DI SUSUN OLEH :
MELI ANGRAINI
C1A020011
DOSEN PENGAMPU
DWI HASTUTI,S.E., M. Sc
UNIVERSITAS JAMBI
2021
Nama Penulis : Purwanto
Nama Jurnal : MENANGGULANGI MASALAH KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF EKONOMI
Volume Jurnal : Volume 2
Nomor Jurnal : Nomor 3
Situasi ini berimplikasi; Pertama, muncul penetrasi/tekanan pada kesempatan kerja perkotaan yang
semakin kecil. Kedua, melemahnya permintaan atas barang-barang/jasa yang berakibat tingkat produksi
turun. Ketiga, tingkat produksi dan pendapatan dari sektor pertanian di pedesaan cenderung menurun
secara drastis karena para petani tidak mampu mengimbangi/menyesuaikan kenaikan harga bahan
pendukung pertanian seperti pupuk, obat-obat hama, dan nilai upah buruh tani. Keempat, Tekanan
kesempatan kerja melemah dan maraknya PHK, berimplikasi pada meledaknya jumlah pengangguran.
Kelima jumlah penduduk yang jatuh di bawah kemiskinan meningkat menjadi 79,5 juta jiwa. (BPS :
2001). Angka tersebut memang kurang realistis, disangkal oleh pakar ekonomi Mubiyarto mengatakan
bahwa “BPS telah melakukan kekeliruan perhitungan penetapan angka kemiskinan, perhitungan mereka
(BPS) didasarkan pada asumsi bahwa pendapatan rumah tangga tetap (tidak naik) ketika pada tahu 1998
terjadi inflasi 78%. Padahal dalam kenyataannya pendapatan semua orang termasuk penduduk miskin
seperti buruh tani juga naik kadang-kadang bisa lebih dari 100%, sehingga angka kemiskinan di
Indonesia tahun 1998 disepakati hanya 49,5 juta jiwa atau 24,2%”. (Mubiyarto, Konggres ESEI ke VII
Agustus 2003).
Masalah pengangguran di Indonesia setelah krisis moneter kini dianggap mencapai 40 juta jiwa tidak
seharusnya di besar-besarkan. Kita tidak mengatakan bahwa masalah pengangguran tidak penting.
Masalah pengangguran tetap penting dan urgen untuk ditangani. Tetapi yang lebih penting disadari
adalah agar kita menahan diri menggunakan konsepkonsep pengangguran dari negaranegara industri
maju dengan asumsi konsep-konsep tersebut relevan dan realistis untuk menangani masalah
pengangguran di negeri kita
Tidak sedikit para penentu kebijakan (Birokrat) dengan dukungan informasi dari pakar-pakar
ekonomi memandang bahwa masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan manakala
ekonomi tumbuh dengan laju tinggi. Jika pandangan ini dianggap “benar” sekiranya akan membutuhkan
waktu yang panjang. Sedangkan kemiskinan dan khususnya pengangguran bergerak bagaikan deret kali.
Ada beberapa hal yang selama ini menjadi hambatan dalam pengentasan kemiskinan, antara lain: 1.
Subsidi salah sasaran dan sama sekali tidak menyentuh kebutuhan pokok rakyat, tetapi yang menikmati
justru kelompok-kelompok tertentu. Model ini telah berjalan sejak pemerintahan orde baru.
Pemerintahan yang masuk kurun reformasi dibuat tidak berdaya jika mereka akan memutuskan
kebijakan. ekonomi terkait dengan realitas pasar. 2. Proyek dana pengentasan kemiskinan salah target
dan sasaran, hal ini disebabkan lemahnya sistem audit. 3. Proyek dana pengentasan kemiskinan yang
berupa stimulan distribusinya tidak didukung oleh sistem pengawasan yang ketat dan sistem informasi
yang akurat. Parahnya yang memanfaatkan justru kelompok-kelompok siluman yang mengaku sebagai
pengusaha kecil. 4. Adanya kebocoran dana secara sistematis, kasarnya terjadi korupsi terselubung dan
sulit dideteksi. 5. Pendataan dan rekruitmen keluarga miskin tidak dilakukan oleh tenaga profesional
(sesuai bidangnya), banyak kasus pendataan dilakukan oleh jajaran pemerintah desa dan praktiknya
yang menjalankan tugas adalah para Kepala Dukuh dan para Ketua RT setempat.
1. Menggali dan memotivasi diri (self motivation) seluruh potensi diri dengan pemberdayaan
masyarakat, menciptakan kemitraan dari ekonomi kuat kepada ekonomi lemah dengan
memberikan dorongan tidak langsung berupa balikan, program, stimulan dan motivasi.
2. Pengentasan kemiskinan dengan model Proyek Desa Tertinggal, model JPS (Jaring Pengaman
Sosial/Social Safety Net) untuk jangka waktu panjang hendaknya perlu
dipertimbangkan/direkomendasikan tidak menjadi model pengentasan kemiskinan dan
pengangguran.
3. Sementara itu usaha pengentasan kemiskinan tidak hanya tergantung pada pemerintah, tetapi
kita pun seluruh rakyat baik miskin, menengah maupun kaya harus saling membantu
mengurangi kemiskinan. Salah satu caranya bisa dilakukan dengan menggali dan mengaktifkan
seluruh kelebihan atau potensi diri kita masing-masing.
Nama Penulis : Fitrah Afandi1 , Prof. Dr. Said Muhammad, MA2 , Prof. Dr. Mohd Nur Syechalad, MS3
Nama Jurnal : PENGARUH SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TERHADAP PELUANG PENINGKATAN
PETANI GANJA (STUDI KASUS KECAMATAN BEUTONG ATEUK KABUPATEN NAGAN RAYA)
Volume Jurnal : Volume 1
Nomor Jurnal : No. 3,
Pengertian yang paling umum dari narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintesis
maupun semi sintesis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Efek narkotika di
samping membius dan menurunkan kesadaran, adalah mengakibatkan, Pengertian yang paling umum
dari narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Efek narkotika di samping membius dan menurunkan
kesadaran, adalah mengakibatkan daya khayal/halusinasi, serta menimbulkan daya rangsang/stimulant.
a. Mempengaruhi kesadaran.
1. Penenang
3. Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan,
kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat)
Mengukur Dampak Ekonomi Untuk mengukur dampak ekonomi (economic impact) umumnya
dapat digunakan tiga tipe analisis ekonomi, yaitu cost, costeffectiveness, and benefit-cost analysis
(French, 2003). Jika merujuk pada ukuran yang digunakan oleh UNODC maka, analisis terhadap dampak
ekonomi penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba terdiri atas:
Indikator yang digunakan oleh UNODC untuk dampak sosial penyalahgunaan dan perdagangan gelap
adalah konsekuensi yang akan dialami oleh:
2. Kesehatan
3. Pendidikan
4. Lingkungan Hidup
Dari hasil analisis dan estimasi yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut
1. Kecamatan Beutong Ateuk, Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu daerah intens penanaman
ganja dengan titik lokasi perbatasan dengan hutan Negara wilayah Gayo Lues dan Aceh Tengah.
2. Tiga desa di kecamatan ini (Blang Baroe Rambung, Bumi Sari dan Pante Ara) merupakan desa
potensial wilayah penanaman ganja karena langsung berbatasan dengan kawasan hutan belantara.
3. Tiga desa tersebut dapat dijadikan wilayah pengembangan ekonomi masyarakat agar ketahanan sosial
dan ekonominya lebih baik dalam upaya menangkal kegiatan terlarang dilihat dari data eksisting desa.
4. Variabel pendapatan berpengaruh positif sesuai dengan hipotesis dan signifikan terhadap peluang
peningkatan jumlah petani ganja. Hal ini berdasarkan hasil koefisien estimasi pendapatan (X1) dimana
kenaikan jumlah pendapatan masyarakat sebesar Rp. 1.000.000,- maka akan mengakibatkan peluang
bertambahnya jumlah penanaman ganja sebesar 16,72 ≈ 17 orang (dengan asumsi variabel X2 dan X3
adalah konstan)
5. Variabel pengeluaran berpengaruh negatif sesuai dengan hipotesis. Hal ini berdasarkan hasil
koefisien pengeluaran dimana apabila menurunnya jumlah pengeluaran sebesar Rp. 1.000.000,- maka
akan mengakibatkan peluang bertambahnya jumlah penanaman ganja sebesar 19,3 ≈ 19 orang (dengan
asumsi variabel X1 dan X3 adalah konstan).
6. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif sesuai dengan hipotesis. Hal ini berdasarkan hasil
koefisien pendidikan dimana peningkatan taraf masyarakat untuk bersekolah/ berpendidikan sebesar 1
orang maka akan mengakibatkan peluang berkurangnya jumlah penanaman ganja sebesar 19,924 ≈ 19
orang (dengan asumsi variabel X1 dan X2 adalah konstan)