Anda di halaman 1dari 150

INTERVENSI AROMATERAPI LAVENDER PILLOW SPRAY DENGAN

MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA


LANSIA INSOMNIA MENGGUNAKAN TEORI MODEL SELF
CARE DOROTHEA E. OREM DI DESA KAWEDUSAN
KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

TUGAS AKHIR PROFESI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar NERS

Oleh :

RISMA AULIYA, S.Kep


NIM. 202006034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

TUGAS AKHIR PROFESI

INTERVENSI AROMATERAPI LAVENDER PILLOW SPRAY DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA
LANSIA INSOMNIA MENGGUNAKAN TEORI MODEL SELF
CARE DOROTHEA E. OREM DI DESA KAWEDUSAN
KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

Untuk Memperoleh Persyaratan Gelar Ners

Oleh :

RISMA AULIYA

NIM : 202006034

Menyetujui Untuk Diuji :

Pembimbing

Linda Ishariani,S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIDN.0722017901

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ners Keperawatan

STIKES Karya Husada Kediri

Farida Hayati, S.Kep. Ns,,M.Kep

NIDN. 0709037101
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR PROFESI

INTERVENSI AROMATERAPI LAVENDER PILLOW SPRAY DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA
LANSIA INSOMNIA MENGGUNAKAN TEORI MODEL SELF
CARE DOROTHEA E. OREM DI DESA KAWEDUSAN
KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

Oleh :

RISMA AULIYA,S.Kep.
202006034

Telah diuji pada


Hari :
Tanggal :

Dan dinyatakan lulus oleh :


Penguji 1 : Linda Ishariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep ( )
(NIDN : 0722017901 )

Mengesahkan :
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
STIKES Karya Husada Kediri

Farida Hayati, S.Kp., M.Kep


NIDN. 0709037101
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : Risma Auliya


TEMPAT, TANGGAL LAHIR : Bangkalan, 15 Desember 1996
NAMA AYAH : Suyanto
NAMA IBU : Karyati
AGAMA : Islam
ALAMAT : Ds. Kawedusan RT 02 RW 06 Kec. Ponggok
Kab. Blitar
PENDIDIKAN :
NO. PENDIDIKAN NAMA INSTITUSI TAHUN
MASUK-LULUS
1. SD/MI SDN 1 Kawedusan 2003-2009
2. SMP/MTs SMPN 2 Srengat 2009-2012
3. SMA/MA SMAN 1 Ponggok 2012-2015
4. Perguruan Tinggi STIKES Karya Husada Kediri 2016-2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut Usia (Lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan proses alami

yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia, seseorang dapat dikatakan lanjut

usia bila usianya 65 tahun ke atas (Siagian, 2020). Menjadi tua merupakan

proses alamiah, berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu

anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua berarti mengalami berbagai

kemunduran yaitu kemunduran fisik dan psikososial, misalnya kemunduran

fisik yaitu kemunduran fungsi pada system persyarafan, system pendengaran,

system penglihatan, system kardiovaskuler, system pernafasan, system

pencernaan, system reproduksi, system endokrin, system genitourinaria,

system integument dan system musculoskeletal.

Pada perubahan psikososial lanjut usia akan mengalami pensiun, merasakan

atau sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup (memasuki rumah

perawatan dan bergerak lebih sempit), ekonomi (akibat pemberhentian dari

jabatan, meningkatnya biaya hidup dan bertambahnya biaya pengobatan),

penyakit kronis dan ketidakmampuan, kesepian akibat pengasingan dan

lingkungan social, gangguan syaraf pancaindera (timbul kebutaan dan

ketulian), rangkaian dari kehilangan (kehilangan hubungan dengan teman-

teman dan keluarga), hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri) (Aspiani, 2014). Kemunduran

yang terjadi pada lanjut usia tersebut mempunyai dampak terhadap tingkah
laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia. Gejala yang timbul

sebagai akibat dari kemunduran fisik maupun psikis lanjut usia salah satunya

adalah gangguan pemenuhan tidur. Lanjut usia mengalami penurunan

efektifitas tidur pada malam hari 70% sampai 80% dibandingkan dengan usia

muda.

World Health Organization (WHO) memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia

di seluruh dunia mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga

2 miliar orang di tahun 2050. Hasil sensus penduduk pada tahun 2014 jumlah

lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta orang. Jawa Timur mengalami

peningkatan jumlah lansia yang cukup besar dari tahun ke tahun. Dalam enam

tahun terakhir, jumlah lansia di Jawa Timur mengalami kenaikan dari 4,18

juta orang atau 11,17% (2010) menjadi 4,60 juta orang atau 11,80% dari total

jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2016. Data BPS tahun 2018

mencatat usia harapan hidup Provinsi Jawa Timur mencapai 70,80 tahun

(Vibriyanti, 2018). Prevalensi insomnia pada tahun 2014 di Indonesia sekitar

10%. Artinya kurang lebih 28 juta penduduk Indonesia dari total 238 juta

penduduk Indonesia menderita insomnia, 30% terjadi pada usia lebih dari 50

tahun (Siagian, 2020). Di pulau Jawa dan Bali prevalensi gangguan tidur juga

cukup tinggi sekitar 44% dari total lansia. Di Jatim 45% dari jumlah lansia

juga dilaporkan mengalami gangguan tidur di malam hari (Dinkes, 2015).

Lanjut usia di daerah Blitar sebanyak 10,25 ribu jiwa dan yang mengalami

gangguan tidur sebanyak 47% (Dinkes Kabupaten Blitar), 2015.


Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Kawedusan

Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar pada bulan Maret 2021 jumlah lansia

yang mengeluhkan gangguan sebanyak 7 orang. Dan setelah dilakukan

wawancara dengan 4 orang didapatkan penyebab yang sama yakni lansia sulit

memulai tidur pada malam hari dan sering terbangun pada dini hari hal

tersebut terjadi karena lansia mengeluhkan cemas, nyeri sendi, pegal-pegal,

kelelahan fisik, dan perasaan yang tidak nyaman sehingga hal tersebut

menyebabkan lansia sulit tidur pada malam hari.

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering di alami oleh orang

terutama pada lansia. Insomnia sebagai gangguan merupakan keadaan dimana

seseorang mengalami kesulitan tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur

maupun kualitas buruk dan disertai keadaan penyulit (Sayekti & Hendrati,

2015). Insomnia diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu insomnia dengan

gejala susah untuk memulai tidur, sering terbangun pada malam hari atau

terbangun terlalu pagi. Gajala insomnia yang sering dirasakan lansia antara

lain kesulitan untuk memulai tidur di malam hari, atau sering terbangun di

tengah malam (Rahmawati, dkk, 2015). Lansia sering mengalami gangguan

tidur (insomnia) karena disebabkan oleh banyak faktor. Faktor usia merupakan

faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Faktor lain yang

dapat mempengaruhi tidur pada lansia yaitu penyakit, lingkungan, motivasi,

kelelahan, alcohol, kecemasan, obat-obatan (Tarwoto & Wartonah, 2010).


Berdasarkan tingginya angka kejadian insomnia di Indonesia pasti

menimbulkan berbagai dampak negatif apalagi jika terjadi pada lansia.

Standar kebutuhan tidur lansia adalah 6 jam/hari jika tidur lansia kurang dari 6

jam/hari maka pasti akan menimbulkan masalah. Efek fisik yang ditimbulkan

adalah berupa kelelahan, nyeri otot, penglihatan menjadi kabur dan

konsentrasi berkurang (Sari & Leonard, 2018). Selain itu gangguan tidur yang

terjadi pada lansia dapat mempengaruhi suasana hati, kelelahan, dapat

menunda kesembuhan penyakit serta dapat menurunkan kualitas hidup lansia

(Hartono, dkk, 2019).

Masalah gangguan tidur (insomnia) pada lansia menyebabkan kualitas tidur

lansia menjadi tidak terpenuhi. Masalah kualitas tidur pada lansia seharusnya

dapat menjadi perhatian yang lebih karena jika dibiarkan dapat menyebabkan

berbagai macam hal yang dapat merugikan baik untuk kesehatan tubuh sendiri

ataupun menurunkan angka harapan hidup (Sari & Leonard, 2018). Untuk

mengatasi insomnia dapat menggunakan terapi farmakologi dan terapi non

farmakologi. Terapi farmakologi pada penderita insomnia dapat diberikan

obat-obatan dari golongan obat benzodiazepin dan non- benzodiazepin

(Ramadhan & Zettira, 2017). Terapi non farmakologi yang dapat digunakan

untuk mengatasi insomnia salah satunya adalah aromaterapi. Aromaterapi

merupakan pengobatan alternatif dengan menggunakan sari tumbuhan

aromatik murni berupa cairan tanaman yang mudah menguap dan senyawa

aromatik lain dari tumbuhan. Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai


macam cara pengolahan yang dikenal sebagai minyak esensial (Setyoadi &

Kushariyadi, 2011).

Aromaterapi bekerja melalui indera manusia terhadap bau. Bau merupakan

suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga

hidung melalui penghirupan sehingga akan direkam oleh otak sebagai proses

penciuman. Bau yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang nukleus

rafe untuk mengeluarkan sekresi serotonin yang menimbulkan seseorang

merasa kantuk (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Salah satu bunga yang dapat dijadikan aromaterapi adalah bunga lavender.

Proses pengolahan aromaterapi bunga lavender dengan penyulingan

(dislation) sehingga menghasilkan minyak esensial. Aromaterapi bunga

lavender mengandung linalool asetat yang berfungsi sebagai efek sedatif

sehingga mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf

dan otot-otot yang tegang. Menghirup lavender meningkatkan gelombang alfa

dan keadaan ini diasosiasikan dengan bersantai (relaksasi) sehingga dapat

mengobati insomnia (Sari & Leonard, 2018). Salah satu intervensi terbaru

yang dapat membantu penderita insomnia antara lain lavender pillow spray.

Lavender pillow spray merupakan salah satu inovasi terbaru aromaterapi yang

terbuat dari minyak esensial bunga lavender yang diracik dengan bahan

lainnya yaitu dengan air mineral dan alkohol. Cara pemakaian lavender

pillow spray ini juga cukup mudah hanya di semprotkan (spray) tempat tidur

khususnya di bantal, guling dan selimut. Bentuk spray dipilih atas dasar sifat

spray yang dapat memberikan suatu kandungan yang konsentrat, namun di


saat yang bersamaan memiliki profil yang cepat kering sehingga memberikan

pengalaman yang menyenangkan dan mudah dipakai untuk pengguna

terutama pada lansia (Iswadana & Sihombing, 2017).

Dalam upaya meminimalkan masalah gangguan tidur pada penderita insomnia

terutama pada lansia, perawat dapat menguraikan bagaimana individu mampu

memelihara kesehatannya dengan cara memberikan perawatan dengan

meningkatkan kesehatan mandiri pasien, mempertahankan serta mengevaluasi

tindakan yang sudah diberikan pada lansia insomnia.

Dengan memberikan intervensi lavender pillow spray merupakan suatu upaya

perawat dalam memberikan tuntunan pelayanan diri yang sesuai dengan

kebutuhan perawatan diri sendiri merupakan suatu langkah awal yang

dilakukan oleh perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan

keadaan dan keberadaanya, keadaan kesehatan dan kesempurnaan.

Aromaterapi lavender pillow spray sendiri merupakan serangkaian

pertimbangan terhadap meningkatkan kesejahteraan pada lansia terutama

untuk mengatasi gangguan tidur (insomnia) dan memperbaiki kualitas dan

kuantitas tidur lansia. Pemberian aromaterapi lavender pillow spray

diharapkan individu mampu memenuhi kebutuhan dan menolong

keperawatannya sendiri saat mengalami gangguan tidur. Karena teknik

penyembuhan berfokus self care (perawatan diri) yang bertujuan untuk

membimbing klien dalam mendemonstrasikan dan mengaplikasikan asuhan

keperawatan guna mampu meningkatkan perawatan diri sehingga dapat

mengatasi gangguan tidur yang dirasakan klien. Hal ini sejalan dengan teori
konsep Dorothea Orem Self Care pada pemenuhan pola hidup sehat yang

salah satunya adalah pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat

tidur. Berdasarkan teori diatas, peneliti tertarik meneliti “Intervensi

Aromaterapi Lavender Pillow Spray Dengan Masalah Keperawatan Gangguan

Pola Tidur Pada Lansia Insomnia Menggunakan Teorimodel Self Care

Dorothea Orem di Desa Kawedusan Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar ”.

1.2 Rumusan Masalah

Gangguan tidur (insomnia) adalah ketidakmampuan memperoleh kualitas dan

kuantitas tidur dan paling sering diderita pada lanjut usia karena berbagai

factor. Masalah kualitas dan kuantitas tidur terutama pada lansia seharusnya

dapat menjadi perhatian yang lebih karena jika dibiarkan dapat menyebabkan

berbagai macam hal yang merugikan baik untuk kesehatan tubuh sendiri

ataupun menurunkan angka harapan hidup. Lavender pillow spray merupakan

inovasi terbaru aromaterapi yang berasal dari minyak esensial dari hasil

penyulingan bunga lavender, minyak esensial. Bunga lavender mempunyai

kandungan linool asetat yang berfungsi sebagai efek sedatif sehinga mampu

mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf dan otot-otot yang

tegang. Menghirup aromaterapi lavender menimbulkan rasa tenang dan

merangsang nukleus rafe untuk mengeluarkan sekresi serotonin yang

menimbulkan seseorang merasa kantuk. Aromaterapi Lavender Pillow Spray

ini salah satu cara untuk membantu masyarakat memperbaiki gangguan tidur

secara mandiri.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik sebuah rumusan

masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Intervensi Aromaterapi Lavender


Pillow Spray Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pola Tidur Pada

Lansia Insomnia Menggunakan Teorimodel Self Care Dorothea Orem di Desa

Kawedusan Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu mengaplikasikan intervensi aromaterapi lavender pillow spray

dengan masalah keperawatan gangguan pola tidur pada lansia insomnia

menggunakan teorimodel self care Dorothea Orem di Desa Kawedusan

Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 1 intervensi aromaterapi

lavender pillow spray dengan masalah keperawatan gangguan pola tidur

pada lansia insomnia menggunakan teorimodel self care Dorothea Orem.

1.3.2.2 Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 2 intervensi aromaterapi

lavender pillow spray dengan masalah keperawatan gangguan pola tidur

pada lansia insomnia menggunakan teorimodel self care Dorothea Orem.

1.3.2.3 Menganalisis perbandingan kasus 1 dan kasus 2 intervensi aromaterapi

lavender pillow spray dengan masalah gangguan pola tidur pada lansia

insomnia menggunakan teorimodel self care Dorothea Orem.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam

pengembangan ilmu keperawatan dalam hal melakukan intervensi


aromaterapi terhadap lansia insomnia dengan pendekatan teori model self

care Dorothea Orem.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informmasi,

wawasan dan pengetahuan baru sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya

serta sebagai media pembelajaran atau penyuluhan tentang inovasi

aromaterapi terbaru untuk mengatasi insomnia.

1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan masukan dalam proses pembelajaran mata kuliah

komplementer, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa

terutama tentang intervensi terapi non farmakologi yang dapat mengatasi

insomnia.

1.4.2.3 Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

dasar bagi petugas kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan

penyuluhan masyarakat.

1.4.2.4 Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, sebagai

acuan, dan pertimbangan dalam terapi alternatif non farmakologi untuk

membantu lansia yang mengalami insomnia untuk meningkatkan kualitas

dan kuantitas tidur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Aromaterapi

2.1.1 Definisi Aromaterapi

Aroma terapi merupakan terapi modalitas atau pengobatan alternatif

dengan menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan cairan

tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari tumbuhan.

Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan yang

dikenal sebagai minyak esensial (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

2.1.2 Teori Aromaterapi

Mekanisme kerja aromaterapi di dalam tubuh berlangsung melalui dua

sistem fisiologis yaitu sistem sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Bila

diminum atau dioleskan pada permukaankulit, minyak esensial akan

diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan dan penyerapan kulit oleh

pembuluh kapiler dan selanjutnya akan dibawa oleh sistem sirkulasi, baik

sirkulasi darah maupun sirkulasi limfatik. Pembuluh kapiler mengantarkan

minyak esensial ke susunan saraf pusat, kemudian otak mengirimkan

pesan (respon) ke organ tubuh yang mengalami gangguan atau

ketidakseimbangan (Setyoadi & Kushariyadi,2011).

Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan

masuk ke rongga hidung melalui penghirupan sehingga akan direkam oleh

otak sebagai proses penciuman. Proses penciuman terbagi dalam tiga

tingkatan, dimulai dengan penerimaan molekul bau pada epitelium

olfaktori yang merupakan suatu reseptor berisi 20 juta ujung saraf.


Selanjutnya bau tersebut akan ditransmisikan sebagai suatu pesan ke pusat

penciuman yang terletak pada bagian belakang hidung. Pada tempat ini,

sel neuron menginterpretasikan bau tersebut dan mengantarkannya ke

sistem limbik. Selanjutnya pesan dikirim ke hipotalamus untuk diolah.

Melalui penghantaran respons yang dilakukan oleh hipotalamus, seluruh

sistem minyak esensial tersebut akan diantar oleh sistem sirkulasi dengan

agen kimia kepada organ tubuh yang membutuhkan. Secara fisiologis,

kandungan unsur-unsur terapeutik dari bahan aromatik tersebut akan

memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi di dalam sistem tubuh. Bau

yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak yang

disebut nukleus rafe untuk mengeluarkan sekresi serotonin yang

menghantarkan kita untuk tidur (Setyoadi & Kushariyadi,2011).

2.1.3 Manfaat Aromaterapi

Manfaat aromaterapi menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) adalah

sebagai berikut :

1) Mengatasi insomnia dan depresi, meredakan kegelisahan

2) Mengurangi perasaan ketegangan

3) Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa

yang sering digabungkan dengan praktik pengobatan alternative

4) Aromaterapi tidak hanya bekerja bila ada gangguan, tetapi juga dapat

menjaga kestabilan ataupun keseimbangan sistem yang terdapat dalam

tubuh sehingga tubuh menjadi sehat dan menarik (Primadiati,2002).

5) Merupakan pengobatan holistis untuk menyeimbangkan semua fungsi

tubuh.
2.1.4 Indikasi & Kontraindikasi Aromaterapi

Indikasi dan kontraindikasi aromaterapi menurut Setyoadi & Kushariyadi

(2011) adalah sebagai berikut :

1) Indikasi

a. Digunakan untuk semua usia dan hampir semua jenis penyakit.

b. Klien lansia dengan artritis yang mengalami nyeri dan

kecemasan

c. Klien lansia yang mengalami insomnia dan depresi

d. Klien yang mengalami kegelisahan dan perasaan terganggu

2) Kontraindikasi

a. Klien yang menderita penyakit kanker

b. Klien dengan gangguan sirkulasi

c. Klien dengan gangguan jantung

d. Tidak menggunakan minyak lavender atau minyak esensial

lainnya pada seseorang yang menderita migrain dan jangan

digunakan pada mata

e. Kelainan atau penyakit kulit seperti infeksi

f. Peradangan akibat gigitan serangga

g. Varises

h. Patah tulang atau jaringan parut yang baru

i. Luka memar

j. Klien dengan hipertensi sebaiknya tidak menggunakan minyak

esensial rosemary dan spike lavender.

k. Klien dengan asma parah atau riwayat beberapa alergi.


2.1.5 Aromaterapi Lavender

Aroma terapi merupakan terapi modalitas atau pengobatan alternatif

dengan menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan cairan

tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari tumbuhan.

Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan yang

dikenal sebagai minyak esensial (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan aromaterapi adalah bunga

lavender. Penggunaan aromaterapi bunga lavender (Lavandula

angustifolia) salah satunya dengan cara inhalasi untuk mendapatkan

manfaat langsung kedalam tubuh. Aromaterapi bunga lavender

mengandung linalool yang berfungsi sebagai efek sedative (Ramadhan &

Zettira, 2017).

2.1.6 Lavender Pillow Spray

Lavender pillow spray adalah suatu inovasi terbaru aromaterapi yang

berasal dari minyak esensial dari bunga lavender yang cara pemakaiannya

di semprotkan (spray) di tempat tidur khususnya di bantal, guling, selimut.

Cara pembuatan lavender pillow spray menurut idntimes.com Elisabeth

(2018) adalah sebagai berikut

Bahan :

1) Wadah tertutu untuk mencampur bahan

2) 2 sendok makan alcohol

3) 10 tetes lavender oil

4) 6 sendok makan air

Cara pembuatan :
1) Campur alkohol dan lavender oil dalam suatu wadah tertutup

2) Kocok sekitar 15-20 detik, agar bahan tercampur dengan rata

3) Kemudian masukan air dan kocok lagi

4) Tuang cairan yang sudah tercampur kedalam botol spray

Cara penggunaan : Cara penggunaan lavender pillow spray cukup mudah,

yaitu dengan cara semprotkan lavender pillow spray ke bantal, guling,

selimut dan tunggu selama 60 menit sebelum beranjak untuk tidur.

2.1.7 Mekanisme Lavender Pillow Spray Menurunkan Insomnia

Aromaterapi bunga lavender mengandung linool yang berfungsi sebagai

efek sedative sehingga ketika seseorang menghirup aromaterapi bunga

lavender maka aroma yang dikeluarkan akan menstimulasi reseptor sillia

saraf olfactorius yang berada di epitel olfactory untuk meneruskan aroma

tersebut ke bulbus olfactorius melalui saraf olfactorius. Bulbus olfactorius

berhubungan dengan system limbik.

Sistem limbik menerima semua informasi dari system pendengaran,

system penglihatan, dan system penciuman. Limbik adalah struktur bagian

dalam dari otak yang berbentuk seperti cincin yang terletak di bawah

korteks serebri. Bagian terpenting dari sistem limbik yang berhubungan

dengan aroma adalah amygdala dan hippocampus.

Amygdala merupakan pusat emosi dan hippocampus yang berhubungan

dengan memori (termasuk terhadap aroma yang dihasilkan bunga

lavender) kemudian melalui hipotalamus sebagai pengatur maka aroma

tersebut akan dibawa kedalam bagian otak raphe. Efek dari nucleus raphe

yang terstimulasi yaitu terjadinya pelepasan serotonin yang merupakan


neurotransmitter yang mengatur permulaan untuk tidur (Ramadhan &

Zettira, 2017).

2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Pengertian Tidur

Tidur merupakan suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan

tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan

masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda

(Tarwoto & Wartonah, 2010).

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi

individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang , dan dapat

dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup

(Asmadi, 2016).

2.2.2 Tahapan Tidur

Normalnya, tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement

(NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang

terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama

siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90

menit sebelum tidur berakhir. Tahapan tidur menurut Tarwoto &

Wartonah (2010) yakni sebagai berikut :

1) Tahapan tidur NREM

a. NREM tahap I

Tingkat transisi, merespon cahaya, berlangsung beberapa menit,

mudah terbangun dengan rangsangan, aktivitas fisik, tanda vital,

dan metabolisme menurun, bila terbangun terasa sedang mimpi.


b. NREM tahap II

Periode suara tidur, mulai relaksasi otot, berlangsung 10-20 menit,

fungsi tubuh berlangsung lambat, dapat dibangunkan dengan

mudah.

c. NREM tahap III

Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibangunkan,

relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung

15-30 menit.

d. NREM tahap IV

Tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, butuh stimulasi intensif,

untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun, sekresi lambung

menurun, gerak bola mata cepat.

2) Tahapan tidur REM

Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM, pada

orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya, jika

individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi mimpi, tidur

REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam

belajar, memori, dan adaptasi.

Karakteristik tidur REM

a. Mata : cepat tertutup dan terbuka.

b. Otot-otot : kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.

c. Pernafasan : tidak teratur, kadang dengan apnea.

d. Nadi : cepat dan ireguler.

e. Tekanan darah : meningkat atau fluktuasi.


f. Sekresi gaster : meningkat.

g. Metabolisme : meningkat, temperatur tubuh naik.

h. Gelombang otak : EEG aktif

i. Siklus tidur : sulit dibangunkan

2.2.3 Pola Tidur Lansia

Pola tidur normal menurut Tarwoto & Wartonah (2010) yaitu sebagai

berikut :

1) Tidur kurang lebih 6 jam/hari.

2) Tahap REM 20-25%.

3) Tahap NREM IV menurun dan kadang-kadang absen.

4) Sering terbangun pada malam hari.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur menurut Tarwoto & Wartonah

(2010) yaitu sebagai berikut :

1) Penyakit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih

banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien

dengan gangguan pernafasan seperti asma, bronchitis, penyakit

kardiovaskuler, dan penyakit persyarafan.

2) Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,

kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan

menghambat tidurnya.
3) Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan

untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.

4) Kelelahan

Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

5) Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum

alkohol dapat mengakibatkan insomnia.

6) Kecemasan

Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis

sehingga mengganggu tidurnya.

7) Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara

lain :

a. Diuretik : menyebabkan insomnia.

b. Antidepresan : menyupresi REM.

c. Kafein : meningkatkan saraf simpatis.

d. Beta-bloker : menimbulkan insomnia.

e. Narkotika : menyupresi REM.

2.2.5 Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan kepuasan terhadap tidur, sehingga orang tersebut

tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu,

dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva


merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau

mengantuk (Hidayat dalam Sagala, 2011).

Tidur dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi

berselang-seling empat sampai enam kali (Rasyad, 2009). Hidayat dalam

Sagala (2011) menyatakan bahwa kualitas seseorang dikatakan baik

apabila tidak menunjukan kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah

tidur. Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan

psikologis. Tanda dan respon menurun, dan kemampuan memberikan atau

keputusan menurun (Hidayat dalam Sagala, 2011).

Buysee et al., (1989) melakukan penelitian tentang kualitas tidur dan pola

tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI

membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan

pemeriksaan tujuh komponen yaitu, kualitas tidur subyektif, latensi tidur,

lama tidur malam,efisiensi tidur, gangguan tidur malam, menggunakan

obat tidur, terganggunya aktivitas di siang hari. Nilai skor PSQI berada

pada rentang 0 – 21, yang bermakna bahwa apabila skor ≤5 berarti kualitas

tidur baik, dan jika skor >5 kualitas tidur buruk (Fandiani, dkk, 2017).

2.2.6 Kualitas Tidur Lansia

Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh meningkatnya

latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan

kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses

degenerative system dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan

fungsi neurotransmitter menyebabkan menurunya produksi hormone

melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga


lansia akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM,

bahkan hamper tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam. Tidur pada lansia

mengalami perubahan seiring dengan terjadinya proses menua yang

membawa perubahan fisik pada system saraf yang dapat mempengaruhi

aktivasi dari sel-sel serebral. Jumlah saraf-saraf mulai menurun yang

diikuti oleh penurunan efisiensi system saraf. Saraf perifer juga mengalami

degenerasi yang menyebabkan penurunan kecepatan konduksi sensorik

dan motorik. Perubahan system saraf lansia menyebabkan sebuah

kebutuhan terhadap stimulasi yang lebih besar untuk memperoleh respond

dan dapat juga menimbulkan respon yang lambat terhadap stimuli.

Terjadinya penurunan sensorik seperti kemampuan untuk melihat pada

lansia mengurangi sensitivitas terhadap stimulus eksternal seperti cahaya

atau gelap yang mempengaruhi pola tidur (Sagala, 2011).

Shneerson dalam Potter & Perry (2010) menyebutkan pada lansia juga

mengalami perubahan irama sirkadian yang mempengaruhi denyut nadi,

suhu tubuh, volume urin yang disekresikan dan eksresi dari potasium urin.

Perubahan fisiologis ini sering mengakibatkan perubahan irama tidur pada

lansia. Perubahan irama ini berbeda pada masing-masing individu.

Namun, pada umumnya lansia tidak memiliki kecukupan tidur selama 8

jam tanpa terganggu.

Kesulitan tidur meningkat seiring dengan pertambahan usia. Lebih dari

50% individu dengan usia 65 tahun atau lebih mendapatkan masalah

dengan tidur.
Weinrich dalam Potter & Perry (2010), mengatakan penurunan kualitas

tidur pada lansia mengakibatkan penurunan kepuasan tidur pada lansia.

Penelitian terdahulu telah melaporkan keluhan-keluhan subjektif populasi

lansia terhadap tidurnya, mereka merasa tidak puas dengan tidurnya bila

dibandingkan dengan individu yang lebih muda, 25% sampai 40% lansia

mengeluh tentang kualitas tidurnya termasuk seringnya terbangun di

malam hari dan waktu bangun yang terlalu awal di pagi hari. Penggunaan

obat tidur mengubah pola tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang

hari, yang kemudian menjadi masalah bagi individu. Obat yang diresepkan

untuk tidur sering menyebabkan lebih banyak masalah daripada manfaat.

Obat golongan antidepresan diantaranya benzodiazepine dan

amfetamin merupakan obat yang membantu seseorang

yang mengalami kesulitan tidur. Lansia mengkonsumsi berbagai obat

untuk mengontrol dan mengobati penyakit kronik dan efek gabungan

beberapa obat bisa sangat mengganggu tidur (Potter & Perry, 2010).

2.2.7 Kuantitas Tidur

Kuantitas tidur merupakan jumlah waktu tidur untuk istirahat pada siang

dan malam hari yang biasanya dihitung dengan jumlah waktu atau jam.

Kuantitas tidur yang biasa juga disebut pola tidur berdasarkan tingkat

perkembangan usianya, lansia memiliki kebutuhan jam tidur sekitar 6 jam

sehari, 20-25% tidur REM, tiap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak

ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur

(Asmadi, 2016).
Thompson & Franklin (2010) menyatakan bahwa kualitas tidur berbeda

dengan kuantitas tidur. kuantitas tidur adalah lama waktu tidur

berdasarkan jumlah jam tidur sedangkan kualitas tidur mencerminkan

keadaan tidur yang restorative dan dapat menyegarkan tubuh keesokan

harinya. Kuantitas tidur yang buruk mencangkup durasi tidur pendek

sedangkan kualitas tidur yang buruk mencangkup kesulitan untuk tidur,

seringkali terbangun di malam atau dini hari.

Ketenangan tidur merupakan waktu yang diperlukan untuk memulai tidur

pada malam hari, normalnya seseorang akan mencapai tidur kurang dari 15

menit setelah merebahkan diri ke tempat tidur. Pola tidur berdasarkan

tingkat perkembangan usianya, lansia memiliki tidur sekitar 6 jam sehari,

20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak

ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur

malam hari (Asmadi, 2016).

2.2.8 Kuantitas Tidur Lansia

Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia, dimana pada

usia lebih dari 60 tahun, jumlah jam tidur sebanyak 6 jam (Maryam, dkk,

2010).

Semakin bertambah usia efisiensi tidur semakin berkurang. Efisiensi tidur

diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring

di tempat tidur. Kebutuhan tidur pun semakin menurun karena dorongan

homostatik untuk tidurpun berkurang. Hal ini dialami oleh para lansia.

Pada lansia, wanita lebih banyak mengalami insomnia dibandingkan pria.

Mengantuk di siang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan ini dapat
mempengaruhi jadwal tidur bangunnya di malam hari. Perubahan yang

sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat,

terutama pada stadium 4 gelombang alfa menurun, dan meningkatnya

frekuensi terbangun dimalam hari atau meningkatnya frakmentasi tidur

karena sering terbangun. Gangguan juga terjadi dalamnya tidur sehingga

lansia sangat sensitive terhadap stimulus lingkungan. Rikmik sirkadian

tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologis lansia lebih

pendek dan fase tidur lebih maju. Seringnya bangun di malam hari

menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur di siang hari.

Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan

fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun terkait

oleh kemampuan organ dalam tubuh yang menurun juga seperti jantung,

paru- paru dan ginjal. Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh

dan kekebalan tubuh berpengaruh. Pada lansia biasanya insomnia lebih

sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek samping (sekunder) dari

penyakit seperti nyeri sendi, osteoporosis, payah jantung, Parkinson, dan

depresi. Jika penyebab utamanya tidak diatasi, dengan sendirinya

gangguan tidur tidak akan pernah teratasi. Pada kondisi seperti ini obat

tidur bukan solusi yang tepat. Lansia amat mudah lelah sehingga tertidur

di siang hari (Sunarto, 2011).

2.2.9 Gangguan Tidur

Gangguan tidur menurut Tarwoto & Wartonah (2010) yaitu sebagai

berikut :

1) Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas

dan kuantitas tidur. Tiga macam insomnia, yaitu : insomnia inisial

(initial insomnia) adalah tidak adanya ketidakmampuan untuk tidur ;

insomnia intermiten (intermitent insomnia) merupakan

ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan kemampuan tidur

karena sering terbangun ; dan insomnia terminal (terminal insomnia)

adalah bangun lebih awal tetapi tidak pernah tertidur kembali.

Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik, kecemasan, dan

kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.

2) Hipersomnia

Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam, biasanya

disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit

ginjal, liver, dan metabolisme.

3) Parasomnia

Merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur anak seperti

samnohebalisme (tidur sambil berjalan).

4) Narkolepsi

Suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh keinginan yang tidak

terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama

dengan orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah

atau endokrin.

5) Apnea tidur dan mendengkur

Mengdengkur bukan dianggap sebagai gangguan tidur, namun bila

disertai apnea maka bisa menjadi masalah. Mendengkur disebabkan


oleh adanya rintangan pengeluaran pengeluaran udara di hidung dan

mulut, misalnya amandel, adenoid, otot-otot di belakang mulut

mengendor dan bergetar. Periode apnea berlangsung selama 10 detik

sampai 3 menit.

6) Mengigau

Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur

REM.

2.3 Konsep Gangguan Pola Tidur Menurut SDKI, SLKI, dan SIKI

2.3.1 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dengan Diagnosa

Keperawatan Gangguan Pola Tidur

2.3.1.1 Definisi

Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada kualitas dan

kuantitas waktu tidur seseorang akibat factor eksternal (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI,2016).

2.3.1.2 Penyebab Gangguan Pola Tidur

Adapun penyebab yang dapat menyebabkan seseorang mengalami

gangguan pola tidur (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

1) Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu,

lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal

pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2) Kurang kontrol tidur

3) Kurang privasi

4) Restraint fisik

5) Ketiadaan teman tidur


6) Tidak familiar dengan peralatan tidur

2.3.1.3 Tanda Dan Gejala Gangguan Pola Tidur

Klien mengalami gangguan pola tidur biasanya akan menunjukan gejala

dan tanda mayor maupun tanda minor seperti berikut (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2016) :

1) Gejala dan tanda mayor

a. Secara subyektif pasien mengeluh sulit tidur, mengeluh sering

terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,

dan mengeluh istirahat tidak cukup.

b. Secara obyektif tidak tersedia gejala mayor dari gangguan pola

tidur

2) Gejala dan tanda minor

a. Secara subyektif pasien mengeluh kemampuan beraktifitas

menurun

b. Secara obyektif tidak tersedia gejala minor dari gangguan pola

tidur

2.3.1.4 Kondisi Klinis Terkait

Kondisi klinis terkait yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) :

1) Nyeri/kolik

2) Hipertiroidisme

3) Kecemasan

4) Penyakit paru obstruktif kronis

5) Kehamilan

6) Periode pasca partum


7) Kondisi operasi

2.3.2 Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dengan Diagnosa

Keperawatan Gangguan Pola Tidur

2.3.2.1 Kriteria Hasil (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018)

Pola Tidur (L.05045)

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat

menurun meningkat
Keluhan 1 2 3 4 5

sulit tidur
Keluhan 1 2 3 4 5

sering

terjaga
Keluhan 1 2 3 4 5

tidak puas

tidur
Keluhan 1 2 3 4 5

pola tidur

berubah
Keluhan 1 2 3 4 5

istirahat

tidak cukup
Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun

meningkat menurun
Kemampuan 1 2 3 4 5

beraktivitas

2.3.3 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan Diagnosa

Keperawatan Gangguan Pola Tidur


2.3.3.1 Intervensi Gangguan Pola Tidur (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018)

1) Dukungan Tidur (l.05174)

Definisi :

Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur.


Tindakan :

Observasi

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur

- Identifikasi factor pengganggu tidur (fisik dan/atau pasikologi)

- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur

(mis. Kopi, the, alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum

air banyak sebelum tidur)

- Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik

- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu,

matras, dan tempat tidur)

- Batasi waktu tidur siang

- Tetapkan jadwal tidur rutin

- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.

Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)

- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk

menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi

- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur


- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu

tidur

- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung

supresor terhadap tidur REM

- Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan

pola tidur (mis. Psikologi, gaya hidup, sering berubah shift

kerja)

- Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara non farmakologi

lainnya

2) Terapi Relaksasi (I.09326)

Definisi :

menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala

ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan.


Tindakan :

Observasi

- Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan

berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan

kognitif

- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan

- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik

sebelumnya

- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan

suhu sebelum dan sesudah latihan

- Monitor respon terhadap terapi relaksasi


Terapeutik

- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan

pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan

- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur

teknik relaksasi

- Gunakan pakaian longgar

- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama

- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik

atau tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi

yang tersedia (mis. Music, meditasi, nafas dalam, relaksasi)

- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih

2.4 Konsep Lansia

2.4.1 Definisi Lansia

Menurut Efendi (2012) lanjut usia merupakan keadaan yang ditandai oleh

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia disebutkan

bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun. Menua bukanlah suatu penyakit, namun merupakan proses

penurunan serta perubahan daya tahan tubuh dalam menghadapi

kehidupan.

Pada lanjut usia akan mengalami perubahan pada tubuhnya yaitu

perubahan fisik, mental, psikososial serta spiritual. Biasanya lansia akan

lebih intensif serta mencoba lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

2.4.2 Batasan-Batasan Lansia

1) Batasan umur lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO,

2015), ada empat tahap, yakni :

1. Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)

2. Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)

3. Lanjut usia muda (old) (75-90 tahun)

4. Usia sangat tua (very old) (diatas 90 tahun)

2) Menurut Dra. Ny Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia),

lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat

dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Fase iuventus, antara usia 25 sampai 40 tahun

2. Fase verilitas, antara usia 40 sampai 50 tahun

3. Fase praesenium, antara usia 55 sampai 65 tahun

4. Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia

2.4.3 Teori Proses Menua

Teori proses menua menurut Aspiani (2014), ada 3 teori yaitu :

1) Teori biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa

proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan

fungsi tubuh selama masa hidup (Zairt,1980). Teori ini lebih

menekankan pada perubahan-perubahan kondisi tingkat struktural

sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis.

a. Teori genetik clock

Teori genetik clock menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat

adanya program jam genetik di dalam nuklei. Jam ini akan berputar

dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putaranya

maka akan menyebabkan berhentinya proses mitosis.

b. Teori eror

Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya

berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat

kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang

dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.

c. Teori autoimun

Pada teori autoimun penuaan dianggap disebabkan oleh adanya

penurunan fungsi sistem imun.

d. Teori free radical

Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi

akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi

oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh.

e. Teori kolagen

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh rusak.


f. Wear teori biologi

Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan

kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel

jaringan.

2) Teori psikososial

a. Activity theory (teori aktivitas)

Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis

dan aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan

dalam kehidupan di hari tua (Havigurst&Albrech,1963).

b. Continuitas theory (teori kontinuitas)

Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang

selalu terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi

oleh orang lanjut usia. adanya suatu kepribadian berlanjut yang

menyebabkan adanya suatu pola perilaku yang meningkatkan stres.

c. Disanggement theory

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat,

hubungan dengan individu lain.

d. Teori stratisfikasi usia

Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat

proses penuaan.

e. Teori kebutuhan manusia

Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan

tidak semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna.

f. Jung theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam

perkembangan kehidupan.

g. Course of human life theory

Seorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat

maksimumnya.

h. Devlopment task theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai

dengan usianya.

3) Environmental theory (teori lingkungan)

a. Radiation theory (teori radiasi)

Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena

sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang

mikro yang telah menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat

mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel hidup atau

bahkan rusak dan mati.

b. Stress theory (teori stres)

Stres fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan pengeluaran

neurotransmiter tertentu yang dapat mengakibatkan perfusi

jaringan menurun sehingga jaringan mengalami kekurangan

oksigen dan mengalami gangguan metabolisme sel sehingga terjadi

penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas

membran sel.

c. Pollution theory (teori polusi)


Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami

gangguan pada sistem psikoneuro imunologi yang seterusnya

mempercepat terjadinya proses menua dengan perjalananyang

masih rumit untuk dipelajari.

d. Exposure theory (teori pemaparan)

Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip

dengan sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA

sehingga proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi

2.4.4 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia menurut Aspiani

(2014) adalah sebagai berikut :

1) Perubahan fisik

a. Sel

Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukuranya, berkurangnya

jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, jumlah

sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak

menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%.

b. Sistem kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan

menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan

menurunya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas

pembuluh darah, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.


c. Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas.

Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang,

oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbondioksida

pada arteri tidak berganti,kemampuan untuk batuk berkurang.

d. Sistem persyarafan

Berat otak menurun 10-20 % (setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya), cepatnya menurun hubungan

persyarafan, lambat dalam merespon dan waktu untuk bereaksi

khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindera

:berkurangnya penglihatan hilangnya pendengaran.

e. Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera oengecap menurun, esofagus melebar,

asam lambung menurun, peristaltik melemah dan biasanya timbul

konstipasi.

f. Sistem genitourinaria

Pada ginjal, nefron mengecil dan menjadi atropi, aliran darah ke

ginjal menurun sampai 50 %. Fungsi tubulus berkurang akibatnya

berkurangnya kemampuan mengonsentrasikan urin. Pada vesika

urinaria (kandung kemih), otot kandung kemih menjadi lemah,

kapasitasnya menurun samapai 200 ml atau menyebabkan

frekuensi urin meningkat, kandung kemih susah di kosongkan pada


pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi

urin.

g. Sistem endokrin

Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid

dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid,

menurunya BMR (Basal Metabolic Rate), menurunnya produksi

aldosteron, menurunnya sekresin hormon kelamin (progesteron,

estrogen, dan testosteron).

h. Sistem pendengaran

Presbikusis (gangguan pada pendengaran), Hilangnya kemampuan

(daya) pendengaran pada telinga dalam terutama pada bunyi suara

atau nada-nada yang tinggi, Membran timpani menjadi atropi

menyebabkan otosklerosis, Terjadinya pengumpulan serumen dan

dapat mengeras karena meningkatnya keratin.

i. Sistem penglihatan

Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respons terhadap

sinar, Kornea lebih berbentuk sferis (bola), Lensa lebih suram

(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak dan menyebabkan

gangguan penglihatan, Hilangnya daya akomodasi, menurunya

lapang pandang, berkurangnya luas pandangannya, Susah melihat

dalam cahaya gelap dan menurunya kemampuan membedakan

warna biru atau hijau pada skala.

j. Sistem integument
Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses

keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel

epidermis), menurunnya respon terhadap trauma, berkurangnya

elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi,

pertumbuhan kuku lebih lambat, kelenjar keringat berkurang

jumlah dan fungsinya.

k. Sistem musculoskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan

osteoporosis, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku,

tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

l. Sistem reproduksi dan seksualitas

Pada wanita terjadi atropi payudara, pada pria testis masih dapat

memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur.Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70

tahun (dengan kondisi kesehatan baik).Selaput lendir vagina

menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang

reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan

warna.

2) Perubahan psikososial

a. Pensiun (kehilangan finansial, kehilangan status,

kehilangan keluarga/kerabat, kehilangan

pekerjaan/kegiatan)

b. Merasakan atau sadar akan kematian


c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan,

bergerak lebih sempit.

d. Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya biaya

hidup, bertambahnya biaya pengobatan.

e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan

f. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social

g. Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman-teman dan keluarga.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

2.5 Konsep Insomnia

2.5.1 Definisi Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan

untuk melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya

perubahan pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan

insomnia mencangkup ketidakmampuan untuk kembali tidur dan

terbangun pada dini hari. Karena insomnia merupakan gejala, maka

perhatian harus diberikan pada faktor-faktor biologis, emosional, medis,

dan kebiasaan tidur yang buruk (Potter & Perry, 2010).

2.5.2 Etiologi Insomnia

Faktor-faktor penyebab insomnia menurut Munir (2015) yakni sebagai

berikut :

1) Stres
Kekhawatiran, kesehatan, atau keluarga dapat membuat pikiran

menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa

kehidupan yang penuh stres, seperti kematian keluarga/kerabat,

perceraian, atau kehilangan pekerjaan dapat menyebabkan insomnia.

2) Kecemasan dan depresi

Hal yang mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak

atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

3) Obat-obatan

Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk

beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,

stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

4) Kafein, nikoton, dan alcohol

Minuman yang mengandung kafein kafein seperti teh dan kopi.

Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia.

Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang untuk

tertidur, tetapi dapat menyebabkan terbangun di tengah malam.

5) Kondisi medis

Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernafas dan

sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami

insomnia lebih besar di bandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.

Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal

jantung, penyakit paru-paru, stroke, penyakit parkinson, dan penyakit

alzheimer.

2.5.3 Klasifikasi Insomnia


Menurut Potter & Perry (2010), insomnia dibagi dalam tiga golongan

besar, yaitu :

1) Transient insomnia

Insomnia yang berlangsung beberapa hari sampai seminggu. Mereka

yang menderita transient insomnia biasanya adalah mereka yang

termasuk orang yang tidur secara normal, tetapi dikarenakan suatu

stres atau suatu situasi penuh stres yang berlangsung untuk waktu tidak

terlalu lama (misalnya perjalanan jauh dengan pesawat terbang yang

melampaui zona waktu, hospitalisasi, dan sebagainya), tidak bisa tidur.

Pemicu utama dari transient insomnia yaitu, penyakit akut, cidera atau

pembedahan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,

perubahan cuaca yang ekstrim, menghadapi ujian, perjalanan jauh,

masalah dalam pekerjaan.

2) Short-tern insomnia

Insomnia yang berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan.

Mereka yang menderita short-tern insomnia adalah mereka yang

mengalami stres situasional (kehilangan atau kematian seseorang yang

dekat, perubahan pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, pemindahan

dan lingkungan tertentu ke lingkungan lain, atau penyakit fisik).

Biasanya insomnia yang demikian itu lamanya tiga minggu dan akan

pulih pada biasanya.

3) Long-tern insomnia

Insomnia yang terjadi setiap saat, menimbulkan penderitaan dan

berlangsung sebulan atau lebih (kadang-kadang bertahun-tahun). Yang


lebih serius adalah insomnia kronik, yaitu long-tern insomnia. Untuk

dapat mengobati insomnia jenis ini maka tidak boleh dilupakan untuk

mengadakan pemeriksaan fisik dan psikiatrik yang terinci dan

komprehensif untuk dapat mengetahui etiologi dari insomnia ini.

Diluar negeri untuk kepentingan ini telah didirikan beberapa klinik

insomnia, yang antara lain mengkhususkan diri untuk menegakan

diagnosis yang terinci dan sebab insomnia dengan pemberian terapi

yang sesuai. Insomnia ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun dan perlu diobati dengan cara yang tersedia kini yaitu

dengan teknik tertentu untuk tidur atau obat-obatan sesuai dengan

gangguan utama yang diderita pasien.

2.5.4 Patofisiologi Insomnia

Setiap masalah yang terjadi dalam hidup seseorang merupakan sebuah

stresor bagi tubuh. Tubuh akan memberikan respon terhadap stresor

tersebut dengan melakukan mekanisme hipotalamus-pituitari-aksis (HPA).

Dalam mekanisme ini, hipotalamus akan menghasilkan corticotropin

releasing hormone (CRH) yang merangsang hipofisis menghasilkan

adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH dilepas ke dalam aliran

darah dan menyebabkan korteks kelenjar adrenal melepas hmon kortisol.

Kadar kortisol yang tinggi menyebabkan melatonin darah menjadi rendah,

kemudian merangsang sistem saraf simpatis sehingga menyebabkan

kondisi terus terjaga (Sunaryo,dkk.2015).

2.5.5 Tanda dan Gejala Insomnia


Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari, sering terbangun pada

malam hari, bangun tidur terlalu awal, kelelahan atau mengantuk pada

siang hari, iritabilitas, depresi atau kecemasan, konsentrasi dan perhatian

berkurang, peningkatan kesalahan dan kecelakaan, ketegangan dan sakit

kepala, gejala gastrointestinal (Pieter, dkk,2011).

2.5.6 Penatalaksanaan Insomnia

1) Farmakologi

Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat tidur. Obat

tidur dapat membantu klien jika digunakan dengan benar. Tetapi

penggunaan jangka panjang dapat mengganggu tidur dan

menyebabkan masalah yang lebih serius. Salah satu kelompok obat

yang aman digunakan adalah benzodiazepine. Benzodiazepine

menimbulkan efek relaksasi, antiansietas, dan hipnotik dengan

menfasilitasi kerja neuron di sistem saraf pusat yang menekan

responsivitas terhadap stimulus sehingga dapat mengurangi terjaga

(Potter & Perry 2010)

2) Non farmakologi

a. Terapi pengaturan tidur

Terapi pengaturan tidur ditujukan untuk mengatur jadwal tidur

penderita mengikuti irama sirkadian tidur normal penderita dan

penderita harus disiplin menjalankan waktu tidurnya.

b. Terapi psikologi

Terapi psikologi ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau

stress berat yang menyebabkan penderita sulit tidur.


c. Terapi relaksasi

Terapi relaksasi dapat dilakukan terapi nafas dalam, relaksasi otot

progresif, latihan pasrah diri, terapi musik dan aromaterapi

(Sitralita, 2010).

2.5.7 Dampak Insomnia

Dampak merugikan yang timbul dari gangguan tidur (insomnia) yaitu

menurut Asmadi (2016) :

1) Depresi.

2) Kesulitan untuk berkonsentrasi.

3) Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu.

4) Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan.

5) Mengalami kelelahan di siang hari.

6) Meningkatkan resiko kematian.

7) Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan

yang berlebihan

8) Memunculkan berbagai penyakit fisik

2.5.8 Alat Ukur Insomnia

Untuk mengukur gangguan pola tidur khususnya untuk insomnia

menggunakan insomnia rating scale. Jumlah skor maksimum untuk

insomnia rating scale ini adalah 25. Seseorang dapat dikatakan insomnia

apabila skornya lebih atau sama dengan 10. Perhitungan tersebut

berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan KSPBJ-IRS pada 175

pasien non psikiatrik pada poliklinik umum untuk keluhan gangguan tidur.

Analisa statistic KSPBJ-IRS dan keluhan insomnia dengan skor lebih dari
10 merupakan spesifitas yang optimal dan prediktif value dari keluhan

insomnia. Klasifikasi gangguan tidur < 10 : tidak ada gangguan tidur, > 10

ada atau mengalami gangguan tidur (Aspuah, 2017)

Skala pengukuran insomnia ini tersusun atas 8 pertanyaan terdiri dari :

a. Lamanya tidur

Nilai 0 : untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam

Nilai 1 : untuk jawaban 5 jam 30 menit sampai 6 jam 30 menit

Nilai 2 : untuk jawaban antara 4 jam 30 menit sampai 5 jam 30 menit

Nilai 3 : untuk jawaban tidur kurang dari 4 jam 30 menit

b. Mimpi-mimpi

Nilai 0 : untuk jawaban tidak bermimpi sama sekali

Nilai 1 : untuk jawaban terkadang mimpi dan mimpi yang

menyenangkan

Nilai 2 : untuk jawaban selalu bermimpi dan mimpi yang mengganggu

Nilai 3 : untuk jawaban selalu mimpi buruk dan tidak menyenangkan

c. Kualitas tidur

Nilai 0 : untuk jawaban tidur sangat lelap dan sulit terbangun

Nilai 1 : untuk jawaban tidur nyenyak dan sulit terbangun

Nilai 2 : untuk jawaban tidur tidak nyenyak dan sangat mudah untuk

terbangun

d. Masuk tidur

Nilai 0 : untuk jawaban memulai waktu tidur kurang dari 5 menit

Nilai 1 : untuk jawaban memulai waktu tidur antara 5 menit sampai 15

menit
Nilai 2 : untuk jawaban memulai waktu tidur antara 16 sampai 29

menit

Nilai 3 : untuk jawaban memulai waktu tidur antara 30 sampai 44

menit

Nilai 4 : untuk jawaban memulai waktu tidur antara 45 sampai 60

menit

Nilai 5 : untuk jawaban memulai waktu tidur lebih dari 60 menit

e. Bangun malam hari

Nilai 0 : untuk jawaban tidak terbangun sama sekali

Nilai 1 : untuk jawaban terbangun 1-2 kali

Nilai 2 : untuk jawaban terbangun 3-4 kali

Nilai 3 : untuk jawaban terbangun lebih dari 4 kali

f. Waktu untuk kembali tidur setelah bangun malam hari

Nilai 0 : untuk jawaban kurang dari 5 menit

Nilai 1 : untuk jawaban antara 6-15 menit

Nilai 2 : untuk jawaban antara 16-60 menit

Nilai 3 : untuk jawaban lebih dari 1 jam

g. Bangun dini hari

Nilai 0 : untuk jawaban pada waktu biasanya

Nilai 1 : untuk jawaban 30 menit lebih cepat dari biasanya dan tidak

bisa tidur lagi

Nilai 2 : untuk jawaban bangun 1 jam lebih cepat dan tidak bisa tidur

lagi
Nilai 3 : untuk jawaban lebih dari 1 jam bangun lebih awal dan tidak

dapat tidur kembali

h. Perasaan segar diwaktu bangun

Nilai 0 : untuk jawaban perasaan segar

Nilai 1 : untuk jawaban tidak begitu segar

Nilai 2 : untuk jawaban tidak segar sama sekali

2.6 Penelitian-Penelitian Intervensi Aromaterapi Lavender Menurunkan

Insomnia

2.7 Konsep Teori Dorothea Orem

2.7.1 Latar Belakang

Dorothea E. Orem lahir di Amerika Serikat, 22 juli 1914 di Balimore

Maryland. Tahun 1934, Orem memulai pendidikan keperawatannya

dengan menempuh pendidikan D3 keperawatan di Providence Hospital

School di Washington DC. Gelar sarjana keperawatan didapatnya setelah

menyelesaikan pendidikan di Cathonic University of America (CUA)

tahun 1939. Tahun 1946, Orem menyelesaikan pendidikan S2 nya di

Cathonic University of America (CUA). Pengalaman kerja sebagai

preawat telah Orem jalani sejak tahun 1940. Dimana karirnya sebagai

perawat dimulai dengan bekerja sebagai perawat di ruang operasi, perawat

pribadi, perawat di unit penyakit dalam dan bedah anak maupun dewasa.

Orem juga pernah mengajar biologi. Orem juga pernah menjabat sebagai

direktur sekolah perawat dan kepala departemen keperawatan di

Providence Hospital Detroid. Tahun 1949, orem memulai kerjanya

ditempat baru sampai tahun 1957 di Indiana. Di tempat barunya ini, orem
bekerja di Institusi Pelayanan Dewan Kesehatan Negara Bagian Indiana.

Orem memiliki visi dan misi untuk meningkatkan kualitas keperawatan di

rumah sakit seluruh bagian Amerika. Tahun 1957-1960. Orem

memutuskan untuk pindah ke Washington DC dan bekerja sebagai

konsultan kurikulum. Di Washington DC, Orem terlibat dalam proyek

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan perawat praktisi. Berdasarkan

pengalamannya tersebut mamacu Orem untuk mengetahui masalah pokok

keperawatan yang ada. Usaha demi usaha Orem lakukan hingga akhirnya

Orem menulis buku dengan judul “Guides for Developing Curricula for

the Education of Practial Nurses”. Karir orem semakin berkembang

setelah dirinya diangkat sebagai professor pendidikan keperawatan dan

dekan di sekolah keperawatan CUA. Di sinilah Orem kembali

mengembangkan konsep keperawatan dan perawatan dirinya. Orem

kemudian membentuk komite model keperawatan yang berkembang

menjadi grup konferensi keperawatan. Tahun 1984, Orem pensium dari

pekerjaanya dan memfokuskan diri dalam mengembangkan teori

keperawatan deficit perawatan diri (Self-Care Deficit Nursing Theory

(SCDNT)). Orem meninggal dunia di usia 92 tahun, pada hari jumat, 22

juni 2007 di Skidaway Island, Georgia. Sebagai bentuk kehormatan atas

dedikasinya dalam bidang keperawatan, rekan-rekannya menulis jurnal

IOS yang mempublikasikan teori keperawatan Orem yaitu Self Care,

Dependen Care and Nursing (SCDCN) (Lestari & Ramadhaniyanti, 2018).

2.7.2 Pengertian
Model konsep keperawatan Dorothea E. Orem adalah model konsep self

care deficit dimana focus pertama dari model konseptual ini adalah

kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri

sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan dan

kesejahteraannya. Model konsep keperawatan Dorothea E. Orem ini

merupakan suatu landasan bagi perawat dalam memandirikan klien sesuai

tingkat ketergantungan (Muhlisin A & Indarwati, 2010).

2.7.3 Teori Self Care

Untuk memahami teori self care sangat penting terlebih dahulu memahami

konsep self care, self care agency, basic conditioning factor dan kebutuhan

self care therapeutic. Self care adalah performance atau praktek kegiatan

individu untuk berinisiatif dan membentuk perilaku mereka dalam

memelihara kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Jika self care

dibentuk dengan efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk

integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitanya dengan

perkembangan manusia. Self care agency adalah kemampuan manusia atau

kekuatan untuk melakukan self care. Kemampuan individu untuk

melakukan self care dipengaruhi oleh basic conditioning factor seperti ;

umur, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, orientasi

social budaya, system perawatan kesehatan (diagnostic, penatalaksanaan

modalitas), system keluarga, pola kehidupan, lingkungan serta

ketersediaan sumber.
Kebutuhan self care therapeutic (therapeutic self care demand) adalah

merupakan totalitas dari tindakan self care yang diinisiatif dan dibentuk

untuk memenuhi kebutuhan self care dengan menggunakan metode yang

valid yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Konsep

lain yang berhubungan dengan teori self care adalah self care requisite,

Orem mengidentifikasikan tiga kategori self care requisite :

1) Kebutuhan Universal

a. Asupan udara yang adekuat

b. Asupan makanan yang adekuat

c. Asupan air yang adekuat

d. Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi dan

kotoran

e. Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat

f. Keseimbangan antara kesendirian dan interaksi social dengan

orang lain

g. Pencegahan bahaya bagi kehidupan manusia, fungsi manusia, dan

kesejahteraan manusia.

h. Promosi fungsi dan perkembangan individu dalam kelompok social

sesuai dengan kemampuannya, keterbatasan dan keinginannya

untuk menjadi normal atau yang sesuai dengan karakteristik

genetic dan bakat yang dimilikinya (Lestari & Ramadhaniyati,

2018)

2) Kebutuhan perkembangan (Developmental)


Kebutuhan perkembangan merupakan kebutuhan yang terpisah dari

kebutuhan universal yang meliputi tiga hal yang teridentifikasi yaitu :

a. Layanan yang memfasilitasi perkembangan

b. Keterlibatan dalam perkembangan diri

c. Pencegahan efek negative yang dapat mempengaruhi kondisi

kesehatan pasien dalam kehidupan manusia (Aligood, 2014 dalam

Lestari & Ramadhaniyati, 2018).

3) Kebutuhan kesehatan

Perawatan diri dalam teori self care Orem ditujukan pada individu

yang sakit atau terluka dengan gangguan atau kondisi khusu seperti

gangguan patologis, disabilitas atau kecacatan. Gangguan patologis

dan disabilitas dapat mempengaruhi fungsi manusia secara

keseluruhan. Keadaan ini memunculkan ide untuk menunculkan

langkah-langkah perawatan diri yang dimulai dari diagnosis.

Kebutuhan akan kesehatan perawatan diri dipengaruhi oleh beratnya

penyimpangan atau gangguan patologis serta jangka waktu yang

dihadapi oleh individu (Aligood, 2014 dalam Lestari &

Ramadhaniyati,2018).

2.7.4 Teori Self Care Deficit

Self care deficit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum

dimana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan

dibutuhkan. Self care deficit merupakan hubungan dari sebuah pernyataan

dan gambaran antara ketergantungan deficit perawatan diri (self care

deficit) dengan dependen care agency. Identifikasi deficit perawatan diri


mengindikasikan bahwa individu membutuhkan bantuan lebih lanjut

(Lestari & Ramadhaniyati, 2018).


Kerangka Konseptual Dari Teori Orem :

Self
Care
R R

Self
R
care
agency Self Care
<
Demands

Deficit

R R

Conditioning Factor ConditioningFactor

Nursing
agency

Source : Reprinted from D.E Orem, Nursing: Conceptual of Practice, 6 th ed., p. 491 (St.Louis,
MO: Mosby, 2001). Used with permission of Walane E. Shields, heir of Dorothea E. Orem .

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa jika kebutuhan lebih

banyak dari kemampuan. Tindakan yang dilakukan oleh perawat pada saat

memberikan pelayanan keperawatan dapat digambarkan sebagai domain

keperawatan. Oram (2015) mengidentifikasi 5 area aktivitas keperawatan

yaitu :

1) Membina hubungan perawat dengan klien baik individu, kleuarga,

maupun kelompok

2) Menentukan kondisi klien yang memerlukan bantuan perawat


3) Berespon terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan klien akan

kontak dan bantuan perawat

4) Menetapkan, memberikan dan meregulasi bantuan langsung

5) Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan kehidupan

sehari-hari klien.

Merupakan hal utama dari teori general keperawatan menurut Orem.

Dalam teori ini keperawatan diberikan jika seorang dewasa (atau pada

kasus ketergantungan) tidak mampu atau terbatas dalam melakukan self

care secara efektif. Keperawatan diberikan jika kemampuan merawat

berkurang atau tidak dapat terpenuhi atau adanya ketergantungan. Orem

mengidentifikasi lima metode yang dapat digunakan dalam membantu self

care antara lain :

1) Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain

2) Memberikan petunjuk dan pengarahan

3) Memberikan dukungan fisik dan psikologis

4) Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung

pengembangan personal

5) Pendidikan.

2.7.5 Teori Nursing System

Teori nursing system merupakan kumpulan individu yang memiliki

pendidikan untuk membantu memenuhi kebutuhan perawatan diri orang

lain. Bantuan yang diberikan oleh agen keperawatan merupakan bantuan


yang sah dan mengandung unsur terapeutik (Lestari & Ramadhaniyati,

2018)
Wholly Compensatory
System

Menyelesaikan therapeutik self care klien

Tindakan perawat Membantu pasien yang mengalami


ketidakmampuan self care

Mendukung dan melindungi pasien

Partly Compensatory System

Melaksanakan pengukuran kemampuan self care


pasien

Tindakan Membantu pasien yang mengalami


perawat
keterbatasan self care

Mendampingi pasien memenuhi self care sesuai


kebutuhan

Melaksanakan pengukuran beberapa


kemampuan self care

Mengatur kemampuan self care


Tindakan
pasien

Menerima bantuan dan perawatan diri


perawat

Supportive Educative System

Memenuhi self care

Tindakan Tindakan
perawat pasien
Mengatur latihan dan pengembangan
kemampuan self care
Nursing system di desain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self

care dan kemampuan pasien self care. Jika ada self care deficit, self care

agency dan kebutuhan self care terapeutik makan keperawatan akan

diberikan. Nursing agency adalah suatu property atau atribut yang lengkap

diberikan untuk orang-orang yang telah di didik dan dilatih sebagai

perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain

untuk menemukan kebutuhan self care terapeutik mereka, melakui

pelatihan dan pengembangan self care agency.

Orem mengidentifikasi tiga klasifikasi nursing system pelayanan

keperawatan diantaranya :

1) System Bantuan Secara Penuh (Wholly Compensatory System)

Merupakan suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan

tindakan self care, dan menerima self care secara langsung serta

ambulasi harus dikontrol dan pergerakan dimanipulatif atau adanya

alas an-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang termasuk dalam

kategori ini yaitu ; tidak dapat melakukan tindakan self care missal

koma, tidak dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang

self care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan

manipulative, jika tidak mampu membuat keputusan yang tepat

tentang self carenya. Tindakan yang dilakukan perawat :

a. Menyelesaikan terapeutik self care klien

b. Kompensasi ketidakmampuan untuk self care

c. Pendukung dan melindungi klien.

2) System Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System)


Merupakan suatu situasi dimana antara perawat dank lien melakukan

perawatan atau tindakan lain dan perawat atau pasien mempunyai

peran yang besar untuk mengukur kemampuan melakukan self care.

Tindakan yang dilakukan perawat :

a. Menjalankan beberapa kegiatan self care

b. Kompensasi keterbatasan klien untuk self care

c. Membantu klien sesuai kebutuhan

Tindakan yang dilakukan pasien :

a. Menjalankan self care measure

b. Mengukur kemampuan self care

c. Menerima asuhan dan bantuan nurse.

3) System Supportif dan Edukatif (Supportif Educative System)

Pada system ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk

internal atau eksternal self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa

bantuan. Hal ini dikenal dengan supportive developmental system.

Tindakan yang dilakukan pasien :

a. Melakukan atau menyelesaikan self care

b. Mengatur latihan dan perkembangan kemampuan self care.

2.7.6 Aplikasi Teori Orem Dalam Proses Keperawatan

Proses keperawatan menurut teori Orem terdiri dari pengkajian, diagnose

keperawatan, rencana tindakan dengan rasional ilmiah, implementasi, dan

evaluasi

2.7.6.1 Pengkajian
Pengkajian /Riwayat Keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi ada

atau tidak adanya defisit perawatan diri. Perawat perlu mengumpulkan

data tentang adanya tuntuan dalam perawatan diri, kekuatan untuk

melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan diri, baik universal

development maupun health deviation. Pengkajian yang harus dilakukan

menurut Orem diawali dengan pengkajian personel klien yang meliputi :

usia, sex, tinggi badan, berat badan budaya, ras, status perkawinan, agama

dan pekerjaan klien. Selanjutnya menurut Orem pengkajian juga

didasarkan pada 3 kategori perawatan diri klien meliputi :

1) Universal self care

Kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup manusia, proses

mempertahankan integritas, struktur dan fungsi tubuh manusia selama

siklus kehidupan berlangsung yang meliputi keseimbangan pemasukan

air, udara, makanan, ekskresi atau eliminasi, aktivitas dan istirahat,

solitude dan interaksi sosial, hambatan hidup dan kesejahteraan,

peningkatan dan pengembangan fungsi manusia selama hiduo dalam

kelompok sosial sesuai dengan potensi keterbatasan serta norma.

2) Developmental self care

Kebutuha-kebutuhan yang dihususkan untuk proses perkembangan,

kebutuhan akibat adanya suatu kondisi yang baru, kebutuhan yang

dihubungkan dengan suatu kejadian. Contohnya :

a. Penyesuaian diri terhadap pertambahan usia

b. Penyesuaian diri terhadap perubahan bentuk tubuh dan

sebagainya.
3) Health deviation

Kebutuhan berkaitian dengan adanya penyimpangan status

kesehatan seperti ; kondisi sakit atau injury, atau kecelakaan yang

dapat menurunkan kemampuan individu untuk memenuhi

kebutuhan self care-nya baik secara permanen maupun temporer,

sehingga individu tersebut memerlukan bantuan orang lain.

Kebutuhan ini meliputi :

a. Mencari pengobatan yang tepat dan aman.

b. Menyadari dampak dari patologi penyakit.

c. Memilih prosedur diagnostik, terapi dan rehabilitative yang

tepat dan efektif.

d. Memahami dan menyadari dampak program pengobatan.

e. Memodifikasi konsep diri untuk dapat menerima status

kesehatannya.

f. Belajar hidup dengan keterbatasan sebagai dampak kondisi

patologis

2.7.6.2 Perencanaan

Komitmen antara perawat dan klien merupakan hal penting dalam

keperawatan yang bertujuan untuk kemandirian dalam proses keperawatan

sehingga dapat benar-benar memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan

mencakup informasi tentang jumlah dan masalah yang mungkin timbul,

kontak dan hubungan antara perawat dan klien serta hal-hal yang

diharapkan klien.
Dalam membuat perencanaan juga harus memperhatikan tingkat

ketergantungan atau kebutuhan dan kemampuan klien, yang meliputi :

1) The Wholly Compesatory Nursing System

Perawat memberi perawatan total karena tingkat ketergantungan klien

sangat tinggi.

2) The Partially Compensentory Nursing System

Perawat dan klien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan

keperawatan.

3) The Education Nursing System

Perawat memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk

memotivasi klien melakukan self care, tapi yang melakukan self care

adalah klien.

2.7.6.3 Implementasi

Dalam implementasi rencana keperawatan, perawat dan klien bersama-

sama melakukan aktivitas dalam membantu mempertemukan tuntutan

terapi perawatan diri klien. Ada 6 (enam) cara yang dapat dilakukan

perawat dalam mengimplementasikan rencana keperawatan, yaitu :

1) Melakukan tindakan langsung

2) Memberikan pedoman atau petunjuk

3) Memberikan support psikologik

4) Memberikan support fisik

5) Memberikan perkembangan lingkungan yang suportif

6) Mengajak/memberikan pendidikan kesehatan

2.7.6.4 Evaluasi
Orem tidak menuliskan secara spesifik tentang evaluasi, akan tetapi ia

mengemukakan bahwa klien membutuhkan kemandirian dalam hal

mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu evaluasi difokuskan

pada tingkat :

1) Kemampuan klien untuk mempertahankan kebutuhan self care-nya

2) Kemampuan klien untuk mengatasi self care deficit-nya dan sampai

sejauh mana perkembangan kemandirian klien

3) Kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika klien

tidak mampu.

Evaluasi ini dilakukan melalui identifikasi tingkat kemandirian klien

dalam melakukan perawatan dirinya yang dapat dilihat dari kontribusi/

keterlibatan klien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.

Evaluasi pada penelitian ini didapatkan berdasarkan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI), Insomnia Rating Scale (IRS), dan teori

Dorothea E. Orem.

a. Evaluasi berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Pola Tidur

Pola Tidur (L.05045)

Kriteria Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat

menurun meningkat
Keluhan 1 2 3 4 5

sulit tidur
Keluhan 1 2 3 4 5

sering
terjaga
Keluhan 1 2 3 4 5

tidak puas

tidur
Keluhan 1 2 3 4 5

pola tidur

berubah
Keluhan 1 2 3 4 5

istirahat

tidak cukup
Kriteria Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun

meningkat menurun
Kemampuan 1 2 3 4 5

beraktivitas

b. Evaluasi berdasarkan Insomnia Rating Scale (IRS)

1. Dikatakan tidak ada gangguan tidur jika : total nilai < 10

2. Dikatakan mengalami gangguan tidur jika : total nilai > 10

c. Evaluasi berdasarkan teori Dorothea E. Orem

1. Kemampuan klien untuk mempertahankan kebutuhan self care-nya

2. Kemampuan klien untuk mengatasi self care deficit-nya dan

sampai sejauh mana perkembangan kemandirian klien

3. Kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika

klien tidak mampu.

2.7.7 Kekuatan dan Kelemahan Teori Orem

Teori Orem menyediakan dasar yang komperhensif untuk tindakan

keperawatan. Teori ini dapat digunakan dalam keperawatan professional


pada area pendidikan, tindakan klinis, administrasi, riset, dan system

informasi keperawatan. Kekuatan umum yang dimiliki teori ini adalah

aplikasinya untuk pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pekerja klinik

baru. Konsep self care, nursing system, dan self care deficit mudah

dipahami oleh mahasiswa keperawatan dan dapat dikembangkan dengan

ilmu pengetahuan dan penelitian.

Kelemahan dari model Orem adalah teori ini berpendapat bahwa kesehatan

bersifat statis, namun dalam kenyataannya kesehatan itu bersifat dinamis

dan selalu berubah. Kesan lain dari model konsep ini adalah untuk

penempatan pasien dalam system mencangkup kapasitas individu untuk

gerakan fisik.
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Conditioning Factor

Identitas Pasien Kasus 1 Kasus 2


Nama Ny. D Ny. S

Umur 66 tahun 62 tahun

Jenis kelamin Perempuan Perempuan

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Bahasa Jawa Jawa

Alamat Blitar Blitar

Pekerjaan Petani Pedagang

Status Menikah Menikah

Pendidikan SD SD

3.1.2 Universal Self Care

Universal self care Kasus 1 Kasus 2


Kebutuhan oksigen RR : 21 x/m, irama RR : 22 x/m, irama

teratur, suara nafas teratur, suara nafas

vesikuler, tidak ada vesikuler, tidak ada

suara nafas tambahan, suara nafas tambahan,

ronchi (-), wheezing ronchi (-), wheezing

(-), batuk (-), gerakan (-), batuk (-), gerakan


dada simetris, bentuk dada simetris, bentuk

dada normal. dada normal.


Kebutuhan Pola makan 3 Pola makan 3

makanan/nutrisi kali/sehari, jenisnya kali/sehari, jenisnya

nasi, sayur dan lauk nasi, sayur dan lauk

pauk. Ny. D pauk. Ny. S

berpantangan pada berpantangan pada

makanan seafood makanan yang

karena mempunyai mengandung purin

alergi. Makanan yang tinggi. Makanan yang

paling disukai umbi- paling disukai yaitu

umbian. nasi jagung.


Kebutuhan cairan Kebiasaan minum Kebiasaan minum

sehari-hari > 6 gelas sehari-hari > 8 gelas

air putih per hari. air putih per hari.


Kebutuhan eliminasi Kebiasaan BAK > 3 Kebiasaan BAK > 5

kali/sehari, kebiasaan kali/sehari, kebiasaan

BAB 1 kali/sehari, BAB 1 kali/sehari,

tidak ada keluhan nyeri tidak ada keluhan nyeri

pada saat BAK/BAB. pada saat BAK/BAB.

Ny. S sering terbangun

pada malam hari untuk

BAK.
Aktivitas dan istirahat Klien tidur ± 20 menit Klien tidak pernah bisa

pada siang hari. Dan tidur pada siang hari.

total tidur pada malam Dan total tidur pada


hari ± 4 jam. Klien malam hari ± 5 jam.

memulai tidur malam Klien memulai tidur

pada pukul 22.00 WIB, malam pada pukul

klien sering terbangun 21.30 WIB, dan sering

pada malam hari dan terbangun pada pukul

tidak bisa tidur 01.00 WIB dan sulit

kembali. Klien untuk memulai tidur

terbangun pada pukul kembali, klien

04.30 pagi setiap terbangun pada pagi

harinya. Klien hari pukul 04.00 WIB.

merasakan pusing, Klien merasakan

badan terasa lesu dan perasaan kurang segar

kurang segar pada saat saat bangun dan

bangun pada pagi hari. merasakan pegal-pegal

Klien mengatakan pada tubuhnya. Klien

merasa mengalami mengalami gangguan

gangguan tidur sudah tidur kurang lebih

sekitar 2.5 bulan. sudah 1 bulan.

Untuk hasil kuesioner Untuk hasil kuesioner

insomnia rating scale insomnia rating scale

sebelum dilakukan sebelum dilakukan

intervensi aromaterapi intervensi aromaterapi

lavender pillow spray lavender pillow spray

didapatkan hasil 18 didapatkan hasil 17


yaitu > 10 yang yaitu > 10 yang artinya

artinya mengalami mengalami gangguan

gangguan tidur. tidur.


Interaksi social Klien mampu Klien mampu

berkomunikasi dengan berkomunikasi dengan

baik memakai bahasa baik memakai bahasa

jawa. Klien jawa. Klien

berhubungan dengan berhubungan baik

keluarga dan saudara dengan keluarga dan

dengan baik, terlihat masyarakat. Klien

banyak orang yang sering mengikuti

sering berkunjung kegiatan pengajian di

kerumahnya. masyarakat.
Pola aktivitas Klien mengatakan Klien mengatakan

bahwa melakukan bahwa setiap hari

aktivitas sehari-hari di melakukan aktivitas

rumah dan sesekali ke sebagai ibu rumah

sawah untuk tangga dan menunggu

membantu suaminya dagangannya di toko

bertani. milik keluarga.


Konsep diri Klien mensyukuri Klien mensyukuri

kehidupannya saat ini, kehidupannya saat ini,

keluarganya hidup akan tetapi klien sering

berkecukupan dan mengalami pegal-pegal

rukun, akan tetapi pada persendian kaki

klien sering mengalami dan pikiran karena


kelelahan fisik, dan klien tinggal jauh dari

terlalu banyak fikiran anaknya sehingga hal

sehingga hal ini yang ini yang menyebabkan

sering menyebabkan pola tidurnya menjadi

pola tidurnya terganggu.

terganggu.

3.1.3 Developmental Self Care

Developmental self Kasus 1 Kasus 2

care
Riwayat penyakit yang Klien mengatakan Klien mengalami

diderita tidak memiliki riwayat riwayat penyakit asam

penyakit kronis. Hanya urat dan hipertensi.

saja sering mengalami

kolesterol tinggi dan

gatal-gatal karena

memiliki riwayat

penyakit alergi.
Riwayat penyakit Klien mengatakan Klien mengatakan

keturunan tidak memiliki riwayat memiliki riwayat

penyakit keturunan penyakit keturunan

(penyakit menular yaitu hipertensi dan

maupun kronis) asam urat. Dan tidak

memiliki riwayat

penyakit keturunan
yang menular.
Genogram
X X

Keterangan : Keterangan :

Perempuan Perempuan
Laki-laki Laki-laki
Meninggal Meninggal
Pasien Pasien
Hubungan Hubungan

Persepsi terhadap Klien mengatakan Klien mengatakan

penyakit bahwa gangguan tidur bahwa gangguan tidur

yang dialaminya ini yang dialaminya

adalah hal yang umum sekarang sangat

yang dirasakan setiap mengganggu.

lansia.
Pengetahuan terhadap klien mengatakan Klien mengatakan

penyakit bahwa gangguan tidur bahwa gangguan tidur

yang dialaminya tidak yang dialaminya

perlu diperiksakan ke sekarang akan

layanan kesehatan berpengaruh pada

karena anggapan klien kesehatannya.

akan sembuh dengan


sendirinya.

3.1.4 Health Deviation

Health deviation Kasus 1 Kasus 2


Health deviation Klien mengatakan saat Klien mengatakan saat

mengalami kesulitan mengalami kesulitan

tidur, klien sering tidur, klien sering

mengeluh kondisi mengeluh badan terasa

badan terasa pegal-pegal, kondisi

lemas/lemah, dan badan kurang segar dan

terkadang badan terasa terasa lemah.

meriang.
Self care demands Klien mengatakan saat Klien mengatakan saat

mengalami kesulitan mengalami kesulitan

tidur, klien hanya tidur, klien melakukan

tiduran di tempat tidur aktivitas ibadah seperti

sambil mencoba melakukan sholat dan

memejamkan mata berdzikir.


Nursing agency Klien mengatakan jika Klien mengatakan jika

kesulitan tidur itu kesulitan tidur, maka

merupakan hal yang klien merasakan pegal-

umum dialami oleh pegal pada badannya

lansia, maka dari itu dan mengganggu

klien tidak mencoba aktivitasnya, maka

memeriksakan klien minta diantarkan

kondisinya ke dokter ke apotek untuk


untuk berobat. membeli obat.
Self care deficit Klien membutuhkan Klien membutuhkan

motivasi dan dukungan motivasi dan dukungan

dari keluarganya agar dari keluarganya agar

dapat mengatasi dapat mengatasi

kesulitan tidur yang kesulitan tidur yang

dialami klien. dialami klien.


Nursing system Berdasarkan data yang Berdasarkan data yang

ada dapat disimpulkan ada dapat disimpulkan

bahwa tingkat bahwa tingkat

ketergantungan klien ketergantungan klien

adalah supportive adalah supportive

educative system educative system

adapun bantuan adapun bantuan

dukungan dan pelajaran dukungan dan pelajaran

yang diberikan adalah yang diberikan adalah

berupa pendidikan berupa pendidikan

kesehatan tentang kesehatan tentang

upaya mengatasi upaya mengatasi

gangguan tidur gangguan tidur

(insomnia) terutama (insomnia) terutama

pada lansia dengan pada lansia dengan

penerapan terapi penerapan terapi

aromaterapi lavender aromaterapi lavender

pillow spray. pillow spray.


3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Kasus 1 Kurang control tidur Gangguan Pola Tidur

DS :

- Klien mengeluh

kesulitan tidur

- Klien

mengatakan sulit

memulai tidur

- Klien

mengatakan

sering terbangun

pada malam hari

dan sulit tidur

kembali

- Klien

mengatakan tidak

puas dengan tidur

DO :

- Tidur siang ± 20

menit

- Tidur malam ± 4

jam

- Total tidur < 6


jam per hari

- Perasaan waktu

bangun terasa

pusing dan badan

kurang segar

- Mengalami

gangguan tidur

selama 2.5 bulan.

- Hasil insomnia

rating scale

didapatkan hasil

18 yaitu > 10

yang artinya ada

gangguan tidur.

- TD : 120/80

mmHg, RR : 21

x/m, N : 78 x/m,

S : 36 C
Kasus 2 Kurang control tidur Gangguan Pola Tidur

DS :

- Klien

mengatakan

mengalami

kesulitan untuk

tidur nyenyak
- Klien

mengatakan

sering terbangun

pada malam hari

- Klien

mengatakan tidak

puas dengan tidur

- Klien

mengatakan

perasaan kurang

segar dan badan

terasa pegal-pegal

waktu bangun.

DO :

- Klien tidak bisa

tidur pada siang

hari

- Tidur malam ± 5

jam

- Total tidur < 6

jam per hari

- Mengalami

gangguan tidur

selama 1 bulan
- Perasaan waktu

bangun tidur

kurang segar dan

badan pegal-

pegal

- Hasil insomnia

rating scale

didapatkan nilai

17 yaitu > 10

yang artinya ada

gangguan tidur.

- TD : 130/90

mmHg, RR : 22

x/m, N : 81 x/m,

S : 36 C

3.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kasus 1 Kasus 2


Diagnose Keperawatan Gangguan Pola Tidur Gangguan Pola Tidur

berhubungan dengan berhubungan dengan

kurang control tidur kurang control tidur

dengan ketergantungan dengan ketergantungan

supportive educative supportive educative

system. system.
3.4 Intervensi Keperawatan

Intervensi Kasus 1 Kasus 2


Tujuan Setelah dilakukan Setelah dilakukan

tindakan keperawatan tindakan keperawatan

selama minimal 3 x 24 selama minimal 3 x 24

jam diharapkan kualitas jam diharapkan kualitas

dan kuantitas tidur dan kuantitas tidur

meningkat. meningkat.
Kriteria Hasil 1. Keluhan sulit 1. Keluhan sulit

tidur menurun tidur menurun

2. Keluhan sering 2. Keluhan sering

terjaga menurun terjaga menurun

3. Keluhan tidak 3. Keluhan tidak

puas tidur puas tidur

menurun menurun

4. Keluhan pola 4. Keluhan pola

tidur berubah tidur berubah

menurun menurun

5. Keluhan istirahat 5. Keluhan istirahat

tidak cukup tidak cukup

menurun menurun
Rencana Tindakan 1. Identifikasi pola 1. Identifikasi pola

aktivitas dan aktivitas dan

tidur tidur

2. Identifikasi factor 2. Identifikasi factor


pengganggu tidur pengganggu tidur

(fisik/psikologis) (fisik/psikologis)

3. Identifikasi 3. Identifikasi

makanan dan makanan dan

minuman yang minuman yang

mengganggu mengganggu

tidur (mis. Kopi, tidur (mis. Kopi,

the, alcohol, the, alcohol,

makan mendekati makan mendekati

waktu tidur, waktu tidur,

minum banyak minum banyak

air sebelum tidur) air sebelum tidur)

4. Identifikasi obat 4. Identifikasi obat

tidur yang tidur yang

dikonsumsi dikonsumsi

5. Modifikasi 5. Modifikasi

lingkungan (mis. lingkungan (mis.

Pencahayaan, Pencahayaan,

kebisingan, suhu, kebisingan, suhu,

matras, dan matras, dan

tempat tidur) tempat tidur)

6. Tetapkan jadwal 6. Tetapkan jadwal

tidur rutin tidur rutin

7. Lakukan 7. Lakukan
prosedur untuk prosedur untuk

meningkatkan meningkatkan

kenyamanan kenyamanan

(pengaturan (pengaturan

posisi) posisi)

8. Anjurkan 8. Anjurkan

menepati menepati

kebiasaan waktu kebiasaan waktu

tidur tidur

9. Ajarkan terapi 9. Ajarkan terapi

non farmakologi non farmakologi

aromaterapi aromaterapi

lavender pillow lavender pillow

spray sesuai spray sesuai

dengan SOP dengan SOP

pembuatan dan pembuatan dan

SOP pemberian. SOP pemberian.

3.5 Implementasi

3.5.1 Kasus 1

Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Implementasi


Senin , 12 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu
tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan
waktu tidur

7. Mengajarkan terapi

nonfarmakologi cara

pembuatan

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan)

8. Mengajarkan cara

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pemberian)
Selasa, 13 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang
mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Mengajarkan terapi

nonfarmakologi cara

pembuatan

aromaterapi
lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan)

8. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Rabu, 14 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air


banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

membuat

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan) secara

mandiri

8. Menganjurkan klien
tetap memberikan

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai SOP

pemberian) sebelum

tidur secara mandiri


Kamis, 15 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,
kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

membuat

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan) secara

mandiri

8. Menganjurkan klien

tetap

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow
spray sebelum tidur

secara mandiri.
Jumat ,16 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur
untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

tetap memberikan

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Sabtu, 17 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu
tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

tetap

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri
Minggu,18 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi
Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan
(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

tetap

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.

3.5.2 Kasus 2

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi


Senin, 12 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur
(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Mengajarkan terapi

nonfarmakologi cara

pembuatan

aromaterapi

lavender pillow
spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan)

8. Mengajarkan cara

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pemberian)
Selasa, 13 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum
tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Mengajarkan terapi

nonfarmakologi cara

pembuatan

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan)

8. Mengajarkan cara

pemberian
aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pemberian)
Rabu, 14 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,
matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Mengajarkan terapi

nonfarmakologi cara

pembuatan

aromaterapi

lavender pillow

spray (sesuai

dengan SOP

pembuatan)

8. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Kamis, 15 April Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi
2021 Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan
(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

membuat

aromaterapi

lavender pillow

spray secara mandiri

(sesuai SOP

pembuatan)

8. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Jumat, 16 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi
makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

membuat
aromaterapi

lavender pillow

spray secara mandiri

(sesuai SOP

pembuatan)

8. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Sabtu, 17 April 2021 Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

Tidur pola aktivitas tidur

2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu
tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)

6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.
Minggu, 18 April Gangguan Pola 1. Mengidentifikasi

2021 Tidur pola aktivitas tidur


2. Mengidentifikasi

factor pengganggu

tidur (fisik atau

psikologis)

3. Mengidentifikasi

makanan dan

minuman yang

mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh,

alcohol, makan

mendekati waktu

tidur, minum air

banyak sebelum

tidur)

4. Memodifikasi

lingkungan (mis.

Pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras dan tempat

tidur)

5. Melakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

(pengaturan posisi)
6. Menganjurkan

menepati kebiasaan

waktu tidur

7. Menganjurkan klien

mempertahankan

pemberian

aromaterapi

lavender pillow

spray sebelum tidur

secara mandiri.

3.6 Evaluasi

3.6.1 Kasus 1

Hari/Tanggal Evaluasi
Selasa, 13 April 2021 S

- klien mengatakan masih

kesulitan dalam memulai

tidur

- klien mengatakan masih

terbangun pada malam hari

3-4 x

- klien mengatakan masih

terbangun terlalu pagi

- klien mengatakan masih

merasakan pusing dan badan


terasa lesu saat beraktivitas

- klien mengatakan tidur tidak

nyenyak

- klien mengatakan total tidur

selama ± 4 jam/hari

- klien mengatakan belum bisa

membuat aromaterapi

lavender pillow spray

- klien mengatakan masih

bingung pada pemberian

aromaterapi lavender pillow

spray

- terjadi perubahan tidur

normal

- jumlah total tidur < 6

jam/hari

- badan tampak lesu

- diarea kelopak mata klien

tampak kehitaman

- mata klien tampak

kemerahan

- hasil kuesioner insomnia

rating scale didapatkan


hasil : 17 yaitu nilai > 10

(mengalami gangguan tidur)

- klien belum bisa membuat

aromaterapi lavender pillow

spray

- klien masih bingung dan

belum bisa mengaplikasikan

lavender pillow spray

- TTV : TD 120/90 mmHg, RR

22 x/m, N 75 x/m, S 37,2.

Masalah gangguan pola tidur belum

teratasi

Intervensi dapat dilanjutkan

no.1,2,3,4,5,6,7,8

Rabu, 14 April 2021 S

- klien mengatakan masih

tidak bisa tidur nyenyak

- klien mengatakan masih

terbangun di malam hari 2x

- klien mengatakan perasaan

kurang segar saat bangun

tidur
- klien mengatakan tidur siang

± 15 menit dan tidur malam ±

4 jam

- klien mengatakan masih

bingung dengan cara

pembuatan aromaterapi

lavender pillow spray

- klien mengatakan sudah

faham dan bisa melakukan

pemberian lavender pillow

spray

- terjadi perubahan pola tidur

normal

- jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- klien sering menguap

- hasil kuesioner insomnia

rating scale didapatkan nilai :

14 yaitu > 10 (ada gangguan

tidur)

- klien belum bisa membuat

aromaterapi lavender pillow

spray

- klien mampu
mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray dengan

benar

- TTV : TD 110/90 mmHg, RR

23 x/m, N 77 x/m, S 37.

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,7,8
Kamis, 15 April 2021 S

- klien mengatakan merasa

rileks saat mencium

aromaterapi lavender pillow

spray

- klien mengatakan masih

terbangun pada malam hari

1x

- klien mengatakan tidur siang

± 20 menit dan tidur malam ±

4.5 jam

- klien mengatakan badan

sudah merasa lebih segar

- klien mengatakan sudah


faham cara pembuatan

aromaterapi lavender pillow

spray

- klien mengatakan selalu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri sebelum tidur.

- perubahan tidur bisa

dikontrol

- perasaan klien saat bangun

lebih segar

- klien merasa rileks

- jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- hasil kuesioner insomnia

rating scale didapatkan

hasil : 11 yaitu > 10 (ada

gangguan tidur)

- klien mampu membuat

aromaterapi lavender pillow

spray secara mandiri akan

tetapi masih ada beberapa

prosedur yang belum tepat.

- Klien mampu
mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray

sebelum tidur secara mandiri

- TTV : TD 110/80 mmHg, RR

22 x/m, N 80 x/m, S 36,4.

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,7,8
Jumat, 16 April 2021 S

- Klien mengatakan bisa tidur

malam lebih awal

- Klien mengatakan masih

terbangun pada malam hari

1x

- Klien mengatakan merasakan

rileks pada saat bangun tidur

- Klien mengatakan tidak

merasa pusing saat bangun

- Klien mengatakan tidur siang

± 20 menit dan tidur malam ±

5 jam

- Klien mengatakan bisa


membuat aromaterapi

lavender pillow spray

- Klien mengatakan selalu

memberikan aromaterapi

lavender pillow spray

sebelum tidur.

- Perubahan tidur dapat

dikontrol

- Perasaan waktu bangun rileks

- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 10 yaitu <

10 (tidak ada gangguan tidur)

- Klien mampu membuat

aromaterapi lavender pillow

spray dengan benar

- Klien mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray dengan

benar dan rutin.

- TTV : TD 110/90, RR 21

x/m, N 80 x/m, S 36.


A

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,8
Sabtu, 17 April 2021 S

- Klien mengatakan tidak

sering terbangun pada malam

hari

- Klien mengatakan bisa tidur

malam lebih awal

- Klien mengatakan terbangun

pada pagi hari tidak terlalu

awal

- Klien mengatakan lebih

merasa rileks saat tidur

- Klien merasa lebih segar saat

beraktivitas

- Klien mengatakan tidur siang

± 30 menit dan tidur malam 5

jam

- Klien mengatakan selalu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray


sebelum tidur secara mandiri.

- Pola tidur berubah dapat

dikontrol

- Perasaan rileks saat tidur

bertambah

- Perasaan lebih segar saat

beraktivitas

- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 9 yaitu <

10 (tidak ada gangguan tidur)

- Klien mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri.

- TTV, TD 100/90 mmHg, RR

23 x/m, N 73 x/m, S 37.

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.


1,2,3,4,5,6,8
Minggu, 18 April 2021 S

- Klien mengatakan merasakan

tidur lebih nyenyak

- Klien mengatakan perasaan

waktu bangun lebih segar

- Klien mengatakan bisa tidur

malam lebih awal

- Klien mengatakan tidak

terbangun pada malam hari

- Klien mengatakan tidak

merasa pusing dan badan

terasa lebih segar saat

beraktivitas

- Klien mengatakan tidur

malam selama ± 6 jam

- Klien mengatakan mau dan

mampu mengaplikasikan

aromaterapi lavender pillow

spray secara mandiri saat

merasa mengalami gangguan

tidur.

- Pola tidur membaik

- Perasaan waktu bangun segar


- Tidur lebih nyenyak

- Jumlah jam tidur > 6 jam/hari

- Berdasarkan hasil kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 6 yaitu <

10 (tidak ada gangguan tidur)

- Klien mau dan mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri.

- TTV, TD 120/80 mmHg,

RR : 20 x/m, N 76 x/m, S

36,2.

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,8
Senin, 19 April 2021 S

- Klien mengatakan merasa

lebih segar saat bangun tidur

- Klien mengatakan badan

terasa segar saat dibuat

aktivitas
- Klien mengatakan perasaan

saat tidur lebih rileks dan

nyenyak

- Klien mengatakan tidak

bangun pada malam hari

- Klien mengatakan tidur siang

± 30 menit dan tidur malam ±

6 jam

- Klien mengatakan mampu

membuat aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri dan mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

rutin

- Pola tidur klien membaik

- Klien tidur lebih rileks dan

nyenyak

- Perasaan klien waktu bangun

segar

- Jumlah jam tidur klien > 6

jam/hari

- Berdasarkan hasil insomnia


rating scale didapatkan

hasil : 7 yaitu < 10 (tidak ada

gangguan tidur)

- Klien mampu membuat

aromaterapi lavender pillow

spray secara mandiri

- Klien mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri dan dilakukan rutin.

- TTV : TD 110/80, RR 22

x/m, N 72 x/m, S 36.

Masalah gangguan pola tidur teratasi

Intervensi oleh peneliti dihentikan,

diharapkan klien dapat melanjutkan

intervensi aromaterapi lavender

pillow spray secara mandiri saat

mengalami gangguan pola tidur.

3.6.2 Kasus 2

Hari/Tanggal Evaluasi
Selasa, 13 April 2021 S

- Klien mengatakan tidak bisa


tidur dengan nyenyak

- Klien mengatakan tidak bisa

tidur pada siang hari

- Klien mengatakan sering

terbangun pada malam hari

3-4 x dan sulit untuk tidur

kembali

- Klien mengatakan terbangun

terlalu awal

- Klien mengatakan badan

kurang segar dan badan

terasa pegal-pegal

- Klien mengatakan tidur

malam selama ± 4 jam

- Klien mengatakan bingung

dan belum bisa membuat

aromaterapi lavender pillow

spray

- Klien mengatakan bingung

saat mengaplikasikan

aromaterapi lavender pillow

spray.

- Terjadi perubahan tidur


normal

- Tidur tidak nyenyak

- Total jumlah jam tidur < 6

jam/hari

- Klien sulit untuk focus dan

berkonsentrasi

- Wajah klien tampak lesu dan

mata berwarna kemerahan

- Badan klien terasa pegal-

pegal dan perasaan kurang

segar

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 16 yaitu >

10 (ada gangguan tidur)

- Klien belum bisa membuat

aromaterapi lavender pillow

spray

- Klien belum bisa

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray

- TTV : TD 140/90 mmHg, RR

22 x/m, N 80 x/m, S 36

A
Masalah gangguan pola tidur belum

teratasi

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,7,8
Rabu, 14 April 2021 S

- Klien mengatakan masih

sering terbangun pada malam

hari 1-2 x

- Klien mengatakan suka

dengan aromaterapi lavender

pillow spray dan merasa

rileks saat menghirupnya.

- Klien mengatakan masih

terbangun terlalu awal

- Klien mengatakan masih

merasa pegal-pegal saat

bangun

- Klien mengatakan tidak

merasa segar saat beraktivitas

- Klien mengatakan tidak bisa

tidur siang dan tidur malam ±

4 jam

- Klien mengatakan masih

belum bisa membuat


aromaterapi lavender pillow

spray dengan takaran yang

benar

- Klien mengatakan masih

bingung mengaplikasikan

aromaterapi lavender pillow

spray

- Pola tidur klien belum

membaik / pola tidur normal

berubah

- Klien masih merasa badan

terasa pegal-pegal waktu

bangun

- Klien tampak lesu tidak

bersemangat

- Klien merasa rileks saat

menghirup aromaterapi

lavender pillow spray

- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Klien terlihat kurang

berkonsentrasi

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale


didapatkan hasil : 13 yaitu >

10 (ada gangguan tidur)

- Klien belum bisa membuat

aromaterapi lavender pillow

spray dengan benar

- Klien belum bisa

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray

- TTV : TD 130/80 mmHg, RR

21 x/m, N 71 x/m, S 36

Masalah gangguan pola tidur belum

teratasi

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,7,8
Kamis, 15 April 2021 S

- Klien mengatakan tidur lebih

nyenyak daripada hari

kemarin

- Klien mengatakan masih

terbangun pada malam hari

tapi hanya bangun 1 x

- Klien mengatakan merasa

rileks saat menghirup


aromaterapi lavender pillow

spray

- Klien mengatakan terbangun

tidak terlalu awal seperti

biasanya

- Klien mengatakan tidak bisa

tidur pada siang hari dan

tidur malam ± 5 jam

- Klien mengatakan masih

bingung membuat

aromaterapi lavender pillow

spray sesuai takarannya

- Klien mengatakan sudah bisa

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray sesuai

aturan

- Pola tidur membaik

- Klien tidur lebih nyenyak

dari biasanya

- Klien masih terbangun pada

malam hari sebanyak 1 x

- Klien terbangun tidak terlalu

awal
- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 12 yaitu >

10 (ada gangguan tidur)

- Klien masih belum bisa

membuat aromaterapi

lavender pillow spray dengan

benar dan masih di pandu

peneliti

- Klien mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray dengan

benar

- TTV : TD 120/90 mmHg, RR

20 x/m, N 80 x/m, S 36

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,7,8
Jumat, 16 April 2021 S

- Klien mengatakan perasaan

waktu tertidur sudah lebih


membaik

- Klien mengatakan bisa

tertidur meskipun masih

terbangun di malam hari 1x

- Klien mengatakan perasaan

waktu bangun lebih segar

- Klien mengatakan dapat

terbangun pada pagi hari dan

tidak terlalu awal

- Klien mengatakan dapat

tertidur pada siang hari

selama 20 menit

- Klien mengatakan total tidur

malam selama ± 5 jam

- Klien mengatakan bisa

membuat aromaterapi

lavender pillow spray

- Klien mengatakan mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri

- Pola tidur membaik

- Klien tampak lebih


bersemangat dan dapat

berkonsentrasi dengan baik

- Klien dapat tidur lebih

nyenyak

- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 11 yaitu >

10 (ada gangguam tidur)

- Klien mampu membuat

aromaterapi lavender pillow

spray dengan benar

- Klien mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri

- TTV : TD 120/90 mmHg, RR

19 x/m, N 76 x/m, S 37

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,8
Sabtu, 17 April 2021 S
- Klien mengatakan dapat

tertidur dengan nyenyak

- Klien mengatakan tidak

terbangun pada malam hari

- Klien mengatakan saat

beraktivitas badan terasa

lebih ringan

- Klien mengatakan tidur siang

selama ± 30 menit dan tidur

malam ± 5 jam

- Klien mengatakan selalu

mengaplikasikan

aromaterapi lavender pillow

spray secara mandiri sebelum

tidur malam.

- Pola tidur membaik

- Klien tampak antusias dan

bersemangat

- Jumlah jam tidur < 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 6 yaitu <

10 (tidak ada gangguan tidur)


- Klien mampu dan mau

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri

- TTV : TD 130/80 mmHg, RR

20 x/m, N 76 x/m, S 36

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.

1,2,3,4,5,6,8
Minggu, 18 April 2021 S

- Klien mengatakan badan

terasa lebih baik

- Klien mengatakan dapat

tertidur dengan nyenyak

- Klien mengatakan dapat

tertidur awal

- Klien mengatakan terbangun

pada malam hari sebanyak 1x

tapi sekitar 5 menit sudah

tertidur kembali

- Klien mengatakan tidur siang

± 30 menit dan tidur malam


selama ± 5.5 jam

- Klien mengatakan selalu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray

sebelum tidur

- Pola tidur membaik

- Klien mampu tidur dengan

nyenyak

- Jumlah jam tidur 6 jam/hari

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan : 5 yaitu < 10

(tidak ada gangguan tidur)

- Klien mengaplikasikan

aromaterapi lavender pillow

spray secara rutin

- TTV : TD 120/90 mmHg, RR

20 x/m, N 69 x/m, S 37

Masalah gangguan pola tidur teratasi

sebagian

Intervensi dapat dilanjutkan no.


1,2,3,4,5,6,8
Senin, 19 April 2021 S

- Klien mengatakan mampu

tertidur dengan nyenyak

- Klien mengatakan perasaan

segar waktu bangun

- Klien mengatakan tidak

terbangun di malam hari

- Klien mengatakan dapat

memulai tidur dengan awal

dan terbangun di pagi hari

tidak terlalu awal

- Klien mengatakan merasa

rileks saat tertidur dengan

menghirup aromaterapi

lavender pillow spray.

- Klien mengatakan tidur siang

selama ± 50 menit dan tidur

malam selama ±6 jam

- Klien mengatakan mampu

dan mau membuat dan

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri jika mengalami

gangguan tidur.
O

- Pola tidur membaik

- Jumlah jam tidur > 6 jam/hari

- Klien dapat tertidur dengan

nyenyak

- Klien tampak gembira dan

bersemangat

- Berdasarkan kuesioner

insomnia rating scale

didapatkan hasil : 5 yaitu <

10 (tidak ada gangguan tidur)

- Klien mampu membuat

aromaterapi lavender pillow

spray dengan benar

- Klien mau dan mampu

mengaplikasikan aromaterapi

lavender pillow spray secara

mandiri.

- TTV : TD 120/90 mmHg, RR

22 x/m, N 70 x/m, S 36

Masalah gangguan pola tidur teratasi

Intervensi oleh peneliti dihentikan,


diharapkan klien dapat melanjutkan

intervensi aromaterapi lavender

pillow spray secara mandiri saat

mengalami gangguan pola tidur.


DAFTAR PUSTAKA

Adiyati, Sri. (2010). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Insomnia


Pada Lansia Di PSTW Unit Budi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta. Jurnal kebidanan, 2, 21-27.
Asmadi. 2016. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika. Aspiani, Y.R. 2014. Asuhan
Keperawatan Gerontik. Jakarta Timur : CV. Trans Info
Media.

Candra, G.A. Dian Puspitha. 2010. Diagnosis dan Penanganan


Insomnia Kronik. Jurnal Psikiatri Fakultas Kedokteran
Udayana/ Rumah Sakit Umum.

Efendi, F., Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas


Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Elizabeth, E. 2018. “Sering Insomnia? Pakai Pillow Spray aja,


Dijamin Tidur Nyenyak”.
https://www.idtimes.com/life/diy/amp/erventina-
elisabeth-1/sering- insomnia-pakai-pillow-spray-aja-
dijamin-tidur-nyenyak-C1C2. (Diakses pada tanggal 12
januari 2020 jam 13.00 wib).

Hartono, D., Februanti, S., & Cahyati, A. (2019). Penyakit Fisik


Dan Lingkungan Terhadap Insomnia Bagi Lanjut Usia.
Jurnal Kesehatan, 13, 2655-2434.

Hidayah, A. a Alimul. 2010. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Iswandana, R, Sihombing, K.M. (2017). Formulasi, Uji


Stabilitas Fisik, Dan Uji Efektivitas Secara In Vitro
Sediaan Spray Anti Bau Kaki Yang Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Sirih (Piper betle L.). 3, 121-131.
Kozier, B. 2008. Fundamental of nursing : Concepts, Process,
And Practice. New Jersey: Berman Audrey.

Leonard, D., Sari, D. (2018). Pengaruh Aroma Terapi Lavender


Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Wisma Cinta Kasih.
Jurnal endurance, 3, 121-130.

Lestari, L & Ramadhaniyati. 2018. Falsafah Dan Teori


Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Maisaro, dkk. 2018. Pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap


Kualitas Tidur Ibu Hamil Trimester III di Desa Ngrowo
dan Desa Salen Kecamatan Bangsal Kabupaten
Mojokerto. Jurnal Keperawatan STIKES Bina Sehat
PPNI Mojokerto.

Maryam, S., dkk. 2010. Mengenal Usia Lanjut dan


Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Munir & Afif .2015. Insomnia and Depression Among Post


Ischemic Stroke Patients. Journal Medices ISSN 1389-
9457

Nugroho Wahjudi. 2014. Keperawatan Gerontik &


Geriatrik. Jakart:EGC
Nuraini, N.D. 2014. Aneka Manfaat Bunga Untuk Kesehatan.
Sidoarjo : Gava Medika.
Potter, P. A & Perry, A. G. 2010. Fundamental
Keperawatan. Buku 3 Edisi 7.
Rahmawati, Ika, dkk. 2015. Efektifitas Mani Air Hangat dan
Aromaterapi Lavender terhadap Insomnia pada Lansia.
Jurnal Profesi STIKES Muhammadiyah Klaten Volume
13, Nomor 1.

Rahmawati, Ika.,Titi, S.S. & Suciana, Fitri. (2015). Efektifitas


Mandi Air Hangat Dan Aroma Terapi Lavender
Terhadap Insomnia Pada Lnsia. Jurnal profesi, 13, 06-
09.

Ramadhan,R.M., Zettira, Z.O. (2017). Aromaterapi Bunga


Lavender (Lavandula angustifolia) Dalam Menurunkan
Resiko Insomnia. Jurnal majority, 6, 60-63.

Sagala, V. P. 2011. Kualitas Tidur dan Faktor-faktor Gangguan


Tidur. Diambil pada 18 Desember 2019 Jam 08.00 WIB,
dari http://repository.usu.ac.id/

Sari, 2019. Pengaruh Aroma Terapi Lvender terhadap Kualitas di Wisma Cinta
Kasih. Jurnal Endurance (121-130)

Sari, I. W. Kurnia. 2019. Keefektifan Pemberian Aromaterapi


Lavender terhadap Insomnia pada Lansia di Posyandu
Lansia Desa Lebak Ayu Kecamaan Sawahan Kabupaten
Madiun. Skripsi Prodi Keperawatan STIKES Bakti
Husada Madiun.
Saryono dan Widianti .2011. Kebutuhan Dasar Manusia ,
Yogyakarta: Nuha Medika. Sayekti,W.N., Hendrati, Y.L.
(2015). Analisis Risiko Depresi, Tingkat Sleep Hygiene
Dan Penyakit Kronis Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia. Jurnal berkala
epidemiologi, 3, 181-193.

Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan


Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba medika.

Siagian, S.H. (2018). Pengaruh Aromaterapi Lavender


Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lanjut Usia Di
Panti Werdha Guna Budi Bhakti Medan. Jurnal ilmiah
keperawatan IMELDA, 4, 387-392.

Smyth, Carole. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index. The


Hartford Institute For Geriatric Nursing, New York
University, diunduh 13 maret 2020, dari
https://consultgeri.org/try-this/general-assesment/issue-
6.1.pdf
Sunaryo. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : CV Andi Ofset.

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Edisi
3. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Untari, Ida. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Terapi


Tertawa & Senam Cegah Pikun. Jakarta : EGC

Vibriyanti, D. (2018). Surabaya Menuju Kota Ramah Lansia : Peluang Dan


Tantangan.
Jurnal kependudukan Indonesia, 13, 117-132.

Wahyuni,Sri, dkk. (2016). Efektifitas Pemberian Aromaterapi.


Jurnal kebidanan, Vol.02, No. III. Januari 2012. Sari, Ira
W. Kurnia. 2019. Keefektifan Pemberian Aroma Terapi
Lavender Terhadap Insomnia Pada Lansia Di Posyandu
Lansia Desa Lebak Ayu Kecamatan Sawahan Kabupaten
Madiun. Skripsi Program Studi Keperawatan Stikes Bakti
Mulia Husada Madiun.
Lampiran 1

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PEMBUATAN LAVENDER PILLOW SPRAY

1) Pengertian Lavender Pillow Spray

Lavender pillow spray adalah suatu inovasi terbaru aromaterapi yang berasal
dari minyak esensial dari bunga lavender yang cara pemakaiannya di
semprotkan (spray) di tempat tidur khususnya di bantal, guling, selimut.
2) Manfaat Lavender Pillow Spray

1. Mengatasi gangguan tidur (insomnia)

2. Mengurangi perasaan ketegangan, depresi, dan meredakan kegelisahan

3) Komposisi Lavender Pillow Spray (40 ml)

a. Alkohol (2 sendok makan)

b. Minyak lavender (esensial oil) (10 tetes)

c. Air mineral (6 sendok makan)

4) Cara pembuatan lavender pillow spray

No. Uraian Langkah Kerja Gambar

1 Persiapan alat dan bahan berupa :

a. Sendok makan

b. Wadah tertutup (untuk mencampur


bahan)
c. Botol spray ukuran 40 ml.

d. Alkohol

e. Minyak lavender (esensial oil)

f. Air Mineral
2 Cara Pembuatan Lavender Pillow Spray Gambar
A Siapkan wadah untuk mencampur bahan

B Tuang alkohol sebanyak 2 sendok makan


ke wadah yang telah di siapkan.

C Dan tuang minyak lavender (esensial oil)


sebanyak 10 tetes ke wadah.

D Kocok sekitar 15 sampai 20 detik, agar


alkohol dan minyak lavender (esensial
oil) tercampur dengan baik

E Kemudian masukan air mineral sebanyak


6 sendok makan ke dalam wadah yang
telah berisi alkohol dan minyak lavender
(esensial oil) tersebut.

F Setelah ke tiga bahan tersebut telah


tercampur maka kocoklah lagi agar
tercampur dengan baik.
G Siapkan botol spray dan buka tutupnya.

H Lavender Pillow Spray siap digunakan


Lampiran 2

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN LAVENDER PILLOW SPRAY

1) Tujuan pemberian Lavender Pillow Spray


Mengatasi gangguan tidur (insomnia) pada lansia
2) Kriteria inklusi
a. Lansia yang bersedia menjadi responden tanpa adanya paksaan
b. Lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia)
c. Lansia yang suka dengan aroma lavender
3) Kriteria ekslusi
a. lansia dengan gangguan psikologi
b. lansia dengan riwayat penyakit asma
4) Prosedur
1. Menyiapkan lavender pillow spray (40 ml)
(yang menyiapkan alat adalah peneliti dan yang membuat klien dibantu
peneliti)
2. Persiapan pasien
a. Sapa klien dengan ramah
b. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
c. Posisikan klien senyaman mungkin (fowler/semi fowler)
d. Memberikan kuesioner pada klien untuk diisi
3. Persiapan lingkungan
a. Jaga privasi klien
b. Siapkan lingkungan yang nyaman : tempat tidur dalam kondisi bersih
dan tidak ada kebisingan
4. Pelaksanaan
a. Menjelaskan cara kerja dari lavender pillow spray dalam mengatasi
gangguan tidur (insomnia)
b. Posisikan klien berbaring dengan posisi yang nyaman
c. Memberikan lavender pillow spray yang telah disiapkan sebanyak 5
kali spray (di bantal, guling dan selimut)
5. Waktu
a. Waktu pemberian pada malam hari menjelang tidur malam (20.00
WIB)
b. Pemberian lavender pillow spray dihirup selama 60 menit sebelum
tidur
c. Lama waktu pemberian lavender pillow spray selama 2 minggu
berturut-turut
6. Mengevaluasi hasil intervensi
Lampiran 3

Lembar Kuesioner
Insomnia Rating Scale
Oleh : Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta (KSPBJ)

Petunjuk Pengisian :
 Pilihlah salah satu pernyataan dalam masing-masing bapak/ibu
rasakan dan berilah tanda silang (X) yang terdapat di samping
pernyataan yang bapak/ibu pilih.
 Tidak ada jawaban yang salah pada butir pernyataan, oleh karena
itu saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menjawab dengan jujur.

1. Lamanya Tidur
a. Tidur lebih dari 6,5 jam
b. 5 jam 30 menit sampai 6 jam 30 menit
c. Antara 4 jam 30 menit sampai 5 jam 30 menit
d. Tidur kurang dari 4 jam 30 menit
2. Mimpi-mimpi
a. Tidak bermimpi sama sekali
b. Terkadang bermimpi dan mimpi yang menyenangkan
c. Selalu bermimpi dan mimpi yang mengganggu
d. Selalu mimpi buruk dan tidak menyenangkan
3. Kualitas Tidur
a. Tidur sangat lelap dan sulit terbangun
b. Tidur nyenyak dan sulit untuk terbangun
c. Tidur nyenyak dan sangat mudah untuk terbangun
4. Masuk Tidur
a. Memulai waktu tidur kurang dari 5 menit
b. Memulai waktu tidur antara 6 menit sampai 15 menit
c. Memulai waktu tidur antara 16 – 29 menit
d. Memulai waktu tidur antara 30 – 44 menit
e. Memulai waktu tidur antara 45 – 60 menit
f. Memulai waktu tidur lebih dari 60 menit
5. Bangun Malam Hari
a. Tidak terbangun sama sekali
b. Terbangun 1-2 kali
c. Terbangun 3-4 kali
d. Terbangun lebih dari 4 kali
6. Waktu Untuk Kembali Tidur Setelah Bangun Malam Hari
a. Kurang dari 5 menit
b. Antara 6-15 menit
c. Antara 16-60 menit
d. Lebih dari 1 jam
7. Bangun Dini Hari
a. Bangun pada waktu biasanya
b. 30 menit lebih cepat dari biasanya dan tidak tidur lagi
c. Bangun satu jam lebih cepat dan tidak bisa tidur lagi
d. Lebih dari 1 jam bangun lebih awal dan tidak dapat tidur kembali
8. Perasaan Segar Diwaktu Bangun
a. Perasaan segar
b. Tidak begitu segar
c. Tidak segar sama sekali

Score : .....
.............
Lampiran 4

KISI-KISI

Kuesioner Insomnia Rating Scale


Komponen Penilaian
1. Lamanya Tidur Nilai 0 : untuk jawaban tidur lebih dari
6,5 jam
Nilai 1 : untuk jawaban 5 jam 30 menit
sampai 6 jam 30 menit
Nilai 2 : untuk jawaban antara 4 jam 30
menit sampai 5 jam 30 menit
Nilai 3 : untuk jawaban tidur kurang dari
4 jam 30 menit
2. Mimpi-mimpi Nilai 0 : untuk jawaban tidak bermimpi
sama sekali
Nilai 1 : untuk jawaban terkadang mimpi
dan mimpi yang menyenangkan
Nilai 2 : untuk jawaban selalu bermimpi
dan mimpi yang mengganggu
Nilai 3 : untuk jawaban selalu mimpi
buruk dan tidak menyenangkan
3. Kualitas Tidur Nilai 0 : untuk jawaban tidur sangat lelap
dan sulit terbangun
Nilai 1 : untuk jawaban tidur nyenyak
dan sulit terbangun
Nilai 2 : untuk jawaban tidur tidak
nyenyak dan sangat mudah untuk
terbangun
4. Masuk Tidur Nilai 0 : untuk jawaban memulai waktu
tidur kurang dari 5 menit
Nilai 1 : untuk jawaban memulai waktu
tidur antara 5 menit sampai 15 menit
Nilai 2 : untuk jawaban memulai waktu
tidur antara 16 sampai 29 menit
Nilai 3 : untuk jawaban memulai waktu
tidur antara 30 sampai 44 menit
Nilai 4 : untuk jawaban memulai waktu
tidur antara 45 sampai 60 menit
Nilai 5 : untuk jawaban memulai waktu
tidur lebih dari 60 menit
5. Bangun Malam Hari Nilai 0 : untuk jawaban tidak terbangun
sama sekali
Nilai 1 : untuk jawaban terbangun 1-2
kali
Nilai 2 : untuk jawaban terbangun 3-4
kali
Nilai 3 : untuk jawaban terbangun lebih
dari 4 kali
6. Waktu untuk kembali tidur setelah Nilai 0 : untuk jawaban kurang dari 5
bangun malam hari menit
Nilai 1 : untuk jawaban antara 6-15
menit
Nilai 2 : untuk jawaban antara 16-60
menit
Nilai 3 : untuk jawaban lebih dari 1 jam
7. Bangun Dini Hari Nilai 0 : untuk jawaban pada waktu
biasanya
Nilai 1 : untuk jawaban 30 menit lebih
cepat dari biasanya dan tidak bisa tidur
lagi
Nilai 2 : untuk jawaban bangun 1 jam
lebih cepat dan tidak bisa tidur lagi
Nilai 3 : untuk jawaban lebih dari 1 jam
bangun lebih awal dan tidak dapat tidur
kembali
8. Perasaan Segar di Waktu Bangun Nilai 0 : untuk jawaban perasaan segar
Nilai 1 : untuk jawaban tidak begitu
segar
Nilai 2 : untuk jawaban tidak segar sama
sekali

Score :
Dikatakan tidak ada gangguan tidur jika : total nilai < 10
Dikatakan mengalami gangguan tidur jika : total nilai > 10

Anda mungkin juga menyukai