Anda di halaman 1dari 16

PSEKP/2017

4992.001.001.051L

LAPORAN AKHIR TA 2017

KAJIAN EFISIENSI RANTAI PASOK


KOMODITAS AYAM RAS PEDAGING DAN
PETELUR DALAM RANGKA MENINGKATKAN
DAYA SAING DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK

/
id
o.
.g
an
ni
rta
pe
g.
an

Oleh
tb
li
e.

Nyak Ilham
ps

Bambang Winarso
Mohamad Maulana
://

Tjetjep Nurasa
tp
ht

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN


SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

01. Pada industri ayam ras, efisiensi menjadi pertimbangan penting bagi daya saing.
Menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN, negara yang mendapat manfaat
adalah yang memiliki daya saing dalam menghasilkan dan mendistribusikan
produk ayam ras. Untuk itu, industri ayam ras nasional perlu meningkatkan
efisiensi dalam menghasilkan produk berbasis teknologi dan bisnis modern.

02. Permasalahannya adalah usaha ayam ras skala kecil dicirikan oleh rendahnya
efisiensi. Padahal pada industri ayam ras, efisiensi adalah menjadi pertimbangan
penting bagi daya saing yang dipengaruhi oleh biaya produksi, skala ekonomi,
iklim usaha, integrasi vertikal dan kemampuan untuk mengadopsi teknologi
baru. Menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN, negara yang mendapat
manfaat adalah negara yang memiliki daya saing dalam menghasilkan dan

/
id
mendistribusikan produk ayam ras. Untuk itu, industri ayam ras nasional perlu

o.
meningkatkan efisiensi dalam menghasilkan produk berbasis teknologi dan

.g
bismis modern dengan melibatkan peternak skala kecil dalam kerjasama

an
kemitraan saling menguntungkan, melibatkan pengawasan mutu bibit,
pembebasan flu burung dan emerging diseases, pengurangan impor bahan baku
ni
pakan, serta mampu berorientasi pasar ekspor.
rta
pe

03. Tujuan umum penelitian untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan


pengembangan rantai pasok yang efisien dalam industri ayam ras pedaging dan
g.

petelur yang berdaya saing dan meningkatkan kesejahteraan peternak. Secara


an

rinci tujuan penelitian ini: (1) Mengkaji aturan main pada berbagai rantai pasok
tb

menurut pola pengusahaan ayam ras pedaging dan petelur; (2) Mengkaji kinerja
li

manajemen rantai pasok pada berbagai pola pengusahaan ayam ras pedaging
e.

dan petelur skala kecil; (3) Menganalisis kinerja produksi dan profitabilitas
ps

usaha ayam ras pedaging dan petelur tiap pola pengusahaan; dan (4)
://

Menganalisis efisiensi rantai pasok usaha ayam ras pedaging dan petelur skala
tp

kecil tiap pola pengusahaan.


ht

04. Kajian ini mencakup komoditas ayam ras pedaging dan petelur. Peternak contoh
yang utama merupakan peternak komersial skala kecil baik peternak yang
berusaha secara mandiri maupun bermitra. Rantai pasok daging dan telur ayam
ras mencakup produsen, pedagang ternak, rumah potong ayam, pedagang
daging/telur, pengolah, dan konsumen institusi (HOREKA-Hotel, Restoran dan
Katering). Penelitian dilakukan di Payakumbuh dan Padang Pariaman Sumatera
Barat, Blitar Jawa Timur, serta Maros dan Sidrap Sulawesi Selatan.

05. Data dan informasi dikumpulkan dengan metode wawancara, kemudian


dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penerapan
Manajemen Rantai Pasok menggunalan pendekatan semi kuantitatif, efisiensi
ptoduksi dan kinerja usaha dianalisis dengan metode Data Envelopment Analysis

iii
(DEA) dan analisis usahatani. Analisis efisiensi rantai pasok ayam ras pedaging
dan petelur menggunakan analisis marjin dan dilengkapi dengan metode DEA.

HASIL PENELITIAN

Aturan Main Usaha Kemitraan

06. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat lima pola usaha kemitraan dan
satu pola usaha mandiri. Kelima pola itu adalah Pola Kemitraan Kontrak Harga
Nasional, Pola Kemitraan Kontrak Harga Regional, Pola Kemitraan Maklun Lokal
Broiler, Pola Kemitraan Maklun Lokal Layer, Pola Kemitraan Bagi Hasil Lokal.
Pada saat ini, Pola Kemitraan Kontrak Harga Nasional (KKHN) mendominasi
usaha ayam ras pedaging nasional.

07. Dalam implementasinya usaha kemitraan yang ada harus di bawah pengawasan
pemerintan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17/ 2013, Pasal 30 dimana

/
id
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengatur: Usaha Besar untuk membangun

o.
Kemitraan dengan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; atau Usaha

.g
Menengah untuk membangun Kemitraan dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil.

an
08. Pada PP yang sama, Pasal 31 disebutkan bahwa KPPU (Komisi Pengawasan
ni
Persaingan Usaha) melakukan pengawasan pelaksanaan Kemitraan sesuai
rta

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan


pe

pengawasan, KPPU berkoordinasi dengan instansi terkait. Ketentuan mengenai


tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
g.

Peraturan KPPU. Berdasarkan hal itu, sebenarnya pemerintah memiliki payung


an

hukum untuk mengawasi usaha kem itraan.


litb

09. Namun, ketika usaha breeding farm ayam ras pedaging bekembang pesat
e.

sehingga terjadi kelebihan penawaran DOC dari usaha penetasan. Adanya


ps

kebijakan atau shock, yang menyebabkan jumlah atau permintaan DOC


://

menurun, produksi telur tetas untuk DOC ayam ras pedaging berlebihan. Agar
tp

perusahaan breeding farm tidak merugi, telur tetas (HE- Hatchery Egg) yang
berlebihan dijual ke pasar becek dalam bentuk telur konsumsi. Karena HE
ht

merupakan telur tertunas, maka agar dapat dikonsumsi harus segera dijual
dengan harga murah untuk menghindari pertumbuhan embrio. Akibatnya harga
telur di pasar dan peternak petelur mengalami kerugian. Demikian juga jika
terjadi afkir ayam induk (GPS dan PS) dalam jumlah besar, produsen DOC akan
menjual ayam afkir dan akibatnya harga ayam di pasar akan turun dan
merugikan peternak lokal. Kondisi seperti ini, hendaknya dapat dikendalikan dan
diawasi oleh pemerintah karena sudah melanggar Permentan No. 32/2017.

10. Pada tiga provinsi lokasi penelitian, Pergub yang diterbitkan mengatur usaha
kemitraan dalam implementasinya di lapangan menunjukkan bahwa Peran
Pemerintah Daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota terhadap keberadaan
usaha kemitraan ayam ras pedaging masih sangat lemah. Pengetahuan terhadap
keberadaan serta perkembangan usaha ayam ras pedaging dari pejabat dan staf
iv
pada dinas terkait relatif kurang. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya
sosialisasi Pergub kepada pemangku kepentingan seperti: bupati, perusahaan
inti, dinas terkait kabupaten/kota; hingga ke tingkat pemerintahan kecamatan
dan desa.

Kinerja Manajemen Rantai Pasok

11. Penjualan ayam ras pedaging peternak yang berusaha dengan cara kerjasama
kemitraan dilakukan oleh perusahaan inti. Untuk peternak mandiri, penjualan
ayam ras pedaging hasil panen umumnya dilakukan melalui penerbitan DO yang
dilakukan sendiri oleh peternak untuk selanjutnya diberikan kepada pedagang
yang akan membeli ayam ras pedaging peternak mandiri. Selain itu, peternak
juga menjual ayamnya ke pengusaha rumah potong ayam yang juga bertindak
sebagai pedagang ayam. Peternak mandiri juga menjual hasil panennya ke
pedagang setempat, restoran atau rumah makan, melalui pedagang perantara
dan pedagang setempat.

/
id
o.
12. Panen ayam ras pedaging dilakukan beberapa kali hingga 7 tahapan. Pola

.g
penjualan ayam dengan penjualan sejumlah ayam dalam jumlah kecil di awal

an
panen kemudian diikuti penjualan dalam jumlah besar dan menjual ayam sisa
atau ayam kerdil yang pertumbuhan fisiknya tidak sempurna diakhir panen.
ni
rta

13. Pada usaha ayam petelur, umumnya peternak menjual telur 2-3 kali seminggu.
pe

Hal itu dilakukan untuk mencapai volume tertentu karena usaha skala kecil dan
agar telur tidak terlalu lama disimpan. Lokasi pemasaran peternak Blitar
g.

mencapai Jakarta, Kalimantan Timur dan bahkan ke Papua. Produksi telur dari
an

Payakumbuh dan 50 Kota dipasarkan hingga ke Jambi, Bengkulu, Jakarta dan


tb

Bandung. Produksi telur dari Sidrap dipasarkan hingga ke Kalimantan Timur,


li

Sultra dan Manado. Pada peternak yang jumlah ayamnya banyak penjuaan bisa
e.

dilakukan setiap hari.


ps
://

14. Sebagian besar peternak menjual telur kepada pedagang setempat dengan
tp

dasar lebih mengenal sehingga kepercayaan semakin baik. Beberapa pedagang


sudah mulai menjual langsung kepada pedagang luar daerah. Untuk
ht

menghindari risiko sebagian melakukan variasi antar luar daerah dan pedagang
setempat. Penjualan luar daerah dipilih dengan alasan pembayaran lebih cepat
atau tunai, sedangkan harga jual sama.

15. Usaha ayam ras pedaging dan petelur umumnya sudah menerapakan MRP dan
umumnya berada pada penilaian baik hingga sangat baik, yaitu rata-rata nilai 1
hingga 2. Namun, pada beberapa kegiatan manajemen yaitu perencanaan
pengadaan input dan perencanaan penjualan broiler hidup pada peternak
dengan pola kemitraan bagi hasil lokal (KBHL), perencanaan penjualan ayam
male layer hidup pada peternak dengan pola kemitraan makloon lokal male layer
(KMLL), pengiriman DOC yang kurang tepat waktu pada peternak dengan pola
kemitraan kontrak harga regional (KKHR), rata-rata nilai pelaksanaan kegiatan

v
manajemen rantai pasok tersebut berada pada kisaran sedang hingga baik atau
berada pada nilai 2 hingga 3.

16. Hasil penilaian kepuasan peternak ayam ras pedaging terhadap layanan
pembelian DOC dan pakan, peternak menilai layanan pembelian pakan lebih baik
dibandingkan layanan pembelian DOC. Nilai rata-rata penilaian peternak
terhadap layanan pembelian pakan berkisar antara 1 – 2 yang berarti tingkat
kepuasan peternak berada pada kategori baik hingga sangat baik. Sementara
rata-rata nilai tingkat kepuasan terhadap layanan pembelian DOC lebih rendah
terutama untuk indikator kepuasan waltu pengiriman DOC ke kandang peternak
dan kesesuaian kelas atau kualitas DOC.

17. Tingkat kepuasan peternak ayam petelur sebagai konsumen DOC dan pakan
lebih kurang dibandingkan peternak ayam pedaging. Kekurangpuasan tersebut
terutama disebabkan jadwal pengiriman DOC yang kurang tepat. Penyebab ini
dapat disebabkan tingginya permintaan, sehingga harus digilir, bisa juga karena

/
id
kemacetan lalulintas jalan atau ekspedisi. Sementara itu untuk pakan masih

o.
relatif puas. Kalaupun ada ketidakpuasan terjadi pada pemasok bahan pakan

.g
tepung jagung dan dedak.

an
18. Baik tidaknya kualitas DOC dapat disebabkan dari pusat pembibitan atau selama
ni
distribusi dari pembibit ke PS dan peternak. Distribusi DOC menggunakan jasa
rta

ekspedisi. Jika ekspedisi tidak memperhatikan dampak jeleknya selama distribusi


pe

terhadap tampilan ayam, tentu hal ini sangat merugian. Salah satu dampaknya
kematian DOC dalam perjalanan dan susut berat badan DOC. Penyusutan berat
g.

badan akan berdampak pada tampilan produksi


an
tb

Kinerja Produksi dan Profitabilitas Usaha


li
e.

19. Secara umum peternak ayam ras pedaging dan petelur adalah laki-laki, namun
ps

dalam melaksanakan usahanya masih ditetap dibantu tenaga kerja perempuan,


://

yaitu: isterinya dan anaknya. Umur peternak umumnya didominasi oleh


tp

peternak-peternak usia muda. Namun dari sisi pendidikan umumnya


berpendidikan menengah ke bawah. Hanya beberapa peternak berpendidikan
ht

tinggi sudah ikut terlibat. Ini mengindikasikan bahwa disamping usaha tersebut
mampu memberikan peluang kerja. Berdasarkan usianya yang muda,
pengalamannya relatif rendah, baru kurang dari lima tahun.

20. Usaha ayam ras pedaging dan petelur dipelihara pada kandang terbuka (open-
house) dengan kualitas yang berbeda menurut daerah. Di Sumatera Barat dan
Sulawesi Selatan, kualitas kandang relatif lebih baik dibandingkan kandang ayam
di Jawa Barat. Namun demikian, di Jawa Barat sudah mulai diintroduksi kandang
yang close house berkualitas tinggi. Kandang ini membutuhkan biaya besar,
sekitar Rp2,7 miliar untuk kapasitas 40 ribu ekor ayam pedaging per siklus. Pada
peternak yang modal masih belum cukup, kandang Close House diadaptasi
dengan kandang Semi-Close House dengan mengatur sirkulasi udara, suhu dan
kelembaban kandang.
vi
21. Umumnya lokasi kandang dengan rumah peternak dan penduduk relatif dekat.
Kondisi ini tentunya mempengaruhi kenyaman, akibat bau dan lalat yang
ditimbulkan kandang.

22. Berbagai kasus penyakit dijumpai pada usaha ayam ras pedaging dan petelur,
antara lain CRD, ND, Kolera. Kerdil, gumboro. Kasus CRD relatif tinggi. Khusus
pada ayam ras pedaging banyak dijumpai kasus ayam kerdil. Kerdilnya ayam ini
dapat kemungkinan disebabkan masalah manajemen pemeliharaan juga kualitas
DOC yang diterima.

23. Secara umum Pola KKHN pada usaha ayam tas pedaging memiliki nilai terbaik
dengan kriteria mortalitas lebih rendah (2,92%). Sementara untuk kriteria berat
ayam per ekor antara KKHR (1,80 kg/ekor) dengan KKHN (1,79 Kg/ekor) tidak
jauh berbeda. FCR usaha mandiri lebih kecil (1,50) dibandingkan KKHN (1,54)
dan KMLB (1,56). Berdasarkan sistem sirkulasi kandang, kandang Close House
memiliki kinerja lebih baik dibandingkan kandang Semi Close House dan open

/
id
house.

o.
.g
24. Hasil analisis DEA menunjukkan bahwa rata-rata usaha ayam ras pedaging pola

an
KKHN lebih efsien dari pola yang lain dengan nilai rata-rata VRSTE 0,950. Diikuti
KMLB, Mandiri KBHL dan KKHR. Masih banyak peternak yang belum efisien
ni
menggunakan input produksi. Hal itu dapat dilihat dari nilai Slack input biaya
rta

tenaga kerja, khususnya pada peternak Mandiri. Hal ini disebabkan masih
pe

banyak peternak menggunakan TK dalam keluarga dan peternak tidak


memperhitungkannya.
g.
an

25. Berbagai pola usaha ayam ras pedaging secara finansial layak, kecuali pola
tb

KMLL. Sesuai dengan kinerja produksi, usaha Pola KKHN lebih menguntungkan
li

dibandingkan dengan pola lain yaitu Rp1.490/Kg ayam yang dihasilkan,


e.

dibandingkan pola KKHR hanya Rp721/Kg dan pola Mandiri Rp827/Kg. Faktor
ps

yang mempengaruhi keuntungan usaha antara lain efisien teknis dan skala
://

usaha.
tp

26. Pada semua lokasi, usaha ayam petelur merupkan pola mandiri. Tingkat efisiensi
ht

raya-rata 0,981 dan usaha di Blitar relatif tidak efisien dibandinglan Payakumbuh
dan Sidrap. Hal itu disebabkan pemakaian input yang masih berlebih dari
seharusnya.

27. Usaha ayam petelur di Payakumbuh memberikan tingkat keuntungan yang lebih
baik yaitu Rp4.263/Kg telur dibandingkan dengan Blitar (Rp1.198/Kg) dan Sidrap
(Rp2.596). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingjat keuntungan adalah skala
usaha, harga dedak di Payakumbuh relatif murah dibandingkan dua daerah lain.
Disamping itu harga telur relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

vii
Efisiensi Rantai Pasok

28. Peran perusahaan inti sebagai produsen ayam ras pedaging, cenderung
menentukan harga dan dapat menyebabkan pedagang merugi karena belum
tentu harga yang terbentuk sesuai dengan kemampuan konsumen. Kasus di
Sulawesi Selatan, peran perusahaan inti diimbangan dengan peran asosiasi
pedagang (distributor).

29. Persoalan lain yang dihadapi pedagang jika terjadi kelebihan pasokan dari
produsen. Pedagang telur di Payakumbuh terpaksa menjual telur hingga ke
Jakarta, walaupun dengan harga lebih murah dari di Payakumbuh sendiri. Jika
hal itu tidak dilakukan maka harga telur di Payakumbuh akan menurun dan
pengusaha skala besar yang juga merangkap pedagang akan merugi.

30. Di Jawa Barat, pelaku perdagangan ayam ras pedaging yang terlibat relatif
banyak dibandingkan Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Bagian yang

/
id
diterima peternak (Farmer Share) pada tiga lokasi itu bervariasi dalam kisaran

o.
49,26% - 87,93%.

.g
an
31. Di Jawa Timur, pelaku perdagangan telur ayam ras yang terlibat relatif banyak
yaitu 3 – 5 pelaku. Di Sumatera Barat pelaku yang terlibat antara 2 – 5 pelaku,
ni
dan di Sulawesi Selatan relatif sedikit yaitu antara 3 dan 4. Bagian yang diterima
rta

peternak (Farmer Share) ayam ras petelur bervariasi dalam kisaran 61,58% -
pe

100%. Bagian ini relatif lebih besar dibandingkan bagian yang diterima peternak
ayam ras pedaging.
g.
an

32. Berdasarkan analisis kuantitatif menggunakan Program DEAP, dari 16 saluran


tb

pemasaran ayam ras pedaging di lokasi penelitian hanya 6 saluran yang efisien
li

masing-masing dua saluran di tiap lokasi yaitu Jawa Barat, Sumatera Barat dan
e.

Sulawesi Selatan. Pada saluran pemasaran telur ayam ras, dari 18 saluran hanya
ps

6 yang efisien masing-masing di Blitar 3 saluran, di Payakumbuh 1 saluran dan


://

di Sidrap 2 saluran.
tp

IMPLIKASI KEBIJAKAN
ht

Aturan Main Usaha Kemitraan

33. Agar keberadaan pola kemitraan lokal dan regional bertahan, sebaiknya
mengadopsi pola KKHN yaitu kontrak harga, transparan, dan menyaratkan
kandang yang baik. Pada sisi lain pemerintah memperhatikan alokasi
penggunaan DOC sesuai Permentan 32/2017 dan mendorong dan membina
peternak ayam petelur skala kecil yang bernaung dalam wadah asosiasi.

34. Pemerintah pusat dan daerah melakukan penegakan hukum yang sudah
diterbitkan baik permentan, pergub, perda dan perbup. Bila diperlukan dapat
melibatkan KPPU yang memiliki peran terkait dengan kemitraan. Karena usaha

viii
ini berkaitan dengan kesempatan berusaha dari masyarakat setempat dan
memanfaatkan sumberdaya lokal dengan konsekuensi lingkungan.

Kinerja Manajemen Rantai Pasok

35. Penerapan salah satu amanah Permentan 32/2017 yaitu keberadaan RPA dan
rantai dingin bagi usaha ayam pedaging tidak hanya untuk usaha mandiri tetapi
perusahaan inti yang mengusaha usaha kemitraan selain dapat meningkatkan
nilai tambah, juga menghindari kelebihan pasokan yang menyebabkan
terhambatnya pembayaran dan menghindari frekuensi panen yang merugikan
peternak.

36. Pengaturan alokasi peredaran dan penggunaan DOC FS sesuai Permentan


32/2017 membutuhkan pengawasan pihak terkait. Selain itu dapat dilakukan
dengan: (1) edukasi dan promosi konsumsi produk olahan daging ayam dalam
bentuk sosis, nugget, baso dan fillet di seluruh wilayah melalui televisi; (2)

/
id
produk budidaya perusahaan dan pola KKHN diarahkan pada pasar ekspor.

o.
.g
37. Pemerintah dalam hal ini Ditjen PKH dan dinas yang membidangi fungsi PKH di

an
provinsi dan kabupaten/kota melakukan Pengawas Bibit Ternak (Wasbitnak)
untuk menjaga kualitas DOC secara berjenjang di level perusahaan penetasan,
ni
perusahaan ekspedisi angkutan DOC, poultry shop, dan di kandang ayam
rta

peternak.
pe

38. Meningkatkan jumlah dan peran wasbitnak baru dan aktif di pusat, provinsi, dan
g.

kabupaten/kota; membenahi insentif jabatan fungsional tersebut dengan


an

tunjangan tertentu dan kemudahan prosedur kenaikan pangkat; dan membuka


tb

peluang swasta berperan sebagai pengawas tersebut.


li
e.
ps

Kinerja Produksi dan Profitabilitas Usaha


://
tp

39. Untuk meningkatkan efisiensi teknis dan keuntungan usaha perlu introduksi
kandang close huse dan semi-close house ke peternak skala kecil dalam bentuk
ht

usaha gabungan peternak. Modal pertama untuk kandang dapat bersumber dari
kredit program, CSR dan/atau dana perusahaan inti yang didukung dengan
deposit peternak yang disimpan di perusahaan inti.

40. Berdasarkan pola kemitraan, pola maklun tidak mendorong efisiensi dan tidak
menguntungkan sehingga disarankan ditingkatkan kualitasnya dengan pola baru
dengan memperhatikan pendapatan peternak plasma.

41. Pihak perusahaan inti menyiapkan tenaga TS untuk mendampingi peternak


berusaha dalam segala aspek, namun tidak semua dapat dilayani dengan baik,
hal ini terindikasi dari kasus-kasus penyakit dan kebersihan kandang termasuk
tindakan biosecurity untuk mencegah munculnya penyakit-penyakit infeksi, Oleh

ix
sebab itu, perlu pendampingan teknis, usaha dan akses ke permodalan oleh
pihak dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan.

Efisiensi Rantai Pasok

42. Pemerintah mengawasi dan menindak karena melanggar aturan Permentan


32/2017 atas adanya produk ayam afkir dan telur tetas milik perusahaan
pembibitan masuk ke pasar yang merugikan peternak dan pedagang ayam dan
telur.

43. Rantai pasok ayam dan telur dapat memanfaatkan Toko Tani Indonesia (TTI)
yang dikembangkan Kementan dan Rumah Pangan Kita (RPK) yang
dikembangkan Bulog dalam bentuk rantai dingin sehingga dapat meningkatkan
pendapatan peternak dan menstabilkan harga.

44. Keberadaan pedagang pengirim di sentra produksi dan distributor di sentra

/
id
konsumsi seperti yang terjadi di Jawa Barat dapat disederhanakan dengan

o.
menghilangkan salah satu, seperti kasus di Sulawesi Selatan. Dengan demikian

.g
dapat memotong satu mata rantai.

an
45. Peternak bermodal besar disarankan untuk dapat memperpendek rantai pasok
ni
dengan cara memasarkan langsung ke konsumen institusi seperti hotel,
rta

swalayan, restoran, rumah sakit dan katering.


pe
g.
an
litb
e.
ps
://
tp
ht

x
EXECUTI VE SUM M AR Y

INTRODUCTION

46. Efficiency is crucial for competitiveness of chicken industries. In facing the


Asean Economic Community markets, the beneficiary countries are those that
have the competitiveness to produce and distributing the poultry products.
Therefore, national poultry industry needs to improve efficiency in producing
technology-based products and modern business.

47. The problem is that small-scale poultry farms are characterized by low efficiency.
In such industry, efficiency is an important consideration for competitiveness
that is influenced by production costs, economies of scale, business climate,
vertical integration and ability to adopt new technologies. Facing the market of
the ASEAN Economic Community, the beneficiary country is a country that has
the competitiveness of producing and distributing chicken products. Therefore,

/
id
the national poultry industry needs to improve efficiency in producing

o.
technology-based products and modern business by involving small-scale

.g
farmers in mutual partnership, involving seed quality control, free of bird flu and

an
emerging diseases, reduction of raw material feed imports, and export markets
oriented.
ni
rta

48. The general purpose of the research is to produce policy recommendations for
pe

an efficient supply chain in the competitive broiler and layer industry and
improve the farmers welfare. The specific purpose of this study are : (1)
g.

Reviewing the rules of the game on various supply chains according to the
an

pattern of partnership broiler and layer farming; (2) Assessing the performance
tb

of supply chain management on various patterns of small scale broiler and layer
li

farming; (3) Analyzing production performance and profitability of broiler and


e.

layer for each pattern; and (4) Analyzing the supply chains efficiency of small
ps

scale broiler and layer farm for each pattern.


://
tp

49. This study covers broiler and layer chicken commodities. The main sample is
small-scale commercial farmers, both self-employed and partnership. Supply
ht

chain of chicken meat and eggs is include producers, livestock traders, chicken
slaughterhouse, meat/egg traders, processors, and consumer institutions
(HOREKA - Hotel, Restaurant and Catering). The research was conducted in
Payakumbuh and Padang Pariaman (West Sumatra), Blitar (East Java), and
Maros and Sidrap (South Sulawesi).

50. Data and information was collected by interview, and then analyzed by
qualitative and quantitative descriptive approach. The application of Supply
Chain Management was analyzed using semi quantitative approach and
production efficiency and business performance is analyzed by Data
Envelopment Analysis (DEA) and farming analysis. Analysis of supply chain
efficiency is using margin analysis and equipped with DEA method.

xi
RESULTS

Partnership Rules

51. The results found that there are five partnership patterns and one independent
pattern. The five patterns are National Price Contract Partnership Pattern (Pola
Kemitraan Kontrak Harga Nasional), Regional Contract Price Partnership Pattern
(Pola Kemitraan Kontrak Harga Regional), Broiler Local Vendor Partnership (Pola
Kemitraan Maklun Lokal Broiler), Layer Local Vendor Partnership (Pola Kemitraan
Maklun Lokal Layer), and Local Profit Sharing Partnership. At the moment, the
National Contract Price Partnership Pattern (KKHN) dominates the national
broiler business.

52. In the implementation, existing partnership pattern shall be under the


government supervision, according to Article 30 of Government Regulation No.
17/2013, whereby the Government and the Local Government regulate: Large

/
id
Enterprises to establish Partnership with Micro, Small and Medium scale

o.
Enterprises; or Medium Enterprises to build Partnership with Micro and Small

.g
scale Enterprises.

an
53. In the same regulation, Article 31 states that KPPU (Business Competition
ni
Supervisory Commission) shall supervise the implementation of Partnership in
rta

accordance with the provisions of legislation. In conducting supervision, KPPU


pe

coordinates with related institutions. Provisions concerning supervision


procedures as referred in paragraph (1) shall be regulated by KPPU Regulation.
g.

Due to the regulation, the government actually has a legal umbrella to oversee
an

the partnership.
litb

54. However, when breeding farm of broiler is growing rapidly, there is an excess
e.

supply of DOC from hatchery. The existence of policy or shock causes the
ps

number or demand of DOC decline, there is an oversupply of hatchery egg


://

production for broiler DOC. To avoid loss of breeding farm companies, Hatchery
tp

Egg(HE) are sold to muddy market in the form of consumption eggs. Since HE is
the embryo eggs, to be consumed, it must be sold cheaply to avoid embryo
ht

growth. As a result, the market eggs price decrease and layer farmers suffered
losses. Likewise, in case of parent chicken reject (GPS and PS), the DOC
producers will sell the chicken reject and as a result the market chicken price will
decrease and harming local farmers. Such cconditions should be controlled and
supervised by the government because it violates Permentan no. 32/2017.

55. In the three provinces, the implementation of governor regulation that


governing partnership efforts of broiler farming enterprises is still very weak.
Knowledge of the existence and development of broiler farms from officials and
staff in related offices is relatively less. This can be caused by the lack of
governor regulation socialization to stakeholders such as: regent, core
companies, related districts/municipal services; to the level of sub-district and
village government.
xii
Performance of Supply Chain Management

56. Broiler sales of partnership farmers was conducted by core companies. For
independent farmers, broiler sale is generally conducted through DO producer
by the farmers themselves and then to traders. In addition, farmers also sells his
chicken to slaughterhouse entrepreneur who also as chicken trader.
Independent farmers also sell to local traders, restaurants, through intermediary
traders and local traders.

57. Broiler was harvested several times, up to 7 stages. The chicken selling pattern
is small amounts selling at the beginning of the harvest, and followed by large
quantities of sales and finally selling the remaining chicken or dwarf chicken at
the end of the harvest.

58. For layer business, farmers generally sell eggs 2-3 times a week. This is done to

/
id
achieve a certain volume due to small-scale business and to avoid too long eggs

o.
stored. The marketing of Blitar farmers is Jakarta, East Kalimantan and even to

.g
Papua. Egg production from Payakumbuh and 50 Kota is marketed to Jambi,

an
Bengkulu, Jakarta and Bandung. Egg production from Sidrap is marketed to East
Kalimantan, Southeast Sulawesi and Manado. For farmers with large number of
ni
chickens, selling can be done every day.
rta
pe

59. Most farmers sell eggs to local traders due to more familiar and better trust.
Some traders have started selling directly to merchants outside the region. To
g.

avoid the risk, some traders conducting marketing mix by selling both to outside
an

and local merchants. Outside sales are selected for reasons of faster payment or
tb

cash, while the selling price is the same.


li
e.

60. Generally, broiler and layer enterprise have applied MRP and the assessment fall
ps

in good to very good, that is 1 to 2 in average. However, for some management


://

activities such as input procurement planning and live broiler sales planning,
tp

some farmers with local profit sharing partnership pattern (KBHL), planning of
selling live male layer for local vendor partnership pattern (KMLL), DOC
ht

improper delivery on farmers with regional contract price partnership (KKHR)


pattern, the average implementation value of supply chain management
activities are in the range of moderate to good, namely 2 to 3.

61. The assessment results of broiler farmers' satisfaction on DOC purchase and
feed service show that farmers assess feed purchase service is better than DOC
service. The average value of farmer's assessment on feed purchase service
ranges from 1 to 2, which means that the satisfaction level is fall in good to very
good category. The average value of satisfaction level on DOC purchasing
service is lower, especially for DOC delivery satisfaction indicator, and suitability
class or DOC quality.

xiii
62. Satisfaction Level of layer farmers as DOC and feed consumer is less than broiler
farmers. Such dissatisfaction is mainly due to poorly scheduled DOC delivery.
This may caused by high demand, so it must be rotated, or due to traffic
congestion or expedition. Meanwhile, for the feed is still relatively satisfied. Even
if there is dissatisfaction occurs in the supplier of corn and bran feed ingredients.

63. DOC quality is depend on breeder center or distribution from breeder to PS and
farmers. DOC is distributed using expedition services. If the expedition does not
pay attention on the impact of distribution to the chicken display, this is certainly
a disadvantage. One of the impacts is DOC death on the way and weight loss
DOC. Weight loss will affect on the production appearance.

Production Performance and Profitability

64. In general, broiler and layer farmers are men, but still assisted by female
workers, namely his wife and sons. The ages are generally dominated by young

/
id
farmers. Education level is generally middle to lower. Few highly educated

o.
farmers have been involved. This indicates that the farms is able to provide job

.g
opportunities. Based on the ages, young farmers has relatively low experience,
just less than five years.
an
ni
65. Broiler and layer is kept in open-house with different quality according to region.
rta

In West Sumatra and South Sulawesi, the cage quality is relatively better than
pe

West Java. However, West Java has begun to introduce high quality close house.
This cage requires a large cost, about Rp 2,7 billion for the capacity of 40
g.

thousand broiler per cycle. For farmers with insufficient capital, the close house
an

is adapted with semi close house by regulating air circulation, temperature and
tb

humidity of the house.


li
e.

66. Generally, cage locations with farmers home and residents are relatively close.
ps

This condition certainly affects the comfort, due to the smell and flies caused by
://

the cage.
tp

67. Various cases of disease found in broiler and layer business, among others CRD,
ht

ND, Cholera. Dwarf, gumboro. CRD case is relatively high. Many cases of dwarf
chicken found especially for broiler. Such condition may be due to poor
maintenance management and the quality of DOC received.

68. In general, broiler KKHN pattern has the best value with lower mortality criteria
(2.92%). There is not significant different for chicken weight criteria between
KKHR (1.80 kg/head) with KKHN (1.79 Kg/head). FCR of independent farming is
smaller (1.50) than KKHN (1.54) and KMLB (1.56). Based on the house
circulation system, close House has better performance than semi close house
and open house.

69. DEA analysis show that the average of broiler KKHN farming pattern is more
efficient than other pattern with mean value of VRSTE is 0,950, followed by
xiv
KMLB, Independent, KBHL and KKHR. There are many farmers who have not
efficiently use production inputs. It can be seen from the slack value of labor
costs input, especially for independent farming. This is because many farmers
still use family labor and do not take into account the labor.

70. Broiler farming patterns are financially feasible, except for KMLL. In accordance
with production performance, KKHN Pattern is more advantageous compared to
other pattern that is Rp 1.490/Kg of chicken produced, compared to KKHR
pattern only Rp 721/Kg and independent Rp 827/Kg. Factors affecting business
profits is include technical efficiency and business scale.

71. In all locations, layer farming is apply independent pattern. The average
efficiency level is 0.981 and Blitar is relatively inefficient compared to
Payakumbuh and Sidrap. This is due to excessive input use than it should be.

72. Layer farming in Payakumbuh provide better profit rate, namely Rp 4.263/Kg

/
id
eggs compared with Blitar (Rp 1.198/Kg) and Sidrap (Rp 2.596/kg). Factors that

o.
affect the profitability is the scale of business, the price of bran in Payakumbuh

.g
relatively cheap compared to the other two areas whereas the eggs price is

an
relatively higher compared to other regions.
ni
Supply Chain Efficiency
rta
pe

73. The role of core enterprise as producers of broiler tend to determine prices and
can cause traders to lose because not necessarily the established price meet
g.

with the consumers ability. In the case of South Sulawesi, the role of the core
an

enterprise is balanced with the role of the merchant association (distributor).


litb

74. Another problem facing by traders is oversupply from producers. Egg traders in
e.

Payakumbuh forced to sell eggs to Jakarta, although at a cheaper price than in


ps

Payakumbuh. If it is not done then the eggs price in Payakumbuh will decline
://

and large-scale entrepreneurs who also concurrently traders will lose money.
tp

75. In West Java, involved broiler traders were relatively large compared to West
ht

Sumatra and South Sulawesi. The share received by farmers (Farmer Share) at
these three sites varies in the range of 49.26% - 87.93%.

76. In East Java, eggs trader involved were relatively large, namely 3-5 traders. In
West Sumatra, the traders are between 2-5 and in South Sulawesi relatively
few, between 3 and 4. Farmer share of layer vary within the range of 61.58% -
100%. Such share is relatively larger than the share received by broiler farmers.

77. Based on quantitative analysis using DEAP Program, out of 16 marketing


channels of broiler in the study location, only 6 is efficient, each two channels in
each location of West Java, West Sumatra and South Sulawesi. On the eggs
marketing channel, out of 18 channels, only 6 are efficient namely 3 channels in
Blitar, 1 channel in Payakumbuh and 2 channel in Sidrap.
xv
POLICY IMPLICATIONS

Partnership Business Rules

78. It is better to adopt KKHN pattern that is contract price, transparent, and good
house to survive the existence of local and regional partnership pattern. On the
other hand, the government must paid attention to DOC allocation according to
Permentan No. 32/2017 and encouraged and fostered small scale farming under
association.

79. Pemerintah pusat dan daerah melakukan penegakan hukum yang sudah
diterbitkan baik permentan, pergub, perda dan perbup. Bila diperlukan dapat
melibatkan KPPU yang memiliki peran terkait dengan kemitraan. Karena usaha
ini berkaitan dengan kesempatan berusaha dari masyarakat setempat dan
memanfaatkan sumberdaya lokal dengan konsekuensi lingkungan.

/
id
o.
80. Central and local governments must enforce the law that has been issued either

.g
regulation of the minister of agriculture, gubernatorial regulation, local

an
regulation and regent regulation. If necessary, KPPU may involve having a role
related to the partnership. Because these efforts are related to the business
ni
opportunity of the local community and utilize local resources with
rta

environmental consequences.
pe

Performance of Supply Chain Management


g.
an

81. Implementation of one of the mandate of Permentan 32/2017 is the existence of


tb

RPA and cold chain for broiler farm, not only for independent farm but also core
li

company in partnership because increase value added and avoid over supply
e.

which cause delay of payment and avoid harvest frequency which is detrimental
ps

to the farmers.
://
tp

82. Regulation of DOC FS allocation and use in accordance with Permentan 32/2017
requires supervision of related parties. In addition, it can be done by: (1)
ht

education and promotion of processed chicken products consumption such aas


sausages, nuggets, meat ball and fillets throughout the region through
television; (2) the company's products and KKHN patterns are directed to export
market.

83. The Government, in this case is Directorate General of PKH and the office in
charge of PKH functions in the provinces and regency/cities conduct the
livestock seeds supervisor to maintain DOC quality from hatchery level, DOC
expedition, poultry shop, and farm house.

84. Increase the number and role of new livestock seeds supervisor and active at
the central, provincial, and regency/city levels; provide the functional function

xvi
with incentives and the ease of promotion procedures; and open opportunity for
the private sectors to act as the supervisor.

Production Performance and Profitability

85. Close house and semi close house need to be introduced to small-scale farmers
(in farmers association) to improve farming technical efficiency and profitability.
The first capital for the house can be sourced from program credit, CSR and/or
core companies funds, supported by farmers deposit kept in the core company.

86. On the partnership pattern basis, vendors pattern (makloon) does not encourage
efficiency and not profitable so need to be improved with new pattern by paying
attention on plasma farmers income.

87. The core company prepares TS personnel to assist farmers in all aspects, but not
all of them can be served well, as indicated by diseases cases and house

/
id
hygiene including biosecurity measures to prevent the emergence of infectious

o.
diseases, need technical assistance, business and access to capital sources by

.g
the agency in charge of livestock and animal health functions.

Supply Chain Efficiency an


ni
rta

88. The Government supervises and prosecutes for violating the regulation of
pe

Permentan 32/2017 on the presence of chicken reject products and hatching


eggs belonging to the breeding companies entering the market that harms the
g.

farmers and chicken and egg traders.


an
tb

89. Chicken meat and egg supply chain can utilize Indonesian Farmer's Store (TTI)
li

developed by Ministry of Agriculture and Rumah Pangan Kita (RPK) developed by


e.

Bulog in the form of cold chain to increase farmer's income and stabilize the
ps

price.
://
tp

90. The presence of sending merchants in production centers and distributors in


consumption centers such as those occurring in West Java can be simplified by
ht

eliminating one, as is the case in South Sulawesi. It can cut one link.

91. Large scale farmers are advised to shorten supply chains by marketing directly
to institutional consumers such as hotels, supermarkets, restaurants, hospitals
and caterers.

xvii

Anda mungkin juga menyukai