Disusun oleh:
I. DEFINISI
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir.
Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
II. ETIOLOGI
Diabetus mellitus
Glumerulonefritis kronis
Pielonefritis
Hipertensi tak terkontrol
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan vaskuler
Lesi herediter
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
III. PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh
(BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium;
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di
tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK]
a. URIN
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. DARAH
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium ; Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
VI. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid
3. Diit rendah uremi
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
VII. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan
BB dalam batas normal, albumin, dalam batas normal
Intervensi:
Kaji status nutrisi
Kaji pola diet nutrisi
Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu
makan
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
Timbang berat badan harian
Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat
Pengkajian keperawatan
1. riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
2. kaji derajat kerusakan ginjal dan gangguan sistem tubuh lainnya melalui
pengkajian sistem tubuh dan kaji hasil laboratotium.
3. lakukan pemeriksaan fisik, tanda vital, sistem kardiovaskuler, pencernaan,
sistem saraf, integumen, dan sistem muskuloskeletal.
ANALISA DATA
no Sign n simtom Etiologi problem
1. DS: klien mengatakan tidak bisa Retensi cairan Kelebihan volume
kencing selama 2 hari cairan
DO: jumlah urin seperempat
botol mineral perhari.
Bb 68 kg
Ureum:225 mg%
Creatinin: 11 mg%
Kaki oedem
Hb 8 gr%
K 6,5 meq/l
Na 135 meq/l
HCO3 18
2. DS: klien mengatakan sesak Ketidak Resiko tinggi
nafas seimbangan penurunan curah
DO: HR: 112x/mnt cairan jantung
Suara paru rales mempengaruhi
TD 190/120mmHg kebutuhan
oksigen
3. DS: klien mengatakan lemah anemia Intoleransi
DO: Hb 8 gr% aktivitas
HCT 37%
HR 112x/mnt
TD 190/120 mmHg
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. peningkatan Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan, ditandai dengan:
DS:klien mengatakan tidak bisa kencing selama 2 hari
DO: jumlah kencing sekitar sepraempat botol mineral
Bb: 68 kg,
Ureum: 225 mg%
Creatinin: 11 mg%
Kaki oedem
K 6,5 meq/l
HCO3 18
2. REsiko tinggi penurunan curah jantung b.d ketidak seimbangan mempengaruhi
kebutuhan oksigen, ditandai dengan:
DS: klien mengatakan sesak nafas
DO: HR: 112x/mnt
Suara paru rales
TD 190/120mmHg
3. intoleransi aktivitas b.d anemia, ditandai dengan:
DS: klien mengatakan lemah
DO: Hb 8 gr%
HCT 37%
HR 112x/mnt
TD 190/120 mmHg
INTERVENSI
NO HARI/ TUJUAN DAN INTERVENSI
TANGGAL KRITERIA
1. Senin, 1-03- Setelah dilakukan Pantau balance cairan/24
2010 tindakan jam
keperawatan selama R/untuk mengetahui
3x24 jam kelebihan kemampuan regulasi ginjal
volume cairan dapat Kaji tanda-tanda vital
diatasi dengan R/takikari dan hipertensi
criteria hasil: terjadi karena kegagalan
DS: klien ginjal untuk mengeluarkan
mengatakan dapat urin
kencing Timbang BB harian
DO: jumlah urin 500 R/untuk membentuk indeks
cc/hari keseimbangan cairan.
BB 67,5 kg Kaji edema perifer dan
Ureum 150 mg% distensi vena leher
Kreatinin 8 mg% R/untuk mengetahui
Oedem berkurang perubahan pada system
K 6 mEq/l rennin-angiotensin.
Batasi masukan cairan (400-
500)
R/untuk mengendalikan
kelebihan input cairan
Anjurkan kepada pasien
mengenai pentingnya
mengikuti pengobatan diet
dan hindari konsumsi tinggi
potassium.
R/untuk mengontrol kadar
ureum kreatinin dalam
darah
Kolaborasi untuk pemberian
sodium bikarbonat
R/untuk mengatasi gejala
acidosis.
Kolaborasi pemberian
diuretic (furosemid)
R/untuk melebarkan lumen
tubular, menurunkan
hiperkalemia dan
meningkatkan kelebihan
volume sirkulasi.
2. Senin,1-03- Setelah dilakukan Auskultasi bunyi jantung dan
2010 tindakan selama paru.
3x24 jam klien dapat R/untuk mengetahui
mempertahankan frekuensi jantung,gemrisik
curah jantung dan edema yang
dengan criteria hasil: menunjukan GGK
DS: klien Kaji adanya/derajat
mengatakan sesak hipertensi, awasi TD
nafas berkurang R/hipertensi bermakna dapat
DO: HR:100 x/mnt terjadi karena gangguan
Suara paru rales pada system aldosteron
TD: 160/100mmHg rennin-angiotensinogen.
A. DEFINISI
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di
dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh
seperti teh atau merah.
B. ETIOLOGI
Batu kalsium (kalsium oksalat dan /atau kalsium fosfat)
• Hiperkalisiuria
Hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi
natrium, kalsium dan protein)
Hiperparatiroidisme primer
Sarkodosis
Kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium
Asidosis tubulus ginjal tipe I
• Hiperoksaluria
Hiperoksaluria enteric
Hiperoksida idiomatik (hiperoksaluria dengan masukan tinggi oksalat, protein.
Hiperoksaluria herediter (tipe I & II)
• Hiperurikosuria
Akibat masukan diet purin berlebih
• Hipositraturia
Idopatik
Asidosis
Tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap)
Minum asetazolamid
Diare, latihan jasmani dan masukan protein tinggi
•Ginjal spongiosa medular
Volume air kemih sedikit
Batu kalsium idiomatik (tidak dijumpai pedisposisi metabolik)
• Batu asam urat
PH air kemih rendah
Hiperurikosuria (primer dan sekunder)
• Batu struvit
Infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease
• Batu sistin
Sistinuriah herediter
Batu lain seperti matriks, xantin 2.8 dihidroksadenin, amonium urat, triamteren,
silikat
a. Teori Intimatriks
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
b. Imobilitas lama
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu
ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang
setelah batu lewat.
3. Pemeriksaan Diagnostik
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine.
E. PENATALAKSANAAN
a. Menghilangkan Obstruksi
b. Mengobati Infeksi
Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera
jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal
Data Penunjang :
- Pasien gelisah
TUJUAN/KRITERIA
Tujuan :
Kriteria :
- Kolik berkurang/hilang
RENCANA TINDAKAN
- Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah.
- Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang
tersebut.
- Anjurkan pasien banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada kontra
indikasi.
Rasional
Peningkatan nyeri adalah indikatif dari obstruksi, sedangkan nyeri yang hilang tiba-tiba
menunjukkan batu bergerak. Nyeri dapat menyebabkan shock.
Kemungkinan adanya penyakit/komplikasi lain.
Memberikan informasi tentang penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang
tersebut.
Untuk memudahkan pemberian obat serta pemenuhan cairan bila mual, muntah dan
keringat dingin terjadi.
Untuk mengetahui efek samping yang tidak diharapkan dari pemberian obat-obatan
tersebut.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal
atau pada uretra.
Data Penunjang :
Urine out put < 30 cc per jam
RR > 28 X/mt.
TUJUAN/KRITERIA
Tujuan :
Kriteria :
- Perifer hangat
· Diastolik 70 – 90 mmHg.
· Pernafasan 16 – 24 X/mt
RENCANA TINDAKAN
Rasional
Data Penunjang :
- HR = 125 X/mt
TUJUAN/KRITERIA
Tujuan :
Kriteria :
RENCANA TINDAKAN
- Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul.
- Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan.
- Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan
pasien.
- Berikan dorongan pada pasien bila sudah dapat merawat diri sendiri untuk
meningkatkan harga dirinya sesuai dengan kondisi penyakit.
- Hargai setiap pendapat dan keputusan pasien.
Rasional
Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan
pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi.
Data Penunjang :
TUJUAN/KRITERIA
Tujuan :
Kriteria
- Pasien dapat menjelaskan kembali tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang
diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik.
- Pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan penyakit dan program pengobatannya.
RENCANA TINDAKAN
- Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatannya.
- Diskusikan pentingnya banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada
kontra indikasi.
- Diskusikan tentang pentingnya diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat.
Rasional
- Pengetahuan membantu mengembangkan kepatuhan pasien dan keluarga terhadap
rencana terapeutik
http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-
urolithiasis/
KASUS
Tuan Abdel, 43 tahun datang re RS karena nyeri hebat pada bagian pinggang sebelah
kanan yang hilang timbul, disertai mual dan muntah. Dari anamnesis diketahui klien
pernah berobat dengan keluhan sama dan didiagnosa mengalami gangguan batu pelvis,
dan sembuh dengan pengobatan setahun yang lalu.
Klien bekerja sebagai staff administrasi dan jarang berolahraga, suka sekali makan
jerohan. Pemeriksaan Fisik : TD 130/90 mmHg, N 100 X/mnt, RR 24 X/mnt. Lab : urin
routin kristal urat +, leukosit 4/LP Advis dokter : persiapan pemeriksaan BNO/ IVP untuk
besok.
ANALISA DATA
No Sign and Simptom Etiologi Problem
1. DS: klien mengatakan nyeri cedera jaringan Nyeri akut
hebat sekunder terhadap
P:gangguan batu pelvis. adanya batu pada
Q:nyeri hebat hilang timbul ureter atau pada
R: bagian pinggang sebelah ginjal
kanan
S:
T:hilang timbul
DO: 130/90 mmHg, N 100
X/mnt, RR 24 X/mnt.
2. DS: adanya obstruksi
DO: urin rutin Kristal urat + (calculi) pada Gangguan perfusi
N:100x/mnt uretra.
A. PENGERTIAN
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.
(R. Sjamsuhidayat dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, 1997)
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher
kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering
menghalangi pengosongan kandung kemih. (Susan Martin Tucker, 1998)
B. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadiya
hiperplasiprostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)
dan proses aging.
Beberapa teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar periurethral,
yaitu :
Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjar periurethral dalam
keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati (steadystate). Sel
baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti
faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal atau faktor pencetus yang
lain maka sel stem tersebut akan dapat berproliferasi lebih cepat sehingga
terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
Teori Rewakening dari jaringan kembali seperti perkembangan seperti pada
masa tingkat embrionik, sehingga jaringan periurethral dapat tumbuh lebih
cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori yang mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena
terjadinya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan
estrogen. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan testoteron dan estrogen, karena produksi testoteron
menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jarinagn
adiposa di perifer. Perubahan konsentraasi relatif testoteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
C. GAMBARAN KLINIK
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
Obstruksi :
i. Hesistensi (harus menunggu lama bila mau miksi)
ii. Pancaran miksi lemah
iii. Intermitten (Miksi terputus)
iv. Miksi tidak puas
- Iritasi : frekuensi sering, nokturia, urgensi, disuria
- Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan penigkatan
tekanan intra abdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa kistus di daerah supra sympisis akibat retensi urine,
kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari
oleh pasien dan keadaan ini merupakan pertanda dari inkontinensia
paradoksal (Basuki BP, 2000)
D. PENGOBATAN
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang daari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urine lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Intervensi :
-Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tioba-tiba
dirasakan.
-Tanyakan pada klien tentang inkontinensia stress
-Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
-Awasi dan catat waktu dan jumlah setiap berkemih
-Perkusi area supra pubik
-Dorong masukkan cairan sampai 3000 ml / hari
-Awasi tanda-tanda vital
-Berikan perawaatan kateter dan perineal.
b. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih
Ditandai :
- keluhan nyeri pada kandung kemih, penyempitan fokus ; perubahan
tonus otot, meringis, perilaku distraaksi, gelisah, respon otonomik.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang/timbul
- Tampak rileks
- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
- Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
- Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggung.
Kolaborasi :
- Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
- Lakukan massage prostat
- Berikan obat sesuai indikasi
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pasca obstruksi
diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronis.
Kriteria/hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan hidrasi adekuat
- Tanda vital stabil
Intervensi :
Mandiri :
-Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan
-Dorong peningkatan pemasukkan oral berdasarkan kebutuhan
individu.
-Awasi tekanan darah, nadi
-Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai kebutuhan
d. Ketakutan/kecemasan dihubungkan dengan perubahan staatus
kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi
Ditandai : peningkatan ketegangan, ketakutan, kekuatiran.
Hasil yang diharapkan :
- Tampak rileks
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
- Menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan/penurunan rasa
takut
Intervensi :
-Buat hubungan saling percaya dengan klien/orang terdekat
-Berikan info tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi
-Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur
-Dorong klien/oran terdekat unruk menyatakan masalah/perasaan
-Berikan penguatan info kepada klien tentang info yang telah
diberikan sebelumnya.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya informasi d/d pertanyaan minta informasi,
menyatakan masalah/indikator non verbal, tidak akurat mengikuti
instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan :
-Menyatakan pemahaman proses penyakit
-Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala penyakit
-Melakukan perubahan perilaku yang perlu
-Berpartisipasi dalam progrram terapi
Intervensi ;
Mandiri ;
-Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.
-Dorong menyatakan perasaan dan rasa takut
-Beri info tentang penyakit yan terjadi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA :
1. R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong (1996), Buku Ajar Ilmu
Bedah, Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta.
2. Seri Ilmu Bedah, Staf Pengajar, UNPAD, Materi Kuliah
Bedah, Edisi I, 1999.
3. Doenges, ME and Moor House, Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi ke 3, Penerbir Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Tuan Saron 65 tahun, datang ke IGD RS KITA karena tidak bisa kencing sejak
sehari ini. Bagian perut bawah terasa penuh dan sangat nyeri. Klien mengatakan
sejak 2 bulan lalu sudah mengalami kesulitan berkemih, tapi masih bisa keluar
walaupun dengan waktu yang lebih lama dan harus mengejan.
Setelah berkemih juga merasa belum puas, sehingga sebentar-sebentar harus
berkemih dengan jumlah urin yang sedikit.
Pemeriksaan fisik : tidak ada oedem, palpasi blast penuh.
Pemeriksaan Lab : ureum 40mg/dl, creatinin 5 mg/dl. Leukosit urin 2/LP, eritrosit
urin 2/LP.
Dari pemeriksaan Rectal touché, di pastikan klien mengalami BPH derajat II.
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
R/ memberikan informasi untukmembantu dalam menentukan pilihan atau
keefektifan intervensi.
- Perhatikan tirah baring bila diindikasikan
R/ ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan
nyerikolik.
- Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggung.
R/ meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
- Ajarkan teknik ditraksi relaksasi
R/ melatih kemandirian untuk relaksasi ketika nyeri timbukl
Kolaborasi :
- Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
R/ pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar
- Lakukan massage prostate
R/ membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti
atau inflamasi.
- Berikan obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental
dan fisik.
D. PENGERTIAN
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.
(R. Sjamsuhidayat dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, 1997)
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher
kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering
menghalangi pengosongan kandung kemih. (Susan Martin Tucker, 1998)
E. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadiya
hiperplasiprostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)
dan proses aging.
Beberapa teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar
periurethral, yaitu :
Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjar periurethral dalam
keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati (steadystate). Sel
baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti
faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal atau faktor pencetus yang
lain maka sel stem tersebut akan dapat berproliferasi lebih cepat sehingga
terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
Teori Rewakening dari jaringan kembali seperti perkembangan seperti pada
masa tingkat embrionik, sehingga jaringan periurethral dapat tumbuh lebih
cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori yang mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena
terjadinya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan
estrogen. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan testoteron dan estrogen, karena produksi testoteron
menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jarinagn
adiposa di perifer. Perubahan konsentraasi relatif testoteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
F. GAMBARAN KLINIK
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
- Obstruksi :
i. Hesistensi (harus menunggu lama bila mau miksi)
ii. Pancaran miksi lemah
iii. Intermitten (Miksi terputus)
iv. Miksi tidak puas
- Iritasi : frekuensi sering, nokturia, urgensi, disuria
- Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan penigkatan
tekanan intra abdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra sympisis akibat retensi urine,
kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari
oleh pasien dan keadaan ini merupakan pertanda dari inkontinensia
paradoksal (Basuki BP, 2000)
D. PENGOBATAN
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang daari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urine lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Intervensi :
-Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tioba-tiba
dirasakan.
-Tanyakan pada klien tentang inkontinensia stress
-Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
-Awasi dan catat waktu dan jumlah setiap berkemih
-Perkusi area supra pubik
-Dorong masukkan cairan sampai 3000 ml / hari
-Awasi tanda-tanda vital
-Berikan perawaatan kateter dan perineal.
b. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih
Ditandai :
- keluhan nyeri pada kandung kemih, penyempitan fokus ; perubahan
tonus otot, meringis, perilaku distraaksi, gelisah, respon otonomik.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang/timbul
- Tampak rileks
- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
- Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
- Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggung.
Kolaborasi :
- Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
- Lakukan massage prostat
- Berikan obat sesuai indikasi
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pasca obstruksi
diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronis.
Kriteria/hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan hidrasi adekuat
- Tanda vital stabil
Intervensi :
Mandiri :
-Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan
-Dorong peningkatan pemasukkan oral berdasarkan kebutuhan
individu.
-Awasi tekanan darah, nadi
-Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai kebutuhan
d. Ketakutan/kecemasan dihubungkan dengan perubahan staatus
kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi
Ditandai : peningkatan ketegangan, ketakutan, kekuatiran.
Hasil yang diharapkan :
- Tampak rileks
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
- Menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan/penurunan rasa
takut
Intervensi :
-Buat hubungan saling percaya dengan klien/orang terdekat
-Berikan info tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi
-Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur
-Dorong klien/oran terdekat unruk menyatakan masalah/perasaan
-Berikan penguatan info kepada klien tentang info yang telah
diberikan sebelumnya.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya informasi d/d pertanyaan minta informasi,
menyatakan masalah/indikator non verbal, tidak akurat mengikuti
instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan :
-Menyatakan pemahaman proses penyakit
-Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala penyakit
-Melakukan perubahan perilaku yang perlu
-Berpartisipasi dalam progrram terapi
Intervensi ;
Mandiri ;
-Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.
-Dorong menyatakan perasaan dan rasa takut
-Beri info tentang penyakit yan terjadi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA :
1. R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong (1996), Buku Ajar Ilmu
Bedah, Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta.
2. Seri Ilmu Bedah, Staf Pengajar, UNPAD, Materi Kuliah
Bedah, Edisi I, 1999.
3. Doenges, ME and Moor House, Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi ke 3, Penerbir Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Tuan Saron 65 tahun, datang ke IGD RS KITA karena tidak bisa kencing sejak
sehari ini. Bagian perut bawah terasa penuh dan sangat nyeri. Klien mengatakan
sejak 2 bulan lalu sudah mengalami kesulitan berkemih, tapi masih bisa keluar
walaupun dengan waktu yang lebih lama dan harus mengejan.
Setelah berkemih juga merasa belum puas, sehingga sebentar-sebentar harus
berkemih dengan jumlah urin yang sedikit.
Pemeriksaan fisik : tidak ada oedem, palpasi blast penuh.
Pemeriksaan Lab : ureum 40mg/dl, creatinin 5 mg/dl. Leukosit urin 2/LP, eritrosit
urin 2/LP.
Dari pemeriksaan Rectal touché, di pastikan klien mengalami BPH derajat II.
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
R/ memberikan informasi untukmembantu dalam menentukan pilihan atau
keefektifan intervensi.
- Perhatikan tirah baring bila diindikasikan
R/ ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan
menghilangkan nyerikolik.
- Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggung.
R/ meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
- Ajarkan teknik ditraksi relaksasi
R/ melatih kemandirian untuk relaksasi ketika nyeri timbukl
Kolaborasi :
- Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
R/ pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan
kelenjar
- Lakukan massage prostate
R/ membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan
kongesti atau inflamasi.
- Berikan obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi
mental dan fisik.