Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL: FRAKTUR RADIUS DISTAL DEXTRA

DI RUANG EDELWEIS RSUD Dr. R. GOETENG

TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Oleh :

Muftikhatul Khasanah

18.007

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2020
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi
fraktur tersebut (Suriya & Zuriyati, 2019).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umunya akibat trauma,
fraktur dapat digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur (Wijaya &
Putri,2013).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur
atau biasanya disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang disebabkan oleh trauma tau tenaga fisik.

2. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan kombinasi dari
ketiganya dan penarikan.

3. Manifestasi Klinik
Manisfestasi fraktur menurut Wijaya & Putri (2013) sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergerakan fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas ada di bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 - 5 cm (1 sampa 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen atau dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

4. Patofisiologi
Menurut Sylvia tahun 2006 dalam Wijaya & Putri (2013),
gangguan fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalem tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka atau tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan polifrasi menjadi edem
local maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menumbulkan nyeri gerak sehingga mibilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontamiasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan intergritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu
terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Menurut Purwadinata tahun Wijaya & Putri (2013) jejas yang
ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh
darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output
jantung, pelepasan ketekolamin-ketekolamin endogen meningkatkan
tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu
peningkayan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat
vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok,
termasuk histamine, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada
mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok
perdarahan yang masih dini, mek nisme kompensasi sedikit mengatur
pengambilan darah dengan cara kontraksi volume darah didalam
sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan
kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk
metabolism aerobic normal dan produksi energi. Pada keadaan awal
terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal
mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya
asidosis metabolic. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (Andenosin triphosphate) tidak
memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengakkan
reticulum endoplasma merupakan tanda ultra structural pertama dari
hipoksia seluler itu tidak lama lagi akan diikuti cedea mitokondial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan structural
intra-seluler. Bila proses ini bejalan terus, terjadilah pembengkakan
sel. Juga terjadi penumpukan kalsium intra–seluler. Bila proses ini
berjalan terus, terjadinya cedera seluler yang progresif, penambahan
edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak
kehilangan darah dan hipoperfusi.
Menurut Carwin 2000 dalam Wijaya & Putri (2013), pada saat
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel daeah putih san sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Menurut Brunner & Suddrath tahun 2005 dalam Wijaya & Putri
(2013), Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, okulasi darah total dapat berakibat
anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot.
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinunitas tulang Pergesekan fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tekanan sumsum tulang > tinggi dari kapiler


Pergeseran fragmen tulang Laserasi kulit Spasme otot

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Putus vena/arteri
Reaksi stress klien

Gangguan fungsi Perdarahan Pelepasan histamin


Melepaskan katekolamin

Gangguan Mobilitas fisik


Kehilangan volume cairan
Edema
Memobilisasi asam lemak

Penekanan pembuluh darah


Resiko syok hipovelemik Bergabung dengan trombosit

Penurunan perfusi jaringan


Kerusakan integritas kulit Emboli

Menyumbat pembuluh darah


Gangguan perfusi jaringan
(Sumber Wijaya & Putri,2013)
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan diagnostik fraktur
diantaranya:
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b. Skan tulang, tonogtam, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arterioram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
kreatinin setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple
atau cedera hati
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wijaya & Putri (2013), prinsip penanganan fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitas. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai redduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih
untuk mereduksi untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujug-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya,
traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan ulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah
fraktur derudiksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan
fragmen tulang ddalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
tejadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasdi ekterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangakn implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status
neurovaskuler, latihan isometric dan memotivasi klien untuk
berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri.
Prinsip penangana fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
1) Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dan kemudian dirumah sakit.
2) Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali
seperti letak asalanya.
3) Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang
dipasang untuk memepertahankan reduksi harus melewati sendi
diatas fraktur dan dibawah fraktur
4) Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur
b. Penatalaksanaan Perawat
Menurut Wijaya & Putri (2013), penatalaksanaan perawat sebagai
berikut:
1) Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan
penurunan kesadaran baru diperiksa patah tulang.
2) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman,
mencegah komplikasi
3) Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara
dini dan pemantauan neurocirculatory daerah yang cedera
adalah:
a) Meraba lokasi apakah masih hangat
b) Observasi warna
c) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler
d) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang
sensasi pada lokasi cedera
e) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri
f) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
4) Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5) Mempertahankan kekuatan kulit
6) Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serta
anjuran intake protein 150-300 gr/hari
7) Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi
dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungakn tetap pada tempatnya sampai sembuh.
7. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Wijaya & Putri (2013) adalah:
a. Malunion, suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
tetapi dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union, proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
proses penyumbuhan dengan kecepatan yang lebih lambat
dibandingkan dengan keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung lagi.
d. Compartement syndrome, suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan di dalam satu ruang yang disebabkan perdarahan masih
dalam satu tempat.
e. Syok, terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
mencakup pengumpulan subjektif dan objektif ( misal: tanda vital,
wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien0keluarga atau
ditemukan direkam medik (Nanda, 2018).
1) Identitas klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
diagnose medis, no regritasi.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronis tergantung dari
lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri pasien digunakan :
a) Provoking inciden: Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien. Apakah rasa seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c) Region Radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Saverty scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/ perubahan
warna kulit dari kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur
femur) atau pernah punya penyakit yang menular/ menurun
sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberculosis/penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan
pada misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah
gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan
penyakit dan diet pasien.
c) Pola eliminasi
Kebiasaan mikasi/ defekasi sehari-sehari, kesulitan
waktu defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning
dan konsistensi defekasi padat, pada mikasi pasien tidak
mengalamigangguan.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
ynag disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan
akibat fraktur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu pleh
perawat/ keluarga.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena
terjadi perbuahan pada dirinya, pasien takut cidera seumur
hidup/ tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola persepsi kongitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan,
sedangkan pada pola kongitif atau cara berfikir pasien tidak
mengalami gangguan.
h) Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna
lagi dan menarik diri.
i) Pola penaggulanagan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi
stress dan biasanya masalah dipendam sendiri/
dirundingkan dengan keluarga.
j) Pola reprodukasi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak,
maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi. Jika
pasien belum bekeluarga pasien tidak akan mengalami
gangguan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan
pasien meminta perlindungan/ mendekatkan diri dengan
Allah SWT.

2. Diagnosa yang mungkin muncul


Menurut Wijaya & Putri (2013) adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
darah
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan fraktur
e. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat fraktur

3. Intervensi
Dx Kep NOC NIC
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubung keperawatan selama …×24 jam 1. Monitor vital sign
an dengan diharapkan keparahan nyeri 2. Observasi respon non
agen berkurang dengan kriteria verbal
cidera hasil: 3. Lakukan pengkajian
fisik Tingkat nyeri secara komprehensif
Indikator Awal Tujuan 4. Gunakan komunikasi
1. Nyeri yang teraupetik
dilaporkan 5. Berikan penjelasan
2. Panjangnya kepada pasien dan
episode nyeri keluarga pasien
3. Mengerang tentang penyebab
dan menangis nyeri
4. Ekspresi nyeri 6. Ajarkan pada pasien
wajah tentang teknik non
5. Tidak bisa farmakologi untuk
Beristirahat mengurangi rasa nyeri
Keterangan:
7. Kolaborasikan dengan
1 : Berat
dokter dalam
2 : Cukup berat
pemberian obat
3 : Sedang
analgesik
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi warna,
perfusi keperawatan selama …×24 jam kehangatan, bengkak,
jaringan diharapkan kecukupan darah pulsasi, tekstur,
berhubung tercukupi dengan kriteria hasil: edema, dan ulserasi
an dengan Perfusi jaringan :Perifer pada ektermitas
penurunan Indikator Awal Tujuan 2. Gunakan alat
suplai 1. Edema perifer pengkajian untuk
darah 2. Nekrosis mengidentifikasi
3. Mati rasa pasien yang beresiko
4. Muka pucat mengalami kerusakan
5. Kelemahan otot kulit (skala Braden)
Keterangan:
3. Monitor kulit dan
1 : Berat
selaput lendir
2 : Cukup berat
terhadap area
3 : Sedang
perubahan warna,
4 : Ringan memar, dan pecah.
5 : Tidak ada 4. Ajarkan anggota
keluarga/ pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan
kulit
5. Monitor infeksi
terutama pada daerah
edema

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pasien dalam


mobiltas keperawatan selama …×24 jam menggunakan alat
fisik diharapkan kemampuan bantu jalan yang lain
berhubung bergerak bebas meningkat 2. Bantu pasien untuk
an dengan dengan kriteria hasil: menggunakan falisitas
imobilisasi Pergerakan alat bantu jalan dan
Indikator Awal Tujuan cegah jatuh
1. Gerakan otot 3. Instruksikan kepada
2. Gerakan sendi pasien untuk
Keterangan :
melakukan ambulasi
1 : Sangat terganggu
gerak tangan
2 : Banyak terganggu
4. Tempatkan tempat
3 : Cukup terganggu
tidur pada posisi yang
4 : Sedikit terganggu
mudah di jangkau
5 : Tidak terganggu
5. Kolaborasikan dengan
fisioterapi tentang
ambulasi sesuai
kebutuhan
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
integritas keperawatan selama …×24 jam kelembaban kulit
kulit diharapkan keutuhan structural 2. Monitor warna kulit
berhubung dan fungsi fisiologis kulit 3. Monitor sirkulasi,
an fraktur membaik dengan kriteria hasil: gerakan dan sensasi
Integritas jaringan: Kulit& ekstermitas yang sakit
Membran Mukosa 4. Lakukan perawatan
Indikator Awal Tujuan luka
1. Lesi pada kulit 5. Monitor kemampuan
2. Lesi membran mandiri ketika
mukosa terpasang traksi
3. Pengelupasan 6. Monitor peralatan
kulit fiksasi ekternal
4. Wajah pucat
Keterangan:
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemungkinan
syok keperawatan selama …×24 jam penyebab kehilangan
hipovolem diharapkan kecukupan aliran cairan perdarahan
ik darah ke perfusi jaringan luka
berhubung terpenuhi ddengan kriteria 2. Monitor hasil
an dengan hasil: laboratorium,
kehilangan Keparahan syok: Hipovolemik terutama nilai Hgb
volume Indikator Awal Tujuan dan Hct, profil
darah 1. Akral pembekuan, AGD,
akibat dingin, kulit laktat, elektrolit,
fraktur lembab/basah kultur dan kimia
2. Pucat darah
3. Penurunan 3. Ajarkan pasien dan
tingkat keluarga mengenai
kesadaran faktor-faktor pemicu
Keterangan:
1 : Berat syok
2 : Cukup berat 4. Anjurkan pasien dan
3 : Sedang keluarga mengenal
4 : Ringan langkah-langkah yang
5 : Tidak ada harus dilakukan
terhadap timbulnya
gejala syok.
5. Monitor terhadap
adanya respon
kompensasi awal
syok (tekanan darah
normal, tekanan nadi
melemah, takipneu
ringan, mual dan
muntah, peningkatan
rasa haus)
DAFTAR PUSTAKA

Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin. H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Tantri, I.N., Asmara. A.G.Y., & Hamid, A. R.R.H. Gambaran karakteristik
fraktur radius distal di RSUP Sanglah Tahun 2013-2017.
Surya, Melti., Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC.
Padang : Pustaka Galeri Mandiri.
Wijaya, Andra, S., Putri, Yesiie. A. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Nuha Medika : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai