Anda di halaman 1dari 5

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36911/PP/M.

XI/99/2012

Jenis Pajak : Gugatan Pajak Penghasilan Badan

Tahun Pajak : 2002

Pokok Sengketa : Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-896/WPJ.07/2010 tanggal 07


September 2010 sehingga mengakibatkan timbulnya Sanksi Administrasi Berupa
Kenaikan Pasal 15 ayat (2) UU KUP sebesar Rp8.566.979.402,00 yang tidak
disetujui oleh Penggugat;

Menurut Tergugat : bahwa Dengan demikian, Keputusan Tergugat nomor KEP-896/WPJ.07/2010


tanggal 7 September 2010 yang menolak permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa kenaikan Pasal 15 ayat (2) Undang-
Undang KUP sebesar Rp8.566.979.402 yang diajukan oleh Penggugat adalah telah
benar dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga diusulkan
kepada Majelis Hakim untuk menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat.

Menurut Penggugat : bahwa oleh karena itu, dengan mempertimbangkan penjelasan-penjelasan dan
dokumen pendukung yang telah kami berikan, dan berdasarkan asas keadilan, kami
mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat agar mengabulkan permohonan
penghapusan sanksi kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat 2 UU KUP atas SKPKBT
Pajak Penghasilan Badan tahun 2002 sebesar Rp 8,566,979,402, sebagaimana
disampaikan dalam Surat Gugatan kami atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.
Kep-896/WPJ.07/2010 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Penghasilan.

Menurut Majelis : bahwa Tergugat telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT) Pajak Penghasilan 2006, Nomor: 00001/306/02/058/09 tanggal 17
November 2008 dengan perhitungan sebagai berikut;

Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 8.566.979.402,00


Sanksi Administrasi:
Kenaikan Pasal 15(2) menurut Penggugat Rp 0,00
koreksi Rp 8.566.979.402,00
Kenaikan Pasal 15(2) menurut Tergugat Rp 8.566.979.402,00
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 17.133.958.804,0

bahwa atas SKPKB a quo, Penggugat mengajukan Surat Nomor 051/Acc-


Fin/AIA/XII/09 tanggal 14 Desember 2009 tentang Permohonan Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi Atas SKPKBT a quo;

bahwa Tergugat dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor : KEP-896/WPJ.07/2010


tanggal 07 September 2010 telah menolak permohonan Penggugat, sehingga
dengan surat Nomor : 119/Acc-Fin/AIA/X/2010 tanggal 05 Oktober 2010 Penggugat
mengajukan gugatan;

bahwa berdasar Surat Gugatan a quo maupun Surat Bantahan a quo diketahui
bahwa Penggugat telah setuju untuk membayar atas pokok pajak yang kurang
dibayar namun Penggugat tidak setuju atas dikenakannya Sanksi administrasi
berupa Kenaikan Pasal 15(2) sebesar Rp. 8.566.979.402,00;

bahwa alasan Tergugat menolak permohonan Penggugat atas Pengurangan atau


Penghapusan Sanksi Administrasi Atas SKPKBT a quo berdasar Surat Tanggapan a
quo adalah:

- pemeriksaan ulang yang dilakukan Tergugat (KPP PMA Lima) adalah


berdasarkan atas data yang semula belum terungkap pada saat pemeriksaan
pertama;
- bahwa kemudian terdapat data yang semula belum terungkap terkait dengan
pemeriksaan ulang ini adalah data yang berasal dari KPP Wajib Pejak Besar
Satu berupa Data Alket atas nama PT AIG Life (NPWP: 01.788.469.3-058.000);
- bahwa data yang semula belum terungkap tersebut bukanlah keterangan tertulis
dari Penggugat atas kehendak sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat
3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan beserta perubahan-perubahannya;
- bahwa data yang semula belum terungkap tersebut telah diperoleh KPP PMA
Lima sebelum inisiatif yang dilakukan penggugat melalui surat tertulis yang
disampaikan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
bahwa selanjutnya alasan Tergugat menolak permohonan Penggugat atas
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas SKPKBT a quo berdasar
tanggapan Tertulis Tergugat a quo adalah;

- Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Penghasilan


Badan Nomor 00001/306/02/058/09 tanggal 17 November 2009 Tahun Pajak
2002 diterbitkan berdasarkan alat keterangan dari KPP Wajib Pajak Besar Satu
yaitu surat nomor S68OIWPJ.19/KP.01/2008 tanggal 21 Januari 2008 dan bukan
berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri.
- Bahwa berdasarkan surat Penggugat kepada Citibank nomor
006/AIGLL/INV/IV/07 tanggal 17 April 2007 dan surat Penggugat nomor
081/ACT&FIN/AIA-FINANCIAL/V/2011 tanggal 12 Mei 2011 dapat diketahui
bahwa Penggugat telah mengetahui terjadi kesalahan pemotongan yang
dilakukan oleh Citibank, namun demikian Penggugat tidak pernah
menyampaikan keterangan tertulis atas kehendak sendiri kepada Tergugat.

bahwa alasan Penggugat tidak setuju atas dikenakannya Sanksi administrasi berupa
Kenaikan Pasal 15(2) sebesar Rp. 8.566.979.402,00 sesuai surat bantahan a quo
serta bantahan tertulis Penggugat a quo pada pokoknya adalah;

- bahwa pada waktu pemeriksaan pertama untuk tahun pajak 2002, Pengugat
telah mengungkapkan seluruh data dan informasi yang ada pada Pengugat
berikut bukti potong PPh Pasal 23 yang diterbitkan oleh Citibank pada saat itu.
Dalam pemeriksaan tersebut, sesuai dengan prosedur pemeriksaan yang
Pengugat ketahui, pihak pemeriksa juga seharusnya telah melakukan konfirmasi
kepada KPP Wajib Pejak Besar Satu atas kebenaran bukti potong PPh Pasal 23
tersebut. Dengan demikian, tidak terdapat data atau keterangan yang belum
diberitahukan atau diungkapkan pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan
ataupun pada saat pemeriksaan pertama untuk tahun pajak 2002, sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 15 ayat 2 UU KUP;
- bahwa Pengugat telah melakukan upaya-upaya baik secara verbal maupun
tertulis untuk menyelesaikan permasalahan dengan baik setelah menerima
informasi dari KPP PMA Lima mengenai Data Alket dari KPP Wajib Pejak Besar
Satu, sebelum keluarnya Surat Perintah Pemeriksaan ulang untuk tahun pajak
2002. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 15 ayat 3 UU KUP, sanksi
kenaikan sebagaimana diatur dalam ayat 2 seharusnya tidak dikenakan;
- bahwa kesalahan yang terjadi bukan merupakan kesalahan Wajib Pajak, karena
kesalahan tersebut dilakukan oleh Citibank selaku bank kustodi Pengugat dalam
penerapan peraturan dan penerbitan bukti potong, dan Citibank juga tidak
memberitahukan perubahan bukti potong tersebut kepada Pengugat maupun
kepada KPP Serpong di mana pada saat tersebut Wajib Pajak terdaftar. Seluruh
data dan informasi yang pada Pengugat berikut bukti potong PPh Pasal 23 yang
diterbitkan oleh Citibank pada saat itu juga telah disampaikan kepada pemeriksa
pada waktu pemeriksaan pertama, dan telah diterima oleh pemeriksa sebagai
kredit pajak. Dengan demikian, Pengugat berpendapat bahwa permohonan
Pengugat telah memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 36 ayat 1
huruf a UU KUP karena terdapat unsur bukan kesalahan Wajib Pajak;

bahwa Penggugat maupun Tergugat telah menyampaikan Skema Kronologis dan


Matriks Sengketa atas gugatan yang diajukan oleh Penggugat terhadap keputusan
Tergugat a quo;

bahwa berdasar penelitian Majelis terhadap skema kronologis atas gugatan yang
diajukan oleh Penggugat terhadap keputusan Tergugat a quo diketahui hal hal
sebagai berikut;

- bahwa Tergugat telah selesai melakukan pemeriksaan pertama pada tanggal 09


Maret 2004 dengan diterbitkannya SPHP nomor PEMB-51/WPJ.08/RP.01/2004;
- bahwa atas dasar SPHP a quo Tergugat menerbitkan SKPLB nomor
00018/406/02/411/04 pada tanggal 19 Maret 2004;
- bahwa Pada bulan April 2004, Citibank melakukan review internal sehubungan
dengan pemotongan pajak atas bunga kupon obligasi;
- bahwa pada bulan Mei 2004, Pihak Citibank bersama dengan konsultan pajak
bertemu dengan Kakanwil DJP Wajib Pajak Besar untuk membahas mengenai
hasil review internal atas pembayaran yang dilakukan;

bahwa dengan demikian diketahui pihak Citibank selaku bank kustodi Pengugat
mengetahui adanya kesalahan dalam penerapan peraturan dan penerbitan bukti
potong pada bulan Mei 2004 atau setelah selesai dilakukannya pemeriksaan
Penggugat oleh Tergugat;

bahwa Tergugat telah menyatakan “Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan Pajak Penghasilan Badan Nomor 00001/306/02/058/09 tanggal 17
November 2009 Tahun Pajak 2002 diterbitkan berdasarkan alat keterangan dari
KPP Wajib Pajak Besar Satu yaitu surat nomor S68O/WPJ.19/KP.01/2008 tanggal
21 Januari 2008 2008 dan bukan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib
Pajak atas kehendak sendiri”;

bahwa namun Tergugat (KPP PMA Lima) dalam suratnya nomor S-


021/WPJ.07/KP.0607/2009 tanggal 22 Januari 2009 yang ditujukan kepada Kepala
Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus pada butir ke-7 menyatakan;

“Pada hari rabu, tanggal 9 Juli 2008, diadakan konseling oleh kepala Seksi
Pengawasan dan Konsultasi II dan Account Representative dimana Wajib Pajak saat
itu diwakili oleh Direktur Keuangan. Berdasarkan Berita acara Pelaksanaan
Konseling Wajib Pajak telah bersedia dan sepakat untuk sementara
menyetor/membayar kembali sejumlah Rp. 8.490.005.980,00. Adapun jumlah
tersebut berbeda dengan data yang disampaikan oleh KPP Wajib Pajak Besar
satu yaitu sebesar Rp. 13.453.118.352 yang disebabkan oleh karena selain
melakukan perubahan Bukti Potong, Citibank N.A juga menambah
setoran/pembayaran karena terdapat kesalahan dalam perhitungan PPh-nya”;

bahwa sebelumnya pada tanggal 9 Desember 2008 Penggugat dengan surat nomor
ref: 035/Fin&Acc/ XII/08 hal; Masalah Pemotongan PPh atas bunga obligasi oleh
Citibank tahun 2002 sehubungan Berita Acara Pelaksanaan Konseling, Penggugat
pada halaman ke-3 butir ke-2 pada pokoknya menyatakan;

2. “Sebelum Pemerintah melalui KPP PMA Lima menanyakan tentang bukti


pemotongan PPh Pasal 23 yang direvisi oleh Citibank tersebut di atas, AIGL
(Penggugat) melakukan peninjauan SPT Tahun 2002 dan rincian bukti
pemotongan PPh Pasal 23 serta hasil pemeriksaan pajak oleh KPP Serpong
serta melakukan rekonsiliasi data dengan Citibank dan menemukan bahwa
Kredit PPh pasal 23 yang seharusnya merupakan PPh Pasal 4 (2) sebesar
Rp.8.566.979.402,- harus dikembalikan kepada Kas Negara (rincian hasil
rekonsiliasi terlampir- karena bukan kredit PPh pasal 23 namun merupakan PPh
Final) dan telah kami sampaikan pada pertemuan dengan KPP PMA Lima
tanggal 15 Pebruari 2008”;

bahwa pada tanggal 18 Juni 2009, Tergugat (KPP PMA Lima) menerbitkan SP3
nomor PRIN-094. /WPJ.07/KP. 0600/2009 untuk melakukan pemeriksaan ulang
kepada Penggugat;

bahwa hasil pemeriksaan ulang dilaporkan oleh Pemeriksa dengan Laporan


Pemeriksaan Pajak (LPP) nomor LAP-317/WPJ.07/KP.0600/2009 tanggal
16 Nopember 2009;

bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap Kertas Kerja Pemeriksaan dalam


LPP aquo diketahui bahwa Pemeriksa melakukan koreksi positif atas Kredit Pajak
Penggugat yang berasal dari PPh yang dipotong pihak lain (Pasal 23) sebesar
Rp.8.566.979.402;

bahwa dengan demikian koreksi positif Tergugat (pemeriksa) atas Kredit Pajak
Penggugat yang berasal dari PPh yang dipotong pihak lain (Pasal 23) sebesar
Rp.8.566.979.402 adalah sama dengan apa yang telah dinyatakan Penggugat
dalam surat pengugat nomor ref: 035/Fin&Acc/ XII/08 tanggal 9 Desember 2008 a
quo, dan berbeda dengan jumlah yang dinyatakan oleh KPP Wajib Pajak Besar satu
yaitu sebesar Rp. 13.453.118.352, sebagaimana juga telah dinyatakan oleh Tergugat
(KPP PMA Lima) dalam suratnya nomor S-021/WPJ.07/KP.0607/2009 tanggal 22
Januari 2009 a quo;

bahwa alasan Tergugat melakukan pemeriksaan ulang terhadap Penggugat yang


dilakukan oleh Tergugat (KPP PMA Lima) “adalah berdasarkan atas data yang
semula belum terungkap pada saat pemeriksaan pertama”;

bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP) dalam Pasal 15 diatur
bahwa:

Pasal 15 ayat (1)


Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang,
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila
ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Pasal 15 ayat (2)
"Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut".

Pasal 15 ayat (3)


"Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan apabila Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan".

bahwa selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang KUP a quo,
menjelaskan bahwa:

Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan mengenai segala
sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan
perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan yang dimaksud
dengan data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain
mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak
yang terutang, yang :

a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta


lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam
menghitung jumlah pajak yang terutang.

bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap Surat Gugatan a quo, Surat


Tanggapan a quo, Surat Bantahan a quo, Tanggapan Tertulis a quo, Bantahan
Tertulis a quo serta kronologis sengketa gugatan baik yang disampaikan oleh
Penggugat maupun Tergugat diketahui bahwa terjadinya “data yang semula belum
terungkap” pada pemeriksaan pertama adalah dikarenakan kesalahan yang
dilakukan oleh pihak ketiga yaitu Citibank N.A sebagai pemotong pajak
Penggugat diketahui setelah pemeriksaan yang pertama selesai dilakukan;

bahwa Majelis berpendapat terjadinya “data yang semula belum terungkap” bukan
dikarenakan hal-hal yang dijelaskan oleh huruf “a” dan “b” Penjelasan Pasal 15 ayat
(1) Undang-undang KUP a quo namun dikarenakan kesalahan pihak pemotong
pajak;

bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-undang KUP a quo menyatakan

"Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi


administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya".

bahwa dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor
542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan
Pajak diatur bahwa;

(1) “Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda
dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak”;

(4) “Setiap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya boleh
diajukan oleh Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan atas ketetapan
pajaknya, dan diajukan atas suatu Surat Tagihan Pajak, suatu Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, atau suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan”;

bahwa berdasar pemeriksaan Majelis terhadap Surat Gugatan a quo, Surat


Tanggapan a quo, Surat Bantahan a quo, Tanggapan Tertulis a quo, Bantahan
Tertulis a quo serta kronologis sengketa gugatan baik yang disampaikan oleh
Penggugat maupun Tergugat diketahui bahwa;
- sebelum dilakukan pemeriksaan yang kedua oleh Tergugat (Pemeriksaan
ulang), Penggugat atas kehendak sendiri telah memberikan keterangan tertulis
kepada Tergugat atas besarnya kelebihan kredit pajak PPh Pasal 23 yang
dipotong oleh pihak lain sebesar Rp. 8.566.979.402,00 (sama dengan koreksi
Pemeriksa dalam pemeriksaan ulang);
- bahwa Penggugat tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pokok pajaknya;

bahwa dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 dan Pasal 36 ayat
(1) huruf a Undang-undang KUP a quo serta Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4) Keputusan
Menteri Keuangan a quo Majelis berpendapat untuk tidak mempertahankan
pengenaan sanksi Kenaikan Pasal 15(2) oleh Tergugat sebesar
Rp.8.566.979.402,00

Menimbang : bahwa atas hasil Pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat, sehingga besarnya pajak yang
harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Pajak yang kurang dibayar Rp 8.566.979.402,00


Sanksi Administrasi:
Kenaikan Pasal 15(2) menurut Tergugat Rp 8.566.979.402,00
Koreksi yang tidak dipertahankan Rp 8.566.979.402,00
Bunga Pasal 15 (4) KUP -
Jumlah Sanksi Administrasi: -
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 8.566.979.402,00

Memperhatikan : Surat Gugatan Penggugat, Surat Tanggapan Tergugat, Surat Bantahan Penggugat,
hasil pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan
dengan perkara ini;

Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan


Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-896/WPJ.07/2010 tanggal 07 September 2010
tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2002, atas nama
XXX, sehingga besarnya pajak yang harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai
berikut :

Pajak yang kurang dibayar Rp 8.566.979.402,00


Sanksi Administrasi:
Kenaikan Pasal 15(2) -
Bunga Pasal 15 (4) KUP -
Jumlah Sanksi Administrasi: -
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 8.566.979.402,00

Anda mungkin juga menyukai