Anda di halaman 1dari 10

PERCOBAAN 2

KROMATOGRAFI PLANAR DAN KROMATOGRAFI PENUKAR ION

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan faktor retensi (Rf) masing – masing ion logam yang menjadi
komponen dari sampel.
2. Menentukan dan mengidentifikasi ion logam yang terdapat dalam sampel dengan
kromatografi planar yaitu kromatografi kertas
3. Menentukan jumlah ion kalium yang dipertukarkan oleh resin penukar ion dengan
kromatografi penukar ion.

II. TEORI DASAR


Pada kromatografi planar terdapat gaya kapilaritas, yaitu pelarut akan
bergerak ke atas sepanjang pelat dengan membawa serta komponen – komponen
terlarut dari sampel yang telah ditotolkan sebelumnya. Kromatografi planar
merupakan salah satu metode kromatografi yang sederhana dan penggunaannya
luas. Contoh dari kromatografi planar adalah kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Jika komponen – komponen terlarut dari sampel yang
telah ditotolkan sebelumnya terdapat perbedaan interaksi dari masing-masing
komponen yang akan dipisahkan pelarut serta pelat, maka komponen-komponen
tersebut bergerak dengan kecepatan yang berbeda – beda pula. Perbedaan jarak
inilah yang digunakan untuk mengukur factor retensi (Rf) dari sampel (Christian,
2004).

Resin penukar ion merupakan suatu jaringan polimer yang mempunyai gugus
fungsi ionik. Kromatografi penukar ion adalah proses pemisahan senyawa yang
didasarkan pada pertukaran ion antara fasa gerak dengan ion pada fasa diam.
Prinsip dasar pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion yaitu perbedaan
kecepatan migrasi pada ion-ion dalam kolom penukar ion. Dalam kromatografi
penukar ion terdapat polimer yang disebut resin.Resin penukar ion merupakan
suatu jaringan polimer yang mempunyai gugus fungsi ionic yang dapat
menghasilkan reaksi kesetimbangan sebagai berikut : (Underwood, 2002)
+¿ ¿

P−S O 3 H+ A +¿⇌ P−S O 3 A+ H ¿


III. CARA KERJA
III.1 Kromatografi Planar

Pertama dibuat eluen dengan komposisi 1:1 asam asetat. Larutan ini kemudian
dimasukkan ke bejana kromatografi. Ditunggu selama setengah jam sebelum
eluen digunakan. Digarisi kertas kromatografi yang akan digunakan. Ditotolkan
larutan standard sampel pada kertas kromatografi. Dimasukkan kertas
kromatografi ke dalam bejana. Dibiarkan elusi berlangsung sampai garis batas.
Dilakukan uji noda terhadap larutan standar menggunakan kalium iodide, kalium
dikromat, dan difenilkarbazida. Dikelurkan kertas kromatografi dari bejana.
Digunting menjadi 3 bagian dan disemprot dengan penampak noda..

III.2 Kromatografi Penukar Ion

Pertama disiapkan kolom resin, kolom resin tersebut kemudian dicuci dengan 50
mL aqua dm. Kemudian dituangkan perlahan KCl 0.1 M sebanyak 25 mL
kedalam resin. Dilakukan elusi pada resin dengan aqua dm. Eluat dikumpulkan
dan ditampung dalam Erlenmeyer. Dilakukan titrasi pada 25 mL aliquot eluat
dengan menggunakan larutan baku NaOH sebagai titran dan indikator
fenolftalein.
IV. DATA PENGAMATAN
IV.1 Kromatografi Planar
a. Eluen : Larutan Asan Asetat 1:1
b. Data Hasil Kromatografi Kertas 1

Table 1 Data Hasil Kromatografi Planar 1

Noda Jarak Sampel (cm) Jarak Standar ( cm) Jarak Eluen (cm)
Pb2+ 9.30 9.40 11.5
Hg2+ 10.00 0.00 11.5
Ag+ 7.70 7.70 11.5

IV.2 Kromatografi Penukar Ion


a. [KCl] = 0.1 M
b. [NaOH] = 0.1364 M

Data Hasil Titrasi

Table 2 Data Volume Titrasi pada Resin

Resi Volume 1 (mL) Volume 2 (mL) Volume rata-rata (mL)


n
1 3.40 3.40 3.40

V. PENGOLAHAN DATA
V.1Kromatografi Planar
 Perhitungan pada kromatografi kertas 1
a. Pb2+
Jarak noda 9.3 cm
Rf Pb2+ standar = = = 0.8087
Jarak eluen 11.5cm

Jarak noda 10.00 cm


Rf Pb2+ sampel = = = 0.8696
Jarak eluen 11.5cm
b. Hg2+

Jarak noda 0 cm
Rf Hg2+ standar = = =0
Jarak eluen 11.5cm

Jarak noda 10.00 cm


Rf Hg2+ sampel = = = 0.8696
Jarak eluen 11.5cm

c. Ag+

Jarak noda 7.70 cm


Rf Ag+ standar = = = 0.6696
Jarak eluen 11.5 cm

Jarak noda 7.70 c m


Rf Ag+sampel = = = 0.6696
Jarak eluen 11.5 cm

V.2Kromatografi Penukar Ion


 Resin 1
a. Menentukan jumlah ion K+ yang dipertukaran

nH+ = nOH-

nH+ = VNaOH x [NaOH] x faktor pengenceran

= 3.40 x 10-3L x 0.1364 M x 4


= 1.8550 x 10-3 mol

nK+ = nH+

Jumlah ion K+ = 1.8850 x 10-3 mol x 6.023 x 1023 ion/mol

= 1.1173 x 1021 ion


b. Menentukan jumlah ion K+ awal

nK+= [KCl] x VKCl

= 0.1 M x 25 x 10-3 L

= 2.5 x 10-3 mol

Jumlah ion K+ = 2.5 x 10-3 mol x 6.023 x 1023 ion/mol

= 1.50576 x 1021 ion


c. Menentukan % persen exchange
21
1.1173 x 10 ion
+¿= 21
=74.2 % ¿
1.50576 x10 ion
%exchange K

VI. PEMBAHASAN
Salah satu percobaan yang dilakukan kali ini adalah kromatografi planar.
Kromatografi planar merupakan salah satu jenis metode pemisahan komponen
dalam sampel dengan mendistribusikan komponen ke dalam fasa gerak dan fasa
diam, dan kromatografi planar merupakan jenis kromatografi yang paling
sederhana dan umumnya banyak digunakan dalam metode pemisahan.
Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis merupakan jenis dari
kromatografi planar. Perbedaan kromatografi kertas dan lapis tipis terletak pada
fasa diamnya, pada kromatografi kertas fasa diamnya adalah selulosa sedangkan
pada kromatografi lapis tipis fasa diamnya adalah silika. Perbedaan lain yaitu
metode yang digunakan. Pada kromatografi kertas, menggunakan metode untuk
memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
Substansi yang dipisahkan umumnya senyawa hidrofilik seperti tinta pewarna,
asam amino, dan peptida. Sedangkan kromatografi lapis tipis merupakan metode
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya, dan metode yang
digunakan untuk memisahkan senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –
lipida dan hidrokarbon yang sulit dipisahkan melalui kromatografi kertas. Prinsip
kerja dari kromatografi planar ini yaitu komponen yang dianalisis dilarutkan
terlebih dahulu kemudian ditotolkan diatas fasa diam kromatografi yaitu dapat
berupa kertas atau plat tipis, dan kemudian dicelupkan ke dalam larutan tertentu
yang digunakan sebagai fasa gerak. Dan untuk mengetahui hasil analisis melalui
kromatografi, dilakukan dengan pengamatan dibawah sinar UV, atau dilakukan
penyemprotan pada fasa diam untuk menampilkan hasil analisis.
Pada percobaan yang telah dilakukan pada kromatografi planar, jenis
kromatografi planar yang dilakukan pada percobaan yaitu kromatografi kertas.
Fasa gerak yang digunakan pada percobaan ini yaitu asam asetat dan air dengan
perbandingan 1:1, dan fasa diamnya yaitu selulosa yang merupakan komponen
yang terkandung dalam kertas. Pada kromatografi kertas ini, fasa gerak yang
digunakan digunakan perbandingan 1:1 karena larutan tersebut merupakan eluen
yang paling cocok untuk kromatografi ion logam seperti larutan Ag+, Pb2+, dan
Hg2+. Digunakan eluen asam lemah karena asam lemah tidak akan merusak
selulosa pada kertas. Jika eluen yang digunakan adalah basa akan terbentuk
endapan dengan logam yaitu Ag(OH), Hg(OH)2, dan Pb(OH)2. Komposisi dari
eluen menggunakan perbandingan 1:!. Hal itu disebabkan jika komposisi yang
digunakan lebih banyak air maka elusi tidak dapat berjalan karena selulosa
beralih fungsi menjadi menyerap air. Sedangkan jika komposisi asam asetat yang
banyak maka dapat menyebabkan logam tidak akan terpisah dari komponennya.
Selulosa dijadikan sebagai fasa diam karena selulosa merupakan komponen yang
terdapat dalam kertas yang didesain untuk kromatografi. Meskipun setelah elusi
dilakukan kertas tersebut dikeringkan, namun didalam kertas tersebut masih
terdapat zat-zat cair yang telah diserapnya ketika proses elusi berlangsung.
Pada kromatografi planar dilakukan penyemprotan dengan penambahan zat
kimia. Hal ini bertujuan untuk mengukur jarak migrasi dari sampel dan standar
yang dianalisis dengan uji kromatografi kertas. Karena dengan penyemprotan
menggunakan bantuan larutan pemayar yang cocok untuk masing – masing
logam, maka pada masing – masing logam yang dianalisis tersebut membentuk
kompleks yang berwarna dengan larutan pemayar yang disemprotkan. Oleh
karena itu, warna dari kompleks yang terbentuk tersebut dimunculkan dalam
kertas kromatografi yang dapat memudahkan identifikasi, sehingga jarak
transmigrasi dari sampel dan standar dari komponen dapat terlihat sehingga
kepolaran dari sampel dan standar dari komponen dapat ditentukan.
Berikut merupakan persamaan reaksi yang terjadi pada ion logam dengan
larutan pemayar yang mengandung zat kimia tertentu yang digunakan untuk
memunculkan noda dalam kertas kromatografi :
1. Pb2+(aq) + KI(aq) → PbI2(s) (noda berwarna kuning)
2. Ag+(aq) + CrO42-(aq) →Ag2CrO4(s) (noda yang berwarna jingga)
3. Hg2+(aq) + DFC(aq) → Hg(DFC)2 (noda yang berwarna ungu)
Pada ion logam Hg2+ larutan pemayar yang digunakan adalah difenil karbazin,
dan noda yang dimunculkan berwarna ungu, noda ini tidak juga muncul dalam
jalur sampel. Hal itu disebabkan pada saat penotolaan, eluen yang digunakan
kurang banyak sehingga noda tidak muncul dan nilai Rf standar Hg 2+ tidak dapat
ditentukan. Sedangkan pada ion logam Ag+ larutan pemayar yang disemprotkan
yaitu kalium kromat, dan noda yang dihasilkan berwarna jingga, noda ini juga
muncul dalam larutan sampel dengan warna yang sama sehingga dapat
disimpulkan dalam larutan sampel tersebut mengandung ion logam Ag+. Dan
pada ion logam Pb2+ larutan pemayar yang disemprotkan adalah larutan KI
sehingga menghasilkan noda PbI2 noda tersebut berwarna kuning dan pada
sampel juga terbentuk noda kuning. Sehingga dapat disimpulkan dalam sampel
yang ditotolkan terdapat ion logam Pb2+. Penyemprotan pada masing-masing jalur
ion logam dan sampel dengan larutan pemayar ini digunakan sebagai uji kualitatif
penentuan ion logam yang terdapat dalam masing – masing sampel yang
ditotolkan dalam kertas kromatografi. Sehingga secara keseluruhan dapat
disimpulkan dalam larutan sampel terdapat ion logam Ag+, Hg2+, dan Pb2+.
Uji kuantitafif yang dilakukan pada percobaan kromatografi planar ini yaitu
perhitungan faktor retensi dari masing – masing noda yang muncul pada jalur
sampel dan jalur standar ion logam. Melalui nilai Rf yang diperoleh dapat
ditentukan kepolaran dari sampel dan standar yang dianalisis. Karena fasa diam
yang digunakan adalah selulosa yang bersifat non polar, maka senyawa yang
bersifat non polar adalah senyawa yang tertahan lebih lama dalam fasa diam yaitu
senyawa yang jarak migrasi nodanya paling pendek dan memiliki nilai Rf paling
kecil. Sedangkan senyawa polar adalah senyawa yang terelusi lebih cepat pada
fasa geraknya, sehingga jarak migrasi nodanya lebih panjang, dan nilai Rfnya
lebih besar. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh (dapat dilihat pada
bagian pengolahan data, nilai Rf dari standar dan sampel pada ion logam Ag +,
Hg2+, dan Pb2+, tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga dapat
disimpulkan dalam masing – masing sampel tersebut mengandung ion logam
standar yaitu Ag+, Hg2+, dan Pb2+.
Percobaan kedua percobaan ini yaitu kromatografi penukar ion. Kromatografi
penukar ion merupakan metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam
sampel dengan mendistribusikannya ke dalam fasa diam dan fasa gerak, dan pada
kromatografi penukar ion, dan fasa diamnya berupa zat padat sedangkan fasa
geraknya berupa zat cair. Pada kromatografi penukar ion terjadi kesetimbangan
antara ion yang masuk dengan ion yang ada di dalam resin, sehingga di kolomnya
terjadi penukaran ion.
Pada percobaan yang dilakukan, kromatografi penukar ion yang berperan
sebagai fasa diam adalah resin polimer, dan umumnya polimer yang digunakan
adalah kopolimer. Kopolimer adalah polimer yang sudah terjadi di polimerisasi
kembali dengan monomer yang lain, sehingga terjadi ikatan silang. Koplimer
yang digunakan berasal dari monomer stirena dan vinil benzene, yaitu stirena
dicampur dengan divinil benzene dan polimer tersebut mengandung gugus ionik
yang memiliki fungsi untuk mempertukarkan ion. Sedangkan yang berperan
sebagai fasa gerak adalah H2O sehingga pada kromatografi ini, jenis ion yang
dipertukarkan yaitu kation yaitu kation K+ yang berasal dari penambahan KCl
dengan kation H+. Jika jenis ion yang dipertukarkan berupa anion, maka fasa
geraknya merupakan jenis ion yang bermuatan negatif seperti sulfonat.
Jenis kolom penukar ion yang digunakan yaitu resin negatif, karena ion yang
dipertukarkan dalam kolom adalah ion positif yaitu K+ yang berasal dari KCl dan
ion H+ yang menempel pada resin polimer yaitu gugus P-SO3-. Ion Cl– dalam resin
tidak mengalami pertukaran karena jenis ion yang dilibatkan dalam pertukaran
hanyalah ion positif (kation) sehingga ion Cl- dapat turun melewati resin tanpa
harus tertahan dalam resin. Sebelum turun melewati resin, H + berikatan dengan
Cl- dan kemudian turun melewati resin dan terbentuk menjadi eluat. Eluat yang
dihasilkan tersebut ditampung dan kemudian dititrasi dengan larutan baku NaOH
0.1364 M. Titrasi yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menentukan jumlah
ion H+ yang ada dalam eluat melalui jumlah OH- yang digunakan untuk mencapai
titik akhir titrasi. Sehingga melalui jumlah ion H+ yang terdapat dalam eluat
tersebut, dapat diketahui jumlah ion K+ yang dipertukarkan melalui resin. Berikut
merupakan persamaan reaksi yang terjadi saat titrasi :
NaCl(aq) + HCl(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq) + H2O(l)
Sedangkan reaksi kesetimbangan yang terjadi pada resin penukar ion saat proses
pertukaran kation K+ dengan H+yaitu :
+ ¿¿

P−S O 3 H+ K +¿⇌ P−S O 3 K +H ¿


Gugus sulfonat terikat pada polimer polistiren divinilbenzen (PSDVB). Berikut
adalah struktur dari polimer PSDVB yang memiliki gugus sulfonat

Setiap resin memiliki selektivitas yang khusus pada suatu ion. Polimer ini
digunakan secara khusus untuk menukarkan ion positif. Karena gugus yang
terdapat pada polimer tersebut merupakan sulfonate yang memiliki ion H + yang
mudah lepas karena bersifat asam. Fasa gerak pada percoabaan ini merupakan air
yang bersifat polar sedangkan kolom resin yang digunakan bersifat polar pula,
oleh karena itu kromatografi ini merupakan kromatografi polar-polar. Ion yang
akan terbawa eluen dan akan keluar terlebih dahulu ditentukan oleh densitas
muatan dari ion tersebut. Ukuran dari ion H+ jauh lebih kecil dibanding ion K+
yang menyebabkan ion H+ memiliki densitas muatan lebih besar dibanding ion
K+. Karena ukuran tersebut ion H+ tersebut lebih mudah terhidratasi yang
menyebabkan ion tersebut akan berinteraksi dengan eluen dan turun keluar dari
kolom. Sedangkan untuk ion K+, karena ukurannya yang lebih besar, akan
semakin sulit untuk ion tersebut terhidratasi sehingga ion K+ akan terikat pada
fasa diam atau resin polimer.

Hasil dari 2 titrasi ini memiliki nilai volume titran yang digunakan sama, yaitu
3.4 ml. Sehingga jumlah ion yang dipertukarkan pada kromatografi ini adalah
sebesar 1.1173 x 1021 ion dengan %exchange sebesar 74.2%. Persen exchange
yang diperoleh tidak 100% karena ukuran ion K+ yang sangat besar sehingga
memungkinkan tidak terjadinya pertukaran karena ada ion K+ yang sulit bergerak
mengikuti eluen. Selain itu, error dapat disebabkan oleh beberapa factor. Salah
satu faktornya adalah factor pengenceran yang tidak sesuai. Saat membuat larutan
sampel mungkin terjadi pengenceran yang kurang baik. Hal ini mengakibatkan
perhitungan jumlah ion yang ditukarkan tidak sesuai kembali.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan nilai factor
retensi dari masing – masing larutan standar dan sampel melalui metoda
kromatografi planar diperoleh nilai Rf dari sampel Pb2+ , Hg2+, dan Ag+ adalah
0.8696, 0.8696, dan 0.6696 sehingga berdasarkan data tersebut, diidentifikasi
pada sampel terdapat ion logam Ag+, Hg2+, dan Pb2+. Sedangkan hasil percobaan
kromatografi penukar ion yang telah dilakukan didapatkan jumlah ion H+ yang
dipertukarkan dengan K+ melalui kolom resin negative sebesar 1.1173 x 1021 ion
dengan %exchange sebesar 74.2%

VII. DAFTAR PUSTAKA


Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry 6th edition. Washington: John Willey
and Sons Inc. p.223-225
Day, R. A dan A. L Underwood. 2002. Analisis Kimia Kualitatif.
Jakarta:Erlangga. p.178
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill
Companies p.482-486
Skoog, D. A., West D.M., Holler F.J., Fundamental of Analytical Chemistry, 7 th
edition.Saunders College Publishing. 1996. p.112-115

Anda mungkin juga menyukai