Anda di halaman 1dari 8

A.

Perspektif Terhadap Kualitas

Perspektif terhadap kualitas menurut David Garvin (dalam Lovelock, 1994) dan Ross


(1993) mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa
digunakan, yaitu:

1. Transcendental Approach, Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan


atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang
ini biasanya diterapkan dalam seni music, drama, seni tari, dan seni rupa.
2. Product-based Approach, Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
Pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan
dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User-based Approach, Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing-based Approach, Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian
spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh
tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi, yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,
bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relative, sehingga produk
yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.
Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat
dibeli (best-buy)

B. Dimensi Kualitas

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan
sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk
manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.


2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau
pelengkap.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
direparasi;
penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur,


maka berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Zeithaml, Berry
dan Parasuraman (1985) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang
digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu :

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan


sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-
raguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

C. Sumber Kualitas

      Paling tidak, ada lima sumber kualitas yang biasa dijumpai yaitu:

1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen


puncak.
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun
detail.
3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk
sebelum dilepas ke pasar
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang
terpelihara baik, pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan
secara cepat.
5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

D. Definisi dan Pandangan Terhadap Biaya Kualitas.

     Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena
kualitas yang buruk. Jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan
penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan.
Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu:
1. Biaya pencegahan (prevention cost), untuk mencegah kerusakan produk
yang
dihasilkan.
2. Biaya deteksi/ penilaian(detection/appraisal cost), untuk menentukan apakah
produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas.
3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost), biaya yang terjadi karena ada
ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau
jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan).
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost), biaya yang terjadi karena
produk atau jasa gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui
setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan.

E. Pandangan terhadap Biaya Kualitas

    Dewasa ini, ada tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para praktisi
mengenai biaya kualitas:

1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi pula.

Atribut kualitas kinerja dan karakterisitik tambahan menimbulkan biaya yang


lebih besar dalam tenaga kerja, bahan baku, desain, san sumber daya
ekonomis lainnya.

2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah daripada penghematan yang


dihasilkan.

Pandangan ini dikemukakan pertama kali oleh Deming dan dianut olleh para
pemanufaktur jepang. Penghematan dihasikan dari berkurangnya tingkat
lang, produk cat, dan biaya langsung lainnya yang berkaitan dengan
kerusakan.

3. Biaya kualitas merupakan biaya yang besarnya melebihi biaya yang terjadi
bila produk atau jasa dihasilkan secara benar sejak awal.Pandangan ini
dianut oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak mencakup biaya
langsung, tetapi juaga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa
pasar, an banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan
tidak teridentifikasi oleh system akuntansi biaya modern.

F. Perilaku Biaya Kualitas

     Kualitas dapat diukur berdasarkan biayanya. Perusahaan menginginkan agar


biaya kualitas turun, namun dapat mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-
tidaknya sampai dengan titik tertentu. Bila standar kerusakan nol dapat dicapai,
maka perusahaan masih harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian/
deteksi. Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program
pengelolaan kualitas yang berjalan dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih besar
dari 2,5% dari penjualan.
Agar standar tersebut dapat tercapai, maka perusahaan harus dapat
mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya kualitas secara individual. Sebagian
biaya kualitas bervariasi dengan penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar
laporan kinerja kualitas dapat bermanfaat, maka :

1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap
dihubungkan dengan penjualan.
2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh pengurangan
rasio biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat menggunakan salah satu dari
dua cara sebagai berikut :

a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat digunakan
untuk menghitung penghematan biaya sesungguhnya, atau kenaikan biaya
sesungguhnya.
b. Rasio biaya yang dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan
untuk mengukur kemajuan ke arah pencapaian sasaran produk.

3. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh


perubahan absolut jumlah biaya tetap.

G. Pandangan Terhadap Jumlah Kesalahan Optimum

   Berdasarkan pendekatan tradisional biaya terendah dicapai pada level non zero
defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi
kesalahan meningkat dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan
berkurang apabila ada sedikit kesalahan yang dibiarkan. Sebaliknya TQM
berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada level zero defect.
Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun kesalahan yang ada itu
jumlahnya besar, tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya untuk
memperbaiki kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan mengoreksi
kesalahan yang pertama. Oleh karena itu biaya total menurun terus sampai
kesalahan terakhir diatasi. Dalam hal ini TQM berpendapat bahwa quality is free.

H. Pengukuran Kualitas

    Kualitas dapat diukur melalui penelitian konsumen mengenai persepsi


pelanggan terhadap kualitas suatu produk atau perusahaan. Penelitian konsumen
tersebut menggunakan berbagai macam metode, misalnya sistem keluhan dan
saran, ghost shopping, lost customer analysis, maupun dengan survei pelanggan.
Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hamper sama dengan
pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan kinerja
yang dirasakan (perceived performance).

I. Pemikiran Beberapa Pakar Kualitas


Tiga pakar utama yang merupakan pionir dalam pengembangan TQM. Mereka
adalah W. Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.

1. Edwards Deming

Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan total quality
management. Tahap-tahap dalam Siklus Deming terdiri dari:

a. Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan


produk (plan).
b. Menghasilkan produk (do).
c. Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check).
d. Memasarkan produk tersebut (act).
e. Menganalisa bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal kualitas,
biaya, dan kriteria lainnya (analyze).

Empat Belas Point Deming (Deming’s Fourteen Points)

a. Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa.


b. Adopsilah falsafah baru.
c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk.
d. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah
e. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa.
f. Lembagakan on the job training.
g. Lembagakan kepemimpinan.
h. Hapuskan rasa takut.
i. Hilangkan dinding pemisah antar departemen.
j. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenag kerja.
k. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran.
l. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan karyawan atas
keahliannya.
m. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
n. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.

Deming’s Seven Deadly Diseases


Merupakan pandangan Deming terhadap faktor-faktor yang dapat merintangi
transformasi menuju bisnis berkualitas tingkat dunia, yakni:

a. Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa yang


memiliki pasar yang cukup untuk dapat mempertahankan perusahaan dalam
bisnis dan menyediakan lapangan kerja.
b. Penekanan pada laba jangka pendek.
c. Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen
berdasarkan sasaran tanpa menyediakan metode-metode atau sumber daya
untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Job hopping oleh para manajer.
e. Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan
keputusan, hanya memberikan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak sama
sekali terhadap apa yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
f. Biaya medis yang terlalu berlebihan.
g. Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara yang
bekerja berdasarkan tarif kontingensi.

2. Joseph M. Juran

Juran yang memiliki dua gelar kesarjanaan (teknik dan hukum) ini merupakan
pendiri dari Juran Institute, Inc. di Wilton, Connecticut. Institut ini bergerak dalam
bidang pelatihan, penelitian, dan konsultasi manajemen kualitas. Juran
mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use),
yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi
apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok ini mengandung lima
dimensi utama yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan,
dan field use.
Juran’s Three Baasic Steps to Progress
Menurut Juran, ada tiga langkah dasar sebagai langkah yang harus diambil
perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia yaitu:

a. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang


dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b. Mengadakan program pelatihan secara luas.
c. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang
lebih tinggi.

Juran’s Ten Steps to Quality Improvement


Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran, meliputi:

a. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang


untuk
melakukan perbaikan.
b. Menetapkan tujuan perbaikan.
c. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Menyediakan pelatihan.
e. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f. Melaporkan perkembangan.
g. Memberikan penghargaan.
h. Mengkomunikasikan hasil-hasil.
i. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
j. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
perusahaan.

The Juran Trilogy


Merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama, yaitu:

a. Perencanaan Kualitas.
b. Pengendalian Kualitas.
c. Perbaikan Kualitas.
3. Philip B. Crosby

Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang


menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistic (acceptable quality
level). Ia juga dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to
Quality Improvement Pandangan-pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan
yang ia sebut sebagai Dalildalil Manajemen Kualitas. Dalil-dalil tersebut antara lain:

a. Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.


b. Sistem kualitas adalah pencegahan
c. Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan
d. Ukuran kualitas adalah price of non conformance

Crosby’s Quality Vaccine


Terdiri atas tiga unsur, yaitu Determinasi (Determination), Pendidikan (Education),
dan Pelaksanaan (Implementation). Setiap perusahaan harus diivaksinasi agar
memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non-
conformances). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan
dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima
unsur, yaitu:

a. Integritas.
b. Sistem
c. Komunikasi
d. Operasi
e. Kebijakan

Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement


Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby terdiri atas:

a. Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk


jangka
panjang
b. Membentuk tim kualitas antar departemen
c. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial
d. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan
sebagai
alat manajemen.
e. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua
karyawan.
f. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah
yang
telah diidentifikasi.
g. Mengadakan program zero defects.
h. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas
tersebut.
i. Mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar
sadar
akan adanya arah baru.
j. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan
tim.
k. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa
hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan
kualitas.
l. Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi
m. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus-
menerus
n. Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses
yang tidak pernah berakhir.

Anda mungkin juga menyukai