Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FIQH MUAMALAH

Hukum Industri Dalam Pandangan Ekonomi Islam

Disusun Oleh : 1. Rino Prasetio P ( 1730603283)


2. Hesty Anggela framisty (1910603008 )

Kelas : SPS 6
Dosen Pengampuh : Syamsiar Zahrani, M.A

S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bekerja keras adalah cara yang paling efektif untuk memperoleh
rahmat Allah, begitulah Rasulullah SAW mengajarkan sejak empat belas
abad yang lalu. Industri adalah salah satu manifestasi dari kerja keras. Dan
industri adalah cabang ekonomi yang tingkat perkembangan
produktivitasnya lebih cepat dari perkembangan tingkat produktivitas
keseluruhan cabang ekonomi. Maka peranannya dalam menciptakan
produksi dan mencipta- kan lapangan kerja tentu lebih besar dari
keseluruhan cabang ekonomi.
Industry sangat dianjurkan dalam Islam, karena industry adalah
manifestasi dari kerja keras yang sangat dianjurkan oleh Islam. Usaha
industry adalah salah satu bentuk pekerjaan yang sangat dihormati dalam
Islam. Namun dalam berindustri, seorang muslim harus menepati aturan-
aturan Islam, agar tidak menyimpang dari tujuan Islam. Lima prinsip
seorang muslim dalam aktifitas ekonominya, yaitu: tauhid uluhiyyah, tauhid
rububiyah, istikhlaf, tazkiyatu l nafs dan al-falah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan
di bahas pada bab pembahasan di belakang diantaranya yaitu:

1. Apa yang di maksud dengan hukum industri?


2. Apa yang di maksud dengan ekonomi islam?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap industri?

C. Tujuan

Rumusan masalah diatas memberikan penulis pemikiran bahwa tujuan dari


penulisan makalah ini yaitu:

1. Agar mengetahui hukum industri


2. Agar mengetahui ekonomi islam
3. Agar mengetahui pandagan islam terhadap perindustrian
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum Industri

2.1.1 Definisi

Hukum industri adalah cabang dari undang-undang yang berhubungan


dengan tiga setentitas berbeda namun saling berkaitan dengan aspek hukum.
Antara lain : industri, tenaga kerja, dan badan pemerintahan. Dengan kata lain,
ketiga entitas industri tersebut seyogya nya dapat diatur melalui ketentuan-
ketentuan hukum. Perinsustrian di indonesia diatur dan dijelaskan oleh undang-
undang nomor 5 tahun 1984. Dalam undang-undang tersebut, yang di maksud
dengan perindustrian adalan tatanan dan segala kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi. Untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri. Sampai sekarang diindonesia belum
ada perubahan tentang undang-undang perindustrian ini.

2.1.2 Tujuan Hukum Industri


Tujuan hukum industri adalah untuk mengatur atau melindungi segala
aktivitas yang ada pada sebuah organisasi atau perusahaan baik secara internal
maupun eksternal dari perusahaan tersebut, agar perusahaan tidak di manipulasi
oleh perusahaan lain atau dari pihak lain dalam hal produk, merek, hak paten,
desain Industri dan lain-lain. Karena hal-hal tersebut merupakan Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) yang di diciptakan oleh tenaga kerja atau ahli atau
penemu yang bersifat desain Industri yang ada pada perusahaan.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dilindungi oleh undang-undang
perindustrian dan Hukum dan Ham karena HAKI adalah proses pemikiran manusia
yang penuh dengan kreativitas cipta, rasa yang dituangkan dalam suatu produk
atau desain industri. Oleh karena itu hukum yang diterapkan oleh industri yaitu
bukan hanya mengatur para pekerjan staff dan pemimpin-pemimpin perusahaan
namun diluar dari itu hukum industri menjamin para pekerja, produk yang
diciptakan dan lain sebagainya apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh
perusahaan.
Hukum Industri yang diterapkan oleh sebuah perusahaan bertujuan juga untuk
mengatur agar segala perencanaan organisasi mencapai tujuan, baik tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang, dan tujuan-tujuan tersebut akan dilaksanakan
sesuai dengan norma atau aturan-aturan yang berlaku dalam anggaran dasar rumah
tangga (ADRT) dan anggaran rumah tangga (ART).

2.2 Ekonomi Islam

2.2.1 Definsi

Ekonomi Islam merupakan istilah yang sering digunakan untuk


mendeskripsikan sistem ekonomi yang berbasis pada Al Quran dan Hadis. Nama
lain dari ekonomi Islam adalah ekonomi syariah. Sebutan ekonomi syariah juga tak
lepas dari sumber sistem ekonomi yang berbasis syariah, yaitu Al Quran dan As
Sunnah. Sebenarnya penggunaan istilah ekonomi Islam tidak steril dari perdebatan.
Beberapa intelektual Islam, seperti Tariq Ramadan misalnya, menyebutkan bahwa
apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam sebenarnya adalah etika Islam dalam
ekonomi. Artinya, apa yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan yang lain
adalah pada prinsip etisnya.

2.2.2 Prinsip ekonomi Islam

Sistem ekonomi syariah pertama-tama harus menentukan apa yang


diharuskan dan apa yang dilarang dalam Islam, apa yang halal dan apa yang haram,
dan juga apa yang boleh dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan.

Prinsip pertama ini sebenarnya berlaku lebih luas dari sekadar ranah ekonomi.
Dalam masyarakat yang menerapkan prinsip syariah, kekuatan Allah yang
menentukan benar dan salah berlaku di semua aspek kehidupan.

Asas manfaat

Selain menentukan mana yang halal dan mana yang haram, Allah juga
membolehkan manusia untuk menikmati apa yang sudah diberikan oleh Allah
sejauh memberi manfaat baginya. Namun demikian, asas manfaat ini tidak boleh
diselewengkan melampaui batas.

Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki manfaat untuk digunakan atau
dikonsumsi oleh manusia. Manahan diri dari tidak menggunakan atau
mengonsumsi padalah sudah disediakan dengan alasan mencapai tingkat
spiritualitas yang tinggi tidak dibolehkan. Oleh karena itu orang yang menahan diri
dari makan dan minum diwajibkan untuk berbuka ketika waktunya tiba.

Asas pertengahan

Dalam memproduksi dan mengonsumsi, hendaknya penganut prinsip Islam tidak


kekurangan dan tidak berlebihan. Di sini manusia dianjurkan untuk berada pada
posisi yang moderat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kesalehan hendaknya
tidak membawa diri pada kefakiran yang ekstrim, namun juga tidak membawa diri
pada sifat materialistik yang rakus.

Kekayaan bukanlah larangan dalam Islam sejauh diperoleh dengan cara yang halal.
Namun menumbun kekayaan secara berlebihan dilarang. Oleh karena itu,
redistribusi kekayaan dianjurkan melalui beberpa saluran, misalnya zakat, hibah
dan sedekah. Perlu dicatat pula, redistribusi kekayaan tidak boleh membawa kita
pada kesengsaraan.

Asas keadilan
Prinsip kelima ini disebut ”justice” dalam bahasa Inggris atau ”adl” dalam bahasa
Arab. Keadilan dalam ekonomi Islam menjadi etika dasar segala bentuk kegiatan
ekonomi. Keadilan, dengan kata lain, memandu aspek dasar ekonomi seperti
produksi, distribusi, konsumsi dan pertukaran.

Dengan asas keadilan berarti tidak ada seorangpun yang bekerja demi
memenuhi kebutuhan ekonominya dengan berada dibawah praktik eksploitasi.
Pekerja harus terpenuhi haknya sebelum keringatnya kering, artinya upah sesuai
dengan tenaga dan pikiran yang dikeluarkannya sebagai tenaga kerja.

Kelima prinsip tersebut menjadi fondasi penerapan sistem ekonomi syariah.


Syariah dalam ekonomi Islam semestinya bukan label untuk mencari segmen
konsumen, melainkan prinsip yang harus diterapkan. Syariah seringkali
didefinisikan sebagai hukum. Definisi ini sebenarnya tidak lengkap karena syariah
juga meliputi cara pandang (worldview).

Ekonomi syariah, dengan demikian merupakan cara pandang Islam terhadap


ekonomi, dimana meliputi hukum-hukumnya. Jadi, definisi syariah sebagai
hukum adalah definisi yang sempit. Kesalahpahaman ini sering pula menimpa
istilah ”jihad” yang mana sering didefinisikan sebagai perang.
2.3 Industri Dalam Pandangan Ekonomi Islam

Islam memandang bahwa faktor-faktor produksi dalam aktivitas perekonomian


(termasuk di dalam industrialisasi) pada dasarnya adalah kepunyaan Allah, dan
kepada-Nya (kepada aturan-Nya) dikembalikan segala urusan • Firman Allah
SWT: • “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi, dan kepada
Allah-lah dikembalikan segala urusan.” (Q.S. Ali ‘Imran (3): 109)

• Ilmu ekonomi Islam sangat memperhatikan pengelolaan sumberdaya-


sumberdaya ekonomi dan hubungan antara pelaku ekonomi dalam sebuah industri,
demi tercapainya tujuan yang ingin dicapai, dengan dasar saling menguntungkan
satu sama lain (win win solution) • Ciri Utama Ekonomi Islam: Ekonomi Rabbani •
Ekonomi Rabbani = yaitu ekonomi Tauhid, dimana cerminan watak “Ketuhanan”
di sini bukan terletak pada aspek pelaku ekonominya, tetapi terletak pada aspek
aturan atau sistem yang harus dipedomani para pelaku ekonomi, yaitu aturan Allah
dan Rasul-Nya dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), Hubungan Industrial adalah hubungan


semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa
di suatu perusahaan.

Hubungan Industrial Islami merupakan hubungan antara pihak-pihak yang saling


berkepentingan dalam proses bisnis dengan adanya batasan dalam cara perolehan
komoditas barang/jasa yang sesuai dengan syariat Islam. “Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat
dosa, padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al Baqarah (2) :188)

Hubungan industrial Islami menjunjung tinggi semangat saling percaya dan


berkeadilan. Termasuk diantaranya dalam soal pengupahan, dimana perusahaan
memberikan tingkat upah yang lebih tinggi kepada seorang pegawai yang telah
berkeluarga dan memiliki anak, dibandingkan kepada karyawan yang belum
menikah. • Dan untuk kesejahteraan pegawai wanita, diberikan hak cuti/libur bagi
perempuan yang melahirkan atau sakit dengan tetap mendapat gaji penuh.

1. Adanya perbedaan gaji yang diterima antara karyawan yang masih single
dengan yang sudah berkeluarga. 2. Adanya pengakuan masa kerja jika karyawan
tersebut memang memiliki catatan kinerja yang baik. 3. Pemberian gaji penuh
terhadap karyawati yang cuti karena melahirkan.

2. Adanya perbedaan gaji yang diterima antara karyawan yang masih single
dengan yang sudah berkeluarga (Ada, berbentuk pendapatan non- upah atau
tunjangan. Diatur dalam SE Menaker 07/1990 dan UU No. 3 Tahun 1992 jo UU
No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 99)
3. Adanya pengakuan masa kerja jika karyawan tersebut memang memiliki catatan
kinerja yang baik (Ada. Hal ini diatur pada Pasal 88 ayat (1) UU No. 13/2003)

Pemberian gaji penuh terhadap karyawati yang cuti karena melahirkan (Ya,
karyawati tetap mendapatkan gaji penuh meskipun cuti karena hamil dan
persalinan. Hal ini diatur pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No. 13/2003. Bahkan
karyawati memiliki hak untuk mendapatkan tanggungan dari perusahaan atas biaya
persalinannya. Hal ini tertulis pada Pasal 4 ayat 1 UU No. 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 14
Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

• Dalam Islam, Allah SWT merupakan pemilik utama harta yang ada di bumu dan
faktor-faktor produksi, manusia sebagai khalifah dan produsen memegang amanah
untuk memanfaatkannya.

• Tujuan Industrialisasi dalam Islam: 1. Memenuhi Kebutuhan Hidup 2.


Memperoleh Laba dengan cara yang diperbolehkan syariat Islam 3. Tidak lalai
dengan perintah Allah SWT dan rakus 4. Menjaga harta amanah dari Allah SWT 5.
Tidak melanggar syariat Islam dalam berbisnis

• Perusahaan yang dibangun tidak lain ditujukan untuk mendapatkan profit atau
laba dengan maksimum (MC = MR) • Islam pada dasarnya sangat toleran terhadap
pencapai laba yang hendak dicapai oleh setiap seseorang pengelola perusahaan
atau industri, • Firman Allah SWT tentang hal ini: • “Tidak ada dosa bagimu untuk
mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila telah
bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan
berdzikirlah (dengan menyebut Allah) sebagaimana ditunjukkan-Nya kepadamu;
dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang- orang yang
sesat.” (Q.S. Al Baqarah (2) : 198).

• Siddiqi berusaha untuk mendefinisikan laba yang memuaskan dengan mengacu


pada batasan- batasan tertentu, yaitu batas atas dan batas bawah. • Dimana batas
atas merupakan laba tertinggi yang diperbolehkan dalam berbagi kondisi maupun
keadaan yang ada • Batas bawah adalah keuntungan yang tidak begitu besar,
dimana masih terdapat sejumlah kewajiban yang harus diselesaikan

• Hubungan antarpelaku industri yang terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Pertama, hubungan internal antara pihak manajemen perusahaan dengan
karyawannya 2. Kedua, hubungan ekstenal yaitu hubungan antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan lainnya dalam sebuah lingkup industri • Penggabungan
etika dan hubungan industrial Islam = cara memasukan norma-norma Islam dalam
kegiatan bisnis, seperti pengaturan etika profesi bisnis, peningkatan profesionalitas
karyawan, maupun penjalinan kerjasama anatarperusahaan dengan dasar saling
menguntungkan
• Hal yang dilarang karena tidak sesuai dengan etika Islam dalam bisnis: 1.
Pelanggaran komitmen kontrak sosial yang menjadi janji bersama 2. Pengurangan
gaji karyawan secara sepihak 3. Penipuan 4. Praktek-praktek monopoli 5. Tender
yang tidak transparan 6. Unfair Competition, seperti: Ba’i Najasy, Ihtikar
(penimbunan), talaqqi rukban, ghisy (curang), siyasah ighraq (politik dumping)

• Etika bisnis dalam pandangan Islam, mengajarkan dan mengingatkan


antarpelaku usaha untuk saling bersikap jujur, pelayanan kepada masyarakat
(konsumen) secara optimal dan bertanggungjawab kepada masyarakat dan negara •
Dan Islam juga melarang pelaku usaha bersikap khianat dan melayani masyarakat
dengan pelayanan yang merugikan dan mengecewakan • Keteladanan sifat nabi
bagi pelaku ekonomi dan bisnis: 1. Siddiq (Benar dan Jujur) 2. Amanah (Tanggung
Jawab, Kepercayaan, & Kredibilitas) 3. Fathanah (Kecerdikan, Bijaksana, dan
Intelek) 4. Tabligh (Komunikasi dan Keterbukaan)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum industri adalah cabang dari undang-undang yang berhubungan


dengan tiga setentitas berbeda namun saling berkaitan dengan aspek hukum.
Antara lain : industri, tenaga kerja, dan badan pemerintahan. Dengan kata lain,
ketiga entitas industri tersebut seyogya nya dapat diatur melalui ketentuan-
ketentuan hukum.

Ekonomi Islam merupakan istilah yang sering digunakan untuk


mendeskripsikan sistem ekonomi yang berbasis pada Al Quran dan Hadis. Nama
lain dari ekonomi Islam adalah ekonomi syariah. Sebutan ekonomi syariah juga tak
lepas dari sumber sistem ekonomi yang berbasis syariah, yaitu Al Quran dan As
Sunnah.

Islam memandang bahwa faktor-faktor produksi dalam aktivitas


perekonomian (termasuk di dalam industrialisasi) pada dasarnya adalah kepunyaan
Allah, dan kepada-Nya (kepada aturan-Nya) dikembalikan segala urusan • Firman
Allah SWT: • “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi, dan
kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.” (Q.S. Ali ‘Imran (3): 109)

• Ilmu ekonomi Islam sangat memperhatikan pengelolaan sumberdaya-


sumberdaya ekonomi dan hubungan antara pelaku ekonomi dalam sebuah industri,
demi tercapainya tujuan yang ingin dicapai, dengan dasar saling menguntungkan
satu sama lain
DAFTAR PUSTAKA
https://hendrisaputra107.wordpress.com/2016/03/28/hukum-industri/

https://easttimor17.wordpress.com/2012/03/07/tujuan-hukum-industri

http://sosiologis.com/ekonomi-islam

https://www.slideshare.net/bazari91/industrialisasi-dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai