TAROENADIBRATA PURBALINGGA
Oleh :
Muftikhatul Khasanah
18.007
2. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan kombinasi dari
ketiganya dan penarikan.
3. Manifestasi Klinik
Manisfestasi fraktur menurut Wijaya & Putri (2013) sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergerakan fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas ada di bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 - 5 cm (1 sampa 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen atau dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
4. Patofisiologi
Menurut Sylvia tahun 2006 dalam Wijaya & Putri (2013),
gangguan fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalem tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka atau tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan polifrasi menjadi edem
local maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menumbulkan nyeri gerak sehingga mibilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontamiasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan intergritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu
terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Menurut Purwadinata tahun Wijaya & Putri (2013) jejas yang
ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh
darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output
jantung, pelepasan ketekolamin-ketekolamin endogen meningkatkan
tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu
peningkayan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat
vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok,
termasuk histamine, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada
mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok
perdarahan yang masih dini, mek nisme kompensasi sedikit mengatur
pengambilan darah dengan cara kontraksi volume darah didalam
sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan
kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk
metabolism aerobic normal dan produksi energi. Pada keadaan awal
terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal
mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya
asidosis metabolic. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (Andenosin triphosphate) tidak
memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengakkan
reticulum endoplasma merupakan tanda ultra structural pertama dari
hipoksia seluler itu tidak lama lagi akan diikuti cedea mitokondial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan structural
intra-seluler. Bila proses ini bejalan terus, terjadilah pembengkakan
sel. Juga terjadi penumpukan kalsium intra–seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadinya cedera seluler yang progresif, penambahan
edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak
kehilangan darah dan hipoperfusi.
Menurut Carwin 2000 dalam Wijaya & Putri (2013), pada saat
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel daeah putih san sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Menurut Brunner & Suddrath tahun 2005 dalam Wijaya & Putri
(2013), Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, okulasi darah total dapat berakibat
anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot.
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
Fraktur
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
mencakup pengumpulan subjektif dan objektif ( misal: tanda vital,
wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien0keluarga atau
ditemukan direkam medik (Nanda, 2018).
1) Identitas klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
diagnose medis, no regritasi.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronis tergantung dari
lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri pasien digunakan :
a) Provoking inciden: Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien. Apakah rasa seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c) Region Radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Saverty scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/ perubahan
warna kulit dari kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur
femur) atau pernah punya penyakit yang menular/ menurun
sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberculosis/penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan
pada misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah
gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan
penyakit dan diet pasien.
c) Pola eliminasi
Kebiasaan mikasi/ defekasi sehari-sehari, kesulitan
waktu defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning
dan konsistensi defekasi padat, pada mikasi pasien tidak
mengalamigangguan.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
ynag disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan
akibat fraktur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu pleh
perawat/ keluarga.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena
terjadi perbuahan pada dirinya, pasien takut cidera seumur
hidup/ tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola persepsi kongitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan,
sedangkan pada pola kongitif atau cara berfikir pasien tidak
mengalami gangguan.
h) Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna
lagi dan menarik diri.
i) Pola penaggulanagan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi
stress dan biasanya masalah dipendam sendiri/
dirundingkan dengan keluarga.
j) Pola reprodukasi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak,
maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi. Jika
pasien belum bekeluarga pasien tidak akan mengalami
gangguan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan
pasien meminta perlindungan/ mendekatkan diri dengan
Allah SWT.
3. Intervensi
Dx Kep NOC NIC
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubung keperawatan selama …×24 jam 1. Monitor vital sign
an dengan diharapkan keparahan nyeri 2. Observasi respon non
agen berkurang dengan kriteria verbal
cidera hasil: 3. Lakukan pengkajian
fisik Tingkat nyeri secara komprehensif
Indikator Awal Tujuan 4. Gunakan komunikasi
1. Nyeri yang teraupetik
dilaporkan 5. Berikan penjelasan
2. Panjangnya kepada pasien dan
episode nyeri keluarga pasien
3. Mengerang tentang penyebab
dan menangis nyeri
4. Ekspresi nyeri 6. Ajarkan pada pasien
wajah tentang teknik non
5. Tidak bisa farmakologi untuk
Beristirahat mengurangi rasa nyeri
Keterangan:
7. Kolaborasikan dengan
1 : Berat
dokter dalam
2 : Cukup berat
pemberian obat
3 : Sedang
analgesik
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi warna,
perfusi keperawatan selama …×24 jam kehangatan, bengkak,
jaringan diharapkan kecukupan darah pulsasi, tekstur,
berhubung tercukupi dengan kriteria hasil: edema, dan ulserasi
an dengan Perfusi jaringan :Perifer pada ektermitas
penurunan Indikator Awal Tujuan 2. Gunakan alat
suplai 1. Edema perifer pengkajian untuk
darah 2. Nekrosis mengidentifikasi
3. Mati rasa pasien yang beresiko
4. Muka pucat mengalami kerusakan
5. Kelemahan otot kulit (skala Braden)
Keterangan:
3. Monitor kulit dan
1 : Berat
selaput lendir
2 : Cukup berat
terhadap area
3 : Sedang
perubahan warna,
4 : Ringan memar, dan pecah.
5 : Tidak ada 4. Ajarkan anggota
keluarga/ pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan
kulit
5. Monitor infeksi
terutama pada daerah
edema