Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan Terapi Aktivitas Kelompok

Senam Kaki Diabetes Pada Lansia di RT 08 Semper Barat

Dosen Pembimbing :

Ns.Puspita.,M.Kep,Sp.Kom

Disusun oleh :

Nidya Natasya

Tingkat 3 D

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA

Jl. Mangga Besar Raya No. 137 – 139 No.13, Jakarta Pusat

2021
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang

Perkembangan kesehatan Indonesia mempunyai visi yaitu sehat yang merupakan


suatu proyeksi tentang keadaan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia pada tahun
yang akan datang ditandai oleh mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, meliputi kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata serta berada dalam derajat kesehatan yang optimal. Meningkatnya
usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan
lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan
warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah, karena dengan meningkatnya
jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung
oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan
fasilitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Berdasarkan laporan data demografi penduduk
Internasional yang dikeluarkan oleh Bureau af the Census USA di Indonesia pada kurun
waktu tahun 1990-2025 akan terjadi kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414 %, suatu
angka kenaikan tertinggi di seluruh dunia. Adanya peningkatan jumlah lansia, masalah
kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang
berkaitan dengan gejala penuaan.
Pada orang lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional
baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses
menua. Akibatnya mereka cenderung sulit memelihara homeostasis tubuh. Pada orang
usia lanjut cenderung terjadi gangguan kognitif yang disebabkan oleh penyakit
degeneratif ataupun karena proses penuaan. Penyakit yang diderita oleh lansia pada
umumnya adalah penyakit kronik yang sudah berlangsung menahun. Beberapa dari
penyakit kronik yang kerap diderita oleh lansia merupakan faktor resiko terjadinya
diabetes mellitus (DM).
Pada diabetes melitus terjadi mikro-makro angiopati yang dapat menimbulkan
kelainan-kelainan pada organ-organ tubuh. Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung
meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang
dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor
yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2. Dari jumlah
tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun.
Usia lanjut adalah suatu fenomena alamiah akibat proses penuaan. Oleh karena itu
fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan keadaan yang wajar yang bersifat
universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses organobiologis,
psikologik serta sosiobudaya. Walaupun demikian beberapa hal telah dapat diungkapkan,
misalnya menjadi tua untuk sebagian orang ditentukan secara genetik dan dapat
dipengaruhi oleh nutrisi, gaya hidup serta lingkungan. Berbagai perubahan karena proses
menua dapat mempengaruhi penampilan klinis DM pada lanjut usia. Gejalanya dapat
sangat tidak khas dan menyelinap. Dikatakan paling sedikit separuh dari populasi lanjut
usia tidak tahu bahwa mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari hiperglikemia seperti
polidipsi dan poliuria sering tidak jelas, karena penurunan respon haus dan peningkatan
nilai ambang ginjal untuk pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan, kelelahan
dan kencing malam hari dianggap hal yang biasa pada lanjut usia, berakibat tertundanya
deteksi adanya DM. Penampilan klinis seperti dehidrasi, konfusio, inkontinentia dan
komplikasi-komplikasi yang berkaitan DM merupakan gejala-gejala yang tampak.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan praktik di RT 08 Semper Barat, diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia secara kelompok.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada dalam kelompok lansia melalui
pengkajian gerontik
b. Menentukan diagnose keperawatan secara kelompok
c. Menentukan prioritas pemecahan masalah
d. Membuat rencana keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
e. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama kelompok lansia
f. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah dilakukan dengan
baik dan benar.
BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Konsep Dasar Lanjut Usia

1. Pengertian Usia Lanjut (Lansia)


Usia lanjut (lansia) adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada
umumya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis,
psikologis, soaial, ekonomi. Menurut WHO lanjut usia meliputi usia pertengahan
(middle age) yaitu kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly)
yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu antara 75 tahun sampai
90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun. Penuaan (proses
menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Masa dewasa tua (lansia), dimulai
setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
adalah proses 8 alamiah, yang berarti seseorang telah melewati 3 tahap
kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Penuaan adalah suatu proses yang
alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan
berkesinambungan. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13
Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi pada lansia antara lain lansia yaitu sesorang yang berusia 60
tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,
lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melaksanakan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa serta lansia tidak potensial
yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, shingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan), kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
4. Tugas Perkembangan Lansia
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya
melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan
yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, makapada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain. Tugas
perkembangan lansia antara lain mempersiapkan diri untuk kondisi yang
menurun, mempersiapkan diri untuk pensiun, membentuk hubungan baik dengan
orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru, melakukan penyesuaian
terhadap kehidupan sosial/masyarakt secara santai, mempersiapkan diri untuk
kematiannya dan kematian pasangan.
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan
psikososial. Perubahan fisik meliputi perubahan sel (jumlah berkurang, ukuran
membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun), perubahan
kardiovaskular (katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun, menurunnya kontraksi dan volume, elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat), respirasi (otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun,
serta terjadinya penyempitan pada bronkus), persarafan (saraf panca indra
mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu
bereaksi khusunya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya
lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan
refleks), muskuloskeletal (cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh,
bungkuk, persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis), gastrointestinal (esofagus melebar, asam
lambung menurun, dn peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut
menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan),
genitouinaria (ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urin juga ikut menurun), vesika urinaria (otot-otot melemah,
kapasitasnya menurun, dan retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada
75% lansia), vagina (selaput lendir mengering dan sekresi menurun), pendengaran
(membran tympani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan), penglihatan (respon terhadap sinar menurun,
adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun,
dan katarak), endokrin (produksi hormon menurun), kulit (keriput serta kulit
kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Elastisitas menurun, vasikularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat
menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti
tanduk), belajar dan memori (kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori atau daya ingat menurun karena proses incoding menurun),
intelegensi (secara umum tidak banyak berubah), personality dan adjusment
(pengaturan) (tidak banyak berubah, hampir seperti saat muda), pencapaian (sains,
filosofi, seeni, dan musik sangat mempengaruhi).
Perubahan sosial, meliputi perubahan peran, keluarga, teman, masalah
hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan,
agama dan panti jompo. Perubahan psikologis meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematia, perubahan keinginan, depresi,
dan kecemasan. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka
muncul perasaan tidk berguna dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua
masih mampu mengaktualisasikan potensinnya secara optimal. Jika lansia dapat
mempertahankan pola hidup dan cara dia memandang suatu makna kehidupan
maka sampai ajal menjeemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi
kepentingan semua orang
6. Proses penuaan
Ageing Process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses penuaan merupakan akumulasi
secara progresifdari berbagai perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung
seiring berlalunya waktu. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki 9 kerusakan yang diderita.
7. Konsep menua sehat
Proses menua di pengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat
menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang bisa di mulai sejak usia muda atau
produktif, namun bersifat subklinis. Untuk mencapai tujuan menua sehat ini, perlu
di lakukan upaya upaya pencegahan melalui deteksi dan usaha usaha preventif
terhadap faktor faktor resiko tersebut sejak dini seperti: Pemeriksaan laboratorium
secara lengkap, mempertahankan berat badan normal. Memperhatikan konsumsi
makanan yang mengandung lemak,gula,garam, zat kimia tambahan, rokok,
alkohol serta meningkatkan makanan berserat dan mengandung kalsium.
Mengelola penyakit atau faktor risiko yang di temukan saat pemeriksaaan
laboratorium untuk mencegah perkembangan penyakit tersebut. Mengkonsumsi
suplemen makanan seperti vitamin C, E, A, dan B12. Melakukan pekerjaan rumah
tangga dan berkebun untuk menjaga kesegaran dan daya tahan tubuh dan
Berolahraga ringan seperti jalan jalan, senam tera , aerobik, jogging, bersepeda
atau berenang.

B. Konsep Terapi Aktifitas Kelompok

1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok


Kumpulan individu yang memiliki hubungan atau dengan yang lain, saling
bergantung dan mempunyai norma yang sama. Anggota kelompok mungkin
datang dan berbagai Tatar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi
dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan
balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi
dan setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya. Kelompok
berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama
lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik,
serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki,
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut:
a. Struktur Kelompok Struktur
Kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok
menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi.
Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah
komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara
bersama.
b. Besar Kelompok Jumlah
Anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya
tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi.
c. Lamanya Sesi Waktu
Optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Biasanya dimulai
dengan 24 pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing
berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat
satu kali/ dua kali per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan
kebutuhan.
4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia
Ada bebrapa manfaat yang bisa dirasakan bagi kaum lansia yang mengikuti terapi
aktivitas kelompok, antara lain adalah:
a. Agar anggota di dalam kelompok tersebut merasa diakui, dimiliki, serta
dihargai eksistensinya oleh anggota lainnya di dalam kelompok
b. Membantu agar anggota kelompok lain yang berhubungan satu sama lainnya
dan merubah sikap dan perilaku yang maladaptive dan destrkutif
c. Sebagai tempat yang digunakan untuk berbagi pengalamn serta saling
memantau satu sama lainnya yang dipertuntukkan untuk menemukan solusi
menyelsaikan masalah
5. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin
menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok
terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan
dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh
anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
Elemen penting observasi komunikasi verbal dan nonverbal
a. Komunikasi setiap anggota kelompok
b. Rancangan tempat dan duduk (setting)
c. Tema umum yang diekspresikan
d. Frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi
e. Kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok
f. Proses penyelesaian masalah terjadi
6. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada
tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok, yaitu maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintenance
roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task
roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah selfcentered
dan distraksi pada kelompok.
7. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam
memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan
anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
8. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap
perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa
lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian
perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima
anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap
pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
9. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini memengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas
terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat
dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar
kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok
bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan
anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk mendengarkan ketika
yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota
memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
10. Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase, yaitu
fase prakelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, fase terminasi
kelompok.
1) Fase Pra kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok
adalah tujuan dan kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi
oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk
mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, perlu disusun proposal atau
panduan pelaksanaan kegiatan kelompok. Garis besar isi proposal
adalah: daftar tujuan umum dan khusus; daftar pemimpin kelompok
disertai keahliannya; daftar kerangka teoretis yang akan digunakan
pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar kriteria anggota kelompok;
uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur kelompok:
tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku anggota
yang diharapkan dan perilaku pemimpin yang diharapkan; uraian
tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian alat
dan sumber yang dibutuhkan; jika perlu, uraian dana yang dibutuhkan.
Proposal dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan
kegiatan kelompok.
2) Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru,
dan peran yang baru. Fase ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu orientasi,
konflik, dan kohesif.
11. Prinsip dan jenis Terapi Aktifitas kelompok
a. Gejala sama
Terapi aktivitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk
pasien halusinasi, dan lain sebagainya. Setiap terapi aktivitas kelompok
memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama,
maupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan
dapat dicapai apabila klien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga
mereka dapat bekerja sama atau berbagi dalam proses terapi.
b. Kategori sama
Dalam artian klien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi.
Klien yang dapat diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok adalah klien akut
skor rendah sampai klien tahap promotion. Bila dalam satu terapi klien
memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah
tercapai.
c. Jenis kelamin
Pengalaman terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pada klien dengan
gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi daripada perempuan.
Maka lebih baik dibedakan.
d. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar klien.
Jumlah efektif adalah 7-10 orang per-kelompok terapi Jika terlalu banyak
peserta, maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan
kurang perhatian terapis pada klien. Bila terlalu sedikitpun terapi akan terasa
sepi interaksi dan tujuannya sulit tercapai.
e. Jenis Terapi Kelompok
Berikut ini terdapat beberapa jenis terpi yang bisa diterapkan sebagai
aktivitas kelompok para lansia, diantaranya:
1) Stimulasi Sensori (Musik)
Jenis terapi ini dapat berfungsi untuk ungkapan perhatian, baik itu
bagi pendengar maupun bagi pemusik. Kualitas dari musik sendiri
memiliki andil terhadap fungsi-fungsi untuk mengungkapkan perhatian
yang mana terletak pada struktur dan ururan matematis, yang mana
mampun untuk menunjukkan pada ketidak beresan di dalam kehidupan
seseorang. Peran dan sertanya akan nampak dalam sebuah pengalaman
musikal, semisal menyanyi, menghasilkan integrasi pribadi yang dapat
mempersatukan fisik, pikiran, dan roh. Ada beberapa manfaat yang
diberikan musik di dalam proses stimulasi ini, antara lain adalah:
a) Musik memberikan banyak pengalaman yang ada di dalam stuktur.
b) Musik memberikan pengalaman untuk mengorganisasi diri.
c) Musik memberikan kesempatan yang digunakan untuk pertemuan
kelompok yang mana di dalamnya individu telah mengutamakan
kepentingan kelompok dibanding kepentingan individu.
2) Stimulasi Persepsi
Di dalam proses stimulasi ini klien akan dilatih mengenai cara
mempersepsikan stimulus yang telah disediakan ataupun yang sudah
pernah dialami. Kemmapuan untuk mempersepsikan inilah yang akan
dievaluasi dan ditingkatkan di dalam setiap sesinya. Tujuan dari proses
ini diharapkan respon klien menjadi lebih adaptif dalam berbagai
stimulus. Aktifitas yang akan dilakukan berupa stimulus dan persepsi.
Ada beberapa stimulus yang diberikan mulai dari membaca majalah,
menonton televisi, pengalaman dari masa lalu, dan masih banyak
lainnya.
3) Stimulasi Orientasi Realitas
Klien nantinya akan diorientasikan kepada kenyataan yang ada di
sekitarnya, mulai dari diri sendiri, orang lain yang ada di sekitar klien,
hingga lingkungan yang memiliki hubungan dan kaitanya dengan
klien. Hal ini juga berlaku pada orientasi waktu di saat ini, waktu yang
lalu, hingga rencana di masa depan. Aktivitas yang dilakukan dapat
berupa orientasi orang, tempat, waktu, benda, serta kondisi yang nyata.
4) Stimulasi Sosialisasi
Klien akan dibantu untuk bisa melakukan sosialisasi dengan individu-
individu di sekitar klien. Sosialiasi akan dilakukan secara bertahap
secara interpersonal, kelompok, maupun massa. Aktivitas yang dapat
dilakukan berupa latihan sosialisasi yang ada di dalam kelompok.
5) Terapi Berkebun
Terapi berkebun memiliki tujuan untuk bisa melatih kesabaran,
kebersamaan, serta bagaimana memanfaatkan waktu luang. Ada
beberapa kegiatan yang dilakukan semisal penanaman kangkung,
lombok, bayam, dan lainnya.
6) Terapi Dengan Binatang
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan rasa kasih
sayang serta mengisi kesepian di sehari-harinya dengan cara bermain
bersama binatang. Semisal memiliki peliharaan kucing, bertenak
ayam, sapi, dan lainnya. Hal ini ,merupakan cara pencegah gangguan
jiwa pada lansia yang cukup efektif.
7) Terapi Okupasi
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa memanfaatkan waktu luang
yang dimiliki lansia serta meningkatkan produktivitas yang nantinya
dapat dimanfaatkan untuk membuat dan menghasilkan karya dari hal-
hal yang sudah disediakan. Misalnya saja membuat kipas, membuat
sulak, membuat bunga, menjahit, merajut, dan masih banyak lainnya.
8) Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan untuk mencegah agar
daya ingat seseorang tidak menurun. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah dengan mengadakan cerdas cermat, mengerjakan
tebaktebakan, puzzle, mengisii TTS, dan lainnya.
9) Life Review Terapi
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan gairah hidup
serta harga diri. Proses nya dengan menceritakan berbagai
pengalaman-pengalaman di dalam hidupnya. Misalnya saja
menceritakan tentang masa muda nya.
10) Rekreasi
Memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan sosialiasi, gairah hidup,
menghilangkan rasa bosan, bahkan dapat melihat pandangan yang
mana digunakan sebagai cara mengatasi stres dan depresi. Ada
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari mengikuti senam
lansia, bersepesa, posyandu lansia, rekreasi ke kebun raya,
mengunjungi saudara, dan masih banyak lainnya.
11) Terapi Keagamaan
Terapi keagamaan ini digunakan untuk tujuan kebersamaan,
memberikan rasa kenyamanan, bahkan persiapan untuk menjelang
kematian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat berupa
pengajian, sholat berjamaah, kebantian, dan lainnya.
12) Terapi Keluarga
Terapi keluarga ini merupakan terapi yang diberikan oleh seluruh
anggota keluarga yang mana sebagai unit penanganan. Tujuan dari
terapi keluarga ini adalah untuk mampu melaksanakan fungsi-
fungsinya sebagai keluarga. Sasaran utama dari dari terapi ini adalah
keluarga yang kondisinya mengalami disfungsi, tidak dapat
melaksanakan fungsi yang mana dituntut oleh anggotanya. Dalam
terapi keluarga, semua masalah yang terjadi di dalam keluarga akan
diidentifikasikan dan dikontribusikan dari masing-masing anggota di
dalam keluarga pada penyebab munculnya masalah tersebut. Misalnya
saja penyebab keluarga tidak harmonis. Sehingga nantinya masing-
masing anggota keluarga dapat lebih mawas diri pada masalah yang
terjadi dalam keluarga dan mencari solusi yang tepat untuk
mengembalikan fungsi keluarga sebagaimana sebelumnya.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dilakukan secara
terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Sumber data pengkajian
dapat dilakukan dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik atau
melalui data sekunder seperti data di Puskesmas dan lain sebagainya. Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian mencangkup
pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis., tanda vital, wawancara
pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien yang
diberikan oleh pasien/keluarga, atau ditemukan dalam rekam medik. Pengkajian
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi,
kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesa
Anamnesa merupakan suatu tehnik pemeriksaan awal yang
dilakukan. Anamnesa merupakan proses pengumpulan data dengan cara
tanya jawab. Anamnesa dapat dilakukan secara langsung dengan pasien
(autoanamnesis) atau secara tidak langsung dengan orang lain yaitu
keluarga, teman ataupun orang terdekat dengan pasien yang mengetahui
keadaan pasien tersebut (heteroanamnesis).
a) Identitas Klien Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku
bangsa, nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama Keluhan utama merupakan keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien dan yang paling sering mengganggu pasien
pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan dalam
pemberian tindakan.
c) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang isinya
yaitu sejak kapan pasien mulai menderita penyakit diabetes
mellitus, faktor apa yang menyebabkan pasien menderita penyakit
diabetes mellitus serta upaya apa saja yang telah dilakukan untuk
mengatasi penyakit diabetes mellitus tersebut.
d) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu merupakan
riwayat penyakit fisik maupun psikologik yang pernah diderita
sebelumnya. Seperti adanya penyakit DM atau penyakit yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas,
jantung, obesitas, tindakan medis dan obat-obatan yang pernah di
dapat.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga Terdapat salah satu keluarga yang
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalnya hipertensi.
f) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan klien, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan, tandatanda vital, dan adakah tanda-tanda
dehidrasi akibat hiperglikemia.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, penglihatan
kabur, lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Pada saat pemeriksaan sistem integument, pemeriksaan
yang dilakukan yaitu melihat apakah terdapat luka ataupun ulkus.
d) System pernapasan Apakah terdapat tanda takipnea atau
pernapasan kussmaul, sesak, batuk, sputum, nyeri dada.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan dapat menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan pada berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas. g) System urinary Poliuri, retensio
urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit pada saat
berkemih.
f) System musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi
badan, lemah dan cepat lelah. i) System neurologis Terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, letargi, mengantuk, reflex lambat,
kacau mental.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk keakuratan diagnosis
suatu penyakit. Salah satu pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
yaitu pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl. Gula darah puasa >
126 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat menguraikan berbagai
respon klien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan.
1) Pengertian Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif adalah ketidakmampuan
mengidentifikasi, mengelola, dan/atau menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif yaitu
kondisi ketika individu/keluarga mengalami atau beresiko mengalami
gangguan kesehatan karena gaya hidup yang tidak sehat/ kurangnya
pengetahuan untuk mengatur kondisi. Pemeliharaan kesehatan tidak
efektif dapat dilihat dari perilaku keluarga yang kurang menunjukkan
perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan, kurang menunjukkan
pemahaman tentang perilaku sehat, tidak mampu menjalankan perilaku
sehat.
2) Penyebab pemeliharaan kesehatan tidak efektif
Menurut (PPNI, 2016) ada beberapa penyebab terjadinya
pemeliharaan kesehatan tidak efektif : hambatan kognitif, ketidaktuntasan
proses berduka, ketidakadekuatan keterampilan berkomunikasi, kurangnya
keterampilan motorik halus/kasar, ketidakmampuan membuat penilaian
yang tepat, ketidakmampuan mengatasi masalah (individu atau keluarga),
ketidakcukupan sumber daya (mis. Kuanganan, fasilitas), gangguan
persepsi, tidak terpenuhinya tugas perkembangan.
3) Tanda Gejala Mayor dan Minor Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
Adapun gejala dan tanda pada pasien dengan diagnose Pemeliharaan
Kesehatan Tidak Efektif sesuai dengan standar diagnosa keperawatan
Indonesia (SDKI) adalah sebagai tabel berikut :
Tanda dan Gejala Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif Berdasarkan
SDKI
a) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif: Kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap
perubahan lingkungan, kurang menunjukkan pemahaman tentang
perilaku sehat, tidak mampu menjalankan perilaku sehat
b) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif: Memiliki riwayat perilaku mencari bantuan kesehatan
yang kurang, kurang menunjukkan minat untuk meningkatkan
perilaku sehat, tidak memiliki sistem pendukung (support system).
3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi merupakan proses penyusunan strategi atau rencana
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi
masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi pada tahap
perumusan diagnosa keperawatan. Perencanaan mencakup penentuan prioritas
masalah, tujuan, dan rencana tindakan. Intervensi Pemeliharan kesehatan Tidak
Efektif.
Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x …. jam diharapkan
pemeliharaan kesehatan meningkat. Dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1) Perilaku adaktif meningkat
2) Pemahaman perilaku sehat meningkat 3.
3) Menjalankan perilaku sehat
4) Perilaku mencari bantuan meningkat
5) Menunjukkan minat perilaku sehat meningkat
6) Memiliki sistem pendukung meningkat kesepakatan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktorfaktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
3) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai meningkat
5) Berikan kesempatan untuk bertanya
6) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
8) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
untuk mencapai tujuan dari kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan
dilakukan setelah rencana tindakan di susun dan di tunjukkan kepada nursing
order untuk membantu klien mencapai tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai
dengan masalah yang klien hadapi. Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan
mandiri dan kolaborasi yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien
cepat membaik diharapkan bekerja sama dengan keluarga klien dalam melakukan
pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat dalam
intervensi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan
rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila tidak/belum berhasil perlu
disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak
dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan rumah ke keluarga. Evaluasi
keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke
arah pencapaian tujuan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada
setiap langkah dari proses keperawatan dan pada kesimpulan.
BAB III
Tinjauan Kasus
A. Kasus

1. Tn. S berusia 76 tahun. Pasien mengatakan memiliki riwayat DM. Pasien mengatakan
sering lapar. Pasien mengatakan kakinya sering bengkak. Pasien mengatakan malas
untuk bergerak karena merasa mudah lelah. Mukosa terlihat kering. Nadi perifer
teraba lemah. IMT pasien 17,95 ( kekurangan BB ringan) Hasil TTV: TD 110/70
mmHg, N 78 x/menit, RR 19 x/menit, S 36,5℃.
Masalah Keperawatan : risiko perfusi perifer tidak efektif, defisit nutrisi

2. Ny. A berusia 68 tahun. Pasien mengatakan memiliki riwayat DM dan terakhir kali
cek gula darah sebulan yang lalu mencapai 350mg/dL. Pasien mengatakan kurang
mampu menjalankan perilaku hidup sehat karena sulit menahan nafsu untuk makan.
IMT pasien 33,2 (kelebihan BB berat). Hasil TTV: TD 130/80 mmHg, N 80 x/menit,
RR 22 x/menit, S 36,8℃.
Masalah Keperawatan: risiko perfusi perifer tidak efektif, ketidakstabilan kadar
glukosa darah, obesitas

3. Ny. H berusia 65 tahun. Pasien mengatakan sering merasa lapar dan haus. Pasien
mengatakan hanya BAK saat malam hari dan kakinya sering bengkak. Pasien
mengatakan baru mengetahui bahwa dirinya menderita DM saat di periksa seminggu
yang lalu hasil gula darah puasa pasien 225 mg/dL. Pasien mengatakan paham
dengan penyakitnya namun sulit untuk melakukan program pengobatan karena hidup
sendiri. Pasien mengatakan sering meminta bantuan pada tetangganya untuk berobat
ke puskesmas ketika sakit. Rumah pasien terlihat berdebu dan tidak terawat. Hasil
TTV: 130/90 N 79 x/menit RR 18 x/menit S 36,4 ℃.
Masalah keperawatan: risiko perfusi perifer tidak efektif, ketidakstabilan kadar
glukosa darah
B. Analisa Data

DATA Diagnosa Keperawatan

Data Subjektif: Pemeliharaan kesehatan


- Klien 1 mengatakan malas untuk bergerak karena tidak efektif pada lansia
merasa mudah lelah di RT 08 b.d
- Klien 2 mengatakan kurang mampu menjalankan ketidakmampuan lansia
perilaku hidup sehat karena sulit menahan nafsu RT 08 mengatasi
untuk makan masalah diabetes melitus
- Klien 3 mengatakan paham dengan penyakitnya
namun sulit untuk melakukan program pengobatan
karena hidup sendiri.
- Klien 3 mengatakan sering meminta bantuan pada
tetangganya untuk berobat ke puskesmas ketika
sakit

Data Objektif:
- Terdapat tiga lansia dengan riwayat DM yang
sudah bertahun-tahun
- Lansia kurang mampu melakukan perilaku sehat
terlihat dari kebiasaan lansia yang bertentangan
dengan program pengobatan
- Lansia kurang menunjukan perilaku adaptif
terhadap lingkungan terlihat dari keadaan rumah
lansia yang berdebu dan tidak terawat

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus


Keperawatan
1 Pemeliharaan Prevensi Primer Prevensi Primer
kesehatan tidak Domain 1 : Promosi kesehatan Edukasi kesehatan :
efektif pada lansia Kelas 2 : Manajemen kesehatan Kegiatan
di RT 08 b.d 1. Identifikasi faktor
ketidakmampuan Pengetahuan : sumber internal dan eksternal
lansia RT 08 kesehatan yang mempengaruhi
mengatasi Indikator motivasi untuk
masalah diabetes 1. Pengertian diabetes melitus perubahan prilaku
melitus 2. Tanda gejala diabetes melitus 2. Tentukan tujuan
3. Penyebab diabetes melitus program pendidikan
kesehatan
Pengetahuan : perilaku sehat 3. Tentukan strategi
Indikator pendidikan kesehtan
1. Senam kaki diabetes yang efektif
2. Diit diabetes 4. Kembangkan materi
sesuai dengan level
Perilaku sehat : Senam kaki pendidikan audience
diabetes 5. Memberikan
1. Hubungi petugas kesehatan pengertian
untuk masalah diabetes pencegahan diabetes
melitus melitus
2. Indentifikasi penyebab 6. Beritahu klien tentang
diabetes melitus tanda dan gejala
3. Membuat jumlah senam kaki diabetes melitus
diabetes
Pendidikan kesehatan :
Prevensi sekunder 1. Berikan pengertian
Deteksi Resiko : senam kaki diabetes
Indikator 2. Beritahu klien tentang
1. Menjelaskan Faktor Risiko syarat dan alat senam
yang dapat menyebabkan kaki diabetes
diabetes melitus 3. Berikan penjelasan
2. Melakukan pemeriksaan tentang cara senam
kesehatan unttuk mendeteksi kaki diabetes
faktor risiko diabetes melitus 4. Ajarkan klien cara
senam kaki diabetes
Prevensi tersier
Modifikasi Lingkungan : Prevensi sekunder
Indikator Edukasi kesehatan :
1. Menjelaskan komplikasi Kegiatan
diabetes melitus 1. Tentukan tujuan
2. Menjelaskan lingkungan program pendidikan
yang bersih untuk diabetes kesehatan
melitus 2. Tentukan strategi
3. Melibatkan peran keluarga pendidikan kesehtan
dalam mencegah diabetes yang efektif
melitus 3. Kembangkan materi
4. Penggunaan sumber yang ada sesuai dengan level
dikomunitas pendidikan audience
4. Memberikan
informasi diit diabetes
5. Ajarkan untuk
memeriksakan gula
darah secara rutin

Prevensi tersier
Promosi keterlibatan
keluarga :
1. Diskusikan pada
keluarga komplikasi
diabetes melitus
2. Berikan penjelasan
lingkungan yang
bersih untuk penderita
diabetes melitus
3. Tentukan jadwal
untuk rutin
melakukan kebersihan
lingkungan
4. Berikan pujian dan
motivasi pada klien
yang mau
meningkatkan
kesehatan diri dan
keluarga

D. Satuan Acara Pembelajaran


Pokok Bahasan : Diabetes Melitus
Sub Pokok Bahasan : Senam Kaki Diabetes
Sasaran : Kelompok Lansia
Hari/Tanggal : Kamis, 27 Mei 2021
Tempat : Rumah Tn. S
Waktu : 30 menit
Penyuluh : Nidya Natasya
I. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1 x 30 menit diharapkan kelompok dapat
memahami tentang senam kaki diabetes, kelompok menyatakan keinginan untuk
mengubah pola hidup dengan menerapkan senam kaki diabetes secara rutin dan mampu
mendemonstrasikan langkah-langkah senam kaki diabetes.
II. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta diharapkan dapat :
1. Menyebutkan pengertian senam kaki diabetes
2. Menyebutkan minimal 4 dari 6 manfaat senam kaki diabets
3. Meredemonstrasikan langkah-langkah senam kaki diabetes
III. Materi Penyuluhan
1. Pengertian senam kaki diabetes
2. Manfaat senam kaki diabetes
3. Langkah-langkah senam kaki diabetes
IV. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya jawab/Diskusi
3. Demonstrasi dan redemonstrasi
V. Media Penyuluhan
1. Leaflet
2. PPT
3. Laptop
4. Koran
5. Kursi
6. Tempat sampah
VI. Rencana Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Uraian Kegiatan
Penyuluh Audience
1 Pembukaan a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
(5 Menit) b. Menyampaikan tujuan b. Menyetujui tujuan
penyuluhan senam kaki penyuluhan
diabetes c. Menyetujui kontrak
c. Menjelaskan kontrak d. Menjawab pertanyaan
d. Memvalidasi materi validasi
e. Melakukan apresiasi e. Menerima apresiasi
2 Penyampaia a.Menanyakan kepada a.Bercerita pengalamannya
n Materi peserta tentang tentang penyakit diabetes
(20 menit) pengalamannnya tentang b.Menyampaikan terimakasih
penyakit diabetes yang atas pujian yang di
dirasakan selama ini sampaikan
b.Memberi pujian atas c. Menyimak materi yang
kemauan peserta berbagi disampaikan penyuluh
pengalaman d. Bertanya kepada penyuluh
c.Memberikan penyuluhan e. Menyimak jawaban
mengenai:
1. pengertian senam kaki
diabetes
2. manfaat senam kaki
diabetes
3. langkah-langkah senam
kaki diabetes
d. Memberikan kesempatan
pada peserta untuk
bertanya tentang hal
yang belum
dipahaminya.
e. Menjawab pertanyaan
masyarakat
3 Penutup a. Melakukan evaluasi a. Melakukan redemonstrasi
(5 menit) berupa redemonstrasi langkah-langkah senam
langkah-langkah senam kaki diabetes
kaki diabetes b. Menyimak kesimpulan
b. Menyimpulkan materi c. Menjawab salam
penyuluhan dan hasil
diskusi
c. Mengucapkan salam

VII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktural
a. SAP dan media telah dikonsultasikan kepada pembimbing sebelum pelaksanaan
b. Pemberi materi telah menguasai seluruh materi
c. Tempat dipersiapkan H-3 sebelum pelaksanaan
d. Mahasiswa dan kelompok berada di tempat sesuai kontrak waktu yang telah
disepakati
2. Evaluasi Proses
a. Proses pelaksanaan sesuai rencana
b. Kelompok aktif dalam diskusi dan tanya jawab
c. Kelompok mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Evaluasi Hasil
a. Kelompok memahami pengertian senam kaki diabetes
b. Kelompok mampu menunjukan sikap menerima dan mau mengikuti arahan dan
materi dari penyuluh
c. Kelompok mampu meredemonstrasi langkah-langkah senam kaki diabetes

Senam Kaki Diabetes

A. Pengertian senam kaki diabetes


Senam kaki diabetes merupakan salah satu senam aerobik yang variasi gerakan-
gerakannya pada daerah kaki (Priyanto, Sahar, 2013).

B. Manfaat senam kaki diabetes


Senam kaki diabetes dapat membantu sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil
kaki, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki yang dapat meningkatkan potensi luka
diabetik di kaki, meningkatkan produksi insulin yang dipakai dalam transport glukosa ke
sel sehingga membantu menurunkan glukosa dalam darah. Senam kaki menjadikan tubuh
menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah. Peredaran darah yang lancar akibat
digerakkan, menstimulasi darah mengantar oksigen dan gizi lebih banyak ke sel-sel
tubuh, selain itu membantu membawa racun lebih banyak untuk dikeluarkan (Megawati
et al., 2020).
C. Langkah-langkah senam kaki diabetes
Gerakan senam kaki ini dapat dilakukan dengan mudah karena hanya
menggunakan koran dan kursi, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa
mengganggu aktivitas yang lainnya, tidak memerlukan biaya yang banyak, tidak
menyebabkan kelelahan atau membuang energi yang banyak, dan memiliki manfaat yang
banyak bagi penyandang DM (Ratnasari, 2019).
1. Duduk diatas kursi dengan rileks

2. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, gerakan jari-jari kaki ke atas dan kebawah,
ulangi sebanyak 2 set x 10 repetisi.

3. Angkat telapak kaki kiri ke atas dengan bertumpu dengan tumit, lakukan gerakan
memutar keluar dengan pergerakan pada telapak kaki sebanyak 2 set x 10 repetisi,
lakukan gerakan bergantian pada kaki yang satunya.

4. Angkat kaki sejajar, gerakan kaki ke depan dan ke belakang, ke kanan dan ke kiri
sebanyak 2 set x 10 repitisi.
5. Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat. Lalu putar kaki pada pergelangan
kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
dilakukan secara bergantian.

6. Letakkan selembar koran dilantai. Kemudian bentuk kertas koran tersebut menjadi
seperti bola dengan kedua belah kaki.

7. Lalu buka kembali bola tersebut menjadi lembaran seperti semula menggunakan
kedua belah kaki. Gerakan ini dilakukan hanya sekali saja.
8. Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran tersebut.
Sebagian koran di sobek - sobek menjadi kecil - kecil dengan kedua kaki.

9. Kemudian pindahkan kumpulan sobekan - sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu
letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh tadi.
10. Lalu bungkus semua sobekan - sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri
menjadi bentuk bola.

D. Rancangan Media dan Leaflet

Anda mungkin juga menyukai