Anda di halaman 1dari 14

1

MAKALAH PERAN SENIMAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seni


Pada Program Studi Pendidikan Bisnis

Oleh

Azwin Burhan Syarif 1807843


Hasbi Putra Pratama 1806439
Reza Ahmad Ferdiansyah 1806716
Riski Rifaldo 1800499

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
KAJIAN TEORI....................................................................................................4
2.1 Seni.........................................................................................................................4
2.2 Seni Pertunjukan...................................................................................................4
BAB III....................................................................................................................8
PEMBAHASAN.....................................................................................................8
3.1 Sejarah Celah Celah langit...................................................................................8
3.2 Profil Celah Celah Langit.....................................................................................8
3.3 Strategi pemasaran CCL.....................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................12
4.2 Saran.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang kaya dengan seni. Seni adalah
salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejajar dengan
perkembangan manusia selaku penggubah dan penikmat seni. Kebudayaan adalah
hasil pemikiran, karya dan segala aktivitas (bukan perbuatan), yang merefleksikan
naluri secara murni. Seni memiliki nilai estetis (indah) yang disukai oleh manusia
dan mengandung ide-ide yang dinyatakan dalam bentuk aktivitas atau rupa
sebagai lambang. Dengan seni kita dapat memperoleh kenikmatan sebagai akibat
dari refleksi perasaan terhadap stimulus yang kita terima. Kenikmatan seni
bukanlah kenikmatan fisik lahiriah, melainkan kenikmatan batiniah yang muncul
bila kita menangkap dan merasakan simbol-simbol estetika dari penggubah seni.
Dalam hal ini seni memiliki nilai spiritual. Kedalaman dan kompleksitas seni
menyebabkan para ahli membuat definisi seni untuk mempermudah pendekatan
kita dalam memahami dan menilai seni. Konsep yang muncul bervariasi sesuai
dengan latar belakang pemahaman, penghayatan, dan pandangan ahli tersebut
terhadap seni.
Salah satu seni yang kita perhatikan di sini adalah seni teater.
Pertunjukkan teater tidak hanya untuk hiburan masyarakat penonton. Di balik itu,
ada amanat yang ingin disampaikan kepada masyarakat tentang sesuatu yang
berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat. Kehidupan yang dimaksud
menyangkut seluruh perilaku sosial yang berlaku pada kelompok masyarakat
tertentu.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Seni
Kata seni berasal dari Bahasa Sansekerta “sani” yang
artinya adalah persembahan, pelayanan, atau pemberian. Dalam
Bahasa Jawa Kuno juga dikenal dengan kata “sanindya” yang
memiliki arti pemusatan pikiran. Maka dari itu dalam penciptaan
karya seni tentu memerlukan pemusatan pikiran .(Ghozali
& Ekomadyo, n.d.).
Berdasar Peraturan Menteri Pariwisata RI No.17 tahun
2015 tentang Standar usaha gedung pertunjukan seni,
menjelaskan mengenai definisi Pusat Seni Budaya dan berbagai
aspek aktivitas yang harus ditampung. Diuraikan bahwa Pusat
Seni Budaya merupakan sebuah wadah yang menghimpun
kebudayaan suatu daerah, kota maupun dalam skala kecil di
tingkat kabupaten, serta mengakomodasi berbagai kegiatan
kesenian, mulai dari seni musik, seni rupa, seni pertunjukan, seni
budaya tradisional serta seni kerajinan. Pusat seni juga dapat
difungsikan sebagai tempat latihan, diskusi antar pelaku seni dan
budaya, pertunjukan dan pameran budaya serta sumber informasi
tentang seni dan budaya setempat. .(Ghozali & Ekomadyo, n.d.).

2.2 Seni Pertunjukan


Pengertian Seni Pertunjukan
Kata pertunjukan diartikan sebagai “sesuatu yang dipertunjukan; tontonan
(bioskop,wayang, dsb); pameran (barang-barang)” seperti dinyatakan dalam
kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua balai pustaka Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta (1999, hlm. 1087) dalam (hijrayani, 2018). Pada arti kata ini
terkandung tiga hal, yaitu:
(1)Adanya pelaku kegiatan yang disebut penyaji,
(2)Adanya kegiatan yang dilakukan oleh penyaji dan kemudian disebut
pertunjukan, dan
(3)Adanya orang (khalayak) yang menjadi sasaran suatu pertunjukan
(pendengan atau audiens). Berdasarkan makna itu, pertunjukan dapat
diartikan sebagai kegiatan menyajikan sesuatu dihadapan orang lain.
Sedangkan seni pertunjukan merupakan suatu bentuk
sajian pentas seni yang diperlihatkan atau dipertunjukan kepada
khalayak umum atau orang banyak oleh pelaku seni (seniman)
dengan tujuan untuk memberikan hiburan yang dapat dinikmati
oleh para penontonnya. Hiburan selalu bersifat menyenangkan,
karena hiburan bersifat menghibur seseorang setelah melakukan
aktifitas atau rutinitasnya sehari-hari agar bisa menghilangkan
penat dan lelah selama bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh
Sumardjo dalam(Nainggolan, 2016) bahwa
Seni pertunjukan adalah kegiatan di luar kegiatan kerja
sehari-hari. Seni dan kerja dipisahkan. Seni adalah kegiatan di
waktu senggang yang berarti kegiatan diluar jam-jam kerja
mencari nafkah. Seni merupakan kegiatan santai untuk
mengendorkan ketegangan akibat kerja keras mencari nafkah.
Pendapat lain menyebutkan bahwa seni pertunjukan
merupakan ungkapan dari suatu kebudayaan di suatu daerah
tertentu yang senantiasa mengikuti jaman. Diungkapkan oleh
Sedyawati dalam (Wijaya, 2015) bahwa
Seni pertunjukan merupakan sebuah ungkapan budaya,
wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya, dan perwujudan
norma-norma estetik- artistik yang berkembang sesuai dengan
zaman. Proses alkulturasi berperan besar dalam melahirkan
perubahan dan transformasi dalam banyak bentuk tanggapan
budaya, termasuk juga seni pertunjukan.
Selain itu seni pertunjukan merupakan cabang seni yang
berbeda dengan cabang seni-seni yang lain, karena seni
pertunjukan bukanlah seni yang membenda, dengan kata lain seni
pertunjukan merupakan cabang seni yang hanya bisa dinikmati
apabila kita menyaksikannya secara langsung. Seni pertunjukan
memiliki durasi waktu tertentu, dari mulai acara sampai
selesainya acara ditentukan, serta tempat seni itu dipertunjukan
juga ditentukan. Seperti yang diungkapkan oleh Sumardjo bahwa
Berbeda dengan cabang-cabang seni yang lain, seni
pertunjukan bukanlah seni yang membenda. Sebuah seni
pertunjukan dimaulai dan selesai dalam waktu tertentu dan tempat
tertentu pula, sesudah itu tak ada lagi wujud seni pertunjukan.
Selain berfungsi sebagai hiburan, seni pertunjukan
memiliki fungsi lain yang diartikan berbeda oleh setiap jaman,
setiap kelompok, dan setiap lingkungan masyarakat. Tetapi secara
garis besar ada tiga fungsi primer dari seni pertunjukan, seperti
yang diungkapkan oleh Soedarsono bahwa
Setiap jaman, setiap kelompok etnis, serta setiap
lingkungan masyarakat, setiap bentuk seni pertunjukan memiliki
fungsi primer dan sekunder yang berbeda. Namun demikian
secara garis besar seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer,
yaitu
(1) sebagai sarana ritual;
(2) sebagai hiburan pribadi; dan
(3) sebagai presentasi estetis.
Berbicara tentang seni pertunjukan khususnya seni
pertunjukan tradisional, terdapat macam-macam seni pertunjukan
tradisional yang kita miliki dengan berbagai bentuk dan
strukturnya. Dan pada dasarnya setiap daerah atau masyarakat
yang ada di Indonesia memiliki kesenian yang khas yang berbeda
satu sama lain dan berkembang di daerah atau masyarakat
tersebut. Apabila kesenian tersebut tetap dijaga dan dilestarikan,
maka kesenian tersebut tidak akan dapat dilepaskan dari daerah
atau masyarakat tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh
Durachman bahwa
Pada dasarnya seni pertunjukan berangkat, berkembang
dan dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu, sehingga kesenian itu
tidak pernah bisa dilepaskan dari masyarakat yang menyangga
keberlangsungannya, oleh karenanya dalam lingkungan itulah
akan tercipta suatu kesepakatan, baik yang meruntut pada bagian
adat istiadat, maupun kebutuhan akan hiburan.
Namun, tanpa peran masyarakat yang mendukung
keberadaan kesenian tradisional, dipastikan tidak akan terjadi
pewarisan atau regenerasi kepada generasi berikutnya. Selain itu,
seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan jaman dan
berkembangnya teknologi, banyak bermunculan kesenian baru
yang apabila tidak diperhatikan sungguh-sungguh akan
menyingkirkan eksistensi dari kesenian tradisional yang telah ada
sebelumnya. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus
memiliki kemauan atau usaha untuk menghidupkan seni
pertunjukan tradisional, seperti senantiasa mampu menyediakan
wadah untuk memfasilitasi agar hasil karya para pelaku seni
dapat terjaga eksistensinya, dan senantiasan diapresiasi oleh
masyarakat, agar kesenian tidak kehilangan hidupnya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sedyawati, bahwa
Suatu hal lain yang membuat usaha menghidupkan seni
pertunjukan tradisional patut dibicarakan, adalah kenyataan
adanya arus keras pengaruh dari luar tradisi-tradisi yang
memungkinkan timpangnya keseimbangan. Pandangan yang
menganggap segala sesuatu yang baru, yang datang dari luar
sebagai kemajuan, tanda kehormatan, sedang segala sesuatu yang
keluar dari rumah sendiri sebagai kampungan, ketinggalan jaman,
pada dasarnya disebabkan oleh kekurangan kenalan akan
pembendaharaan kesenian sendiri, disamping kesenian sendiri
itupun sudah menjadi barang jiplakan yang membosankan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulakan
pengertian pertunjukan dalam kesenian tradisional bisa dikatakan
sebagai segala sesuatu yang disajikan atau ditampilkan untuk
dapat dinikmati atau dilihat. Bentuk pertunjukan merupakan
wujud dari beberapa unsur penyajian yang digunakan sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan tertentu dari
seniman kepada masyarakat dalam pertunjukan kesenian
tradisional. Pertunjukan kesenian tradisional juga merupakan
sebuah bentuk ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan
nilai-nilai budaya, dan perwujudan norma-norma estetik-artistik
yang berkembang pada suatu daerah tertentu.
Begitu juga dengan pertunjukan kesenian Teater Bel yang
berada di Jawa Barat yang memiliki pesan dari setiap
pertunjukannya. Dan tidak dipungkiri juga, bahwa kesenian ini
memerlukan perhatian khusus dalam perkembangan dan
eksistensinya. Tanpa peran serta dan
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa susunan
pertunjukan adalah karya seni yang sudah diatur dan
direncanakan dengan baik, serta di dalamnya ada penataan yang
saling berhubungan dan terorganisir.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Celah Celah langit


Celah Celah Langit adalah nama yang diberikan oleh Sawung Jabo,
seorang seniman dan musisi yang terkenal pada era 1990-an, seangkatan musisi
terkenal Virgiawan Listianto yang dikalangan masyarakat sering disebut Iwan
Fals. Sawung Jabo dikenal dengan keterlibatannya dalam hampir disegala bentuk
kesenian seperti teater, bermusik, melukis, juga tari. Celah-Celah Langit terbentuk
pada tahun 1986 bernama Komunitas Gang Bapa Eni, sesuai dengan nama gang
tempat komunitas ini berkegiatan, juga pada saat itu nama gang sedang kondang,
pembeda dengan anak komplek, ada juga yang menyebutkan sebelumnya nama
CCL ini adalah Cowok Cewek Ledeng. CCL yang dulu sempat disebut dengan
nama “Center Culture of Ledeng” ini resmi berdiri pada tanggal 22 Mei 1998
tepat pada saat rezim orde baru tumbang.
Komunitas ini digagas oleh Iman Soleh, pemilik tempat sekaligus ketua
komunitas dan didukung oleh beberapa kerabat dan kakaknya yaitu Tisna Sanjaya.
Pengambilan nama Celah-Celah Langit diambil dari cahaya langit yang terlihat
dari celah-celah gang sempit, versi lain menyebutkan CCL artinya pepohonan
mentas diantara celah langit.
Iman Soleh menyebutkan bahwa pengambilan nama CCL terinspirasi dari
salah satu ayat Al-Qur’an. Aktivitas CCL ini awalnya berorientasi pada bidang
seni rupa dan sastra karena para pendirinya kebanyakan seniman perupa dan
penulis.

3.2 Profil Celah Celah Langit


CCL (Celah-Celah Langit) merupakan ruang publik, kantung kecil
kebudayaan atau monumen kebudayaan di Kota Bandung yang terletak di
kawasan padat penduduk dengan mayoritas penghuninya adalah kaum urban,
ditambah banyaknnya mahasiswa kost yang bersal dari kota-kota yang ada di
Indonesia. Tempat ini terbilang strategis, mengingat letaknya dekat dengan jalan
protokol Bandung-Lembang dan terminal Ledeng juga satu area dengan beberapa
perguruan tinggi di Bandung utara.
Pemilik rumah, Pembina, sekaligus pimpinan komunitas ini bernama Iman
Soleh, seorang dosen di Institut Seni dan Budaya Indonesia Bandung, jurusan
Teater dimana beliau menjadikan CCL sebagai suatu wadah bagi anak didik dan
kaum muda lainnya dalam hal merealisasikan bakat dan minat dalam hal kesenian.
Keunikan Komunitas CCL bersifat egaliter, terbuka, yang dikelola oleh
masyarakat. selain daripada itu Komunitas CCL adalah komunitas nirlaba,
mengesampingkan kepentingan materi. SUSU TANTE (SUmbangan SUkarela
TANpa Tekanan) karena komunitas ini tidak mau melanggar aturan dari awal
berdiri, jadi sebagian dana yang didapat dari sumbangan, kolektif masyarakat, dan
dana sumbang dari pihak yang ingin bekerja sama dengan komunitas.
Bagi komunitas CCL, kesenian tidak melulu sebagai eksplorasi estetik,
namun dapat didekati sebagai pertukaran sosial (social exchange), silang budaya
(cross culture) dan akulturasi budaya (culture accurturation) dengan
mengutamakan penghargaan terhadap perbedan sikap. Atas dasar pemikiran
tersebut, komunitas CCL berusaha melibatkan berbagai elemen masyarakat yang
heterogen untuk lebur dalam setiap proses eksplorasi kesenian, sehingga kesenian
tumbuh bersama masyarakat dalam kesetaraan dan kemajemukan, baik ideologi
maupun kepercayaan.
Komunitas CCL berupaya membuka dan memperluas sudut pandang
masyarakat pada dunia dari berbagai faktor internal dan eksternal, mengupayakan
berbagai nilai tradisi, baik secara tradisional maupun kontemporer, sehingga
mendorong masyarakat tumbuh arif pada komunikasi antar budaya, melakukan
pengembangan kesadaran heterogenitas didalam dialektika kesenian.
Komunitas dan anggotanya selalu ingin memposisikan diri dalam masyarakat
sebagai penjembatan antara masyarakat dan produk budaya, dan juga masyarakat
mendapatkan hiburan dalam bentuk pertunjukan dengan cuma-cuma tanpa ada
biaya apapun yang dikeluarkan.
3.3 Strategi pemasaran CCL
Prinsip dasar Marketing Mix yang digunakan adalah 7 Ps dengan 4Ps yaitu
product, price, place, dan promotion ditambah aspek patnership, people, dan
positioning yang sesuai dengan keadaan dan kasus Komunitas seni teater CCL.
Product yaitu segala sesuatu (dengan seluruh atributnya) yang
menghasilkan kepuasan pada pemakainya. Pada dasarnya CCL mempunyai 5
divisi yang menjadi karya seni yang disajikan, diantaranya adalah seni teater, seni
rupa, seni musik, seni tari, seni sastra. Namun pada dasarnya CCL mengutamakan
seni teater yang berciri khas pada gaya teater yang tidak melulu sebagai eksplorasi
estetik, namun dapat didekati sebagai pertukaran sosial (social exchange), silang
budaya (cross culture) dan akulturasi budaya (culture accurturation) dengan
mengutamakan penghargaan terhadap perbedan sikap.
Price yaitu suatu nilai tukar untuk manfaat yang ditimbulkan oleh barang
atau jasa tertentu untuk konsumen. Penetapan suatu harga barang atau jasa
mempengaruhi besarnya volume penjualan dan laba yang dicapai oleh perusahaan
atau pengusaha. Harga bersifat relatif tergantung pada market segmentationnya.
Komunitas CCL adalah komunitas nirlaba, mengesampingkan kepentingan
materi. SUSU TANTE (SUmbangan SUkarela TANpa Tekanan) karena
komunitas ini tidak mau melanggar aturan dari awal berdiri, jadi sebagian dana
yang didapat dari sumbangan, kolektif masyarakat, dan dana sumbang dari pihak
yang ingin bekerja sama dengan komunitas.
Place (or distribution) yaitu tempat produk ditransaksikan atau dipasarkan,
atau tempat penyaluran produk atraksi wisata. Place yaitu lokasi tujuan wisata
yang dipasarkan atau mendekatkan pewisata ke lokasi wisata atau destinasi. CCL
beralamat di Jalan Dr. Setiabudhi, Gang Bapak Eni No.8 /169A Ledeng, Bandung,
Jawa Barat. Tel. (022) 200 481 5 ; 081 224 510 31 Email: cclledeng@yahoo.co.id.
Arena budaya ini didirikan diatas tanah dengan luas 820 M² dengan luas
panggung 7Mx12M, menyerupai amphitheater, dikelilingi kamar-kamar
kontrakan mahasiswa, dengan kapasitas penonton sebanyak 400 orang. Dikelilingi
oleh pepohonan yang rimbun ditengah pemukiman padat penduduk dan hiruk
pikuk terminal Ledeng. Disekitar lokasi amphitheater atau tempat pementasan,
dikelilingi oleh indekost mahasiswa UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).
Dari jalan protokol Jl. Dr. Setiabudhi, masuk melalui gang kecil yang bisa
diakses oleh 2 motor sekaligus dan terletak sekitar belakang terminal Ledeng,
berdepanan dengan kampus UPI.
Adapun strategi pengembangan bauran pemasaran dalam bentuk strategi
kemitraan dengan masyarakat setempat, pemerintah daerah kota (instansi, atau
dinas terkait) di Baandung, jawa barat dan instansi lainnya sudah terjalin dengan
baik, sehingga kinerja manajemen CCL selaku pengelola komunitas CCL cukup
optimal dan masih dapat dikembangkan lagi.
Strategi penetrasi pasar (market penetration strategy) adalah langkah pihak
manajemen mencari jalan untuk meningkatkan pangsa pasar dari produk yang ada
pada pasar mereka saat ini. Strategi penetrasi pasar digunakan jika manajemen
atraksi wisata ingin meningkatkan pasarnya dari produk yang sudah ada, juga
kepada pasar baru atau new market. Pada kasus ini melihat perkembangan zaman
yang menjadi digitalisasi di berbagai aspek termasuk pemasaran, maka CCL
memanfaatkan Internet tepatnya Media Sosial untuk mengembangkan pangsa
pasar. Terhitung sejak pertengahan tahun 2020, media sosial menjadi panggung
baru bagi CCL untuk menampilkan pertunjukkan seni sebagai langkah dalam
pemanfaatan teknologi dan adapatasi diri di tengah tengah tuntutan pandemi
Covid -19. Selain itu, CCL juga memanfaatkan media lainnya seperti Website
Komunitas Celah-Celah Langit, Poster Digital dan iklan video sebagai penetrasi
pasar secara digital.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari banyaknya cabang seni, seni pertunjukan merupakan salah satu seni
yang dapat menyampaikan informasi melalui audio dan visual, yang membuat
pesan yang disampaikan di dalamnya dapat lebih mudah untuk sampai kepada
penonton. Karenanya, penting bagi seni teater untuk lebih dikenal dan meluas juga
untuk masyarakat umum karena penyampaian informasi dapat sampai lebih cepat
dan tertanam di benak penontonnya.
Seni pertunjukan diekspresikan dalam bentuk kelompok-kelompok teater,
yang sayang sekali belum banyak dikenal oleh masyarakat, terutama masyarakat
umum. Karenanya, kesenian yang diperkenalkan melalui kelompok teater ini perlu
mendapatkan sebuah wajah; sebuah identitas yang mampu menarik perhatian
masyarakat, apalagi setiap kelompok teater memiliki ciri khas dan keunikan
masing-masing yang juga dapat memperluas informasi dan pengetahuan bagi
masyarakat.

4.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan yaitu ada baiknya bagi kelompok-
kelompok teater untuk melakukan perancangan visual secara serius agar memiliki
sebuah identitas yang membedakan dan menjadikannya unik dari kelompok teater
lainnya, serta dapat menjangkau kelompok audiens yang lebih luas.
Saran untuk desainer sendiri adalah hendaknya melakukan penempatan
foto yang tepat dalam media poster dan mencerminkan sebuah pertunjukan agar
lebih membuat penasaran, dibandingkan memakai foto proses kreasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, A., & Ekomadyo, A. S. (n.d.). IMPLEMENTASI RUANG KOLABORASI


PADA DESAIN PUSAT SENI PERTUNJUKAN Title: Implementation of
Collaboration Space in the Design of the Performing Arts Center Case
Study: Performing Arts Center in Sriwedari Area, Surakarta.
hijrayani, siti. (2018). PERTUNJUKAN ANGARU’ PADA UPACARA
PERKAWINAN DI KABUPATEN GOWA Siti Hijriyani.
Nainggolan, R. (2016). Analisa Struktur Pertunjukan Opera Batak “Si Jonaha”
Karya Thompson P. Hutasoit dan “Saudara-saudara Inilah Cerita” Karya
Junita Batubara. 2. www.iranesrd.com
Wijaya, H. Y. (2015). KESENIAN JARANAN SENTEREWE KEDIRI JAWA
TIMUR Henry Yudha Wijaya Pendahuluan Tinjauan Seni Tari dan
Pertunjukan Rumusan Masalah Metode Penelitian.
http://kelola.or.id/id/seniman/celah-celah-langit/
https://beritabaik.id/read?editorialSlug=komunitas&slug=1527950633222-celah-
celah-langit-komunitas-budaya-di-area-terminal-bandung
https://www.eventori.id/celah-celah-langit-komunitas-yang-bertujuan-
menyampaikan-aspirasi-dalam-bentuk-kesenian

Anda mungkin juga menyukai