Anda di halaman 1dari 9

HEMODIALISA

A. PENGERTIAN
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat.Haemodialysis adalah
pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan
mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel
dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki
terjadi.Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk
keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah
dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang
disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan. 
Hemodialisa atau hemodialisis merupakan terapi cuci darah di luar tubuh. Terapi
ini umumya dilakukan oleh pengidap masalah ginjal yang ginjalnya sudah tak berfungsi
dengan optimal. Pada dasarnya, tubuh mansua memang mampu mencuci darah secara
otomatis, tapi bila terjadi masalah pada ginjal, kondisinya akan lain lagi. Ginjal sendiri
merupakan organ yang punya peran amat vital dalam tubuh. Organ ini bertanggung jawab
untuk penyaringan darah. Selain membersihkan darah dalam tubuh, ginjal juga
membentuk zat-zat yang menjaga tubuh agar tetap sehat. Namun, pada pengidap penyakit
ginjal kronis atau gagal ginjal, organ ini sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Kondisi
di ataslah yang membuat tubuh membutuhkan proses cuci darah menggunakan bantuan
alat medis. Dengan kata lain, dalam kondisi ini, hemodialisa menggantikan peran ginjal
ketika organ tersebut sudak tidak mampu bekerja secara efektif.
B. INDIKASI
Indikasi dialisis ginjal adalah pada gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.
Indikasi dialisis ginjal pada pasien penyakit gagal ginjal kronis adalah perikarditis,
uremia, ensefalopati, kram otot yang parah, anoreksia hingga malnutrisi, gangguan
elektrolit yang berat dan kelebihan cairan. Indikasi dialisis ginjal pada pasien penyakit
gagal ginjal akut adalah untuk mempertahankan homeostasis, mempertahankan
euvolemia, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mencegah komplikasi metabolik.
Dialisis ginjal pada gagal ginjal akut terutama dalam lingkup perawatan intensif, pasien
dengan penyakit berat seperti sepsis, gagal jantung, dan usia lanjut Pemilihan terapi
pengganti ginjal dipengaruhi berbagai peritimbangan yaitu fasilitas yang tersedia di pusat
perawatan, sumber daya manusianya, keuangan pasien, dan juga mempertimbangkan
risiko, keuntungan, serta kenyamanan bagi pasien itu sendiri.
1.  Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 –
120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
c. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. 
C. KONTRA INDIKASI
Kontraindikasi hemodialisa tergantung dari tipe terapi pengganti ginjal.
Kontraindikasi absolut hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskular. Sedangkan
kontraindikasi absolut peritoneal dialisis adalah peritoneal fibrosis dan pleuroperitoneal
leak (hydrothorax).
1. Kontraindikasi Penggunaan Hemodialisa
Kontraindikasi absolut hemodialisa yaitu tidak didapatkannya akses vaskular.
Kontraindikasi relatif hemodialisa antara lain:

a) Adanya kesulitan akses vascular


b) Fobia terhadap jarum
c) Gagal jantung
d) Koagulopati
e) Hemodinamik tidak stabil
f) HIV/AIDS stadium lanjut

2. Kontraindikasi Penggunaan Dialisis Peritoneal


Kontraindikasi penggunaan dialisis peritoneal dibagi menjadi kontraindikasi absolut
dan relatif. Kontraindikasi Absolut Peritoneal Dialisis:
a) Peritoneal fibrosis
b) Pleuroperitoneal leak (hydrothorax)
3. Kontraindikasi Relatif Peritoneal Dialisis:
a) Obesitas
b) Perlengketan peritoneum
c) Peritonitis local
d) Operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi
e) Luka bakar abdomen (luas, disertai infeksi).
4. Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi.
a) Tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa
b) Akses vaskuler sulit
c) Instabilitas hemodinamik dan koagulasi.

D. TUJUAN
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
Tujuan Terapi hemodialysis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya
adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang
menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).Dialisis didefinisikan
sebagai difusi molekul dalam cairan yang melalui membran semipermeabel sesuai
dengan gradien konsentrasi elektrokimia. Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk
mengembalikan suasana cairan ekstra dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi
dari ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan memindahkan beberapa zat terlarut seperti
urea dari darah ke dialisat. dan dengan memindahkan zat terlarut lain seperti bikarbonat
dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat terlarut dan berat molekul merupakan
penentu utama laju difusi.Molekul kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul
yang susunan yang kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2-microglobulin, dan
albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti p-cresol, lebih lambat berdifusi.
Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-pori) di membran dengan
bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh gradien tekanan hidrostatik dan osmotik –
sebuah proses yang dinamakan ultrafiltrasi (Cahyaning, 2009)). Ultrafiltrasi saat
berlangsung, tidak ada perubahan dalam konsentrasi zat terlarut; tujuan utama dari
ultrafiltrasi ini adalah untuk membuang kelebihan cairan tubuh total. Sesi tiap dialisis,
status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan dialisis dapat disesuaikan dengan
tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyatukan komponen
peresepan dialisis yang terpisah namun berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah
keseluruhan pembuangan cairan dan zat terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan untuk
menghilangkan komplek gejala (symptoms) yang dikenal sebagai sindrom uremi (uremic
syndrome), walaupun sulit membuktikan bahwa disfungsi sel ataupun organ tertentu
merupakan penyebab dari akumulasi zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley,
2011). 3.Prinsip yang mendasari kerja hemodialisisAliran darah pada hemodialisisyang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian
besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal seratartificial berongga yang berisi
ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran
darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di
sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui
membrane semipermeabel tubulus.
E. PERALATAN
1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL) AVBL terdiri dari :
a) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses
vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna
biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume
cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-
bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen
pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing
infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing
heparin dan ujung tumpul.
c) Mesin dialysis
Penggunaan mesin dialisis dibagi dua berdasarkan kondisi pasien, yakni
mesin bagi pasien normal, dan mesin bagi pasien penyakit infeksi. Penyakit
infeksi dalam hal ini adalah pasien cuci darah yang juga memiliki penyakit
hepatitis, HIV, atau AIDS.
d) Dialiser
Dialiser merupakan tabung tempat proses penyaringan darah berlangsung.
ada dua jenis tabung dialiser, yakni tabung yang single use (1 kali pemakaian)
dan multiple use (hingga 8 kali pemakaian).
e) Selang
pencucian darah maupun rumah sakit, baik bagi pasien BPJS maupun
pasien mandiri, semua selang digunakan hanya satu kali. Setelah selang
digunakan oleh pasien, selang tersebut akan dibuang.
F. PROSES HEMODIALISA
Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin yang
bernama dialiser. Di dalam dialiser, terjadi proses pencucian, mirip dengan yang
berlangsung di dalam ginjal. Pada dialiser terdapat 2 kompartemen serta membran
semipermeabel di tengahnya. Mesin digunakan sebagai pencatat dan pengontrol aliran
darah, suhu, dan tekanan. Kompartemen pertama berisi larutan dialisat dan kompartemen
lainnya berisi darah; selanjutnya terjadi proses difusi pengeluaran toksin uremik melalui
membran semipermeabel; dan ultrafiltrasi pengeluaran air dan zat terlarut dar darah.
1. Proses difusi:
yaitu berpindahnya bahan-bahan terlarut baikdaridalam darah ke cairan dialisat
maupun berpindahnya bahanbahan terlarul dalam dialisat masuk ke dalamdarah
penderila melewati membran semi permeabel. Bahan-bahan yang berasal dari darah
misalnya: ureum, kreatinin, asam urat, sodium, kalium dan lajn-lainnya, sedang
bahan-bahan yang masuk dari cairan dialisat masuk ke dalam darah melewati
membran semi permeabel tadi misalnyai kalsium, asetat. Prosesultrafiltrasi: Yang
dimaksud denqan ultrafiltrasi adalah berpindahnya solvent (air) dengan zat-zat
terlarut (solute) dari darah melewati membran dialisis masuk ke dalam cairan dialisat
karena perbedaan tekanan hidrostatik, antara tekanan hidrostatik di dalam darah
dibanding dengan di dalam dialisat.
Untuk melakukan hemodialisa, prosesnya akan dibantu menggunakan mesin
canggih dan khusus untuk menggantikan ginjal yang rusak agar tubuh bisa menyaring
darah. Mesin ini berperan sebagai ginjal artifisial (ginjal buatan) yang dapat
menyingkirkan zat-zat kotor, garam, serta air berlebih yang ada di dalam darah
pengidap.
Dalam proses ini, pembuluh darah pasien akan dimasukkan jarum oleh petugas
medis. Tindakan ini bertujuan untuk menghubungkan aliran darah tubuh pasien ke mesin
pencuci darah. Setelah itu, darah kotor akan disaring dalam mesin pencuci darah. Setelah
proses penyaringan usai, selanjutnya darah yang bersih akan dialirkan ke dalam tubuh
pasien. Cuci darah dengan menggunakan metode hemodialisa menghabiskan waktu
sekitar empat jam per sesi. Dalam seminggu, pengidap perlu menjalani setidaknya 3 sesi
dan hanya bisa dilakukan di klinik cuci darah atau rumah sakit.
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam
tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses
hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa
dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous
(AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang
paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda
vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain
itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh
yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien
ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses
vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan
masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa
dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin
HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan
perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk
mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah
cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan
dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun
– racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah
dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
G. EFEK SAMPING
Peran hemodialisa memang amat memang sangat vital, menggantikan fungsi
ginjal untuk menyaring tubuh. Namun, bukan berarti proses ini bebas efek samping.
Dalam beberapa kasus, hemodialisa bisa menimbulkan efek samping, seperti kram otot
atau kulit gatal. Tidak hanya itu saja, dalam beberapa kasus cuci darah juga bisa
menimbilkan efek samping seperti perut terasa penuh, atau kenaikan berat badan karena
cairan dialisat yang digunakan menggandung kadar gula tinggi.
Ketika seseorang mengalami gagal ginjal kronis, ia membutuhkan cuci darah
untuk menggantikan ginjal yang tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Prosedur ini
terbilang wajib dilakukan, agar pengidap gagal ginjal kronis bisa bertahan hidup, dan
terhindar dari berbagai komplikasi, seperti penumpukan racun, zat sisa metabolisme, dan
cairan berlebih dalam tubuh. Meski membawa manfaat, perlu diketahui bahwa ada
beberapa efek samping cuci darah yang perlu diwaspadai.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa metode cuci darah atau terbagi atas 2, yaitu
hemodialisis dan dialisis peritoneal. Efek samping cuci darah yang dapat dirasakan pun
akan tergantung pada metode cuci darah apa yang dilakukan. Umumnya, efek samping
cuci darah adalah rasa lemas yang berkepanjangan. Meski demikian, masing-masing cuci
darah memiliki efek samping cuci darah yang berbeda.
H. KOMPLIKASI
1. Tekanan Darah Terlalu Rendah atau Tinggi
Efek samping paling umum dari hemodialisis adalah penurunan tekanan darah,
terutama bagi pengidap gagal ginjal kronis yang juga mengidap diabetes. Gejala lain
yang mungkin terjadi yaitu sesak napas, kram perut, kram otot, mual atau muntah.
Sebaliknya, tekanan darah juga bisa melonjak terlalu tinggi, terutama jika disertai
riwayat hipertensi yang masih mengonsumsi garam atau air berlebihan.
2. Anemia
Anemia atau kondisi yang sering disebut dengan kurang darah ini, merupakan salah
satu efek samping yang cukup umum terjadi, berkaitan dengan pengaruh penyakit
ginjal maupun tindakan cuci darah.
3. Kulit gatal
Adanya penumpukan fosfor akibat dari hemodialisis dapat menyebabkan kulit
menjadi gatal. Kondisi ini memang umum terjadi namun untuk mencegah atau
meringankan gejala kulit gatal, pengidap gagal ginjal mungkin perlu untuk menjalani
pola makan khusus dan mengonsumsi pengikat fosfat secara teratur sesuai anjuran
dokter.
4. Kram otot
Meskipun penyebabnya tidak jelas, kram otot selama hemodialisis dilakukan biasanya
dapat terjadi. Pemanasan atau pemberian kompres hangat di area tersebut, dapat
dilakukan untuk membantu melancarkan sirkulasi darah dan meredam kram otot yang
dirasakan. Sementara pada metode cuci darah dialisis peritoneal, dapat dilakukan di
rumah dengan pengawasan dan arahan dari dokter. Hanya saja, metode cuci darah ini
harus dilakukan setiap hari secara rutin. Sebagaimana hemodialisis, cuci darah dialisis
peritoneal juga memiliki efek samping, meski berbeda.

5. Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang umum terjadi akibat dialisis peritoneal.
Infeksi ini dapat terjadi ketika alat dialisis yang digunakan tidak steril, sehingga
kemungkinan kuman atau bakteri menyebar ke peritoneum atau lapisan perut bisa
saja terjadi. Jadi sebelum menggunakan peralatan dialisis, pastikan bahwa peralatan
tersebut telah steril.
6. Kenaikan berat badan
Pada dialisis peritoneal, cairan dialisis yang digunakan umumnya mengandung gula
sehingga kemungkinan gula terserap oleh tubuh. Hal ini dapat meningkatkan asupan
kalori pada tubuh. Bagi pengidap yang menjalani tindak medis ini, konsultasikan
kepada dokter terkait diet dan olahraga yang disarankan agar berat badan dapat
terkontrol dengan baik.
7. Hernia
Orang yang menjalani dialisis peritoneal memiliki risiko lebih tinggi
mengalami hernia. Hal ini disebabkan karena adanya cairan yang bertahan selama
berjam-jam pada rongga peritoneal yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot
perut. Hal ini dapat yang memicu terjadinya hernia. Efek samping cuci darah
terbilang beragam pada setiap orang. Meski demikian, tindakan ini dinilai penting
dijalani pada pengidap penyakit ginjal, untuk membantu menggantikan fungsi ginjal
sehingga bisa menjalankan metabolisme dengan baik. Konsultasi ke dokter secara
berkala untuk menjaga kesehatan tubuh selama menjalani cuci darah serta
mendapatkan penanganan efek samping cuci darah yang tepat dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai