Tugas Makalah Krimonologi Dan Viktimologi) Muh Mirajziano (H1a1190266.)
Tugas Makalah Krimonologi Dan Viktimologi) Muh Mirajziano (H1a1190266.)
OLEH
MUH.MIRAJZ IANO
H1A119266
KELAS:E
FAKULTAS HUKUM
KENDARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Kemiskinan seakan menjadi sebuah kata yang akrab di telinga bangsa Indonesia. Lahir
dan hidup menjadi miskin pasti bukan mimpi siapapun. Kebutuhan yang semakin banyak,
harga-harga yang semakin melambung tinggi serta sulitnya mendapat pekerjaan dan upah
yang tidak sesuai dengan pekerjaan menjelma menjadi permasalahan utama yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi yang sulit khususnya bagi mereka yang tidak memiliki
kemampuan untuk berkembang dikarenakan tidak adanya dukungan keahlian. Ironisnya
tidak hanya orang dewasa yang merasakan dampak dari kemiskinan ini, anak-anak pun ikut
merasakan dampaknya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar di keluarga mereka.
Kemiskinan yang melanda orang tua mereka akan berpengaruh besar pada kehidupan anak-
anak, dan hak-hak mereka menjadi terampas. Mereka yang seharusnya mendapatkan
pendidikan dan kehidupan yang layak serta masa kecil yang bahagia, terpaksa harus
berkorban demi satu alasan, yaitu ekonomi. Jika melihat lebih jauh fenomena kemiskinan di
depan mata, kita dapat melihat bahwa semakin banyak anak usia sekolah atau bahkan pada
tingkatan usia balita yang sudah harus berjuang hidup di jalanan sebagai dampak dari
kemiskinan akhir-akhir ini. Juga hampir bisa dipastikan, masa depan mereka akan terenggut
karenanya.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih mengacu kepada keadaan berupa kekurangan
hal-hal yang berkaitan terhadap pemenuhan kebutuhan yang bersifat primer, seperti sandang,
pangan dan papan pada lingkungan keluarga. Masalah kemiskinan ini mempengaruhi
banyak hal, diantaranya pengangguran, tingkat kesejahteraan masyarakat dan perilaku social
pada remaja. Bukan hal baru lagi jika kita melihat anak-anak usia sekolah atau bahkan usia
prasekolah harus berjuang hidup di jalan-jalan lalu lintas di Indonesia. Tidak jarang diantara
anak-anak tersebut terpaksa putus sekolah. Semua itu mereka lakukan atas alasan ekonomi,
demi membantu orang tua mereka atau dengan alasan lingkungan keluarga yang tidak
harmonis (Broken home). Hal ini sangatlah memprihatinkan, karena kemiskinan yang
menimpa anak-anak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap perkembangan
anak-anak itu sendiri baik secara fisik maupun psikis(kejiwaan). Keadaan ini lah yang
terkadang menjadikan remaja enggan untuk tinggal di rumah dan menggelandang di jalanan
yang dampak buruknya adalah pergaulan yang melenceng dari norma-norma yang berlaku
sehingga memungkinkan remaja-remaja tersebut untuk melakukan tindak kejahatan seperti
mencuri, merampok, memeras bahkan membunuh. Berdasarkan latar belakang tersebut
dapat diketahui bahwa remaja dapat melakukan kenakalan bahkan melakukan tindakan
kriminal yang merugikan orang lain bahkan menimbulkan korban jiwa. Salah satu alasan
mendasar terjadinya hal tersebut karena masa remaja merupakan masa transisi dari masa
anak-anak menuju ke masa dewasa. Dalam masa ini, remaja mulai memiliki interaksi secara
aktif dan mulai mencerna nilai-nilai yang berasal dari luar lingkungan keluarganya. Dapat
dikatakan bahwa ketika seseorang mendapatkan nilai yang berasal dari lingkungan keluarga
dan mulai mendapatkan nilai-nilai baru yang berasal dari lingkungan luar seperti sekolah,
teman sebaya dan lingkungan sosial, maka seseorang tersebut akan mengalami kondisi yang
tidak seimbang. Kondisi yang tidak seimbang tersebut mengakibatkan remaja mengalami
kebingungan tentang seperti apa perilaku, sikap, nilai, aturan dan aspek lainnya yang
seharusnya dilakukan oleh dirinya, atau yang biasa disebut sebagai proses pencarian jati diri.
Sehingga masa remaja menjadi masa yang penting dalam perkembangan individu serta
melibatkan banyak pihak dalam proses tersebut.
Sebagai makhluk sosial, manusia sangatlah bergantung dengan orang lain. Oleh karena
itu kemampuan adaptasi remaja dalam menginternalisasi nilai-nilai yang didapatnya dari
lingkungan sosial, dan lingkungan keluarga menjadi sebuah nilai dirinya sendiri sangatlah
diperlukan untuk dapat diterima dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya, banyak
remaja yang justru melakukan kenakalan dan tindak kriminalitas dimana hal tersebut
melanggar norma sosial dan norma hukum yang berlaku. Hal tersebut dibuktikan dengan
meningkatnya angka kasus kriminalitas oleh remaja tiap tahunnya menurut data badan pusat
statistik Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan dari segi kuantitas dari tahun
2007 yang tercatat sekitar 3100 orang remaja yang terlibat dalam kasus kriminalitas, serta
pada tahun 2008 dan 2009 yang meningkat menjadi 3.300 dan sekitar 4.200 remaja.
Berdasarkan uraian latar Belakang Masalah tersebut diatas, maka penulis mengemukakan
Rumusan Masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB II
Kriminologi terdiri dari dua kata yakni kata crime yang berarti kejahatan dan logos
yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan (A.S.Alam
dan Amir Ilyas 2010:1).
Kita melihat pendapat ahli U.S.A lain Sutherland (Moeljatno 1986:4) yang
beranggapan bahwa kriminologi sebagai keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat (social). Ilmu meliputi:
Berdasarkan uraian singkat di atas ditarik suatu pemikiran, bahwa kriminologi adalah
bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi, dapat
dipergunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana.
Munculnya lembaga- lembaga kriminologi di beberapa perguruan tinggi sangat diharapkan
dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk
mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.
Dengan kata lain, kriminologi adalah salah satu cabang ilmu yang diajarkan dalam
bidang ilmu hukum. Jika diklasifikasikan, kriminologi merupakan bagian dari ilmu sosial,
akan tetapi kriminologi tidak bisa dipisahkan dengan bidang ilmu hukum, khsususnya
hukum pidana.
Kriminologi merupakan bagian dari kurikulum program studi ilmu hukum Karena
berdasarkan symposium international society of riminology, kriminologi perlu diajarkan
bagi sekolah tinggi hukum atau bagi aparat penegak hukum.
Wolfgang, Savitz dan Jonhston (Topo Santoso dan Eva Achjani ulfa, 2001:12),
dalam The Sociology of Crime and Delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai
kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengertian tentang dua puluh gejala kejahatan dengan jalan mempelajari
dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman- keseragaman, pola-
pola, dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta
reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi obyek studi kriminologi melingkupi :
b. Pelaku kejahatan.
Ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai
kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.
Kriminologi secara spesifik mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang, namun
lebih khusus kejahatan yang diatur dalam undang- undang (selanjutnya UU). Pelaku
kejahatan dibahas dari segi kenapa seseorang melakukan kejahatan (motif) dan kategori
pelaku kejahatan (tipe–tipe penjahat). Kemudian kriminologi juga mempelajari reaksi
masyarakat terhadap kejahatan sebagai salah satu upaya kebijakan pencegahan dan
pemberantasan kejahatan.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah kejahatan, dimana
kejahatan ini adalah gejala sosial, maka kriminologi pada dasarnya adalah suatu disiplin
ilmu yang bersifat faktual. Dalam hal ini kriminologi merupakan non legal discipline.
J. Contstant (A.S Alam dan Amir Ilyas, 2010:2) memberikan definisi kriminologi
sebagaiilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-
musabab terjadinya kejahatan atau penjahat.
Sutherland (A. S. Alam dan Amir Ilyas, 2010:3) menambahkan bahwa dalam
mempelajari kriminologi memerlukan bantuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan
kata lain kriminologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat interdisiplin. Berbagai disiplin
yang sangat erta kaitannya dengan kriminologi antara lain hukum pidana, hukum acara
pidana, antropologi fisik, antropologi budaya, psikologi, biologi, ekonomi, kimia, statistik,
dan banyak lainnya.
1. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Aspek Fisik (Biologis Kriminal)
a) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan
bentuk dari otak,
2. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Faktor Psikologis dan Psikiatris
(Psikologi Kriminal)
Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor psikis termasuk agak
baru.seperti halnya para positivistis pada umumnya, usaha mencari ciri-ciri psikis
pada para penjahat didasarkan anggapan bahwa penjahat merupakan orang-orang
yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang yang bukan
penjahat, dan ciri-ciri pisikis tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah.
Mengingat konsep tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan, dan kalaupun,
ada maka perumusannya sangat luas. Adapun bentuk-bentuk gangguan mental yaitu:
a) Psikoses
b) Neoroses
c) Cacat Mental
B .PEMBAHASAN
Kenakalan remaja sangat erat kaitannya dengan kriminalitas remaja. Menurut Santrock
(1995) kenakalan remaja sendiri mengacu pada rentang perilaku yang luas mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti tindakan berlebihan di sekolah,
pelanggaran-pelanggaran seperti melarikan diri dari rumah sampai pada perilaku-perilaku
kriminal. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja tidak
hanya meliputi tindakan-tindakan kriminal saja, melainkan segala tindakan yang dilakukan
oleh remaja yang dianggap melanggar nilai-nilai sosial, sekolah ataupun masyarakat.
Sedangkan remaja yang dimaksud disini adalah individu yang berusia 12 hingga 18 tahun
(UU Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 ayat 3). Ketika kita membahas masalah mengenai
kenakalan atau bahkan tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja dalam hal ini adalah
pengamen dan gelandangan, hal terbesar yang perlu diketahui adalah apa yang
melatarbelakangi atau faktor yang menyebabkan remaja tersebut melakukan tindakan
kriminal. Ada dua faktor yang menyebabkan remaja menjadi salah asuhan dan akirnya hidup
menggelandang dan kemungkinan besar melakukan tindakan kriminal.
-Faktor Internal
Menurut Jessor (1977) perilaku kenakalan yang dilakukan oleh remaja salah satunya
merupakan akibat dari aspek psikososial (Novita & Rehulina, 2012). Dimana aspek
psikososial yang dimaksud disini adalah kondisi psikologis seorang remaja secara
umum serta kaitannya dengan kondisi sosial tempat dimana remaja tersebut
berinteraksi. Kondisi psikologis seseorang pada saat remaja memiliki karakteristik yang
labil, sulit dikendalikan, melawan dan memberontak, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, agresif, mudah terangsang serta memiliki loyalitas yang tinggi (Sarwono, 2006).
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas, bahwa remaja mulai mengenali
dan berinteraksi dengan lingkungan selain lingkungan keluarganya. Sehingga, ada
kecenderungan bahwa remaja akan membandingkan kondisi di lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan teman sebayanya atau bahkan lingkungan sosial dimana
masing-masing lingkungan tersebut memiliki kondisi yang berbeda-beda. Sehingga
remaja akan mengalami kebingungan dan mencari tahu serta berusaha beradaptasi agar
diterima oleh masyarakat dengan kondisi psikologis remaja yang masih labil. Hal
tersebutlah yang dapat menimbulkan terbentuknya perilaku kenakalan dan tindakan
kriminal yang dilakukan oleh remaja. Hal ini serupa dengan pernyataan Jessor (1977)
yang menyebutkan adanya tiga aspek yang mempengaruhi remaja dalam melakukan
kenakalan. Aspek yang pertama adalah adanya aspek kepribadian remaja. Aspek
kepribadiann remaja ini tidak hanya berupa karakter ciri khas remaja melainkan juga
meliputi nilai individual, harapan serta keyakinan yang dianut oleh remaja itu sendiri.
Kemudian aspek kedua yang mempengaruhi remaja melakukan kenakalan adalah
system lingkungan yang diterima oleh remaja tersebut. Sistem lingkungan yang
dimaksud disini adalah, system lingkungan tempat remaja tersebut tinggal atau
melakukan interaksi dengan orang lain seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
ataupun lingkungan teman sebaya. Kemudian aspek yang terakhir adalah aspek sistem
perilaku. Aspek yang ketiga ini meliputi cara-cara seperti apa yang digunakan atau
dipilih oleh remaja untuk berperilaku dalam aktivitas sehari-harinya (Novita &
Rehulina, 2012).
Aspek kepribadian remaja menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku
kenakalan karena mereka masih berada dalam tahapan perkembangan remaja yang
merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dimana tugas
perkembangan dari masa remaja ini adalah pencarian jati diri, tentang seperti apa dan
akan menjadi apa mereka nantinya. Konsep diri adalah bagaimana individu memandang
dirinya sendiri meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Aspek fisik adalah bagaimana
individu memandang kondisi tubuh dan penampilannya sendiri. Sedangkan aspek
psikologi adalah bagaimana individu tersebut memandang kemampuan-kemampuan
dirinya, harga diri serta rasa percaya diri dari individu tersebut yang dalam hal ini
adalah remaja. Dengan pendapat tersebut ditemukan bahwa remaja yang melakukan
kenakalan adalah remaja yang memiliki konsep diri yang rendah (Yulianto, 2009).
Sehingga, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kepribadian yang
menjadi faktor penyebab munculnya perilaku kenakalan merupakan faktor internal dari
dalam diri remaja itu sendiri diantaranya konsep diri yang rendah, penyesuaian sosial
serta kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, sikap yang berlebihan serta
pengendalian diri yang rendah.
-Faktor Eksternal
Kondisi lingkungan keluarga pada masa perkembangan anak dan remaja telah lama
dianggap memiliki hubungan dengan munculnya perilaku antisosial dan kejahatan.
Beberapa penelitian mengenai perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada remaja,
ditemukan bahwa tindak kriminal disebabkan adanya pengalaman pada pengasuhan
yang buruk, mulai dari pengasuhan yang kasar, kedisiplinan yang tidak menentu,
perilaku pengasuhan yang sembrono, konflik dalam pengasuhan, kemiskinan, serta
pengawasan yang teledor pada masa kanak-kanak. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Wilson pada remaja di Inggris serta penelitian oleh Snyder dan Sickmund (2006) di
Amerika Serikat menemukan bahwa remaja pelaku kejahatan dan kekerasan adalah
remaja yang berasal dari lingkungan rumah atau keluarga yang tidak harmonis, anak-
anak dari latar belakang sosio-eknomi rendah, anak-anak dengan akses senjata tanpa
pengawasan yang cukup, anak-anak yang pernah mengalami kekerasan dan pengabaian,
serta yang menggunakan atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang (Brown &
Campbell, 2010). Penelitian serupa juga menunjukkan adanya pengaruh yang
siginifikan antara sikap negatif yang ditunjukkan oleh orang tua berupa kedisiplinan
yang keras, kemarahan dan kekerasan yang ditunjukkan orang tua dalam pengasuhan
dengan perilaku antisosial remaja (Larsson, Viding, & Rijsdijk, 2008). Sedangkan
pengasuhan yang diberikan oleh ibu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
munculnya perilaku kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja
(Torrente & Vazsonyi, 2008). Hal tersebut dikarenakan ibu memiliki lebih banyak
waktu dalam berinteraksi dengan anaknya, jika dibandingkan dengan ayah. Sehingga
ketika ibu tidak memberikan pengasuhan yang tepat, tidak memberikan perhatian yang
cukup pada anak seperti tentang kegiatan di sekolah, kegiatannya dengan temannya
serta hal yang lainnya dapat memicu terbentuknya perilaku kenakalan dan tindak
kriminal pada remaja tersebut karena kurangnya perhatian dan pengawasan oleh
orangtua terutama oleh ibu. Tidak hanya itu, kepercayaan atau pandangan orangtua
terutama ibu, mengenai perilaku anaknya seperti agresi dan perilaku antisosial juga
mempengaruhi pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua seperti otoriter dan
permisif (tidak mempedulikan). Dimana kemudian pola pengasuhan orangtua tersebut
mempengaruhi munculnya perilaku antisosial pada anak (Evans, Nelson, Porter, &
Nelson, 2012). Artinya, lingkungan awal yang menjadi faktor resiko dalam perilaku
kenakalan dan tindakan kriminal oleh remaja adalah lingkungan keluarga. Hal tersebut
dikarenakan lingkungan keluarga-lah yang menjadi awal terbentuknya nilai yang
diterima oleh anak melalui pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua.
1. Lingkungan keluarga
4. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial dalam hal ini yang dikaji adalah dari sisi pergaulan, merupakan
jalinan hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain yang berlangsung dalam
jangka relatif lama sehingga terjadi saling mempengaruhi satu dengan lainnya.
Pergaulan merupakan kelanjutan dari proses interaksi sosial yang terjalin antara
individu dalam lingkungan sosialnya. Kuat lemahnya suatu interaksi sosial
mempengaruhi erat tidaknya pergaulan yang terjalin. Seorang anak yang selalu
bertemu dan berinteraksi dengan orang lain dalam jangka waktu relatif lama akan
membentuk pergaulan yang lebih. Beda dengan orang yang hanya sesekali bertemu
atau hanya melakukan interaksi sosial secara tidak langsung. Dalam kehidupan sosial
ada berbagai bentuk pergaulan, ada yang sehat ada pula yang dikategorikan
pergaulan yang tidak sehat. Pergaulan sehat adalah pergaulan yang membawa
pengaruh positif bagi perkembangan kepribadian seseorang. Sebaliknya pergaulan
tidak sehat mengarah kepada pola perilaku yang merugikan bagi perkembangan
dirinya sendiri maupun dampaknya bagi orang lain. Pergaulan yang sehat adalah
pergaulan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai
dan norma sosial, kesusilaan dan kesopanan yang berlaku. Sehingga dapat di ambil
kesimpulan bahwa lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik
pula.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
B.SARAN
Disarankan kepada orangtua untuk dapat menjaga hubungan yang hangatdalam keluarga
dengan cara saling menghargai, pengertian, dan penuh kasihsayang serta tidak bertengkar di
depan anak. Serta memberi pengarahan tentang cara bergaul. Orang tua harus bisa menjadi
teman, agar anak dapat terbuka dan anak dapat menjadikan orang tua sebagai seorang sahabat
terpercaya.