Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Ny.

S DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL:FRAKTUR RADIUS

DISTAL DEXTRA DI RUANG EDELWEIS RSUD

Disusun Oleh :

Muftikhatul Khasanah

18.007

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2020
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi
fraktur tersebut (Suriya & Zuriyati, 2019).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umunya akibat trauma,
fraktur dapat digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur (Wijaya &
Putri,2013).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur atau
biasanya disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan oleh trauma tau tenaga fisik.
2. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan kombinasi dari
ketiganya dan penarikan.
3. Manifestasi Klinik
Manisfestasi fraktur menurut Wijaya & Putri (2013) sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergerakan fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas ada di bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 - 5 cm (1
sampa 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen atau
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
4. Patofisiologi
Menurut Sylvia tahun 2006 dalam Wijaya & Putri (2013), gangguan
fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalem tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
atau tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan polifrasi menjadi edem local maka penumpukan didalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menumbulkan nyeri
gerak sehingga mibilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontamiasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan intergritas kulit. Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang
terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.
Menurut Purwadinata tahun Wijaya & Putri (2013) jejas yang
ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh
darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon dini
terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh. Karena ada cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan ketekolamin-ketekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkayan
perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk
histamine, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi
dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,
mek nisme kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah dengan cara
kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling
efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi
dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolism aerobic normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolic. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (Andenosin triphosphate)
tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang. Pembengakkan
reticulum endoplasma merupakan tanda ultra structural pertama dari
hipoksia seluler itu tidak lama lagi akan diikuti cedea mitokondial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan structural intra-
seluler. Bila proses ini bejalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga
terjadi penumpukan kalsium intra–seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadinya cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Menurut Carwin 2000 dalam Wijaya & Putri (2013), pada saat tulang
patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel-sel daeah putih san sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan
aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Menurut Brunner & Suddrath tahun 2005 dalam Wijaya & Putri
(2013), Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, okulasi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan diagnostik fraktur
diantaranya:
a. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b. Skan tulang, tonogtam, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
c. Arterioram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress kreatinin setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau
cedera hati
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wijaya & Putri (2013), prinsip penanganan fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan
normal dengan rehabilitas. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
untuk mencapai redduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi
dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujug-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya,
traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan ulang solid terjadi.
Tahapan selanjutnya setelah fraktur derudiksi adalah mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang ddalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai tejadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasdi ekterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangakn implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status
neurovaskuler, latihan isometric dan memotivasi klien untuk
berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri.
Prinsip penangana fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
1) Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dan kemudian dirumah sakit.
2) Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak asalanya.
3) Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang
dipasang untuk memepertahankan reduksi harus melewati sendi
diatas fraktur dan dibawah fraktur
4) Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur
b. Penatalaksanaan Perawat
Menurut Wijaya & Putri (2013), penatalaksanaan perawat sebagai
berikut:
1) Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan
penurunan kesadaran baru diperiksa patah tulang.
2) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi
3) Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara
dini dan pemantauan neurocirculatory daerah yang cedera adalah:
a) Meraba lokasi apakah masih hangat
b) Observasi warna
c) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler
d) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera
e) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri
f) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
4) Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5) Mempertahankan kekuatan kulit
6) Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serta anjuran
intake protein 150-300 gr/hari
7) Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungakn
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
8. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Wijaya & Putri (2013) adalah:
a. Malunion, suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
tetapi dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau
miring.
b. Delayed union, proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi proses
penyumbuhan dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan
dengan keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung lagi.
d. Compartement syndrome, suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan di dalam satu ruang yang disebabkan perdarahan masih
dalam satu tempat.
e. Syok, terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
mencakup pengumpulan subjektif dan objektif ( misal: tanda vital,
wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien0keluarga atau
ditemukan direkam medik (Nanda, 2018).
1) Identitas klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
diagnose medis, no regritasi.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronis tergantung dari lamanya
serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan :
a) Provoking inciden: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah rasa seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c) Region Radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Saverty scale of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/ perubahan warna
kulit dari kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur)
atau pernah punya penyakit yang menular/ menurun sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberculosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan
menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi
tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan
diet pasien.
c) Pola eliminasi
Kebiasaan mikasi/ defekasi sehari-sehari, kesulitan waktu
defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi padat, pada mikasi pasien tidak
mengalamigangguan.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
ynag disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan
akibat fraktur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu pleh
perawat/ keluarga.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perbuahan pada dirinya, pasien takut cidera seumur hidup/
tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola persepsi kongitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedangkan
pada pola kongitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami
gangguan.
h) Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi
dan menarik diri.
i) Pola penaggulanagan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress
dan biasanya masalah dipendam sendiri/ dirundingkan dengan
keluarga.
j) Pola reprodukasi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi. Jika pasien
belum bekeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan
pasien meminta perlindungan/ mendekatkan diri dengan Allah
SWT.
2. Diagnosa yang mungkin muncul
Menurut Wijaya & Putri (2013) adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
darah
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan fraktur
e. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat fraktur
Intervensi
1. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan nyeri akut pada
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:

No Indikator IR ER

1 Mengenali kkapan nyeri terjadi


2 Menggambarkan factor penyebab
3 Menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa analgesik
4 Menggunakan analgesic yang
diresepkan
5 Melaporkan nyeri yang terkontrol

Keterangan:
1.Tidak pernah menunjukan
2.Jarang menunjukan
3.Kadang-kadang menunjukan
4.Sering menunjukan
5.Secara konsisten menunjukan
Intervensi: Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (meliputi: lokasi,
karekteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan factor
pencetus).
2)Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
( raut wajah, meringis kesakitan).
3) Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
4) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
5) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu pasien
6) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri dan
berapa lama nyeri dirasakan.
7) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu, kebisingan).
8) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya tarik nafas
dalam, relaksasi dan genggam jari atau guidance imaginary
9) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan untuk
memilih mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri non
farmakologi.
10) Monitor tingkat nyeri pasien dan informarsikan petugas kesehatan
lain yang merawat pasien.
2. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan imobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …×24 jam diharapkan
kemampuan bergerak bebas meningkat dengan kriteria hasil:
Indikator Awal Tujuan
1. Gerakan otot
2. Gerakan sendi
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi
1.) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantu jalan yang lain
2.) Bantu pasien untuk menggunakan falisitas alat bantu jalan dan
cegah jatuh
3.) Instruksikan kepada pasien untuk melakukan ambulasi gerak
tangan
4.) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah di jangkau
5.) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang ambulasi sesuai
kebutuhan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan fraktur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …×24 jam diharapkan
keutuhan structural dan fungsi fisiologis kulit membaik dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Tujuan


1. Lesi pada kulit
2. Lesi membran
mukosa
3. Pengelupasan
kulit
4. Wajah pucat
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
1.) Observasi kelembaban kulit
2.) Monitor warna kulit
3.) Monitor sirkulasi, gerakan dan sensasi ekstermitas yang sakit
4.) Lakukan perawatan luka
5.) Monitor kemampuan mandiri ketika terpasang traksi
6.) Monitor peralatan fiksasi ekternal
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah
akibat fraktur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …×24 jam diharapkan
kecukupan aliran darah ke perfusi jaringan terpenuhi ddengan kriteria hasil:
Indikator Awal Tujuan
1. Akral
dingin, kulit
lembab/basah
2. Pucat
3. Penurunan
tingkat
kesadaran
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
1.) Monitor kemungkinan penyebab kehilangan cairan perdarahan
luka
2.) Monitor hasil laboratorium, terutama nilai Hgb dan Hct, profil
pembekuan, AGD, laktat, elektrolit, kultur dan kimia darah
3.) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai faktor-faktor pemicu
syok
4.) Anjurkan pasien dan keluarga mengenal langkah-langkah yang
harus dilakukan terhadap timbulnya gejala syok.
5.) Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok
(tekanan darah normal, tekanan nadi melemah, takipneu ringan, mual
dan muntah, peningkatan rasa haus)
BAB III
PENGKAJIAN
A. Pengkajian
Didapatkan hasil Nama: Ny.S, Umur: 70 thn, Jenis kelamin perempuan,
Alamat: tayem timur, karangpucung, Pendidikan:smp, Pekerjaan: ibu rumah
tangga, Dx. Medis: Fraktur dislokasi distal dextra
Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dibagian bekas oprasi, Alasan masuk Rumah
sakit,Pasien mengatakan jatuh dari kamar mandi dan bahunya mengalami
fraktur dan di sarankan untuk melakukan oprasi
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 9 maret 2021 pukul 18.30 WIB dengan
keluhan nyeri klafikula tangan kiri setelah mengalami jatuh di kamar mandi.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80
mmHg denyut nadi : 80 ×menit, respirasi rate 20 ×menit dan suhu tubuh 36
̊C. Di IGD pasien mendapatkan terapi injeksi ranitidine 50 mg, ceterolax 30
mg, ceftriaxone 1 gr dan infus RL 20 tpm. Kemudian pasien dipindahkan
keruang bougenfile, Dari hasil pengkajian pasien mengeluh nyeri dibagian
bekas oprasi punggung tangan kiri, nyeri saat digerakan, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, skala 7 dari 1-10, nyeri hilang timbul.
3. Pola fungsional gordon
Persepsi dan pemeliharaan kesehatan, Pasien mengatakan selama ini jika
pasien atau anggota keluarga sakit langsung minum obat atau periksa ke
dokter, Pola nutrisi, Sebelum sakit, Pasien mengatakan makan 3× sehari
dengan porsi sedang, lauk lengkap dan minum 4-5 gelas belimbing perhari,
Selama sakit, Pasien mengatakan makan 3× sehari dengan porsi dari RS
selalu habis dan minum 3-4 gelas belimbing perhari
Pola eliminasi, Sebelum sakit, Pasien mengatakan BAB 1 hari sekali
dengan konsistensi lunak, warna cokelat dan BAK ± 5-6 kali sehari, Selama
sakit, Pasien mengatakan terakhir BAB sebelum masuk rumah sakit dan
BAK ± 3-4 kali sehari
Pola latihan dan aktivitas
Kemampuan perawtan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu alat
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung total
Pola persepsi sensasi dan kognitif, Sebelum sakit, Pasien mengatakan
tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera ditangani, Selama sakit,
Passien mengatakan sudah mengetahui tentang penanganan patang tulang
yang diderita dari dokter penanggung jawab dan perawat ruangannya
Pola istirahat dan tidur, Sebelum sakit, Pasien mengatakan tidur selama 8
jam, tidurnya nyenyak (tidak terbangun saat malam hari), Selama sakit,
pasien mengatakan tidak bisa tidur atau tidur tidak pulas karena merasakan
sakit pada pergelangan tangan kanannya.
Konsep diri dan persepsi diri, Pasien mengatakan sedih dengan keadaan
yang dialami saat ini tetapi pasien percaya bahwa ini sudah kehendak dari
tuhan dan pasien berharap untuk cepat sembuh agar dapat beraktivitas
seperti biasanya.
Pola hubungan dan peran, Sebelum sakit, pasien mengatakan peran dalam
keluarga dan teman-teman baik, Selama sakit, pasien mengatakan peran
dengan keluarga dan teman-temannya terganggu karena harus menjalani
rawat inap
Pola reproduksi dan seksual, Pasien berjenis kelamin laki-laki dan sudah
di sunat, Koping stress dan toleransi, Sebelum sakit : Pasien
mengatakan bila ada masalah cerita kepada orang tua dan teman dekatnya,
Selama sakit, Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima
keadaanya, Pola keyakinan dan nilai, Sebelum sakit ,Pasien
mengatakan selalu rajin menjalankan ibadah, Selama sakit Pasien
mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena merasakan nyeri,
pemeriksaan fisik, Keadaan umum, Cukup, Kesadaran, Composmentis, ttv,
TD, 120/80 mmHg,Nadi,80 ×/menit, Suhu, 36 ̊ C, RR : 20 ×/menit
Pengkajian fisik, Kepala, Inspeksi, bentuk meosechepal, rambut berwarna
hitam, Mata, Inspeksi, konjungtiva ananemis, Wajah, Inspeksi, tidak ada
lesi, Mulut, Inspeksi, tidak memakai gigi palsu, lidah kotor, membra mukosa
bibir lembab, Leher, Inspeksi : tidak ada peningkatan JVP, Palpasi,
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, Hidung, Inspeksi, tidak ada pernafasan
cuping hidung, Telinga, Auskultasi, tidak mengalami gangguan
pendengaran, Dada, Payudara, Inspeksi, simetris tidak ada luka ,Paru-paru
,Inspeksi,bentuk dada simetris,warna kulit merata, tidak ada bekas operasi
tidak ada lesi, Perkusi, sonor, Palpasi, tidak ada nyeri tekan, pengembangan
dada simetris, Auskultasi, terdengar suara vesikuler, Jantung ,Inspeksi,
bentuk simetris, warna kulit merata, tidak ada lesi, Perkusi , terdengar suara
redup, Palpasi, tidak ada nyeri tekan, Auskultasi, terdengar suara lup dup,
Abdomen, Inspeksi, bentuk abdomen rata, warna kulit merata, tidak ada
bekas operasi, Auskultasi, terdengar suara peristaltik usus sebanyak 30 kali,
Perkusi, terdengar timpani, Palpasi, tidak ada nyeri tekan, Ekstremitas atas,
Inspeks terlihat lengan atas di balut dan memakai sepalek, Palpasi, ada nyeri
tekan, Ekstremitas bawah, Inspeksi, Simetris, dapat digerakan, Palpasi, tidak
ada edema, tidak ada nyeri tekan, Genetalia, Inspeksi, berjenis perempuan
dan tidak terpasang DC pemeriksaan leb, Hemoglobin, 15,1 g/dL, Leukosit,
9,7 10^3 uL, Hemaktrolit, 43 %, Eritrosit, 5,3 10^6 uL, Trombosit, 206 10^3
uL, MCH, 28 pg, MCV, 81 fl, MCHC, 35 g/dL, Eosinofil, 1 %Limfosit, 15
%, Monosit, 10 %, HbsAg - (Negatif)
Terapi medis, Obat, Injeksi ranitidine 2×50 mg, Injeksi ceterolax 2×30
mg, Injeksi ceftriaxone 2×1 gr, Terapi infus RL 20 tpm
B. Analisa data
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Pasien mengatakan nyeri
P : Saat digerakan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan kanan
S:7
T : Hilang timbul
Agen cidera
DO : - Pasien tampak meringis Nyeri akut
fisik
kesakitan
- Pasien tampak memegani
tangan
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 ×menit
- Suhu : 36 ̊C
2. DS : Pasien mengatakan tidur tidak
pulas dan sering terbangun
dimalam hari
Ketidaknyaman
Insomnia
DO : - Pasien tampak menguap an fisik
- Wajah pasien tampak sayu
- Pasien menunjukan perilaku
gelisah
3. DS : - Pasien mengatakan dalam
melakukan aktivitas selalu
dibantu oleh orang lain
- Pasien mengatakan sulit
mengubah posisi karena Hambatan
Nyeri
nyeri mobilitas fisik
DO : - pasien tampak disuapi makan
oleh ibunya
- Pasien tampak kesulitan
merubah posisi
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan Pasien
tampak meringis kesakitan dan Pasien tampak memegani tangan
2. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik ditandai dengan
Pasien tampak menguap, Wajah pasien tampak sayu dan Pasien
menunjukan perilaku gelisah
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
kesulitan membolak-balik posisi
D. Rencana keperawatan
1. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
keparahan nyeri dapat berkurang dari skala 7 menjadi 1 dengan kriteria hasil:

No Indikator Ir Er
1. Nyeri yang dilaporkan 1 4
2. Ekspresi nyeri wajah 1 4
3. Tidak bisa beristirahat 1 4
4. Mengerang 1 4
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
1.) Observasi respon non verbal
2.) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, beratnya nyeri atau faktor pencetus.
3.) Gunakan komunikasi teraupetik
4.) Ajarkan pada pasien tentang teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
5.) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menanganinya dengan tepat
6.) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat analgesic
2. Insomnia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
periode alami mengistirahatkan tubuh dapat membaik dengan kriteria hasil :

No Indikator Ir Er
1. Kesulitan memulai tidur 2 4
2. Tidur yang terputus 2 4

3. Nyeri 1 4
Keterangan :
1.) Berat
2.) Cukup berat
3.) Sedang
4.) Ringan
5.) Tidak ada
Intervensi
1.) Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur
2.) Monitor kondisi fisik yang mengganggu tidur
3.) Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur
4.) Ajarkan pasien bagaimana melakukan relaksasi otot autogenik atau
bentuk non farmakologi lainnya untuk memancing tidur
5.) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
6.) Kolaborasikan dengan dokter mengenai obat tidur jika diperlukan
3. Hambatan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
mobilitas pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil :

No Indikator Ir Er
1. Gerakan otot 2 4
2. Bergerak dengan mudah 2 4

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak ada terganggu
Intervensi

1.)Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


2.)Latih pasien dalam kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan
3.)Bantu pasien saat mobilisasi
4.)Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara mengubah posisi yang benar
dan berikan bantuan jika diperlukan
4. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
keparahan nyeri dapat berkurang dari skala 7 menjadi 1 dengan kriteria hasil:

No Indikator Ir Er
1. Nyeri yang dilaporkan 1 4
2. Ekspresi nyeri wajah 1 4
3. Tidak bisa beristirahat 1 4
4. Mengerang 1 4
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
Intervensi
1.) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, beratnya nyeri atau faktor pencetus.
2.) Gunakan komunikasi teraupetik
3.) Ajarkan pada pasien tentang teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
4.) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menanganinya dengan tepat
5.) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat analgesik
5. Insomnia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
periode alami mengistirahatkan tubuh dapat membaik dengan kriteria hasil :

No Indikator Ir Er
1. Kesulitan memulai tidur 2 4
2. Tidur yang terputus 2 4

3. Nyeri 1 4
Keterangan :
1.) Berat
2.) Cukup berat
3.) Sedang
4.) Ringan
5.) Tidak ada
Intervensi
1.) Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur
2.) Monitor kondisi fisik yang mengganggu tidur
3.) Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur
4.) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
6. Hambatan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 × 24 jam diharapkan
mobilitas pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil :

No Indikator Ir Er
1. Gerakan otot 2 4
2. Bergerak dengan mudah 2 4

Keterangan :
1.) Sangat terganggu
2.) Banyak terganggu
3.) Cukup terganggu
4.) Sedikit terganggu
5.) Tidak ada terganggu

Intervensi

1.) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


2.) Latih pasien dalam kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
3.) Bantu pasien saat mobilisasi
4.) Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara mengubah posisi yang
benar dan berikan bantuan jika diperlukan

E. Implementasi dan evaluasi


Hari pertama
1. Nyeri akut
a. Memonitor vital sign
b. Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
c. Melakukan pengkajian nyeri PQRST
d. Mengobservasi adanya ketidaknyamanan mengenai nyeri ( seperti raut
wajah, meringis kesakitan
e. Memberikan terapi obat nyeri
Evaluasi
S: Pasien mengatakan nyeri di bagian pergelangan tangan kanan
O: Pasien tampak meringis kesakitan
A: Masalah Sdr. D belum teratasi

No Indikator Ir Er Ak
1. Nyeri yang dilaporkan 2 4 3
2. Ekspresi nyeri wajah 2 4 3
3. Tidak bisa beristirahat 2 4 3
P: lanjutkan intervensi
2. Insomnia
1.) Memonitor pola tidur dan jumlah jam tidur
2.) Menyesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur
3.) Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
4.) Mengkolaborasikan dengan dokter mengenai obat tidur jika diperlukan
Evaluasi
S: Pasien mengatakan tidur tidak pulas dan sering terbangun dimalam hari
O: Pasien tampak menguap
A: Masalah belum teratasi

N Indikator Ir Er Ak
O
1 Kesulitan memulai tidur 2 4 3
2 Tidur yang terputus 2 4 3
3 Nyeri 2 4 3
P: lanjutkan intervensi
3. Hambatan mobilitas fisik
1.) Melakukan pengkajian terkait kemampuan pasien dalam mobilisasi
2.) Melatih pasien dalam kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
3.) Memberikan bantuan saat pasien mobilisasi
4.) Mengajarkan cara mengubah posisi yang benar kepada pasien dan
keluarga, memberikan bantuan jika diperlukan
Evaluasi
S: Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas selalu dibantu oleh
orang lain
O: Pasien tampak disuapi makan
A : Masalah belum teratasi

No Indikator Ir Er Ak
1 Gerakan otot 2 4 3
2 Bergerak dengan mudah 2 4 3
P: lanjutkan intervensi
Hari ke dua
4. Nyeri akut
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
2. Melakukan pengkajian nyeri PQRST
3. Mengobservasi adanya ketidaknyamanan mengenai nyeri ( seperti
raut wajah, meringis kesakitan
4. Memberikan terapi obat nyeri
Evaluasi
S: Pasien mengatakan nyeri di bagian pergelangan tangan kanan
O: Pasien tampak meringis kesakitan
A: Masalah belum teratasi

No Indikator Ir Er Ak
1. Nyeri yang dilaporkan 2 4 3
2. Ekspresi nyeri wajah 2 4 3
3. Tidak bisa beristirahat 2 4 3
P: lanjutkan intervensi

5. Insomnia
1.) Memonitor pola tidur dan jumlah jam tidur
2.) Menyesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur
3.) Mengkolaborasikan dengan dokter mengenai obat tidur jika
diperlukan
Evaluasi
S: Pasien mengatakan tidur tidak pulas dan sering terbangun dimalam hari
O: Pasien tampak menguap
A: Masalah belum teratasi
N Indikator Ir Er Ak
O
1 Kesulitan memulai tidur 2 4 3
2 Tidur yang terputus 2 4 3
3 Nyeri 2 4 3
P: lanjutkan intervensi

6. Hambatan mobilitas fisik


1.) Melakukan pengkajian terkait kemampuan pasien dalam mobilisasi
2.) Melatih pasien dalam kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
3.) Memberikan bantuan saat pasien mobilisasi
4.) Mengajarkan cara mengubah posisi yang benar kepada pasien dan
keluarga, memberikan bantuan jika diperlukan
Evaluasi
S: Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas selalu dibantu oleh
orang lain
O: Pasien tampak disuapi makan
A : Masalah belum teratasi

No Indikator Ir Er Ak
1 Gerakan otot 2 4 3
2 Bergerak dengan mudah 2 4 3
P: lanjutkan intervensi

BAB IV

PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai