Referensi Jurnal:
Widya Utaminingsih, Susi Hidayah (Jurnal Irigasi – Vol.7, No.2, Oktober 2012)
MITIGASI EMISI GAS RUMAH KACA MELALUI PENERAPAN IRIGASI
INTERMITTENT DI LAHAN SAWAH BERIRIGASI
Diyah Krisna Yuliana (Vol.12, No.2, Desember 2017) TINGKAT EMISI GAS
RUMAH KACA DI KABUPATEN INDRAMAYU
Frankie Chiarly Rawung (Vol 12, No. 2, Juli 2015) EFEKTIVITAS RUANG
TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM MEREDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)
DI KAWASAN PERKOTAAN BOROKO
Abstrak
Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui penerapan irigasi terputus (intermittent)
di lahan sawah beririgasi telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menghitung
besarnya potensi mitigasi melalui perhitungan laju emisi GRK dan Global Warming
Potential (GWP) pada penerapan irigasi intermittent dan konvensional. Pengambilan
sampel GRK dilakukan di Daerah Irigasi Mrican Kanan Jombang pada petak tersier dan
petak konvensional sebagai kontrol. Sampel diambil pada 3 fase pertumbuhan padi dalam
box penangkap GRK. Sampel dianalisa di laboratorium dengan kromatografi gas (GC).
Hasil pembacaaan fluks GRK ditujukan untuk mendapatkan nilai Emisi GRK dan GWP
agar dapat dilihat penurunan emisi GRK pada perlakuan pemberian air secara terputus.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penerapan irigasi intermittent dapat menurunkan
emisi CH4 sebesar 33,18% dan potensi pemanasan global GRK sebesar 34,9% jika
dibandingkan dengan penerapan irigasi konvensional (tergenang). (Widya Utaminingsih,
Susi Hidayah, 2012)
Istilah Gas Rumah Kaca mengemuka seiring dengan isu pemanasan global dan perubahan
iklim yang dampaknya telah dirasakan di berbagai wilayah di Indonesia. Kelima sektor
potensial tersebut yaitu sektor Kehutanan dan lahan gambut, sektor Pertanian, Sektor energi
dan transportasi, sektor industri dan sektor limbah. Kabupaten Indramayu telah melakukan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan melaporkannya melalui Laporan berjudul
«Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kabupaten Indramayu Tahun 2012». Berdasarkan hasil
kalkulasi,tingkat emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Indramayu cenderung tinggi dilihat
dari jumlah emisi yang dihasilkan dari sektor industri dan transportasi serta terjadinya
pengurangan simpanan cadangan carbon yang cukup besar pada sektor kehutanan. (Diyah
Krisna Yuliana , 2017)
Kawasan perkotaan Boroko sebagi pusat pemerintahan Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara yang letaknya dilalui oleh jaringan jalan trans pulau Sulawesi memiliki potensi untuk
tumbuh dan berkembangnya aktivitas perkotaan. Pertumbuhan kawasan perkotaan akan
membawa dampak negatif bila tidak direncanakan dan diarahkan sedini mungkin. Salah
satunya adalah penurunan kualitas lingkungan berupa meningkatnya suhu permukaan bumi
akibat dari emisi gas rumah kaca. Menurut Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu
Industri, dari ke enam gas rumah kaca yang dinyatakan paling berkontribusi terhadap gejala
pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), yaitu lebih dari 75%, dimana gas tersebut
sebagian besar di hasilkan oleh aktivitas manusia berupa penggunaan bahan bakar fosil
pada sektor industry maupun transportasi. (Frankie Chiarly Rawung, 2015)
Latar Belakang
Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca
(GRK). Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK
ini menghambat pantulan radiasi matahari (inframerah) dari permukaan bumi ke luar
angkasa. Gas-gas yang diklasifikasikan sebagai GRK adalah Karbondioksida (CO2), Metan
(CH4), Nitrit Oksida (N2O), Hidrofluorokarbon (HFC), Perfluorokarbon (PFC), dan Sulfat
Heksafluorida (SF6). Kondisi itu akhirnya mengakibatkan perubahan iklim yang sangat
ekstrem di bumi.
Sumber emisi lahan sawah tersebut 95% berasal dari sawah yang tergenang terus menerus
(continously flooded) dan 5% menggunakan sistem irigasi intermittent Irigasi intermittent
adalah pemberian air irigasi dengan alternasi batas atas genangan dangkal dan batas bawah
macak-macak sampai retak rambut secara terputus sesuai dengan fase pertumbuhan
tanaman.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan
emisi GRK sebesar 26 % dari berbagai bidang. mitigasi GRK pada lahan sawah beririgasi
termasuk salah satu bidang dalam pelaksanaan Mitigasi GRK. Oleh karena itu, mitigasi
GRK dari lahan sawah beririgasi merupakan hal strategis yang perlu dilakukan dalam
rangka pengurangan dampak pemanasan global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan penerapan irigasi intermittent pada budidaya padi. Irigasi intermittent ini
dapat menghemat air tanpa menurunkan produksi, bahkan di beberapa lokasi terbukti dapat
meningkatkan produksi. (Widya Utaminingsih, Susi Hidayah, 2012)
Salah satu GRK yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan
perubahan iklim adalah CO2. Beberapa faktor yang dapat dalam bentuk radiasi gelombang
panjang . Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan matahari yang kemudian oleh
GRK akan diserap dan menimbulkan efek panas yang dikenal sebagai «Efek Rumah
Kaca».Istilah Gas Rumah Kaca mengemuka seiring dengan isu pemanasan global dan
perubahan iklim yang dampaknya telah dirasakan di berbagai wilayah di Indonesia. (Diyah
Krisna Yuliana , 2017)
Kawasan perkotaan Boroko merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara. Terletak pada posisi strategis, yaitu sebagai salah satu pintu gerbang
Provinsi Sulawesi Utara yang menghubungkan dengan provinsi lain di Pulau
Sulawesi. Emisi gas rumah kaca diartikan sebagai lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer
pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam konvensi PBB mengenai
Perubahan Iklim , ada enam jenis yang digolongkan sebagai GRK yaitu
karbondioksida , gas metan , dinitrogen oksida , sulfurheksafluorida , perfluorokarbon dan
hidrofluorokarbon . Penyediaan RTH merupakan bagian dari mitigasi pemanasan global
sehingga dipandang sebagai salah satu upaya penanganan terhadap meningkatnya emisi gas
rumah kaca yang paling implementatif dibandingkan cara lainnya. (Frankie Chiarly
Rawung, 2015)
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui potensi penurunan emisi gas metan dari penerapan irigasi intermittent
2. Untuk mengetahui penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Kabupaten
Indramayu.
3. Menghitung besaran emisi CO2 yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan.
Tinjauan Pustaka
Mitigasi adalah usaha pengendalian untuk mengurangi resiko akibat perubahan iklim
melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi/meningkatkan penyerapan gas rumah kaca
dari berbagai sumber emisi. Sedangkan emisi GRK merupakan lepasnya GRK ke atmosfer
pada area dan waktu tertentu. Tanaman padi mempunyai peranan penting dalam pelepasan
gas CH4 ke atmosfir, karena dapat meningkatkan proses metanogenesis melalui pelepasan
eksudat akar yang kaya akan sumber karbon tersedia. Selain CH4, CO2 merupakan salah
satu penyumbang emisi di lahan sawah dalam kondisi berlebihan, CO2 ikut berperan dalam
peningkatan efek rumah kaca.
(Widya Utaminingsih, Susi Hidayah, 2012)
1. Kawasan perkotaan
Pembangunan kawasan perkotaan secara fisik cenderung menghabiskan ruang- ruang
terbuka dan menjadikannya area terbangun.Di antara gangguan tersebut adalah
meningkatnya temperatur, frekuensi banjir dan polusi udara, serta berkurangnya
keragaman hayati.
2. Gas rumah kaca
Gas rumah kaca diartikan sebagai gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun
dari kegiatan manusia , yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi
inframerah. Menurut Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri pada tahun
2012, karbon dioksida memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global diikuti
oleh gas methan . Menurut Rukaisih dalam Yusratika, Lestari, dan Uttari Gas CO2
mempunyai persentase sebesar 50% dalam total Gas Rumah Kaca.
3. Ruang terbuka hijau
Ruang terbuka hijau merupakan komponen penting dari suatu kawasan perkotaan. Definisi
yang sama juga tertulis dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008
(Frankie Chiarly Rawung, 2015)
METODE PENELITIAN
1. Mitigasi emisi GRK pada lahan irigasi melalui penerapan irigasi intermittent
Penelitian ini dilakukan di Desa Turipinggir, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang,
Jawa Timur. Pengamatan dilakukan pada lahan sawah berpadi menggunakan irigasi
intermittent dan lahan sawah konvensional (continously flooded). Fluks GRK (CO2, N2O
dan CH4) diukur pada tiga fase pertumbuhan tanaman padi yaitu fase anakan aktif 0-35
HST (Hari Setelah Tanam), primordia (36-65 HST) dan berbunga (66-95 HST). Pengolahan
data dilakukan dengan menentukan fluks GRK yang telah dianalisa laboratorium
menggunakan persamaan (1):
F: Fluks gas (mg/m2/hari)
dc/dt : Perbedaan konsentrasi gas per waktu (ppm/menit)
Vch : Volume box (m3)
Ach : Luas box (m2)
mW : Berat molekul gas (g)
mV : Tetapan volume molekul gas (22.41 l)
T : Suhu rata-rata selama pengambilan sampel (0C)
Nilai 273.2 : Tetapan suhu kelvin
Selanjutnya dihitung total emisi gas per hektar selama satu musim diestimasi dari emisi tiga
kali pengambilan sampel di lapang dan dihitung menggunakan persamaan (2):
Pilihan pendekatan dilakukan dengan menghitung emisi GRK pada masing-masing industri
dengan cara mengalikan jumlah industri dengan rata-rata faktor emisi:
Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak adalah emisi GRK dari
kegiatan transportasi, meliputi kegiatan transportasi darat , transportasi melalui air dan
transportasi melalui udara . Faktor emisi adalah nilai representatif yang
menghubungkan kuantitas suatu polutan yang dilepaskan ke atmosfer dari suatu
kegiatan yang terkait dengan sumber polutan.Kekuatan emisi menunjukkan volume
emisi yang dikeluarkan per satuan waktu.
𝑄 = 𝑛 × 𝐹𝐸 × 𝐾 × 𝐿……………………..…(1)
B. Sektor Industri
Di Kabupaten Indramayu terdapat industri yang dapat digolongkan sebagai industri
besar, yaitu Pengilangan Migas Balongan dan Mundu. Selain itu terdapat terdapat 90
industri di Kabupaten Indramayu tahun 2011. Pada sektor industri tidak terdapat data
hasil penghitungan emisi gas rumah kaca. Hasil perkiraan penghitungan jumlah emisi
GRK dari sektor industri di Kab.
Industri di Kabupaten Indramayu didominasi oleh jenis industri migas.
C. Sektor Transportasi
Kendaraan bermotor di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 didominasi oleh sepeda
motor sejumlah 246.645 , kendaraan penumpang sejenis mobil sejumlah 9.160 ,kendaraan
niaga besar. (Q) untuk Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 terbesar oleh sepeda motor
140.088.564 (55%), kendaraan penumpang 99.924.749 (39%) dan selebihnya oleh
kendaraan niaga. Total indikasi emisi yang “disumbangkan” Kabupaten Indramayu
sebesar 163.169.968.217 gram/detik atau
5.246 kg/tahun
D. Dampak Perubahan Iklim di Kabupaten Indramayu
Dampak perubahan iklim yang akan dirasakan di Indonesia , diantaranya adalah kenaikan
suhu rata-rata, kenaikan suhu permukaan laut,perubahan pola hujan, pergeseran musim
yang berakibat pada banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau yang bisa
berdampak kepada kegagalan panen raya,hasil tangkapan nelayan semakin berkurang dan
penurunan kualitas lingkungan hidup
KESIMPULAN
1. Penerapan irigasi intermittent budidaya padi dapat menurunkan emisi CH4 sebesar
33,18% jika dibandingkan dengan penerapan budidaya padi secara konvensional.
Sedangkan dari sisi GWP nya, potensi penurunan emisi GRK yang dicapai apabila
menerapkan irigasi intermittent pada budidaya padi adalah sebesar 34,9 %, sehingga
penerapan irigasi intermittent dalam skala luas sangat disarankan dalam rangka
mitigasi dampak perubahan iklim.
2. Tingkat emisi GRK sektor kehutanan di Kabupaten Indramayu adalah terjadinya
pengurangan simpanan cadangan karbon sebesar 72.034,3 ton C ha-1. Total indikasi
emisi yang «disumbangkan» Kabupaten Indramayu sebesar 163.169.968.217
gram/detik atau 5.246 kg/tahun dimana sepeda motor sebagai kendaraan penyumbang
emisi terbesar, yaitu sebesar 55%
3. Emisi CO2 yang dihasilkan : Segmen I sebesar 359,13 ton/tahun. Untuk Segmen II
sebesar 478,58 ton/tahun, dan untuk Segmen III sebesar 336,48 ton/tahun. Salah satu
jenis pohon yang direkomendasikan untuk dapat mereduksi sisa emisi CO2 aktual
adalah pohon
Daftar Pustaka
Balai Lingkungan Pertanian. 2007. Pengelolaan Lingkungan Pertanian menuju
Mekanisme Pembangunan Bersih. Balai Lingkungan Pertanian; Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian; Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pati.
J. Dickens and G.T. Snyder. 2009. Interpreting upward methane flux from pore water
profiles. Fire in the Ice, National Energy Tecnology Laboratory Methane
Hydrate News Letter. Winter: 7-10
Khalil, M.A.K., R.A. Rasmussen, M.X Wang and L. Ren. 1991. Methane emissions from
rice fields in China. Environ.Sci. Technol. 25:979-981.
Mosier, A.R., K.F. Bronson, J.R. Freney, and D.G. Keerthisinghe. 1994. Use nitrification
inhibitors to reduce nitrous oxide emission from urea fertilized soils. In CH4 and
N2O: Global Emissions and Controls from Rice Field and Other Agricultural and
Industrial Sources. NIAES. Pp. 187 – 196.
Pawitan, H. et al. 2009. Estimate of Methane Emission from Indonesia Rice Field
Under Different Water Environments on International Conference on
Promising Practices for the Development of Sustainable Paddy Fields Bogor:
October 7-9, 2009.