Anda di halaman 1dari 27

ASKEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Dosen Pembimbing: Ns. Kasmawati, S. Kep, M. Kep

Disusun oleh:

Kelompok 2

Khairunnisa MB (201702017)
Leyrganed Anisya T (201702020)
Magefirah Nasham (201702022)
Manjaeni Muhtia S (201702023)Editor
Mardawati M (201702024)
Idawati (201702012)
Irfan Firdaus (201702014)PPT
Lidiani (201702021)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES ST FATIMAH MAMUJU
Provinsi Sulawesi Barat
2020
A. KONSEP TEORI
1. Defenisi

Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi


kegawat daruratan di bidang pulmonology yang terjadi karena adanya
akumulasi cairan di alveoli yang menyebabkan terjadinya gangguan
pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi
berkurang. Definisi ARDS mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Adult Respiratory Distress Syndrome didefinisikan pertama kali
tahun 1994 oleh AECC (American-European Consensus Conference).
Definisi ARDS menurut AECC adalah:

a. Gagal napas dengan onset yang bersifat akut


b. Rasio PaO2/FIO2 ≤ 200 mmHg
c. Infiltrat bilateral pada foto toraks, tanpa adanya bukti edema paru
kardiogenik.
d. Pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) ≤ 18 mmHg atau
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan pada atrium kiri.
Derajat hipoksemia untuk membuat diagnosis ARDS ditentukan dengan
rasio tekanan parsial oksigen pada darah arteri (PaO2) dengan fraksi
oksigen pada udara inspirasi (FiO2). Nilai PaO2 didapat dari hasil
pemeriksaan analisis gas darah dengan memperhatikan berapa liter
oksigen yang diberikan saat pengambilan spesimen darah. Fraksi
oksigen didapat dengan memperhatikan jumlah oksigen yang diberikan.
Dengan pemberian oksigen binasal setiap 1 liter akan akan
meningkatkan FiO2 4 % dan nilai tersebut ditambahkan dengan nilai
FiO2 pada room air yang besarnya 21 %. Dengan pemberian oksigen
melalui simple mask dimana oksigen yang diberikan 8-10 liter maka
besarnya FiO2 adalah 100 %. Kriteria ARDS menurut AECC adalah
bila didapatkan perbandingan PaO2/FIO2 ≤ 200 mmHg, sedangkan bila
perbandingan PaO2/FIO2 ≤ 300 mmHg sesuai dengan ALI (Acute Lung
Injury). Dalam penggunaan kriteria AECC tersebut, terdapat beberapa
keterbatasan sehingga definisi ARDS diperbaharui di tahun 2011 dalam
Kriteria Berlin. Berdasarkan Kriteria Berlin, ARDS didefinisikan
berdasarkan waktu, gambaran foto toraks, penyebab edema paru, dan
derajat hipoksemia. Definisi ARDS berdasarkan Kriteria Berlin dapat
dilihat pada tabel 1. Pada kriteria Berlin, PAWP tidak digunakan lagi
dalam kriteria diagnosis, demikian juga dengan terminologi ALI dan
digantikan dengan pembagian subgroup ARDS berdasarkan tingkat
keparahan hipoksemia.

IRFAN FIRDAUS 201702014.

Rumende Martin Cleopas. 2018. Acute Respiratory Distress Syndrome.


Jakarta di
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/ards_pi
t_2018_-_copy.pdf

2. Etiologi

ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan


dari pembuluh darah kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli.
Alveoli adalah kantong udara di paru-paru yang berfungsi
menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan karbondioksida dari
dalam darah. Pada kondisi normal, membran yang melindungi
pembuluh darah kapiler menjaga cairan tetap di dalam pembuluh
darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit berat menyebabkan
kerusakan pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan bocor
ke alveoli.

Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi


udara, sehingga pasokan oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi
berkurang. Kekurangan pasokan oksigen ini akan menyebabkan
terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal. Jika dibiarkan,
kondisi ini akan mengancam nyawa penderitanya.

Beberapa kondisi dan penyakit yang bisa menyebabkan ARDS adalah:

a. Sepsis
b. Cedera di kepala atau dada, misalnya akibat benturan atau
kecelakaan
c. Pneumonia (infeksi paru-paru) yang berat
d. Luka bakar
e. Menghirup zat berbahaya, seperti asap pekat atau uap kimia
f. Tersedak atau kondisi nyaris tenggelam
g. Menerima transfusi darah dengan volume darah yang banyak
h. Pankreatitis

Faktor Risiko Acute Respiratory Distress Syndrome

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang


terkena ARDS, di antaranya:

a. Berusia di atas 65 tahun


b. Memiliki kebiasaan merokok
c. Memiliki kecanduan minuman beralkohol
d. Menderita penyakit paru-paru kronis
e. Menderita kelainan genetik
f. Menderita obesitas
g. Mengalami overdosis obat-obatan tertentu

LEYRGANED ANISYA TANDIABANG 201702020

Pane Christy DM. 2020. Di https://www.alodokter.com/acute-


respiratory-distress-syndrome

3. Patofisiologi
Patofisiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut / Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) merupakan proses yang sangat kompleks.
ARDS terjadi akibat inflamasi sistemik dan lokal yang menyebabkan
kerusakan jaringan paru, sehingga terjadi gangguan pertukaran gas,
penurunan komplians paru, ventilation perfusion
mismatch (V/Q mismatch), dan kenaikan tekanan arteri pulmonal
(seperti pada hipertensi pulmonal). Proses ARDS umumnya
berlangsung dalam 3 fase, yaitu: Eksudatif atau inflamasi, Proliferatif,
Fibrotik.

a. Fase Eksudatif / Inflamasi

Sistem imun innate sangat berperan dalam proses inflamasi pada


ARDS melalui neutrofil, makrofag, sel dendritik, spesies reaktif
oksigen, serta sitokin seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Fase
eksudatif awal ditandai dengan adanya kerusakan alveolus akibat
reaksi inflamasi intrapulmonal dan ekstrapulmonal. Reaksi
inflamasi dapat mempengaruhi epitel bronkus, makrofag alveolus,
dan endotel pembuluh darah paru. Makrofag alveolus berperan
dalam menstimulasi neutrofil serta sirkulasi mediator inflamasi
(limfosit, monosit, sitokin, sel epitel, sel stem mesenkimal,
spesies reaktif oksigen) pada bagian paru yang mengalami
kerusakan. Mediator inflamasi yang aktif kemudian menyebabkan
reaksi inflamasi lebih lanjut yang menyebabkan penumpukan
cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga menyebabkan
edema serta hipoksemia. Reaksi inflamasi tersebut juga dapat
menghancurkan sel epitel alveolus tipe 2. Sel ini berperan dalam
produksi surfaktan yang berfungsi sebagai pelindung paru bagian
dalam, menurunkan tekanan permukaan alveolus, dan mengatur
transport ion paru. Kedua mekanisme ini kemudian akan
menyebabkan gangguan pertukaran gas dan gerakan mekanis
paru. Aktivasi endotel dan kerusakan mikrovaskular paru juga
memperburuk ARDS. [3,7-9]

b. Fase Proliferatif
Fase proliferatif mengikuti fase eksudatif. Fase ini merupakan
proses penting pada patofisiologi ARDS, karena pada fase ini
terjadi perbaikan homeostasis jaringan yang ditandai dengan
ekspansi fibroblas, pembentukan matriks provisional, proliferasi
sel progenitor dan sel epitel alveolus tipe 2 baru. Sel-sel baru yang
terbentuk akan mengalami infiltrasi ke dalam alveolus dan
membentuk membrane hialin pada membran basal alveolus.
Setelah integritas epitel kembali terbentuk, edema dalam alveolus
akan mengalami resorpsi. Matriks provisional juga akan
memperbaiki struktur dan fungsi alveolus. Pada beberapa pasien,
resolusi ini tidak terjadi melainkan terjadi fase fibro-proliferatif
yang ditandai dengan pembentukan matriks ektraseluler dan
penumpukan sel inflamasi akut serta kronis yang dapat
menyebabkan remodelling struktur paru yang buruk. [3,7-9]
c. Fase Fibrotik
Fase fibrotik tidak terjadi pada seluruh pasien. Apabila terjadi,
fase ini menyebabkan peningkatan mortalitas dan kebutuhan akan
ventilasi mekanik yang lebih panjang.  Pada fase fibrotik, terjadi
kerusakan membran basal secara ekstensif, reepitelisasi terlambat
atau tidak adekuat yang kemudian menyebabkan fibrosis
interstisial dan intra-alveolar serta metaplasia sel skuamous. Sel-
sel yang berperan pada fase ini adalah akuaporin 5 (AQP5),
regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR), faktor stimulasi
koloni makrofag granulosit (GM-CSF), faktor regulasi interferon 4
(IRF4), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor
pertumbuhan insulin (IGF), faktor pertumbuhan hepatosit (HGF),
reseptor mannose (MR), faktor pertumbuhan turunan platelet
(PDGF), dan faktor perubahan pertumbuhan β (TGF- β). [

IDAWATI 201702012

Darmawan Josephine. 2019. Patofisiologi Acute Respiratory Distress


Syndrome di
https://www.alomedika.com/penyakit/icu/ards/patofisiologi

4. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya terjadi dalam 1-2 hari penyakit atau cedera asal.
Gejala umum dari ARDS adalah:
a. Kesulitan bernapas
b. Tekanan darah rendah
c. Sesak napas
d. Detak jantung berdebar cepat
e. DemamKelelahan otot
f. Kebingungan mental
g. Diskolorasi kulit atau kuku karena berkurangnya kadar oksigen
pada darah.

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di


atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu,
konsultasikanlah dengan dokter Anda.

KHAIRUNNISA MB 201702017
Widyawinata Rena. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) di
https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/ards-

5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada criteria berikut :
a. Gagal nafas akut
b. Infiltrat pulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran rontgen
thoraks.
c. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60%
(fraksi oksigen yang dihirup). Alkalosis respiratorik, tahap lanjut
akan terjadi hiperkapnea.
(Mutaqin, 2013).
a. Laboratorium
1) Analisa gas darah:
a) Hipoksemia (penurunan PaO2)
b) Hipokapnia (penurunan PCO2) Pada tahap awal karena
hiperventilasi
c) Hiperkapnia (peningkatan PC02) menunjukan gagal ventilasi
d) Alkalosi respiratori (pH >7,45) pada tahap dini
e) Asedosis respiratori/metabolic terjadi pada tahap lanjut.
2) Leukosit (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi implamasi
sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilasee (pada
pancreatitis).

MAGEFIRAH NASHAM 201702022


Widia Okiwidiarta. Askep ARDS di
https://www.academia.edu/28767158/ASKEP_ARDS

6. Terapi

Aspek esensial dalam tata laksana pasien dengan ARDS adalah


mengobati penyebab presipitasi, menyediakan perawatan suportif
yang baik, dan mencegah komplikasi lanjut. Ventilasi volume tidal
rendah (6 mL/kg BB ideal) sebaiknya diberikan pada semua pasien
dengan ARDS. Hal ini dapat menurunkan ventilasi per menit lalu
meningkatkan PaCO₂. Positive end expiratory pressure (PEEP)
biasanya diperlukan untuk menjaga oksigenasi dalam level yang
adekuat. Posisi pronasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
oksigenasi namun tidak berkaitan dengan penurunan mortalitas.

Tidak ada terapi spesifik yang efektif untuk pasien dengan ARDS.
Penerapan strategi pemberian cairan, menjaga tekanan vena sentral
serendah mungkin akan mempersingkat masa pemakaian ventilasi
mekanik. Berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan kortikosteroid
dan nitric oxide tidak direkomendasikan pada ARDS.Terapi non-
konvensional seperti memposisikan pasien dalam posisi tengkurap
(prone position), memberikan efek dalam meningkatkan oksigenasi
dan berhubungan dengan menurunkan mortalitas.

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah


ancaman dengan segera antara lain :
a. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan
secara potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa
riwayat penyakit paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100%
selama 24-27 jam tanpa abnormalitas fisiologis yang spesifik.
b. Vetilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanik. Terapi
modalitas ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi
sampai integritas membran alveolakapiler kembali mmebaik. Dua
tujuan tambahan adalah :
1) Memelihara ventilasi adekuat dan oksigen selema periode kritis
hipoksemia berat.
2) Mengatsi faktor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernafasan.
c. Positif and Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melalui volume ventilator
dengan tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi, dimana PEEB
dapat di tambahkan .positif and expiratory breathing (PEEB)
dipertahankan dalam alveoli melalui siklus pernafasan untuk
mecegah alveoli kolaps pada akhir ekpirasi.Komplikasi utama
PEEB adalah penurunan curah jantung da barotrauma. Hal tersebut
seringkali terjadi jika pasien diventilasi dengan tidal volume di atas
15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang dada
torakstomi darurat harus siap sedia.
d. Pemantauan oksigen Arteri Adekuat
Sebagian besar volume oksigen di transpor ke jaringan dalam
bentuk oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen
dalam darah menurun. Sebagian akibat efek ventilasi mekanik
PEEB pengukuran seri hemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi
kandungan oksigen yang akan menetukan kebutuha untuk
ttarnsfusi sel darah mengalir.
e. Terapi farmakologi
Penggunaan kortisteroid untuk terapi masih kontroversial. Tapi
sebealumnya terapi antibiotik diberikan untuk profilaksis, tetapi
pengalaman menujukkan bahwa hal ini tidak dapat mencegah
sepsis gram negatife yang berbahaya. Akhirnnya antibiotik
profilaksis tidak lagi digunakan.

MARDAWATI M. 201702024

Crit Chest JI, Med Emerg. 2016. Acute Respiratory Distress


Syndrome. Vol. 3, No. 2 di www.Indonesiajournalchest.com
7. Pathway

Pelepasan dari
Trauma tipe ll
fibrinopeptida dan
Henti pheocytes
asam amino
simpatetik
hipotalamus

Penurunan
Trauma endothelium surfactan
Vasokontriksi paru dan epithelium
paru alveolar

Atelektasis
Perubahan volume
darah menuju sirkulasi Peningkatan
paru permeabilitas

Fungsi Broncho
Peningkatan tekanan residu spasme
hidrostatik kapiler kapasitas
pulmonal Edemaparu menurun

Kelebihan Penurunanpenge
Pemenuhan
volume cairan mbangan paru
paruberkur
ang

Hipoksemia
Cairan menumpuk di
intestinium
Abnormalitas
ventilasi -
Mencairkan Peningkatankerj perfusi
sistem surfaktan apernapasan

Ketidakefektifan
Gangguan
pola nafas
Infiltrat Ronchi pertukaran
alveolar gas

Ketidakefektifa
n bersihan jalan Gambar 2.3 Patofisiologi Nanda NIC NOC
nafas
B. KONSEP KEPERAWATAN (BERDASARKAN SKENARIO)
Skenario Kasus
Seorang laki – laki 69 tahun pensiunan pekerja pabrik semen dibawa ke
rumah sakit oleh anaknya karena menderita sesak hebat dan sangat lemah.
TD 160/80 MmHg, P 34 kali/menit. Saat ini ia juga menderita batuk yang
produktif dengan sputum berwarna kecoklatan sejak 4 hari yang lalu, dan
sejak 2 hari yang lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah. Saat
dilakukan pengukuran suhu 38,9 oC. Ia tidak ada riwayat merokok maupun
minum – minuman keras, dan tidak pernah melakukan perjalanan jauh
keluar kota.

a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan nafas terdapat sumbatan berupa lendir tidak ada darah,
tidak ada suara nafas seperti gurling, snorling, stridor.
2) Breathing
RR : 34 x/mnt, nafas nonregular, tidak ada sianosis, tidak ada
suara nafas ronchi maupun wheezing, tidak ada nafas cuping
hidung, dan ada tarikan dinding dada. Nafas cepat, Kelemahan
otot pernapasan, adanya reflek batuk, menggunakan otot bantu
pernapasan
3) Circulation
Tekanan Darah 160/80, Nadi 120 x/mnt, Suhu, 39,8 C, akral
hangat, takikardi.
4) Disability
Kesadaran pasien somnolen, nilai GCS E3M6V2 total GCS :
11, pupilanisokor lebih besar kanan ;ka 4 mm ki 3 mm, reaksi
pupilterhadap cahaya positif.
5) Exposure
Suhu pasien 36,20C,
b. Pengkajian Sekunder

1) Pengkajian Kegawatdaruratan
Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 69Th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan Pekerja Pabrik
Alamat : Jl. Diponegoro
Diagnosa Medis : Acute Respiratory Distress Syndrome
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Dibawa ke rumah sakit oleh anaknya karena menderita sesak
hebat dan sangat lemah. TD 160/80 MmHg, P 34 kali/menit.
Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum
berwarna kecoklatan sejak 4 hari yang lalu, dan sejak 2 hari
yang lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah. Saat
dilakukan pengukuran suhu 38,9 oC. Ia tidak ada riwayat
merokok maupun minum – minuman keras, dan tidak pernah
melakukan perjalanan jauh keluar kota.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengalami batuk produktif sejak 4 hari yang lalu dan
sejak 2 hari yang lalu ia mengeluh demam disertai muntah. Ia
tidak ada riwayat merokok maupun minum – minuman keras,
dan tidak pernah melakukan perjalanan jauh keluar kota.
4) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breath)
Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, tidak terdapat suara
tambahan
b) B2 (Blood)
Takikardi, tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia).
c) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran tidak menurun.
d) B4 (Bowel)
Tidak adakah penurunan produksi urine (tidak
berkurangnya produksi urine menunjukkan adanya
gangguan perfusi ginjal).
e) B5 (Bladder)
Nutrisi berkurang karena 2 hari yang lalu mengeluh demam
dan muntah
f) B6 (Bone)
Kelemahan otot, mudah lelah

ANALISA DATA

Inisial Klien : Tn. P

Umur : 69Th

No DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


1 DS:
- Anak Klien
mengatakan sesak
nafas hebat Peningkatan kerja Ketidakefektifan
pernapasan
DO: Pola Nafas
- Klien tampak sesak
nafas hebat

2 DS :
Klien batuk
produktif sejak 4
hari lalu
DO :
- Sputum klien Ketidakefektifan
berwarna kecoklatan Infiltrat alveolar Bersihan Jalan
Nafas
DS :
3 - Klien mengeluhkan
demam 2 hari yang lalu

DO : Hipetermi

- Suhu Klien 39,8 drjt


Adanya inflamasi
Celcius

RENCANA KEPERAWATAN

N Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


o hasil
1. Ketidakefektifan TUJUAN Agar klien bisa
pola nafas NOC : bernafas dengan
berhubungan v Respiratory status : normal
dengan peningkatan Ventilation Agar Klien dapat
kerja pernapasan v Respiratory status : beristirahat dengan
sehingga Airway patency nyaman
menyebabkan sesak v Vital sign Status Agar klien dapat
nafas hebat Kriteria Hasil : segera diberi
v Mendemonstrasikan oertolongan dengan
batuk efektif penggunaan alat
v Menunjukkan jalan bantu nafas
nafas yang paten Agar jalan nafas
v Tanda Tanda vital klien tidak ada
dalam rentang normal hambatan
NIC : Memenuhi intake
Airway Management untukmengoptimalk
Buka jalan nafas, an keseimbangan
gunakan teknik chin lift cairan.
atau jaw thrust bila Agar dapat
perlu terkontrol respirasi
Posisikan pasien untuk dan status O2
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2

Terapi Oksigen
v Bersihkan mulut,
hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan
nafas yang paten
v Atur peralatan
oksigenasi
v Monitor aliran
oksigen
v Pertahankan posisi
pasien
v Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
v Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
2. Monitor TD, nadi,
Ketidakefektifan RR, sebelum, selama,
bersihan jalan nafas dan setelah aktivitas
berhubungan Monitor kualitas dari Agar jalan nafs
dengan infiltra nadi klien bebas dari
alveolar hambatan
sehingga TUJUAN Agar Klien dapat
menyebabkan batuk NOC : beristirahat dengan
produktif dengan v Respiratory status : nyaman
sputum berwarna Ventilation Agar jalan nafas
kecoklatan v Respiratory status : klien bersih.
Airway patency Agar jalan nafas
v Aspiration Control klien tidak ada
Kriteria Hasil : hambatan
v Mendemonstrasikan Section dilakukan
batuk efektif membersihkan jalan
v Menunjukkan jalan nafas dan memenuhi
nafas yang paten kebutuhan oksigenasi

vMampu bagi klien.

mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat menghambat
jalan nafas
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral
/ tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suctioning.
Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
suctioning
Minta klien nafas
dalam sebelum suction
dilakukan.
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril
setiap melakukan
tindakan
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas
dalam setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal
3. Monitor status oksigen
pasien
Hipetermi Hentikan suksion dan
berhubungan berikan oksigen apabila
dengan adanya pasien menunjukkan
inflamasi sehingga bradikardi, peningkatan
menyebabkan saturasi O2, dll.
demam Airway Management
Agar suhu tubuh klien
Buka jalan nafas,
dapat normal.
guanakan teknik chin
Agar klien tidak
lift atau jaw thrust bila
merasakan demam
1. perlu
Agar perubahan
Posisikan pasien warna kulit tidak
untukmemaksimalkan terjadi
ventilasi Agar intake dan
· Tujuan output optimal
NOC : Agar dapat monitor
Thermoregulation suhu tubuh sehingga
Kriteria Hasil : menjadi normal .
v Suhu tubuh dalam
rentang normal
v Nadi dan RR dalam
rentang normal
v Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman
INTERVENSI
NIC :
Fever treatment
§ Monitor suhu
sesering mungkin
§ Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
§ Monitor intake dan
output
Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
§ Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
§ Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
§ Rencanakan
monitoring suhu secara
kontinyu
§ Monitor TD, nadi,
dan RR
§ Monitor warna dan
suhu kulit
§ Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
§ Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
§ Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
§ Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR

a. Implementasi
b. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Implementasi Evaluasi
dx
1. TUJUAN Agar klien bisa S : Dengan
NOC : bernafas dengan pengguanaan
v Respiratory status : normal alat bantu
Ventilation Agar Klien dapat pernafasan.
v Respiratory status : beristirahat dengan Klien dapat
Airway patency nyaman bernafas
v Vital sign Status Agar klien dapat normal sedikit
Kriteria Hasil : segera diberi demi sedikit
v Mendemonstrasikan oertolongan dengan dan merasa
batuk efektif penggunaan alat nyaman
v Menunjukkan jalan bantu nafas O : klien
nafas yang paten Agar jalan nafas klien tampak
v Tanda Tanda vital tidak ada hambatan nyaman dan
dalam rentang normal Memenuhi intake lebih tenang
NIC : untukmengoptimalka A : Intervensi
Airway Management n keseimbangan berhasil
Buka jalan nafas, cairan. P : Tetap
gunakan teknik chin lift Agar dapat terkontrol lanjutkan
atau jaw thrust bila respirasi dan status intervensi
perlu O2 hingga klien
Posisikan pasien untuk benar benar
memaksimalkan pulih
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2

Terapi Oksigen
v Bersihkan mulut,
hidung dan secret trakea
v Pertahankan jalan
nafas yang paten
v Atur peralatan
oksigenasi
v Monitor aliran
oksigen
v Pertahankan posisi
pasien
v Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
v Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
2. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
TUJUAN S : Dengan
NOC : penggunaan
v Respiratory status : Agar jalan nafs klien section klien
Ventilation bebas dari hambatan dapat
v Respiratory status : Agar Klien dapat bernafas
Airway patency beristirahat dengan dengan legah
v Aspiration Control nyaman dan baruk
Kriteria Hasil : Agar jalan nafas klien klien mulai
v Mendemonstrasikan bersih. berkurang
batuk efektif Agar jalan nafas klien O : klien
v Menunjukkan jalan tidak ada hambatan tampak
nafas yang paten Section dilakukan kurang batuk
vMampu membersihkan jalan dan lebih
mengidentifikasikan dan nafas dan memenuhi nyaman
mencegah factor yang kebutuhan oksigenasi
A:
dapat menghambat jalan bagi klien.
Intervensi
nafas
berhasil
NIC :
P : Tetap
Airway suction
lanjutkan
Pastikan kebutuhan
intervensi
oral / tracheal
hingga klien
suctioning
benar benar
Auskultasi suara nafas
pulih
sebelum dan sesudah
suctioning.
Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
suctioning
Minta klien nafas
dalam sebelum suction
dilakukan.
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril
setiap melakukan
tindakan
Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas
dalam setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal
Monitor status oksigen
pasien
3 Hentikan suksion dan
. berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas,
Agar suhu tubuh klien
guanakan teknik chin
dapat normal.
lift atau jaw thrust bila
Agar klien tidak
perlu
merasakan demam
Posisikan pasien
Agar perubahan warna
untukmemaksimalkan kulit tidak terjadi
ventilasi Agar intake dan output
· Tujuan optimal
NOC : Agar dapat monitor S : Dengan
Thermoregulation suhu tubuh sehingga pemberian
Kriteria Hasil : menjadi normal . terapi pereda
v Suhu tubuh dalam demam .
rentang normal Suhu badan
v Nadi dan RR dalam klien normal
rentang normal menjadi 36,7
v Tidak ada perubahan drjt celcius
warna kulit dan tidak O : klien
ada pusing, merasa tampak lebih
nyaman tenang
INTERVENSI A:
NIC : Intervensi
Fever treatment berhasil
§ Monitor suhu P : intervensi
sesering mungkin dihentikan
§ Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
§ Monitor intake dan
output
Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
§ Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
§ Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
§ Rencanakan
monitoring suhu secara
kontinyu
§ Monitor TD, nadi,
dan RR
§ Monitor warna dan
suhu kulit
§ Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
§ Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
§ Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
§ Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR

Anda mungkin juga menyukai