 146 Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III ...................................................................................... 147 Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III ...................................................................................... 148 Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya

perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan. Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Listrik dan Air Gas Konstruksi Perdaganagan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa Total Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah 381.373 4.600 395.440 3.913 89.604 278.621 133.974 15.590 162.582 1.465.670 Persentase 26,02 0,32 26,98 0,27 6,11 19,01 9,14 1,06 11,09 100

2004 Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari polusi. Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) No. Jenis 2003
1. 2. Daging Telur 6,05 4,11

Tahun 2004
6,28 4,68

2005
5,79 4,34

2006
6,43 4,64

Pertumbuhan dari tahun 2005 s/d 2006 (%) 11,41 6,91

3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006 Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19 kg/kapita/tahun Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging daging ini mudah didapatkan di pasar (Tabel.3). Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) No. Komoditi 1996 0,72 1,30 1999 0,52 0,57 Tahun 2002 0,572 3,338 2004 0,676 3,692 2005 0,468 3,848

1. Sapi dan kerbau 2. Ayam dan unggas Sumber : BPS, 2006

Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan (Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan. Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 20022006 (Ton)
No. Komoditas 2004 1. Daging Sapi 11.772,011 2. Daging Ayam 1.193,779 3. Daging Kambing 519,710 4. Daging unggas lain 2,347 Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007 2005 19.957,195 3.817,300 829,561 0,577 2006 24.078,542 3.331,439 711,750 52,635

Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu

harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp 55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada kisaran Rp 60.000 (Aseps Rabbit Project). Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun, seekor kelinci dapat beranak 4 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 6 ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001). Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging Jenis Energi Sodium Lemak Jenuh Kadar Daging (Kkal/kg) (mg/g) (mg/g) (%) Sapi 380 65 41,3 Domba 345 75 55,4 Ayam 200 70 Kelinci 160 40 37 Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo (2001) Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit, hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias. Air Protein Lemak (%) (%) 49 15,5 35 53 15 31 67 19,5 12 70 21 8

Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri intensif seperti ayam. Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay (rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan. Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga Indonesia yaitu Anggora, Champagne dArgent, Carolina, Checkered giant, Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist. Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai

target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani alternatif. Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton) No. Komoditas 2002 2003 1. Sapi 77.677 111.432 2. Kelinci 570 16.793 4. Kambing 39.074 1.708 5. Ayam 2.346.322 2.760.691 Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007 2004 19.164 18.385 387 100.867 2005 87.546 60.000 1.228 316

Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi. 1.2 Perumusan Masalah Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002

volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah 16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000 ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen. Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Aseps Rabbit Project. Aseps Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan kelinci potong bila ada pesanan. Aseps Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Aseps Rabbit Project juga memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang diproduksi oleh Aseps Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan. Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi. Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang

diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata uang rupiah. Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun nonoperasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih bersifat sederhana. Selain itu Aseps Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Aseps Rabbit project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya. Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peternakan Aseps Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen? 2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project adalah layak? 3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,

maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial. 2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. 3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya. 2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,

aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Kelinci dan Kerabatnya Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan

dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di berikut ini. a. Pika Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest (Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona princeps). Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan. Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan

memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga terdapat pada kelinci dan terwelu. b. Terwelu Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 70 cm, bobot 4 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata. Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa melampaui hidung. Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat. Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh. Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam. Warna bulu di bagian perut putih. c. Kelinci Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan kelinci liar dewasa 45 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.

Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil, daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari perlindungan ketika merasa terancam bahaya. 2. 2 Teknik Budidaya Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus

menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen. 2.2.1 Pemilihan Bibit Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana, Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.

2.2.2 Pakan Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian, dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran, daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lainlain. Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan stabil nila gizinya. Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum, kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar. 2.2.3 Kandang Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya

dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim, kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran 200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas sapih. Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi : 1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda. 2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya dipakai sebagai kandang kelinci hias. 3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam peternakan kelinci secara intensif. Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik berupa kreolin maupun Lysol. 2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 10 bulan, pada saat itulah kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting

selama 30 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 14 hari setelah perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 10 ekor tergantung kepada jenis tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur 56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal jumlah susu yang dihasilkan induk. 2.2.5 Penyakit Kelinci Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya, tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks, pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm, kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina. Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.

2.2.6 Penen dan Pascapanen Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 10 bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama 6 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong, yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen 52 persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung maupun di fermentasikan dahulu sebagai bokashi. Di samping itu kotoran kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi. 2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci

2.3.1 Bahan Pangan Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang, Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan

oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produkproduk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging kelinci. 2.3.2 Penghasil Kulit Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan. Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negaranegara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,

menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket, tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia, Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan. 2.3.3 Kegunaan Lain Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat

ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan. 2.4 Penelitian terdahulu Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda, kebanyakan penelitian penelitian terhaulu mengkaji proyek proyek di sektor off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan terong belanda. Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis aspek aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi perubahan perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku (umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,

teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing masing jabatan telah diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang dibutuhkan pun telah terinci dengan baik. Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP selama 2 tahun 5,9 bulan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap

kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen. Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi

pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing masing pola usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan

pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya. Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan. Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta

menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasimanajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 11 bulan. Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan biaya tenaga kerja.

Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan; Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan peningkatan harga input. Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi, teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan dengan system kandang bertingkat. Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763 juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman dari peternakan Hajrul Harahap Farm. Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial, karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp 6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek. Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial

perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu

sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya perubahan manfaat dan biaya. Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta pemasaran tahu yang cukup luas. Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72

persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu sumber rezeki dalam menjalankan usahanya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitianpenelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan

investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko kerugian di masa datang dapat diantisipasi. 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan, perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian. Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber

untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al, 1999). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005). Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu (Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat sekitar proyek tersebut. Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang

menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan, serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada. Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan. Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor, pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar, 2005). Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986). Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek. Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.

1.

Aspek pasar meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.

2. Aspek teknis Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000). 3. Aspek manajemen Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat. Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)

4. Aspek finansial Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan. Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek dapat dijalankan atau tidak. Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan. 3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa

financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan. Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik. Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam jangka waktu tertentu (Umar, 2005).

Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orangorang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek. Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri. Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman, dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya. Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.

a. Teori Biaya dan Manfaat Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit) didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan. Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan. b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (Gittinger, 1986).

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang (present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash Flow Method). Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu. Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi, reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai uang pada masa yang akan datang. c. Umur Proyek Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et. al, 1999) : 1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya. 2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar, umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk

proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien). d. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal (Keown, 2001). Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV 0). Jika nilai NPV

sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam

proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol.

NPV (Rp)

i=IRR Suku Bunga ( persen)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga

Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV) dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi daripada IRR. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut. Discounted Payback Periode Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan

bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lainnya. Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan. 3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada. Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya perubahan-perubahan. Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak diusahakan. Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan

tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris paribus) 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Produk produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar dalam negeri. Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi

daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4. Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit bibit pilihan saja. Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Aseps Rabbit Project. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Aseps

Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut. Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi

ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahanperubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.

Permintaan pada Aseps Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Aseps Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar. Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan? Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

Analisis kelayakan Usaha

Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial

Aspek finansial NPV IRR Net B/C Payback Periode Analisis Switching Value

Tidak Layak

layak

Reinvestasi usaha Realokasi sumberdaya Reevaluasi manajemen, pasar, dan teknik budidaya

Pengembangan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project yang terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan, sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahanbahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait baik dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan dari penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB. 4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data Penetuan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari

liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian besar merupakan kelinci hias. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan : a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya. b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di peternakan kelinci Aseps Rabbit Project mulai dari proses pemberian pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan manajemen. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial kelayakan peternakan kelinci Aseps Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program

komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara deskriptif. Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi, yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Aseps Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan. 4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya, rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted Payback Periode). 1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV =
n t =1

(1 + i )

Bt

n t =1

Ct = (1 + i ) t

n t =1

Bt C t (1 + i) t

Keterangan : Bt Ct i n = Manfaat yang diterima tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu: 1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan. 2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama

dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan. 3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena

hanya akan mendatangkan kerugian. 2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat tambahan manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat

dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan

sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif, sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam

tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
n t =1 n t =1

Net B/C =

Bt C t (1 + i ) t C t Bt (1 + i ) t

dimana ;

(Bt Ct (Bt Ct

> 0) < 0)

Keterangan : Bt Ct i t = Manfaat yang diterima tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu: 1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. 2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya akan mendatangkan kerugian.

3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)


IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang

menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1 dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai IRR adalah :

IRR = i1 +

NPV1 (i2 i1 ) NPV1 NPV 2

Keterangan : i1 i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil

NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak menguntungkan dan tidak juga merugikan.

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback Periode)


Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan

pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode berikut : adalah sebagai

Payback Periode =
Keterangan : i Ab

i Ab

= Besarnya investasi yang dibutuhkan = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.

Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko yang dihadapi oleh investor (pengusaha).

4.4.3 Analisis Switching value


Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan perkiraan dalam perencanaan. Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan

produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga output dan menurunkan produksi.

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan


Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut : 1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar. 2. Pengusaha menggunakan modal sendiri. 3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8 persen 4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini yakni tahun 2008. 5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi

karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul), dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging. Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan (lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.

6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008. 7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah bulan. 8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina. 9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran. 10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor. 11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama 28 hari atau satu bulan. 12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging. 13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram per ekor. 14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang sudah melewati masa menyusui dan siap disapih. 15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga

jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak adalah Rp 15.000 per kilogram hidup. 16. Anlisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun 2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1

Profil Perusahaan
Aseps Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis

sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci kelinci hias yang akan dijual pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging. Bentuk usaha yang digunakan oleh Aseps Rabbit Project merupakan usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi, yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci kelinci hias yang berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu berusaha menghasilkan kelinci kelinci persilangan yang memiliki keunggulan dibandingkan induknya.

5.2

Sejarah dan Perkembangan Usaha


Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba

untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung 300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.

Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100 orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep. Peternakan kelinci Aseps Rabbit Project menggunakan pola usaha budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan, sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki kandungan yang sesuai dengan kelinci. Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik, sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Aseps Rabbit

Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di
daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak kelinci. Saat ini Aseps Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Aseps Rabbit Project mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan, dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.

5.3

Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur organisasi yang dimiliki oleh Aseps Rabbit Project sangat

sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Aseps

Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian
yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum, pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap

Karyawan tetap

Karyawan harian

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 3. Struktur Organisasi Aseps Rabbit Project 5.4 Rencana Pengembangan Proyek
Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang dijalankan oleh Aseps Rabbit Project. Oleh karena itu Aseps Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua

yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project adalah budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan. Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton per bulan.

VI. ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1

Pola Usaha Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project


Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan

berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project yang dibuat berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Aseps Rabbit Project. Pola usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging . Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2. Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor. Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.

6.2

Aspek Pasar Peternakan Kelinci Aseps Rabbit Project

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Aseps Rabbit Project


Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Peluang Pasar Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor, Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Aseps Rabbit Project tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia datang langsung ke lokasi usaha. b. Bauran Pemasaran Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran. Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan promosi. Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan. Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan

kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah secepat mungkin. Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari jumlah permintaan ini Aseps Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan 100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.

Aseps Rabbit Project


Pedagang

Jakarta Konsumen anakan kelinci

Luar Jakarta

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Aseps Rabbit Project


Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut : a. Peluang Pasar Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya. Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya saat ini belum diambil oleh Aseps Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi. Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal ini pemilik restoran (Aseps Rabbit Project). b. Bauran Pemasaran Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup. Pada pola usaha I Aseps Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani

dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci saja. Strategi ini juga membuat Aseps Rabbit Project tidak mengeluarkan investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Kelompok Peternak kelinci

Aseps Rabbit Project


Restoran Surabaya (Pasar potensial)

Jakarta (Pasar saat ini)

Konsumen akhir daging kelinci

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging 6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Aseps Rabbit Project
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga

yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan kelinci layak untuk dijalankan.

6.3

Aspek Manajemen Aseps Rabbit Project


Aspek manajemen pada peternakan kelinci Aseps Rabbit Project

mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Aseps Rabbit Project. Organizing merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna menjalankan peternakan Aseps Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Aseps Rabbit

Project.
Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Aseps Rabbit

Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan
sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan, serta penerimaan yang akan didapatkan.

Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Aseps

Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap
karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Aseps Rabbit

Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong
usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet, serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Aseps Rabbit

Project dijabarkan dalam Gambar 6.

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap

Karyawan tetap

Karyawan harian

Sumber : Aseps Rabbit Project

Gambar 6. Struktur organisasi

Kontrol dalam Aseps Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh peternakan.

6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen


Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik, organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha.

6.4

Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci


Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging

akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging.

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci


Budidaya anakan kelinci pada Aseps Rabbit Project (pola usaha I dan II) dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur

pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional. Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (Sarwono, 2001) :

Lokasi Kandang Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah.

Lantai Kandang Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk

beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah.

Suasana Tenang dan Aman Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus.

Pola Kandang Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh peternak.

2. Persiapan Peralatan Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci antara lain :

Kotak Sangkar Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak kelinci yang baru lahir.

Tempat Pakan dan Minum Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya. Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 10 cm dengan diameter

15 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang, bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci.

Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan) Alat alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember.

3. Pembelian Mesin Pakan Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak 1 persen, dan rumput 19 persen (Aseps Rabbit Project). Komposisi pakan tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci. 4. Pemilihan Induk Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya produksi, dan nilai ekonomis. 5. Penyesuaian Induk Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya. Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,

penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar terbiasa dengan kondisi kandang yang baru. 6. Perkawinan Induk Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil. Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross

breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001).


7. Masa Melahirkan Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen, sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5 ekor (Aseps Rabbit Project). 8. Masa Menyusui Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.

9. Panen Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian. Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000.

6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging


Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan, tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih. Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4 bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan. Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis


Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada peternakan Aseps Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk diusahakan.

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Analisis

kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III. Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value.

7.1

Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)


Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Aseps Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan. Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 3.500 6.000 6.000 6.000 21.500 Nilai (Rp) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 1.075.000.000

Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan

dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Aseps Rabbit Project.

Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun 1 2 3 4 Total Nilai Beli (Rp) 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 615.000.000 Nilai Jual (Rp) 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 738.000.000 Penerimaan(Rp) 15.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 123.000.000

Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage value dapat dilihat pada Lampiran 13.

7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow)


Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow). a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek (tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000. 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000. 6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang, dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Komposisi pakan yang dibuat oleh Aseps Rabbit Project adalah: dedak 40 persen, bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Aseps Rabbit Project). Biaya operasional tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Aseps

Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya

yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Aseps Rabbit

Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran
15. Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun berikutnya Aseps Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya dapat dilihat pada Lampiran 16. c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya, sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap

harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun pertama dapat dilahat pada lampiran 17. Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I


Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal

Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku
bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan

bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat pada Lampiran 31.

Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I


Kriteria Investasi NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode Nilai 363.123.588 1,88 31 3,17

7.1.4 Analisis Switching value


Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan
dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10 dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai Lampiran 40.

Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I Faktor perubahan
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 33,56 - 33,56 + 181,88 + 295,53

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih tinggi dari Rp 33.220 Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun kedua. Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila

kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari Rp 13.239 per kg.

7.2

Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow)


Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Aseps Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan. Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 3.500 6.000 6.000 6.000 21.500 Nilai (Rp) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 1.075.000.000

Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage

value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai
tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi dapat dilihat pada Lampiran 19.

7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)


Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan dalam arus kas. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola usaha I yaitu terdiri dari:

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000. 6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan Rp 40.320.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-

obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21. Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12 bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22 c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas, makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000. Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II. Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih

perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II


Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa


tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk


mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.

Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II Kriteria Investasi NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun) 7.2.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

Nilai

238.830.471 1,56 20 2,47

output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk
mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.

Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II Faktor perubahan
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 22,08 - 22,08 + 153,85 + 228,60

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960. Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak. Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

7.3

Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow)


Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir.

Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14 menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun.

Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III
Tahun 1 2 3 4 Total Produksi (ekor) 2 500 6 000 6 000 6 000 23 000 Nilai (Rp) 90 000 000 216 000 000 216 000 000 216 000 000 744 000 000

Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value.

Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen dalam hal ini Aseps Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun

keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.

7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow)


Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari: 1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor (Aseps Rabbit Project). 3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. 6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha III. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbedabeda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan

kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci. Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya operasional tahun pertama pola usaha III. Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat. c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok, perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran 29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang

baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat dilihat pada Lampiran 30.

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III


Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa


tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk


mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 51.

Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III


NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode Kriteria Investasi Nilai 115.979.976 2,33 43 4,66

7.3.4 Analisis Switching value


Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi, penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis

switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow
perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai Lampiran 60.

Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III Faktor perubahan
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+) - 15.56 - 15,56 + 448.67 + 127.53

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada

penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066 ekor. Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai 448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53 persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

7.4

Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola Usaha


Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat

criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C),

Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola
usaha III yang paling layak untuk diusahakan. Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang

diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33. Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil. Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat pengembalian nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback periode sebesar 3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback periode sebesar 2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III memiliki payback

periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari. Perbandingan hasil
analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV sebesar Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback periode sebesar 4,66.

Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha No 1. Kriteria kelayakan Total Biaya Tahun ke-1 Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4 NPV (Rp) Net B/C IRR (persen) PP (tahun) Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 712.070.000 637.070.000 184.180.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 277.444.000 97.444.000 157.324.000 363.123.588 238.830.471 115.979.976 1,88 1,56 2,33 31 20 43 3,17 2,47 4,66

2. 3. 4. 5.

7.5

Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha


Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola

usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci No 1. 2. 3. 4. Parameter Penurunan harga output Penurunan volume produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 33,56 22,08 15.56 33,56 22,08 15,56 181,88 153,85 448.67 295,53 228,60 127.53

Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36

terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha. Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel, sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan resiko yang lebih kecil. Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1

Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. 2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Aseps Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. 3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi.

8.2

Saran
Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Aseps

Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain :


1. Aseps Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat

pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Aseps Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. 2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya. Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian. Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek Proyek Pertanian. Edisi kedua. UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat. Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu). Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan Tingkat Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

LAMPIRAN

Lampiran 1. TIMETABLE Pola Usaha I tahun pertama Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr KEGIATA Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu N 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian pedaging penjualan pedaging

Lampiran 2. TIMETABLE Pola usaha I tahun ke-2 - ke-5 Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Januari Februari KEGIATA Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu N 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian

pedaging penjualan pedaging Lampiran 3. TIMETABLE Pola usaha II tahun pertama Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Januari Februari KEGIATA Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu N 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melairkan Masa penyusui Penjualan anakan

Lampiran 4. TIMETABLE Pola usaha II tahun ke2ke-5 Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Januari Februari KEGIATA Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu N 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melairkan Masa penyusui

Penjualan anakan

Lampiran 5. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke-1


KEGIAT AN

Pembuata n Bangunan Pembuata n Kandang Pengadaan indukan Penysuaia n indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melairkan Masa menyusui

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penggemu kan

Penjualan Lampiran 6. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke 2 5 KEGIAT AN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuata n Bangunan Pembuata n Kandang Pengadaa n indukan Penysuaia n indukan Perkawina n indukan Masa hamil Melairkan Masa penyusui Penggemu kan

Penjualan Lampiran 7. Populasi Kelinci pola usaha I tahun pertama Bulan Januari Februari Populasi kelinci 300 Kebutuhan pakan 1800000 kebutuhan obat 300000 Maret 300 April 800 Mei 800 Juni 800 Juli 800 1800000 300000 Agustus 800 1800000 300000 Sptmber 800 1800000 300000 Oktober 800 1800000 300000 Nvembr 800 1800000 300000 Dsembr 800 1800000 300000

1800000 1800000 1800000 1800000 300000 300000 300000 300000

Lampiran 8. Populasi Kelinci pola usaha II tahun pertama Bulan Januari Februari Populasi kelinci 300 Kebutuhan pakan 1800000 kebutuhan obat 300000 Maret 300 April 800 Mei 800 Juni 800 Juli 800 1800000 300000 Agustus 800 1800000 300000 Sptmber 800 1800000 300000 Oktober 800 1800000 300000 Nvembr 800 1800000 300000 Dsembr 800 1800000 300000

1800000 1800000 1800000 1800000 300000 300000 300000 300000

Lampiran 9. Populasi Kelinci pola usaha III tahun pertama

Bulan Populasi kelinci kebutuhan pakan kebutuhan obat

Januari Februari 300

Maret 300

April 800

Mei 1300

Juni 1800

Juli 2300

Agustus 2300

Sptmber 2300

Oktober 2300

Nvembr 2300

Dsembr 2300

1800000 1800000 300000 300000

1800000 4800000 7800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 800000 1300000 1800000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000

Lampiran 10. Populasi Kelinci pola usaha I Tahun ke-2 ke-5 Bulan Populasi kelinci Kebutuhan pakan kebutuhan obat Januari 800 1800000 300000 Februari 800 1800000 300000 Maret 800 1800000 300000 April 800 1800000 300000 Mei 800 1800000 300000 Juni 800 1800000 300000 Juli 800 Agustus 800 Sptmber 800 Oktober 800 Nvembr 800

1800000 1800000 1800000 300000 300000 300000

1800000 1800000 300000 300000

Lampiran 11. Populasi Kelinci pola usaha II Tahun ke-2 ke-5 Bulan Populasi kelinci Kebutuhan pakan kebutuhan obat Januari 800 1800000 300000 Februari 800 1800000 300000 Maret 800 1800000 0 April 800 1800000 300000 Mei 800 1800000 300000 Juni 800 Juli 800 Agustus 800 Sptmber 800 Oktober 800 1800000 300000 Nvembr 800 1800000 300000 Dsembr

800

1800000 1800000 300000 300000

1800000 1800000 300000 300000

Lampiran 12. Populasi Kelinci pola usaha III Tahun ke-2 ke-5 Bulan Populasi kelinci kebutuhan pakan kebutuhan obat Januari 2300 Februari 2300 Maret 2300 April 2300 Mei 2300 Juni 2300 13800000 2300000 Juli 2300 13800000 2300000 Agustus 2300 13800000 2300000 Sptmber 2300 13800000 2300000 Oktober 2300 13800000 2300000 Nvembr 2300 13800000 2300000

13800000 13800000 13800000 2300000 2300000 2300000

13800000 13800000 2300000 2300000

Lampiran 13. Nilai Sisa (Salvage Value) Pola usaha I Keterangan Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin Pelet Tempat makan dan minum Peralatan kandang Biaya Umur Penyusutan/thn Investasi ekonomis 400.000.000 5 100.000.000 100.000.000 7 14.285.714 24.000.000 10 0 16.000.000 10 1.600.000 12.500.000 10 1.250.000 2.400.000 5 600.000 1.000.000 5 250.000 Total nilai sisa Nilai sisa pada th ke-4

0 28.571.429 24.000.000 8.000.000 6.250.000 0 0 66.821.429

Lampiran 14. Biaya Investasi Pola Usaha I No


1 2 3 4 5 6 7 8

Perincian
Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin pelet Tempat makan Tempat minum Peralatan Kandang

Harga (Rp/unit)
2.000.000/ekor 2.000.000/ekor 100.000/m2 53.333/buah 12.500.000/buah 4.000/buah 4.000/buah

Jumlah (unit)
200 ekor 50 ekor 240 m2 300 buah 1 buah 300 buah 300 buah

Total Harga (Rp)


400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 12.500.000 1.200.000 1.200.000 1.000.000 555.900.000

Umur Ekonomis (Tahun)

5 7 10 10 10 5 5 5

Total

Lampiran 15. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha I Bulan Populasi Kebutuhan kelinci Pakan (kg) (ekor)
300 300 800 800 800 800 800 800 800 800

Nilai pakan (Rp)

Nilai Obat (Rp)


300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 3.000.000

Pembelian Pedaging (Rp)


15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 75.000.000

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL

900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 900 4.032.000 9.000 40.320.000

Total Biaya operasional tahun pertama Lampiran 16. Biaya Operasional Tahun ke-2 ke-5 Pola Usaha I Bulan Populasi kelinci (ekor)
800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800

Rp 118 320 000

Kebutuhan Pakan (kg)

Nilai pakan (Rp)

Nilai Obat (Rp)

Pembelian Pedaging (Rp)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL

900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 10.800

4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 48.384.000

300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 300.000 15.000.000 3.600.000 180.000.000 Rp 231 984 000

Total Biaya operasional tahun berikutnya

Lampiran 17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I


No 1 2 3 4 5 6 7 8 Perincian Perawatan Mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan Lepas Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telepon Listrik Air Harga (Rp/unit) 100.000/bulan 100.000/3 bulan 1.600.000/bulan 900.000/bulan 1.050.000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total Kebutuhan/Tahun 10 bulan 3 periode 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan Total Harga (Rp) 1.000.000 300.000 16.000.000 9.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 37.850.000

Lampiran 18. Biaya Tetap Tahun Ke-2 sampai Ke-5 Pola Usaha I
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Perincian Perawatan Mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan Lepas Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Harga (Rp/unit) 100 000/bulan 100 000/3 bulan 1.600 000/bulan 900 000/bulan 1 050 000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total Kebutuhan/Tahun 12 bulan 4 periode 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan Total Harga (Rp) 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000

Lampiran 19. Nilai Salvage Value Pola usaha II Keterangan Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin Pelet Tempat makan dan minum Peralatan kandang Total nilai sisa
Biaya Investasi 400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 12.500.000 Umur ekonomis

Penyusutan/thn 100.000.000 14.285.714 0 1.600.000 1.250.000 600.000 250.000

Nilai sisa pada th ke-4

5 7 10 10 10 5 5

0 28.571.429 24.000.000 8.000.000 6.250.000 0 0 66.821.429

2.400.000 1.000.000

Lampiran 20. Biaya Investasi Pola Usaha II No


1 2 3 4 5 6 7 8

Perincian
Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin pelet Tempat makan Tempat minum Peralatan Kandang

Harga (Rp/unit)
2.000.000/ekor 2.000.000/ekor 100.000/m2 53.333/buah 12.500.000/buah 4.000/buah 4.000/buah Total

Jumlah (unit)
200 ekor 50 ekor 240 m2 300 buah 1 buah 300 buah 300 buah

Total Harga (Rp)


400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 12.500.000 1.200.000 1.200.000 1.000.000 555.900.000

Umur Ekonomis (Tahun) 5 7 10 10


10 5 5 5

Lampiran 21. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha II Bulan


Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg)


900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 9.000

Nilai pakan (Rp)


4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 40.320.000 Rp 43.320.000

Nilai Obat (Rp)


300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 3.000.000

TOTAL

300 300 800 800 800 800 800 800 800 800

Total Biaya operasional tahun pertama

Lampiran 22. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha II Populasi kelinci (ekor) Januari 800 Februari 800 Maret 800 April 800 Mei 800 Juni 800 Juli 800 Agustus 800 September 800 Oktober 800 November 800 Desember 800 TOTAL Bulan Kebutuhan Pakan (kg)
900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 10 800

Kebutuhan pakan (Rp)


4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 4.032.000 48 384 000

Kebutuhan Obat (Rp)


300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 3 600 000

Total Biaya operasional tahun ke-2 ke-4

Rp 51.984.000

Lampiran 23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II


No 1 2 3 4 5 6 7 8 Perincian Perawatan Mesnin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan Lepas Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Harga (Rp/unit) 100.000/bulan 100.000/3 bulan 1.600.000/bulan 900.000/bulan 1.050.000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total Kebutuhan/Tahun 10 bulan 3 periode 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan Total Harga (Rp) 1.000.000 300.000 16.000.000 9.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 37.850.000

Lampiran 24. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha II No
1 2 3 4 6 6 7 8

Perincian
Perawatan Mesnin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan Lepas Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air

Harga (Rp/unit)
100.000/bulan 100.000/3 bulan 1.600.000/bulan 900.000/bulan 1 050.000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total

Kebutuhan/Tahun
12 bulan 4 periode 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan

Total Harga (Rp) 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000

Lampiran 25. Nilai Sisa pada pola usaha III Keterangan Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Peralatan Kandamg Total nilai sisa Biaya Investasi 30.000.000 7.500.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 1.000.000 Umur Penyusutan/thn ekonomis 5 7 10 10 5 5 7.500.000 1.071.429 0 1.600.000 600.000 250.000 Nilai sisa pada th ke-4 0 2.142.857 24.000.000 8.000.000 0 0 34.142.857

Lampiran 26. Biaya Investasi Pola Usaha III No


1 2 3 4 6 7 8

Perincian
Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan Tempat minum Peralatan Kandang

Harga (Rp/unit)
150.000/ekor 150.000/ekor 100.000/m2 53.333/buah 4.000/buah 4.000/buah Total

Jumlah (unit)
200 ekor 50 ekor 240 m2 300 buah 300 buah 300 buah

Total Harga (Rp)


30.000.000 7.500.000 24.000.000 16.000.000 1.200.000 1.200.000 1.000.000 80.900.000

Umur Ekonomis (Tahun)

5 7 10 10 5 5

Lampiran 27. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha III Bulan Populasi kelinci (ekor)
300 300 800 1.300 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL

Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci disapih x 0.1kg x 30 hr) 900 900 900 2.400 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 28.500

Nilai pakan (Rp) (pakan kg x Rp 2480)


2.232.000 2.232.000 2.232.000 5.952.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 70.680.000 Rp 75 930 000

Nilai Obat (Rp) (jmlh kelinci disapih x Rp 500) 150.000 150.000 150.000 400.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 4.750.000

Total Biaya operasional tahun pertama

Lampiran 28. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha III Bulan Populasi kelinci (ekor)
1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL

Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci disapih x 0.1kg x 30 hr) 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 3.900 46.800

Kebutuhan pakan (Rp) (pakan kg x Rp 2480)


9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 9.672.000 116.064.000 Rp 125 040 000

Kebutuhan Obat (Rp) (jmlh kelinci disapih x Rp 500) 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 650.000 7.800.000

Total Biaya operasional tahun pertama

Lampiran 29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III


No 1 2 3 4 5 6 Perincian Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Harga (Rp/unit) 100.000/3 bulan 1.600.000/bulan 1.050.000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total Kebutuhan/Tahun 3 periode 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan 10 bulan Total Harga (Rp) 300.000 16.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 27.850.000

Lampiran 30. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha III No
1 2 3 4 5 6

Perincian
Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan Rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air

Harga (Rp/unit) 100 000/3 bulan 1.600.000/bulan 1.050.000/bulan 50.000/bulan 30.000/bulan 25.000/bulan Total

Kebutuhan/Tah un 4 periode 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan

Total Harga (Rp) 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000

Lampiran 31. Cashflow Pola Usaha I Uraian A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin Pelet Tempat makan dan minum Peralatan kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV payback periode 1 2

Tahun 3

5 300.000.000 216.000.000 66.821.429 582.821.429

175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 12.500.000 2.400.000 1.000.000 555.900.000 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 -447.070.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 0.925925926 0.85733882 0.79383224 0.73502985 -413.953.704 204.523.320 189.373.444 175.345.782 1,88 31% 363.123.588 3,17 48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 305.377.429 0.6805832 207.834.747

Lampiran 32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I URAIAN A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak
1 2

Tahun 3

175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000

300.000.000 216.000.000 39.107.143 555.107.143

40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200

48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 277.663.143 83.298.943 194.364.200

Lampiran 33. Cashflow Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha I Tahun Uraian 1 2 3 4 A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 555.900.000 Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Total Outflow Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19

5 199.320.000 216.000.000 66.821.429 482.141.429

48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 204.697.429 0.680583197 139.313.630

Lampiran 34. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola usaha I URAIAN A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak 1 2 Tahun 3 4 5 199.320.000 216.000.000 39.107.143 454.427.143

116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000

40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200

48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 176.983.143 53.094.943 123.888.200

Lampiran 35. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I Tahun Uraian 1 2 3 4 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 727.520.000 Indukan jantan 181.880.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 965.300.000 Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 1.121.470.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Total Outflow Benefit -856.470.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 PV DF 8% -793.027.778 204.523.320 189.373.444 175.345.782 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (28.728) payback periode 11,87

5 300.000.000 216.000.000 90.215.714 606.215.714

48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 328.771.714 0.680583197 223.756.504

Lampiran 36. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I URAIAN A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak 1 2 Tahun 3 4 5

175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 39.107.143 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143

40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 277.663.143 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 83.298.943 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200 194.364.200

Lampiran 37. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha I Tahun Uraian 1 2 3 4 A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 555.900.000 Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Total Outflow Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19

5 199.320.000 216.000.000 66.821.429 482.141.429

48.384.000 3.600.000 180.000.000 231.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 277.444.000 204.697.429 0.680583197 139.313.630

Lampiran 38. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha I URAIAN A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak 1 2 Tahun 3 4 5

116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 39.107.143 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 454.427.143

40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 176.983.143 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 53.094.943 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200 123.888.200

Lampiran 39. Uraian

Cashflow Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I Tahun 1 2 3 175.000.000 300.000.000 90.000.000 216.000.000 265.000.000 516.000.000 300.000.000 216.000.000 516.000.000

4 300.000.000 216.000.000 516.000.000

5 300.000.000 216.000.000 66.821.429 582.821.429

A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Mesin Pelet Tempat makan dan minum Peralatan kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV payback periode

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 12.500.000 2.400.000 1.000.000 555.900.000 119.157.696 142.989.235 3.000.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 197.157.696 326.589.235 142.989.235 3.600.000 180.000.000 326.589.235 142.989.235 3.600.000 180.000.000 326.589.235 142.989.235 3.600.000 180.000.000 326.589.235 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 372.049.235 210.772.193 0.680583197 143.448.013

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 790.907.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 -525.907.696 143.950.765 143.950.765 143.950.765 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -486.951.570 123.414.579 114.272.758 105.808.109 1,00 0% (8.111) 19,53

Lampiran 40. URAIAN

Laporan Laba Rugi Sitching Value Peningkatan Usaha I 1 2 Tahun 3 4 5 300.000.000 216.000.000 39.107.143 555.107.143

A. Inflow Benih (Anakan) Penjualan Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Pembelian pedaging Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000

119.157.696 142.989.235 142.989.235 142.989.235 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 197.157.696 326.589.235 326.589.235 326.589.235 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 235.007.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 29.992.304 143.950.765 143.950.765 143.950.765 2.999.230 43.185.229 43.185.229 43.185.229 26.993.074 100.765.535 100.765.535 100.765.535

142.989.235 3.600.000 180.000.000 326.589.235 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 372.049.235 183.057.908 54.917.372 128.140.535

Lampiran 41. Uraian

Cashflow Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 300.000.000 300.000.000 4 300.000.000 300.000.000 5 300.000.000 66.821.429 366.821.429

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Mesin Pelet Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV Payback Periode

175.000.000 300.000.000 175.000.000 300.000.000

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 12.500.000 1.000.000 555.900.000 40.320.000 3.000.000 43.320.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 269.377.429 0.6805832 183.333.752

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 -462.070.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -427.842.593 173.659.122 160.795.483 148.884.707 1,56 20% 238.830.471 2,47

Lampiran 42.
URAIAN

Laporan Laba Rugi Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow
Manfaat Bersih Sebelum Pajak pajak Manfaat bersih setelah pajak

175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 39.107.143 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143

40.320.000 3.000.000 43.320.000

48.384.000 3.600.000 51.984.000

48.384.000 3.600.000 51.984.000

48.384.000 3.600.000 51.984.000

48.384.000 3.600.000 51.984.000

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 241.663.143 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 72.498.943 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200 169.164.200

Lampiran 43. Uraian

Cashflow Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 233.760.000 233.760.000 4 233.760.000 233.760.000 5 233.760.000 66.821.429 300.581.429

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Mesin Pelet Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV Payback Periode

136.360.000 233.760.000 136.360.000 233.760.000

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 12.500.000 1.000.000 555.900.000 40.320.000 3.000.000 43.320.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 203.137.429 0.680583197 138.251.921

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 1,00 0% (91.086) 9,22

Lampiran 44.

Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 4 5 233.760.000 39.107.143 272.867.143

URAIAN

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow


PENGELUARAN

136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000

Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow
Laba bersih Sebelum Pajak

40.320.000 3.000.000 43.320.000 1.000.000 300.000 16.000.000 9.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 37.850.000 81.170.000 8.278.500 46.911.500

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 175.423.143 52.626.943 122.796.200

55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000

Pajak Manfaat bersih setelah pajak

Lampiran 45. Uraian

Cashflow Switching value Peningkatan Indukan Pola Usaha II Tahun 1 2 3 4

5 300.000.000 82.207.143 382.207.143

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 615.400.000 Indukan jantan 153.850.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 825.150.000 Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya 51.984.000 51.984.000 43.320.000 51.984.000 operasional Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 906.320.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Total Outflow Benefit -731.320.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 PV DF 8% -677.148.148 173.659.122 160.795.483 148.884.707 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (3.826) Payback Periode 8,04

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 284.763.143 0.680583197 193.805.010

Lampiran 46.

Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 4 5 300.000.000 39.107.143 339.107.143

URAIAN

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Total Outflow
Manfaat bersih sebelum pajak

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 241.663.143 72.498.943 169.164.200

Pajak Manfaat bersih setelah pajak

93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200

Lampiran 47. Uraian

Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II Tahun 1 2 3 4 5 136.360.000 233.760.000 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 66.821.429 300.581.429

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Mesin Pelet Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV Payback Periode

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 12.500.000 1.000.000 555.900.000 40.320.000 3.000.000 43.320.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 203.137.429 0.680583197 138.251.921

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 1,00 0% (91.086) 9,22

Lampiran 48.

Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 4 5 233.760.000 39.107.143 272.867.143

URAIAN

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow


PENGELUARAN

136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000

Laba bersih Sebelum Pajak

Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow

40.320.000 3.000.000 43.320.000 1.000.000 300.000 16.000.000 9.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 37.850.000 81.170.000 8.278.500 46.911.500

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 40.894.800 95.421.200

48.384.000 3.600.000 51.984.000 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 97.444.000 175.423.143 52.626.943 122.796.200

55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000

Pajak Manfaat bersih setelah pajak

Lampiran 49. Uraian

Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 300.000.000 300.000.000 4 300.000.000 300.000.000 5 300.000.000 66.821.429 366.821.429

A. Inflow Benih (Anakan) Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Mesin Pelet Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin Perawatan kandang Gaji Karyawan Upah Karyawan lepas Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8% Net B/C IRR NPV Payback Periode

175.000.000 300.000.000 175.000.000 300.000.000

400.000.000 100.000.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 12.500.000 1.000.000 555.900.000 92.171.520 110.605.824 3.000.000 3.600.000 95.171.520 114.205.824 110.605.824 3.600.000 114.205.824 110.605.824 3.600.000 114.205.824 110.605.824 3.600.000 114.205.824 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 159.665.824 207.155.605 0.680583197 140.986.624

1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 688.921.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 -513.921.520 140.334.176 140.334.176 140.334.176 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -475.853.259 120.313.937 111.401.793 103.149.809 1,00 0% (1.097) 11,62

Lampiran 50.

Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II 1 2 Tahun 3 4 5 300.000.000 39.107.143 339.107.143

URAIAN

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 92.171.520 110.605.824 110.605.824 110.605.824 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 95.171.520 114.205.824 114.205.824 114.205.824 Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Biaya Tetap 133.021.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 Total Outflow Manfaat bersih sebelum 41.978.480 140.334.176 140.334.176 140.334.176 pajak 4.197.848 42.100.253 42.100.253 42.100.253 Pajak Manfaat bersih setelah 37.780.632 98.233.923 98.233.923 98.233.923 pajak

110.605.824 3.600.000 114.205.824 1.200.000 400.000 19.200.000 10.800.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 45.460.000 159.665.824 179.441.319 53.832.396 125.608.923

Lampiran 51. Uraian

Cashflow Pola Usaha III 1 2 216.000.000 216.000.000 Tahun 3 216.000.000 216.000.000 4 216.000.000 216.000.000 5 216.000.000 34.142.857 250.142.857

A. Inflow Pedaging 90.000.000 Nilai sisa 90.000.000 Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 80.900.000 Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 Obat 4.750.000 Total biaya 75.430.000 operasional Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 Gaji Karyawan 16.000.000 Makan dan rokok 10.500.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 Listrik 300.000 Air 250.000 27.850.000 Total Biaya Tetap 184.180.000 Total Outflow Benefit -94.180.000 DF 8% 0.925925926 PV DF 8.% -87.203.704 Net B/C 2,33 IRR 43% NPV 115.979.976 Payback periode 4,66

116.064.000 7.800.000 123.864.000

116.064.000 7.800.000 123.864.000

116.064.000 7.800.000 123.864.000

116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 92.818.857 0.6805832 63.170.955

400.000 400.000 400.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 600.000 600.000 600.000 360.000 360.000 360.000 300.000 300.000 300.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 0.85733882 0.793832241 0.735029853 50.305.213 46.578.901 43.128.612

Lampiran 52. URAIAN

Laporan Laba Rugi Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 4 5 216.000.000 34.142.857 250.142.857

A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000

70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 300.000 16.000.000 10.500.000 500.000 300.000 250.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000

116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 92.818.857 13.922.829 78.896.028

27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -13.280.000 0 -13.280.000 58.676.000 8.801.400 49.874.600 58.676.000 8.801.400 49.874.600 58.676.000 8.801.400 49.874.600

Lampiran 53. Uraian

Cashflow Swicthing Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 182.390.400 182.390.400 4 182.390.400 182.390.400 5 182.390.400 34.142.857 216.533.257

A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8.% Net B/C IRR NPV Payback periode

75.996.000 182.390.400 75.996.000 182.390.400

30.000.000 7.500.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 1.000.000 80.900.000 70.680.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 300.000 16.000.000 10.500.000 400.000 19.200.000 12.600.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 59.209.257 0.680583197 40.296.826

500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 1,00 0% (60.078) 31,02

Lampiran 54.

Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 4 5 182.390.400 34.142.857 216.533.257

URAIAN A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400

70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -27.284.000 0 -27.284.000 25.066.400 2.506.640 22.559.760 25.066.400 2.506.640 22.559.760 25.066.400 2.506.640 22.559.760

116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 59.209.257 8.881.389 50.327.868

Lampiran 55. Uraian

Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 216.000.000 216.000.000 4 216.000.000 216.000.000 5 216.000.000 41.614.357 257.614.357

A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8.% Net B/C IRR NPV Payback periode

90.000.000 216.000.000 90.000.000 216.000.000

134.601.000 33.650.250 24.000.000 16.000.000 2.400.000 1.000.000 211.651.250 70.680.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 100.290.357 0.680583197 68.255.932

300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 314.931.250 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -224.931.250 58.676.000 58.676.000 58.676.000 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -208.269.676 50.305.213 46.578.901 43.128.612 1,00 0% (1.019) 18,37

Lampiran 56.

Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 4 5 216.000.000 41.614.357 257.614.357

URAIAN A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000

70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -13.280.000 0 -13.280.000 58.676.000 8.801.400 49.874.600 58.676.000 8.801.400 49.874.600 58.676.000 8.801.400 49.874.600

116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 100.290.357 15.043.554 85.246.803

Lampiran 57.

Cashflow Switching value Penurunan Produksi Pedaging Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 182.390.400 182.390.400 4 182.390.400 182.390.400 5 182.390.400 34.142.857 216.533.257

Uraian A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8.% Net B/C IRR NPV Payback periode

75.996.000 182.390.400 75.996.000 182.390.400

30.000.000 7.500.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 1.000.000 80.900.000 70.680.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 59.209.257 0.680583197 40.296.826

300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 1,00 0% (60.078) 31,02

Lampiran 58.

Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Pedaging Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 4 5 182.390.400 34.142.857 216.533.257

URAIAN A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400

70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 -27.284.000 0 -27.284.000 25.066.400 2.506.640 22.559.760 25.066.400 2.506.640 22.559.760 25.066.400 2.506.640 22.559.760

116.064.000 7.800.000 123.864.000 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 157.324.000 59.209.257 8.881.389 50.327.868

Lampiran 59. Uraian

Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 216.000.000 216.000.000 4 216.000.000 216.000.000 5 216.000.000 34.142.857 250.142.857

A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin Indukan jantan Lahan Bangunan dan Kandang Tempat makan dan minum Peralatan Kandang Total biaya investasi Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Benefit DF 8% PV DF 8.% Net B/C IRR NPV Payback periode

90.000.000 216.000.000 90.000.000 216.000.000

30.000.000 7.500.000 24.000.000 16.000.000 2.400.000 1.000.000 80.900.000 90.138.204 148.016.419 4.750.000 7.800.000 94.888.204 155.816.419 148.016.419 7.800.000 155.816.419 148.016.419 7.800.000 155.816.419 148.016.419 7.800.000 155.816.419 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 189.276.419 60.866.438 0.680583197 41.424.675

300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 203.638.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 -113.638.204 26.723.581 26.723.581 26.723.581 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 -105.220.559 22.911.163 21.214.040 19.642.630 1,00 0% (28.051) 35,06

Lampiran 60.

Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III 1 2 Tahun 3 4 5 216.000.000 33.357.143 249.357.143

URAIAN A. Inflow Pedaging Nilai sisa Total Inflow B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) Obat Total biaya operasional Biaya Tetap Perawatan kandang Gaji Karyawan Makan dan rokok Pulsa atau biaya telpon Listrik Air Total Biaya Tetap Total Outflow Manfaat Bersih sebelum pajak Pajak Manfaat Bersih setelah pajak

90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000

90.138.204 148.016.419 148.016.419 148.016.419 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 94.888.204 155.816.419 155.816.419 155.816.419 300.000 400.000 400.000 400.000 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 500.000 600.000 600.000 600.000 300.000 360.000 360.000 360.000 250.000 300.000 300.000 300.000 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 122.738.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 -32.738.204 0 -32.738.204 26.723.581 2.672.358 24.051.223 26.723.581 2.672.358 24.051.223 26.723.581 2.672.358 24.051.223

148.016.419 7.800.000 155.816.419 400.000 19.200.000 12.600.000 600.000 360.000 300.000 33.460.000 189.276.419 60.080.724 9.012.109 51.068.615

Lampiran 61. Daftar Pertanyaan Pengarah

Daftar Pertanyaan Pengarah


A. Identitas Perusahaan 1. Nama Perusahaan 2. Pemilik Perusahaan 3. Alamat Perusahaan 4. Telp/hp 5. Tanggal Berdiri 6. Status perusahaan (ijin) : : : : : :

B. Biaya Investasi Lahan


No. 1. 2. Uraian Luas lahan (m2) Beli/sewa (Rp) Jumlah/ luas (m2) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Kandang
No. 1. 2. 3. 4. Uraian Jumlah kandang (buah) Luas kandang (m2) Biaya pembuatan/sewa (Rp) Daya tampung kelinci (ekor) Jumlah/ luas(m2) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Bangunan
No. 1. 2. 3. 4. Uraian Jumlah kandang (buah) Luas kandang (m2) Biaya pembuatan/sewa (Rp) Daya tampung kandang (ekor) Jumlah/ luas(m2) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Peralatan pendukung
No. cangkul Ember Pisau Sabit Sarung tangan masker Uraian Jumlah Harta satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

B. Biaya Operasional Benih kelinci


No. 1. 2. 3. Uraian Jumlah (ekor) Ukuran benih (cm) Harga beli (Rp) Jumlah/ ukuran Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Pakan dan konsentrat


No. 1. 2. 3. Uraian Jumlah (kg) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Vitamin dan OBat


No. 1. 2. 3. Uraian Jumlah (kg) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Pemakaian listrik
No. 1. 2. 3. Uraian Daya (watt) Biaya pemakaian/bln Jumlah Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Kemasan jual
No. 1. 2. 3. 4. Uraian Kandang kecil Jumlah Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

Transportasi
No. 1. Uraian Jenis kendaraan - mobil bak terbuka - mobil box Jumlah Harga beli/sewa (Rp) Jumlah Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis

2. 3.

C. Biaya Tetap Perawatan kandang


No. 1. 2. Uraian Intensitas perawatan Biaya perawatan Kali/ bulan Harga satuan (Rp) Nilai (Rp)

Tenaga kerja
No. 1. 2. 3. Uraian Tenaga kerja pria Tenaga kerja wanita Manajer Jumlah Gaji/bulan (Rp) Nilai (Rp)

vaksinasi

D. Aspek Pasar 1. Kemana tujuan pasar tujuan penjualan kelinci? 2. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar? (optional) 3. Berapa jumlah permintaan pasar? 4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan? a. jumlah perusahaan pesaing b. diversifikasi produk dengan pesaing c. perbandingan harga dengan pesaing d. lainnya ..... 5. Bagaimana perkiraan penjualan di masa datang?

E. Aspek Sosial (insidental) 1. Dari mana sumber tenaga kerja yang digunakan? a. keluarga b. warga sekitar lokasi usaha c. lainnya .... 2. Dampak usaha terhadap lingkungan sekitar? a. ada/tidaknya limbah yang dihasilkan b. lainnya ..... 3. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap keberadaan proyek? a. Menolak/mendukung b. lainnya ..... F. Aspek Manajemen 1. Bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih?Alasan! a. CV b. Firma c. PT d. Lainnya .... 2. Struktur manajemen perusahaan? 3. Kebutuhan tenaga kerja? G. Aspek Hukum 1. Perizinan usaha? 2. Aset/aset yang dimiliki?

H. Aspek Teknis 1. Alasan pemilihan lokasi proyek? a. Ketersediaan sumber bahan baku (benih) b. Letak pasar yang dituju c. Tenaga listrik dan air d. Tenaga kerja yang dibutuhkan e. Transportasi f. Peraturan yang berlaku di lokasi usaha g. Iklim dan keadaan fisik lokasi usaha h. Sikap masyarakat i. Rencana perluasan usaha 2. Berapa besar skala usaha yang dijalani? 3. Alasan pemilihan mesin atau peralatan yang digunakan? 4. Bagaiman proses produksi dilakukan? 5. Ketepatan penggunaan teknologi?

Anda mungkin juga menyukai