Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam
kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya
adalah jalan raya.
Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu
lintas perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan
berfungsi menunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga
dapat memperlancar pemerataan hasil pembangunan dalam suatu negara.
Disamping hal tersebut pembangunan prasarana jalan juga merupakan upaya
dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah pengembangan yang cukup
potensial, sehingga dengan terbukanya daerah-daerah tersebut akan
meningkatkan kegiatan perekonomian.Dengan demikian, jalan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan serta mempercepat
proses pembangunan. Kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan
mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik
tidaknya suatu jalan.
Berhubungan dengan hal diatas, di mana prasarana jalan dapat membantu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat maka penyelesaian tugas besar
yang berjudul “ Perencanaan Geometrik Jalan” dapat melatih mahasiswa agar
dapat membuat suatu perencanaan geometrik jalan.
Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan
dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-
bagian disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu-lintasnya. Jadi,
dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang
sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan
efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas
pertimbangan ekonomi yang layak.
1.2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam tugas besar mengenai perencanaan geometrik jalan ini adalah:
1. Bagaimana merencanakan jalan dari titik A ke titik B ?
2. Berapa jumlah dan jenis tikungan yang ada pada perancangan?
3. Bagaimana cara merancang alinemen vertikal dan horizontal?
4. Bagaimana cara membuat super elevasi ?
5. Bagaimana cara membuat profil melintang dan memanjang jalan ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam


pembuatan tugas besar ini adalah:
1. Merencanakan jalan dari titik A ke titik B
2. Mengetahui jumlah dan jenis tikungan yang di rencanakan
3. Mengetahui cara merancang alinemen vertical dan horizontal
4. Mengetahui pembuatan super elevasi
5. Mengetahui pembuatan profil melintang dan memanjang jalan
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Geometri Jalan

Perencanaan geometrik jalan adalah suatu perencanaan rute dari suatu


jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang
berdasarkan kelengkapan data dasar, yang didapat dari hasil survey lapangan,
kemudian dianalisis berdasarkan acuan persaratan yang berlaku (modul jalan raya
1, 2012).
Selain itu, Perencanaan geometrik jalan dapat juga diartikan sebagai suatu
bagian dari perencanaan konstrusi jalan dimana geometrik atau dimensi yang
nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan tuntutan serta
sifat-sifat lalu lintasnya. Perencanaan tersebut disesuaikan dengan persyaratan
parameter pengendara,kendaraan dan lalu lintas.Parameter tersebutmerupakan
penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk
geometrik jalan( Silvia Sukirman, 1999 ).

2.2 Standar Perencanaan Geometrik Jalan

1. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan No. 13 / 1990 (RSNI. T-14-2004).


2. Standar Perencanan Geometrik untuk jalan Perkotaan, 1992 (RSNI. T-14-
2004).
3. Peraturan Perencanaan Geometrik jalan antar kota No. 38/T/BM/1997
(RSNI.T-14-2004).
2.3 Elemen Perencanaan Geometrik Jalan

2.3.1 Perencanaan trase jalan

Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan menyatakan


jalur garis tengah dari jalan yang akan dibuat. Perencanaan Trase Jalan
dibuat berdasarkan kontur. Dengan demikian, Perencanaan Trase Jalan
dibuat berdasarkan kondisi yang ada (Silvia Sukirman, 1999).
Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih
dahulu kita melihat beberapa syarat, antara lain:

 Syarat Ekonomis
 Pertama-tama, dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat
trase jalan baru, sudah ada jalan lama atau tidak.
 Untuk pembuatan jalan, diperlukan beberapa material seperti batu
dan pasir yang banyak, maka perlu diperkirakan tempat penggalian
material yang letaknya berdekatan dengan lokasi pembuatan jalan.
 Syarat Teknis
Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa
dan dapat memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi
kendaraan bermotor maka perlu diperhatikan beberapa faktor antara
lain:
 Keadaan Geografi
Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari
daerah-daerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang
dapat dilihat dalam peta topografi. Peta topografi ini perlu untuk
menghindari sejauh mungkin bukit-bukit, tanah yang berlereng
terjal, tanah yang berawa-rawa dan lainnya. Apabila diperlukan,
maka dapat dilakukan survey pengukuran topografi ulang demi
ketelitian kerja.
 Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus
diperhatikan juga karena banyak fakta yang menunjukan adanya
bagian jalan yang rusak akibat pengaruh keadaan geologi. Dengan
adanya data yang menyatakan keadaan geologi permukaan medan
dari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari daerah yang rawan.
Contohnya adalah adanya bagian jalan yang patah atau longsor
sebagai akibat dari tidak adanya data geologi saat jalan direncanakan
(RSNI. T-14-2004).

2.3.2 Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang


horizontal, yang dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinyemen Horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan
dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari busur lingkaran ditambah
busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran saja.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen
horizontal, yaitu :
 Penentuan nilai Fmaks bertolak ukur pada tabel 4.1 yang tercantum
dalam Buku Dasar – Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.
Tabel 2.1 Besar R min dan D maks untuk beberapa kecepatan rencana

 Menentukan nilai Rmin berdasarkan tabel 12 RSNI-2004.


 Menentukan nilai Rc berdasarkan tabel 13 RSNI-2004

 Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan


topografi. Hal ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang
baik antara jalan dan alam dan biaya yang murah.
 Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih
tumpul pada jalan yang relative lurus dan panjang, agar pengemudi
tidak terkejut dan mempunyai kesempatan memperlambat
kecepatannya.
 Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu
sehingga jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan
lingkungan dan fungsi jalan.
 Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua
tikungan searah dengan jari-jari berlainan (Gambar 1).
Gambar 1.Tikungan ganda tanpa
lengkung peralihan

Gambar 2.Lengkung berbalik mendadak

(RSNI.T-14-2004) (RSNI. T-14-2004)


 Hindari lengkung berbalik yang mendadak (Gambar 2), pada keadaan
ini pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur
jalannya dan juga kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang
jalan.
 Pada tikungan gabungan harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang
paling tidak 20 m (Gambar 3 dan 4).
Gambar 3. Tikungan ganda dengan
lengkung peralihan

Gambar 4. Lengkung berbalik dengan


lengkung peralihan

 Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari


perhitungan sering kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan
patahnya jalan tersebut.

 Sebaiknya hindari lengkung tajam pada timbunan yang tinggi(RSNI. T-


14-2004), dengan jumlah lengkungan dengan rincian :
 Spiral – spiral adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung
spiral.
Gambar 5. Spiral-spiral
(RSNI. T-14-2004)
 Spiral – circle – spiral adalah tikungan yang terdiri atas satu
lengkung circle dan dua lengkung spiral.

Gambar 6. Spiral-circle-spiral

(RSNI. T-14-2004)
 Full circle adalah tikungan yang berbentuk busur lingkaran
secara penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran
dengan jari-jari yang seragam.

Gambar 7. Full circle

(RSNI. T-14-2004)
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus
dan bagian lengkung yang berjari-jari tetap.Berdasarkan ketetapan ini,
maka panjang lengkung peralihan:
Berdasarkan waktu tempuh, Ls = (V rencana / 3.6 ) * T
Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal (metode SHORTT),
Ls = 0.022 *(V rencana ³ / R.C ) – 2.727 * (V rencana * e / C )
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,
Ls = (em - en) * V rencana / (3.6 * re)

2.3.3 Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan


bidang permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui
tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.
Seringkali disebut potongan memanjang jalan.
Alinyemen vertikal disebut terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis
lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasanya
disebut berlandai.
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan
dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut
direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan
dan drainase.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan
alinyemen horizontal, yaitu :
 Penentuan panjang kritis untuk kelandain yang melebihi kelandaian
maksimum standar, berdasarkan tabel 5.2 pada buku Dasar – Dasar
Perencanaan Geometrik Jalan
Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan
kedua bagian lurus (tangen) adalah :
 Lengkung vertical cekung

Gambar 8. Lengkung vertical cekung

Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan


antara kedua tangent berada dibawah permukaan jalan.
Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan
memperhatikan beberapa hal antara lain :
 Jarak penyinaran lampu kendaraan. Jarak ini dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu:
a. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan < L

Gambar 9. Akibat penyinaran lampu


depan < L
b. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan > L

Gambar 10. Akibat penyinaran lampu depan > L


(RSNI. T-14-2004)
 Jarak pandang bebas
 Persyaratan drainase
 Kenyamanan pengemudi dan keluwesan bentuk

 Lengkung vertical cembung


Lengkung vertical cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan
kedua tangen berada diatas permukaan jalan.

Gambar 11. Lengkung vertical cembung


(RSNI. T-14-2004)

Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, dibagi atas


2 keadaan, yaitu :

1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S < L

Gambar 12. Jarak pandang dalam daerah lengkung S < L

(RSNI. T-14-2004)

2. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S > L

Gambar 13. Jarak pandang dalam daerah lengkung S > L


(RSNI. T-14-2004)
Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan
dan mengikuti muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi
mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Pada
daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang jalan diletakkan
diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan
banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga
keseluruhan biaya yang dibutuhkan dapat tetap dipertanggungjawabkan.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan
seperti :
1. Kondisi tanah dasar.
2. Keadaan medan.
3. Fungsi jalan.
4. Muka air banjir.
5. Muka air tanah.
6. Kelandaian yang masih memungkinkan.
(Silvia Sukirman, 1999)
2.3.4 Profil Memanjang.

Profil memanjang adalah media untuk mengetahui besarnya pekerjaan


tanahdalam perencanaan. Gambar profil memanjang jalan dibuat
berdasarkan Tinggi Stasiun setiap patok dari titik I-J dan J-K yang
membentuk tanjakan, landai (kemiringan) dan daerah datar yang digambar
dengan skala vertikal 1 : 250.000 dan skala horizontal 1 : 100.000
Perencanaan profil memanjang dibuat mengikuti ketinggian
permukaan tanah asli. Tetapi, pada keadaan medan yang tidak
memungkinkan (tanjakan yang terlalu tinggi atau landai), perlu diadakan
penggalian dan timbunan.
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi
Rencana (TR), sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh
elevasi untuk menghitung luas dan volume galian timbunan.
 Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu jarak
horizontal yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor
akan mampu menanjak dalam batas-batas landai tertentu. Kemampuan
menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landai jalan juga
dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang
disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan
panjang landai yang disebut panjang kritis.
Spesifikasi standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan
luar kota dari Bina Marga (rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai
berikut

Tabel 1. Spesifikasi kemiringan standar bina marga


JENIS MEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA
(%)
Datar <3%
Perbukitan 3 – 25 %
Pegunungan > 25.0 %
Perhitungan landai jalan dalam perancanaan ini, dapat dilihat dalam tabel
perhitungan patok, dimana menggunakan rumus :
BT
Kemiringan = [ JL
∗ 100 ] ........................
.................( 2 )
dimana : BT = Beda Tinggi
JL = Jarak Langsung

2.3.5 Profil Melintang

Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah


melintang. Fungsinya, selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur
jalan (Gambar 5), juga untuk membantu menghitung banyaknya tanah (m 3)
yang harus digali maupun banyaknya tanah (m3) yang akan digunakan untuk
menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan jalan yang
direncanakan dengan menghitung luas profil melintang jalan.

Gambar 14, Profil melintang jalan

(RSNI. T-14-2004)
 Jalur Lalu Lintas
Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik merupakan perkerasan jalan.
 Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, yang dibatasi
oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup dilewati oleh suatu
kendaraan sesuai kendaraan rencana.
 Bahu Jalan
Bahu Jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu
lintas, harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang
bebas samping dan penyangga perkerasan jalan, kemiringan yang
digunakan 3-5 %
 Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisk memisahkan jalur lalu
lintas yang berlawanan arah. Namun, dalam perencanaan ini tidak
digunakan median.
 Talud atau Lereng
Talud atau Lereng adalah bagian tepi perkerasan yang diberi
kemiringan, untuk menyalurkan air ke saluran tepi.
 Saluran Tepi
Saluran Tepi dalah selokan yang berfungsi menampung dan
mengalirkan air hujan, limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.
 Daerah Milik Jalan(Damija)
Daerah Milik Jalan, adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi
dengan lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan
dengan suatu hak tertentu, yang merupakan sejalur tanah diluar
Damaja yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasaan
keamanan penggunaan jalan semisal untuk pelebaran Damaja
dikemudian hari.

 Daerah Manfaat Jalan(Damaja)


Daerah Manfaat Jalan, yaitu areal yang meliputi badan jalan, saluran
tepi jalan dan ambang pengamannya, sedangkan badan jalan meliputi
jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan.
 Daerah Pengawasan Jalan(Dawasja)
Daerah Pengawasan Jalan, yaitu Damija ditambah dengan sejalur
tanah yang penggunaanya dibawah pengawasan pembina jalan dengan
maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi
jalan (Silvia Sukirman, 1999).
Perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah
penggambaran profil melintang (dapat dilihat pada tabel).
Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil perhitungan pada
daerah jalan kolektor mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR
(Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata) 3.000-10.000 smp/hari,
dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan Geometrik
Jalan sebagai berikut :
 Kecepatan Rencana : 50 km/jam
 Lebar daerah penguasaan minimum : 30 m
 Lebar perkerasan : 2 x 3,50 m
 Lebar bahu jalan :2x1m
 Kemiringan melintang perkerasan :2-3%
 Kemiringan melintang bahu :3-5%
Dari daftar standar perencanaan geometrik jalan yang sudah
ditentukan,dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 15, Kemiringan melintang jalan

Anda mungkin juga menyukai