Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari segi pelaksanaan hukumannya, jarimah dalam syariat islam terbagi
kepada tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishos, jarimah ta’zir. Bagi para
pelaku yang terbukti melakukan jarimah-jarimah tersebut maka mereka akan
mendapatkan hukuman yang telah ditetapkan, dan bagi yang tidak terbukti ia akan
dibebaskan. Apabila hukumannya berupa hudud atau ta’zir maka pelaksanaanya
dilakukan oleh ulil amri, dan apabila hukumannya untuk jarimah qishos maka
pelaksanaannya dilakukan oleh korban atau walinya, jika syarat-syaratnya terpenuhi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat perbuatan-perbutan yang tidak
semestinya dilakukan oleh orang-orang tersebut. Contohnya seperti pembunuhan,
pencurian, perampokan, dll. Yang dapat merugikan orang banyak. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa manusia pada zaman sekarang akhlak dan moralnya kurang
terdidik. Perbuatan-perbuatan seperti itu akan merugikan diri sendiri baik di dunia
maupun di akhirat. Hukuman-hukuman yang pantas untuk orang-orang tersebut
haruslah yang bisa membuat dia jera dan tidak mau mengulangi kesalahan-kesalah
yang diperbuatnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pelaksaan hukuman jarimah?

2. Bagaimana gugurnya hukuman jarimah?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui pelaksanaan hukuman jarimah.

2. Dapat mengetahui gugurnya hukuman jarimah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Hukuman Jarimah


Hukuman dalam bahasa arab disebut ‘uqubah. Lafaz ‘uqubah artinya adalah
mengiringnya dan datang dibelakangnya. Sesuatu disebut hukuman karena ia
mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan.

Hukuman merupakan balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan


yang mengakibatkan orang lain menjadi korban akibat perbuatannya. Dalam
ungkapan lain, hukuman merupakan penimpaan derita dan kesengsaraan bagi pelaku
kejahatan sebagai balasan dari apa yang telah diperbuatnya kepada orang lain atau
balasan yang diterima pelaku akibat pelanggarannya.
Hukuman harus mempunyai dasar, baik dari Al-Qur’an, hadits atau lembaga
legislatif yang mempunyai kewenangan menetapkan hukuman untuk kasus ta’zir.
Selain itu hukuman harus bersifat pribadi. Artinya hanya dijatuhkan kepada yang
melakukan kejahatan saja.
Macam-macam pelaksanaan hukuman dalam jarimah:
1. Pelaksanaan Hukuman dalam Jarimah Hudud
Para ulama telah sepakat bahwa orang yang boleh melaksanakan hukuman
yang telah ditetapkan untuk jarimah hudud adalah kepala negara (imam) atau
wakilnya (petugas yang diberi wewenang olehnya), karena hukuman tersebut
merupakan hak Allah dan dijatuhkan untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena
hukuman tersebut merupakan hak Allah (hak masyarakat) maka pelaksanannya
harus diserahkan kepada wakil masyarakat, yaitu kepala negara. Di samping itu
pelaksanaan hukuman had itu memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang
matang, sehingga tidak terjadi kelebihan atau ketidaktepatan, oleh karena itu
pelaksanaan hukuman harus diserahkan kepada penguasa negara atau orang yang
ditunjuknya.
Kehadiran penguasa negara pada pelaksanaan hukuman had tidak menjadi
persyaratan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak memandangnya sebagai suatu
keharusan. Akan tetapi persetujuannya untuk melaksanakan hukuman had adalah
wajib. Dalam sejarah, setiap kali ada hukuman had yang akan dijalankan, baik

2
pada masa Rasulullah maupun pada masa khalifah-khalifah sesudahnya, selalu
dengan persetujuan mereka. Dalam hadits Nabi disebutkan:
“Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dari Muslim ibn Yasar ia berkata: Seorang laki-
laki dari sahabat Nabi berkata: Zakat, hukuman harta, dan shalat Jumat adalah
hak penguasa (sulthan)”1
Apabila hukuman had itu dilaksanakan oleh orang yang tidak berhak maka
pertanggungjawabannya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan akibat yang
timbul dari pelaksanaan hukuman tersebut. Apabila hukuman had tersebut
mengakibatkan hilangnya nyawa atau anggota badan maka orang yang
melaksanakan hukum tersebut tidak dianggap sebagai pembunuh atau penganiaya,
melainkan sebagai orang yang melanggar kekuasaan umum (main hakim sendiri).
Apabila hukuman had tersebut tidak sampai berakibat hilangnya nyawa, seperti
jilid pada zina maka orang yang melaksanakannya bertanggung jawab atas
perbuatannya, sebagai pemukulan atau penganiayaan dengan segala akibatnya.
Dengan demikian, orang yang melakukan suatu tindak pidana yang
hukumannya tidak sampai menghilangkan nyawa, masih tetap memiliki jaminan
keselamatan jiwa. Sedangkan pelaksanaan hukuman had oleh pihak yang tidak
berwenang merupakan perbuatan jarimah yang harus dipertanggungjawabkan
olehnya.2

2. Pelaksanaan Hukuman dalam Jarimah Ta’zir


Pelaksanaan hukuman pada jarimah ta’zir yang sudah diputuskan oleh
hakim, juga menjadi hak penguasa negara atau petugas yang ditunjuk olehnya.
Hal ini karena hukuman itu disyariatkan untuk melindungi masyarakat, dengan
demikian hukuman tersebut menjadi haknya dan dilaksanakan oleh wakil
masyarakat, yaitu penguasa negara. Orang lain, selain penguasa negara atau orang
yang ditunjuk olehnya tidak boleh melaksanakan hukuman ta’zir, meskipun
hukuman tersebut menghilangkan nyawa. Apabila ia melaksanakannya sendiri dan
hukumannya berupa hukuman mati sebagai ta’zir maka ia dianggap sebagai
pembunuh, walaupun sebenarnya hukuman mati tersebut adalah hukuman yang
menghilangkan nyawa.

1
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1980, hal 308.
2
Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, hal 171.

3
Dari uraian tersebut, terlihat adanya perbedaan pertanggungjawaban dari
pelaksana hukuman yang tidak mempunyai wewenang, dalam melaksanakan
hukuman mati sebagai had dan sebagai ta’zir. Orang yang melaksanakan sendiri
hukuman mati sebagai had, tidak dianggap sebagai pembunuh, sedangkan yang
melaksanakan sendiri hukuman mati sebagai ta’zir dianggap sebagai pembunuh.
Perbedaan tersebut disebabkan, karena hukuman had adalah hukuman yang sudah
pasti yang tidak bisa digugurkan atau dimaafkan, sedangkan hukuman ta’zir masih
bisa dimaafkan oleh penguasa negara, apabila situasi dan kondisi menghendaki
untuk dimaafkan dengan berbagai pertimbangan.

3. Pelaksanaan Hukuman dalam Jarimah Qishash


Pada dasarnya pelaksanaan hukuman untuk jarimah qishash sama dengan
hukuman yang lain, yaitu merupakan hak penguasa negara. Akan tetapi
realisasinya diadakan pengecualian, yaitu pelaksanaan hukuman qishash ini
dibolehkan dengan sepengetahuan atau persetujuan korban atau walinya. Hal ini
didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Isra ayat 33:

ٗ ُ‫ َل َم ۡظل‬Cِ‫ق َو َمن قُت‬


‫ ا‬C‫وم‬ ِّ ۗ ‫س ٱلَّتِي َح َّر َم ٱهَّلل ُ إِاَّل بِ ۡٱل َح‬
َ ‫وا ٱلنَّ ۡف‬
ْ ُ‫َواَل تَ ۡقتُل‬
ٗ ‫ان َمنص‬
٣٣ ‫ُورا‬ َ ‫فَقَ ۡد َج َع ۡلنَا لِ َولِيِّ ِهۦ س ُۡل ٰطَ ٗنا فَاَل ي ُۡس ِرف فِّي ۡٱلقَ ۡت ۖ ِل إِنَّهۥُ َك‬
“Dan barangsiapa dibunuh secara dzalim maka sesungguhnya kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan” ( QS. Al-Isra :33 )
Para fuqaha telah sepakat, bahwa wali korban bisa melaksanakan qishash
dalam pembunuhan dengan syarat harus dibawah pengawasan penguasa, sebab
pelaksanaannya memerlukan ketelitian dan jangan sampai berlebihan. Apabila
hukuman qishash dilaksanakan tanpa kehadiran petugas negara maka hukuman
qishash tetap terjadi (berlaku), namun orang yang melaksanakannya tetap
dianggap melanggar hukum dan ia harus dikenakan hukuman ta’zir.3
Dalam uraian diatas dapat dikemukakan, bahwa wali korban tidak ada
halangannya untuk melaksanakan hukuman qishash sendiri, apabila menurut
pandangan penguasa negara, ia mampu melaksankannya. Tetapi apabila ia

3
Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, hal 172.

4
dipandang tidak mampu maka ia harus mewakilkan kepada orang yang memang
ahli dan ditugaskan sebagai pelaksana hukuman.
Oleh karena pelaksanaan hukuman qishash dan juga hudud merupakan
kepentingan umum maka tidak ada halangannya bagi penguasa negara untuk
mengangkat orang-orang yang ahli sebagi eksekutor dengan diberi imbalan upah
atau gaji dari kas negara atau baitulmal. Apabila wali korban tidak mampu
melaksanakan hukuman maka petugas itulah yang mewakilinya melaksanakan
hukuman qishas tersebut.
Mengenai alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman qishah, tidak
ada kesepakatan di kalangan para fuqaha. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad, dalam qishash atau jiwa, alat yang digunakan adalah pedang, apapun alat
yang dipakai oleh pelaku dalam melaksanakan pembunuhan. Sedangkan menurut
Imam Malik, Imam Syafi’i, dan sebagaian ulama Hanabilah, alat yang digunakan
untuk melaksanakan hukuman qishash harus sama dengan alat yang digunakan
oleh pelaku dalam melakukan pembunuhan.4
Penggunaan pedang sebagai alat pelaksanaan qishash didasarkan pada
pertimbangan bahwa pedang merupakan alat yang paling cepat menghilangkan
nyawa. Akan tetapi, kalau ada alat lain yang lebih cepat membawa kematian serta
lebih sedikit menimbulkan derita maka alat tersebut boleh sajah digunakan.
Untuk qishash atas selain jiwa maka alat yang digunakan untuk
melaksanakannya adalah alat yang sesuai yang tidak akan menimbulkan kelebihan
dan menjamin ketepatan pelaksanaannya. Untuk pemotongan telingan atau jari,
alat yang paling tepat adalah pisau, karena penggunaanya akan lebih mudah

B. Gugurnya Hukuman Jarimah


Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan tentang sebab-sebab hapusnya
pertanggung jawaban pidana, baik yang berkaitan dengan perbuatan maupun keadaan
pelaku. Dalam kaitan dengan hapusnya hukuman karena keadaan pelaku, hukuman
tidak dijatuhkan karena kondisi psikis dari pelaku sedang terganggu, misalnya karena
gila, dipaksa, mabuk, atau masih dibawah umur.
Berbeda dengan hapusnya hukuman karena sebab-sebab tersebut maka yang
dimaksud dengan gugurnya hukuman disini adalah tidak dapat dilaksanakannya

4
Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika,
2006, hal 173.

5
hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh hakim, berhubung
tempat (badan atau bagiannya) untuk melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi,
atau waktu untuk melaksanakannya telah lewat. Adapun sebab-sebab gugurnya
hukuman menurut hukum islam adalah sebagai berikut:
1. Meninggalnya pelaku
Hukuman berupa hukuman badan atau hukuman yang
berhubungan dengan diri pelaku akan menjadi gugur dengan meninggalnya
pelaku. Alasannya, tempat (objek) melaksanakan hukuman tersebut, yaitu si
pelaku sudah meninggal. Adapun jika hukuman tersebut berupa hukuman denda,
diyat, dan penyitaan harta, hukuman tersebut tidak dapat gugur karena
meninggalnya pelaku. Alasannya, tempat melaksanakan hukuman bukanlah pada diri
pelaku, melainkan pada harta pelaku. Hukuman atas harta pelaku masih dapat
dijalankan setelah meninggalnya pelaku.
2. Hilangnya anggota badan
Hilangnya anggota badan yang akan dijatuhi hukuman. Dalam kasus jarimah
qishash, hukuman berpindah kepada hukuman diyat.
3. Taubatnya pelaku
Sudah disepakati dalam hukum Islam bahwa taubat pelaku bisa
membatalkan (menghapuskan) hukuman tindak pidana gangguan keamanan
(hirabah), yaitu hukuman yang berhubungan dan menyentuh hak masyarakat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah:3
“... kecuali orang-orang yang bertaubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat
menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Adapun hukuman yang berkaitan dan menyentuh hak pribadi
perseorangan (individu), taubat tidak menghapuskan hukuman tersebut.
4. Perdamaian ( shuluh)
Perdamaian yang dilakukan antara pelaku dan korban atau walinya
merupakan salah satu sebab yang dapat membatalkan (menggugurkan)
hukuman, tetapi pengaruhnya hanya terbatas pada tindak pidana qishas-diyat
karena perdamaian tidak berpengaruh pada selain kedua tindak pidana tersebut.
Dasar adanya perdamaian dalam tindak pidana qishas-diyat adalah hadis dan ijma’
ulama, sebagaimana hadis berikut ini:

6
“Dari Anas bin Malik, ia berkata: Tidaklah diajukan kepada Rasulullah SAW
perkara yang mengandung qishas melainkan beliau menganjurkan untuk memberi
maaf” (HR. Ibnu Majah).
5. Pengampunan
Pengampunan merupakan salah satu sebab pengguguran hukuman, baik
diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa. Pengampunan bukanlah sebab
yang bersifat umum yang dapat membatalkan hukuman, melainkan hanya merupakan
sebab khusus yang membatalkan hukuman sebagian tindak pidana.Dasar
pengampunan hukuman yang menjadi hak korban atau walinya adalah Al-Quran dan
hadis. Dasar dari Al-Quran adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah:178

‫صاصُ فِي ۡٱلقَ ۡتلَىۖ ۡٱلحُرُّ ِب ۡٱلحُرِّ َو ۡٱل َع ۡب ُد بِ ۡٱل َع ۡب ِد‬ َ ِ‫ب َعلَ ۡي ُك ُم ۡٱلق‬ ْ ُ‫ين َءا َمن‬
َ ِ‫وا ُكت‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
‫ ِه‬C‫ُوف َوأَ َدٓا ٌء إِلَ ۡي‬ ِ ‫ٱل َم ۡعر‬C ۡ C‫ع ِب‬ُ ۢ ‫ا‬CCَ‫ فَٱتِّب‬ٞ‫ ۡيء‬C‫ ِه َش‬C‫َوٱأۡل ُنثَ ٰى بِٱأۡل ُنثَ ٰۚى فَ َم ۡن ُعفِ َي لَهۥُ ِم ۡن أَ ِخي‬
‫يم‬ٞ ِ‫ َذابٌ أَل‬C‫ك فَلَهۥُ َع‬C َ Cِ‫ َد ٰ َذل‬C‫ َد ٰى بَ ۡع‬C َ‫ٱعت‬ ۡ ‫ۗة فَ َم ِن‬ٞ ‫يف ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو َر ۡح َم‬ٞ ِ‫ك تَ ۡخف‬ َ ِ‫بِإِ ۡح ٰ َس ٖۗن ٰ َذل‬
١٧٨
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih”.

6. Diwarisnya hak qishas


Hukuman qishas menjadi gugur jika hukuman tersebut diwariskan kepada
orang yang tidak dapat menjatuhkan qishasterhadap pelaku atau jika pelaku sendiri
mewarisi seluruh qishas atau sebagiannya.
7. Kedaluwarsa

7
Yang dimaksud dengan kadaluwarsa di sini adalah berlalunya suatu waktu
tertentu atas putusan adanya hukuman tanpa dilaksanakannya hukuman tersebut
sehingga dengan berlalunya masa tersebut, pelaksanaan hukuman menjadi terhalang.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

8
Hukuman dalam bahasa arab disebut ‘uqubah. Hukuman merupakan balasan
yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang mengakibatkan orang lain
menjadi korban akibat perbuatannya. Hukuman harus mempunyai dasar, baik dari Al-
Qur’an, hadits atau lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan menetapkan
hukuman. Pelaksanaan hukuman dalam jarimah terbagi menjadi tiga macam yaitu
pelaksanaan hukuman dalam jarimah hudud, jarimah ta’zir, dan jarimah qishash.
Selain adanya pelaksanaan hukuman terdapat juga gugurnya hukuman.
Gugurnya hukuman adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang
telah dijatuhkan atau diputuskan oleh hakim, berhubung tempat (badan atau
bagiannya) untuk melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk
melaksanakannya telah lewat. Sebab-sebabnya yaitu meninggalnya pelaku, hilangnya
anggota badan, taubatnya pelaku, perdamaian, pengampunan, diwarisinya hak
qishash, dan kedaluarsa.

      

DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayid. 1980. Fiqh As Sunnah. Beirut: Dar Al-Fikr.

Wardi, Ahmad. 2006. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah.

9
Jakarta: Sinar Grafika.

10

Anda mungkin juga menyukai