Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

MAKALAH

Oleh:

Dedy Alan Seftianto : 716.6.2.0717


Aditya Arief Pratama : 716.6.2.0756
Hilman :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala dengan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Makalah ini. Solawat dan
salam semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi
Wassalam, para sahabat, keluarga, dan umatnya hingga akhir zaman. Beliau sebagai
suri teladan sepanjang masa yang telah membawa ajaran kebenaran yaitu Islam.
Berkat kuasa dan kehendak Allah Subhanahu Wa Taala, kami dapat menyelesaikan
penulisan Makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Fraktur”. .Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatn Medical Bedah 3
‘Elyk Dwi Mumpuningtias S.Kep.,Ns.M .Kep’’. yang turut membantu pembuatan
Makalah ini. Penyusunan Makalah ini juga dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu tim penulis mengucapkan terimakasih.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan kinerja kami yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua
pihak.

Sumenep, 17 September 2018.

Penyusun
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fraktur................................................................................3
B. Patofisiologi..........................................................................................3
C. Etiologi ................................................................................................4
D. Klasifikasi Fraktur................................................................................4
E. Jenis Fraktur..........................................................................................8
F. WOC Fraktur........................................................................................9
G. Manifestasi Klinis Fraktur....................................................................10
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................10
I. Komplikasi............................................................................................10
J. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................10
K. Penatalaksanaan....................................................................................12
L. Proses Penyembuhan Fraktur Dan Fase...............................................14
M. Asuhan Keperawatan Teori..................................................................16
N. Asuhan Keperawatan kasus..................................................................33
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...............................................................................................45
B. Saran.....................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................46

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar terbilang cukup tinggi. Dimana
kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi korban
kecelakaan lalu lintas tersebut. Akibat yang ditimbulkan bagi korban itu sendiri dapat
berupa efek fisik dan psikis. Dari segi fisik tentunya kecelakaan dapat menyebabkan
timbulnya luka pada setiap jaringan tubuh yang terkena trauma dari kecelakaan lalu
lintas baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung dari trauma
tersebut dapat berupa adanya fraktur, luka terbuka ataupun kerusakan pada organ
dalam tubuh yang dapat juga menyebabkan kematian. Sedangkan efek psikis dari
kecelakaan lalu lintas dapat berupa trauma ataupun rasa takut.
Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung ataupun
tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada
jenis, kekuatan dan arahnya trauma. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu
retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut
fraktur tertutup (fraktur sederhana), kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh
tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (fraktur compound) yang cenderung
mengalami kontaminasi dan infeksi.

B. Rumusan Masalah
1. Dari latar belakang diatas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah yaitu
Bagaimana Pengertian Fraktur,Patofisiologi,Klasifikasi,Jenis Fraktur,Etiologi
Fraktur,WOC Fraktur,Manifestasi Klinis Fraktur,Pemeriksaan
Penunjang,Komplikasi,Pemeriksaan Diagnostik, Penatalaksanaan
Pemeriksaan Fisik, dan Asuhan Keperawatan asuhan keperawatan penyakit
Fraktur.?

1
C. Tujuan
1. Tujuan umum

Agar kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui serta mampu menerapkan Proses
keperawatan Pada klien dengan Fraktur.

2. Tujuan Khusus

  Mampu menerapkan pengkajian Dan Menerapkan Diagnosa keperawatan pada


klien dengan Fraktur.

D. MANFAAT
Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan tantang penyakit Fraktur dan
Asuhan keperawatan pada klien Fraktur.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena
kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

B. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya

3
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

a. Faktor Ekstrinsik : Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik : Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisitas

C. Etiologi

a. Trauma
- Kecelakaan lalu lintas
- Jatuh

b. Patologis
- Penyakit metabolic
- Infeksi tulang
- Tumor tulang
- Osteo porosis

D. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi

menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

4
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih

utuh) tanpa komplikasi.

b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan

antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan

mekanisme trauma.

a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

5
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang

juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

6
menjauh).

f. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

a) 1/3 proksimal

b) 1/3 medial

c) 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses

patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan

keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya.

b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement.

7
E. Jenis Fraktur

a. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang


dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet adalah patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup adalah fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka adalah fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai kepatahan tulang.
e. Greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
f. Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
frakmen
h. Depresi adalah fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompres adalah Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
j. Patologi adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo
pada daerah perlekatannnya.

8
F. WOC Fraktur

9
G. Manifestasi Kinis
a. Deformitas
b. Bengkak /Edema
c. Spasme Otot
d. Nyeri Krepitasi
e.Kurang/Hilang Sensasi
f. Krepitas
g. Mobilitas Abnormal
h. Gangguan Fungsi
i. Shock Hipovolemik

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigaid. Kreatinin :
trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
I. Komplikasi Fraktur
f. Kompartement Syandrom
a. Shock Neurogenik g. Fat Embolisme Syandrom
b. Infeksi
h. Delayed Union
c. Nekrosis Divaskuler
i. Nonnunion
d. Cedera Vaskuler Dan Syaraf
j. Malunion
e. Kerusakan Arteri
k. Luka Akibat Tekanan
l. Kaku Sendi
J. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu

10
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.

b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal

dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

11
osteoblastik dalam membentuk tulang.

c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada

tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
K. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non
pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau

12
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya
dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat
utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.

Penatalaksanaan Medis

a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada
derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates
dan protesa pada tulang yang patah

L. Proses Penyembuhan Fraktur Dan Fase

Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.

Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan

jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru

dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan

13
tulang, yaitu:

a) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.

Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama

sekali.

b) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi

fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone

marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan

disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua

fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah

fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

c) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi

14
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur

dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang

imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada

tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

d) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang

lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.


e) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya

M. Asuhan Keperawatan Teori

15
1.    Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a.       Pengumpulan Data

1)      Anamnesa

a)      Identitas Klien


Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b)      Keluhan Utama


Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1)      Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
(2)      Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3)      Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4)      Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5)      Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)

c)      Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

16
e) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e)      Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f)       Riwayat Psikososial


Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g)      Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1)      Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat


Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2)      Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3)      Pola Eliminasi

17
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

(4)      Pola Tidur dan Istirahat


Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn
E, 1999).

(5)      Pola Aktivitas


Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).

(6)      Pola Hubungan dan Peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7)      Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).

(8)      Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(9)      Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa

18
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
(10)  Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(11) 
1.1) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).

2)      Pemeriksaan Fisik


Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal
ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.

a)      Gambaran Umum


Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(a)    Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.

(b)   Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.

(c)    Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.

(2)Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a)    Sistem Integumen


Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

(b)   Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

19
(c)    Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.

(d)   Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e)    Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)

(f)    Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.

(g)   Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h)   Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.

(i)     Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j)     Paru
a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k)   Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l)     Abdomen
a) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

20
b) Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.

(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

b)      Keadaan Lokal


Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:

(1)   Look (inspeksi)


Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a)    Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b)   Cape au lait spot (birth mark).
(c)    Fistulae
(d)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e)    Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f)    Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g)   Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2)   Feel (palpasi)


Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:

(a)    Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.


(b)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c)    Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

21
(3)   Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3)      Pemeriksaan Diagnostik

a)      Pemeriksaan Radiologi


Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:

a) Bayangan jaringan lunak.


b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:

(1)   Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
(2)   Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
(3)   Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.

22
(4)   Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.

b)      Pemeriksaan Laboratorium


(1)   Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
(2)   Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3)   Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

c)      Pemeriksaan lain-lain


(1)   Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2)   Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3)   Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
(4)   Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5)   Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
(6)   MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius,
Donna D, 1995)

B.    Analisa Data


Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa
untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya
dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan
kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

2.    Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun


potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan

23
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
h. (Doengoes, 2000)

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat

dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan

aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

24
1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah
yang sakit dengan tirah baring, gips,
bebat dan atau traksi malformasi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,


terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak


pasif/aktif. Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan Meningkatkan sirkulasi umum,
(masase, perubahan posisi)
menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,


manajemen nyeri (latihan napas meningkatkan kontrol terhadap nyeri
dalam, imajinasi visual, aktivitas yang mungkin berlangsung lama.
dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi rasa


fase akut (24-48 jam pertama) nyeri.
sesuai keperluan.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,


petunjuk verbal dan non verval, Menilai perkembangan masalah klien.
perubahan tanda-tanda vital)

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral

hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif

25
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai


tekanan bebat/spalk yang terlalu petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
ketat. bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas Meningkatkan drainase vena dan


yang cedera kecuali ada menurunkan edema kecuali pada adanya
kontraindikasi adanya sindroma keadaan hambatan aliran arteri yang
kompartemen. menyebabkan penurunan perfusi.

4. Berikan obat antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya


(warfarin) bila diperlukan. profilaktik untuk menurunkan trombus
vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan masalah


kapiler, warna kulit dan kehangatan klien dan perlunya intervensi sesuai
kulit distal cedera, bandingkan keadaan klien.
dengan sisi yang normal.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,

perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria

klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas

normal

26
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dalam dan latihan batuk efektif.
perfusi.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan Reposisi meningkatkan drainase sekret
posisi yang aman sesuai keadaan dan menurunkan kongesti paru.
klien.

3. Kolaborasi pemberian obat


antikoagulan (warvarin, heparin) Mencegah terjadinya pembekuan darah
dan kortikosteroid sesuai indikasi. pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, menunjukkan gangguan pertukaran gas;
kalsium, LED, lemak dan trombosit
anemia, hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan Adanya takipnea, dispnea dan perubahan


upaya bernapas, perhatikan adanya mental merupakan tanda dini insufisiensi
stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, mungkin menunjukkan
pernapasan, retraksi sela iga dan
sianosis sentral. terjadinya emboli paru tahap awal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional

27
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian

tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol diri/harga
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri, membantu menurunkan isolasi
keadaan klien. sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif Meningkatkan sirkulasi darah


aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai keadaan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
klien. mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional


3. Berikan papan penyangga kaki, ekstremitas.
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien dalam


(kebersihan/eliminasi) sesuai perawatan diri sesuai kondisi
keadaan klien. keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi kulit


keadaan klien. dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,
penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat, men-


2000-3000 ml/hari. cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.

7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup


diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.

28
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu
sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas fisik
secara individual.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi


klien dan program imobilisasi. Menilai perkembangan masalah klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku

tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan

sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan

lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit


nyaman dan aman (kering, bersih, yang lebih luas.
alat tenun kencang, bantalan
bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan otot
bebat/gips. terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas kulit dan
daerah perianal jaringan akibat kontaminasi fekal.

4. Observasi keadaan kulit,


penekanan gips/bebat terhadap Menilai perkembangan masalah klien.
kulit, insersi pen/traksi.

29
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan

kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen

atau eritema dan demam

INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol
mempercepat penyembuhan luka.
2. Ajarkan klien untuk
mempertahankan sterilitas insersi Meminimalkan kontaminasi.
pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika


dan toksoid tetanus sesuai indikasi. Antibiotika spektrum luas atau spesifik
dapat digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi infeksi.
Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.
4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada
laboratorium (Hitung darah lengkap, proses infeksi, anemia dan peningkatan
LED, Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang) LED dapat terjadi pada osteomielitis.
Kultur untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi.

5. Observasi tanda-tanda Mengevaluasi perkembangan masalah


vital dan tanda-tanda peradangan klien.
lokal pada luka.

30
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,

keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran


program pembelajaran.
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti program
pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas Meningkatkan partisipasi dan


dan ambulasi sesuai program terapi kemandirian klien dalam perencanaan
fisik. dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk


3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik (nyeri mengenali tanda/gejala dini yang
berat, demam, perubahan sensasi memerulukan intervensi lebih lanjut.
kulit distal cedera)
Upaya pembedahan mungkin diperlukan
4. Persiapkan klien untuk
mengikuti terapi pembedahan bila untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
diperlukan. klien.

Evaluasi
a. Nyeri berkurang atau hilang

b. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

c. Pertukaran gas adekuat

31
d. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

e. Infeksi tidak terjadi

f. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

N. Asuhan Keperawatan Kasus


Seorang klien dirawat di ruang penyakit dalam akibat fraktur
servikal post KLL pada tanggal 14 maret 2017 (tabrakan antara mobil
dan motor). Klien mengeluh nyeri pada bagian servikal. Nyeri
bertambah saat leher digerakan, skala 8, nyeri terus menerus, waktunya
tidak menentu. TD 120/90 mmHg, N 70x/menit, RR 19 x/menit, suhu

32
36,5 ºC, edema (-) , kekuatan otot kaki tangan lemah, ekspresi wajah
tampak meringis kesakitan,mukosa bibir kering, keadaan gigi baik dan
lengkap, leher nampak miring kesamping, nyeri tekan pada leher (+),
bising usus (+), turgor kulit buruk, urine kateter (+). Selama sakit klien
melakukan segala aktivitas ditempat tidur dengan dibantu oleh keluarga.
Klien tidak boleh dilakukan mobilisasi sehingga perawat sulit ketika
akan memandikan. Rambut klien tampak bau karena sudah 4 hari tidak
keramas dan kulit klien juga lengket dan terdapat bau badan.

I. Pengkajian
Tgl MRS : 14 Maret 2017
Tgl pengkajian : 15 Maret 2017
Ruang : Kamar 5, Ruang Soehoed RS Rajawali
Bandung
Jam : 09.00 WIB
No. rekam medis : 7509877
Diagnosa medis : Fraktur Servikal
A. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 11 Januari 1967
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Raya Gadobangkong Rt 05 Rw 04,
Kec. Ngamprah Kab. Bandung Barat
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA

33
2. Identias Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Tempat, tanggal lahir :Bandung, 15 Agustus 1980
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Hubungan : Anak kandung klien
Alamat : Jl. Raya Gadobangkong Rt 05 Rw 04,
Kec. Ngamprah Kab. Bandung Barat

B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
Klien mengeluh nyeri pada leher

b. Riwayat Kesehatan Sekarang :


Seorang klien dirawat di ruang penyakit dalam akibat
fraktur servikal post KLL pada tanggal 14 maret 2017 (tabrakan antara
mobil dan motor). Saat dikaji klien mengeluh nyeri pada bagian
servikal. Nyeri bertambah saat leher digerakan, skala 8, nyeri terus
menerus, waktunya tidak menentu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien sebelumnya tidak pernah mengalami trauma atau
kecelakaan yang membentur derah leher dan punggung .
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
-

34
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Penampilan : Buruk
Kesadaran : Composmetis
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,5˚c
b. Pengkajian Head To Toe
- Kepala : tidak ada lesi, distribusi rambut merata, rambut klien
tampak bau dan lengket, nyeri di kepala bagian belakang
wajah pasien mengerenyit saat di palpasi kepalanya terpasang
servical colar.
- Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis, sclera putih,
reaksi pupil terhadap cahaya (+), pergerakan bola mata
simetris, penglihatan klien baik dapat membaca/melihat tanpa
menggunakan kacamata.
- Hidung : bentuk hidung proposional, tidak ada lesi,
persebaran silia merata, tidak ada secret, tidak ada
pembengkakan ,tidak ada nyeri tekan, dapat membedakan
harum kopi & minyak kayu putih.
- Telinga : bentuk kedua telinga simetris, tidak ada lesi,
kebersihan cukup, klien tidak mengalami gangguan
pendengaran
- Mulut :Mukosa bibir kering , lidah bersih, tidak adanya
pendarahan pada gigi dan gusi, kebersihan cukup, tidak ada
benjolan di palatum mulut, keadaan gigi baik dan lengkap.

35
- Leher : nampak miring kesamping, ada nyeri tekan pada
leher, tidak ada lesi, tidak adanya pembesaran kelenjar limfe,
adanya nyeri tekan ,
- Pemeriksaan thorax : Dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada
pembengkakan, warna merata, pada saat bernafas dada kanan
dan dada kiri simetris mengembang dan mengempis.
- Pemeriksaan abdomen : warna kuning langsat, bentuk datar,
tidak ada pembengkakan, tidak ada lesi, bising usus
10x/menit.
- Pemeriksaan Genitalia : Kebersihan cukup, tidak adanya lesi,
terpasang kateter urine.
- Pemeriksaan anus : Kebersihan cukup, tidak adanya lesi,
tidak adanya hemoroid.
- Pemeriksaan ekstremitas
Atas : tidak ada lesi, tidak ada edema. Tangan kiri dan
tangan kanan tidak bisa digerakan karena pasien lemah
Bawah : tidak ada lesi, tidak ada edema, kaki kiri dan kanan
tidak bisa digerakan karena pasien lemah. Turgor kulit
kurang elastis
4 4

4 4

D. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI

No. Jenis Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit

36
1 Nutrisi
1. a. Makan - Klien makan 2x sehari 1 - Klien makan 2x sehari ⅟4
porsi nasi habis. porsi bubur.
Keluhan - Tidak ada keluhan - Sulit mengunyah dan
menelan
b. Minum - Klien minum 2 Liter/hari - Klien minum 1 Liter/hari
2 Eliminasi
.2 a. BAK - 5x sehari - 1300cc
- Kuning jernih - Kuning jernih

b. BAB - 1-2x/hari - 1x/hari


- Lembek - Lembek
- Kuning khas feses - Kuning khas feses
3 Istirahat
3. a. Malam 7-8 jam/hari 4-5 jam/hari
b. Siang Tidak tidur siang 2-4 jam/hari
c. Keluhan Tidak ada keluhan Klien mengeluh susah tidur
karena nyeri pada leher.
4 Personal Hygiene
4. Mandi 2x/hari Di seka 1x/hari
Gosok gigi 2x/hari 1x/hari
Keramas 3x/minggu -
Gunting kuku 1x/minggu -
Berpakain 2x/hari 1x/hari
Keluhan - Klien tidak boleh
dilakukan mobilisasi
sehingga perawat sulit
ketika akan memandikan
5 Mobilisasi dan Aktivitas Klien biasanya berakrivitas Klien hanya dapat
secara rutin seperti bekerja. berbaring di tempat tidur.

37
E. Data Psikososial
Klien dapat menerima dengan sabar terhadap penyakit yang
dideritanya . klien juga dapat beradaptasi dengan baik
dilingkungan Rumah Sakit dan tim kesehatan.
F. Data Spriritual
Klien beragama islam, sebelum dirumah sakit klien tidak
pernah lupa beribadah 5 waktunya. Namun saat dirawat
diRumah sakit klien tidak dapat beribadah 5 waktu. Klien
terkadang hanya berdoa untuk meminta kesembuhannya.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X spinal
2. CT scan
3. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur
4. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
5. Arteriografi

I. Analisa Data

No Data Etiologi problem


DS: klien mengeluh nyeri pada bagian Fraktur
servikal
DO: klien terlihat kesakitan dengan Terjadinya spasme otot
skala 8 Nyeri akut
Kesadaran : Composmetis Tekanan dari patahahan

38
1 TD : 120/90 mmHg tulang
Nadi : 70 x/menit
RR : 19 x/menit
Suhu : 36,5˚c Nyeri akut
P : edema
Q : Terus – Menerus
R : di Leher
S : GCS : 8 Samnolen
T : Tidak Menentu

DS: klien mengatakan sulit beraktifitas Terjadi


karena jika bergerak leher terasa sakit perubahan struktur
DO: - Klien tampak terbaring lemas Hambatan Mobilitas
2 - Kekuatan otot ektermitas lemas Nyeri saat digerakan Fisik

4 4
Hambatan mobilitas
fisik
4 4

3 DS: klien mengatakan sudah 4 Penurunan fungsi sendi


.3 hari tidak keramas
DO: rambut klien tampak bau, Deficit perawan diri Defisit Perawatan Diri

39
kulit klien juga lengket dan terdapat
bau badan

Diagnosa keperawatan :
1. Nyeri akut b/d spasme otot,gerakan fragmen tulang,edema,cedera jaringan
lunak
2. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neumuskuler,nyeri, dan
imobilisasi
3. Defisit perawatan Diri b/d penurunan motivasi minat, dan kelemahan

II. Nursing Care Planning (NCP)


N DX Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
No Keperawatan
Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV 1.Untuk mengetahui
keperawatan 4x24 jam 2. Kaji nyeri keadaan umum klien
nyeri dapat berkurang 3.Ajarkan teknik 2. Mengetahui daerah nyeri,
dengan kriteria hasil : relaksasi pada klien kualitas nyeri, kapan nyeri
1.Adanya penurunan 4.Kolaborasi dengan dirasakan
intensitas nyeri skala 7 dokter untuk 3. Untuk mengalihka rasa
2.Ketidaknyamanan akibat pemberian analgesik nyeri
1. Nyeri akut nyeri berkurang. 4.Untuk mengurangi rasa

40
3.Mampu megontrol nyeri nyeri
4.Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
5.Mampu mengenali nyeri
(skala,intensitas,frekuensi
dan tanda nyeri)

Setelah diberikan asuhan 1.Monitor TTV 1. Untuk mengetahui


2. Hambatan keperawatan 4x24 jam 2.Konsultasi dengan keadaan umum klien
mobilitas fisik diharapkan masalah terapi fisik 2. memberikan terapi fisik
teratasi dengan kriteria 3.Kaji kemampuan pada pasien untuk
hasil : pasien dalam membantu pemulihan
1.Klien bisa melakukan mobilisasi 3.mengetahui kemampuan
aktifitas sedikit demi 4.Ajarkan pasien pasien dan mengetahui
sedikit bagaimana merubah adanya perkembangan
2.Mengerti tujuan dari posisi dan berikan 4. mempermudah pasien
peningkatan mobilitas bantuan jika mobilisasi
3.Mempergerakan diperlukan
penggunaan alat bantu
mobilitas
Defisit Setelah diberikan asuhan 1. Sediakan alat 1.Agar mempermudah klien
3. perawatan diri keperawatan 3x24 jam mandi pasien melakukan perawatan diri
diharapkan masalah disamping tempat 2. Agar memberikan
teratasi dengan kriteria tidur atau dikamar kenyamanan pada klien
hasil : mandi 3.Agar klien dapat mandiri

41
1.Klien bisa mandi secara 2.Sediakan dalam melakukan
mandiri atau dibantu lingkungan yang perbersihan diri.
keluarga atau perawat. terapeutik dengan
2.Mampu membersihkan memastikan hangat,
tubuh secara mandiri santai, pengalaman
dengan atau tanpa alat pribadi dan personal
bantu 3.Berikan bantuan
3.Mampu untuk sampai pasien
mempertahankan sepenuhnya dapat
kebersihan dan mengasumsikan
penampilan dengan atau perawatan diri
tanpa alat bantu

III. Catatan Perkembangan


No Hari/ Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. 15 Maret Nyeri akut 1. Mengbservasi TTV S:klien mengatakan masih nyeri
2016 2. Mengkaji nyeri O :- Ekspresi klien meringis
3. Mengajarkan teknik kesakitan saat leher digerakan
relaksasi pada klien - Skala nyeri berkurang menjadi
4. Berkolaborasi dengan 7
dokter untuk A : masalah belum teratasi
pemberian analgesik P : intervensi dilanjutkan
2. 15 Maret Hambatan 1. Memonitor TTV
2016 mobilitas 2. Mengkonsultasikan
fisik dengan terapi fisik S: klien mengatakan masih sulit
3. Mengkaji kemampuan bergerak karena nyeri

42
pasien dalam O:- klien masih tampak lemas
mobilisasi - klien kesakitan saat bergerak
4. Mengajarkan pasien A: masalah belum teratasi
bagaimana merubah P: intervensi dilanjutkan
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

3. 15 Maret Defisit 1. Menyediakan alat S: klien mengatakan badan nya


2016 perawatan mandi pasien lengket
diri disamping tempat tidur O: - klien tampak merasakan
atau dikamar mandi tidak nyaman
2. Menyediakan A: masalah belum teratasi
lingkungan yang P: intervensi dilanjutkan
terapeutik dengan
memastikan hangat,
santai, pengalaman
pribadi dan personal
3. Memberikan bantuan
sampai pasien
sepenuhnya dapat
mengasumsikan

43
perawatan diri

BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur
adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor (Reeves, 2001:248)

B. Saran
Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah Fraktur di
masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah Fraktur
dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada klien yang mengalami Fraktur yang sesuai dengan apa
yang dipelajari.

44
45
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqin, arif.2008.buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan


system musluloskeletal. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari
Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7.
EGC : Jakarta.

46

Anda mungkin juga menyukai