Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Saat ini, banyaknya sediaan
topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat efikasi maksimal zat aktif obat dan menyediakan
alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik. Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat
yang sering dipakai dalam terapi dermatologi.
Banyaknya pilihan bentuk sediaan, memerlukan kecermatan dalam memilih, karena di samping
pertimbangan bahan aktif, bentuk sediaan berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Kecermatan
memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit diperlukan,
karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal di samping
faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan
obat agar diperoleh efi kasi maksimal dengan efek samping minimal. Suatu uji coba efektivitas
yang membandingkan sediaan losion dan salep untuk kulit kepala memperlihatkan banyaknya
kasus drop out karena ketidaknyamanan terhadap bentuk sediaan obat.
Berbagai laporan mencoba membandingkan efektifi tas berbagai bentuk sediaan topikal pada
satu macam penyakit; terlihat bahwa sediaan baru memiliki kelebihan dibandingkan bentuk
konvensional.
Bentuk sediaan obat sangat bervariasi. Pemilihan bentuk sediaan obat yang mana yang paling
tepat untuk seorang pasien lebih banyak ditentukan oleh tujuan dan efektifitas terapi. Jika dalam
terapinya ditujukan untuk mendapatkan efek sistemik, pilihan bentuk sediaan bisa berupa sediaan
oral ataupun parenteral (injeksi). Jika yang diharapkan dari suatu terapi adalah efek topikal
(hanya pada organ tertentu) dan kita tidak berharap adanya efek samping sistemik, bentuk
sediaan topikal adalah pilihan yang paling tepat. Namun perlu diingat pemberian secara topical,
masih memungkinkan terjadinya efek sistemik, mengingat obat di tempat ia diberikan masih ada
kemungkinan untuk terabsorbsi masuk dalam sirkulasi. Yang termasuk bentuk sediaan topikal
antara lain tetes mata, tetes telinga, tetes / spray hidung, aerosol, tablet vagina, dan suppositoria.
Pemberian terapi obat dengan bentuk sediaan topikal pada seorang pasien perlu disertai
pemberian penjelasan tentang cara pakai agar didapatkan hasil terapi yang optimal.
1.2 Tujuan
 Mahasiswa dapat belajar mengenai sediaan obat dalam bentuk topikal
 Mahasiswa dapat belajar mengenai sediaan apa yang tepat dan baik untuk pasien sesuai
dengan kondisi pasien
 Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam sediaan obat topikal sesuai dengan
fungsinya
1.3 Manfaat
 Mahasiswa dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan penulis ataupun
pembaca mengenai komunikasi obat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah
permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang
berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefi nisikan sebagai obat yang dipakai
di tempat lesi.
Berbagai bentuk sediaan obat topikal Obat topikal adalah obat yang mengandung dua
komponen dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan
komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah
bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan
aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersih
kan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus
berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.
Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah bahan atau
unsur senyawa tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.
2.2 Bahan Pembawa
Bahan pembawa yang banyak dipakai:
1. Lanolin Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan pada
produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik diserap
oleh kulit, memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.
2. Paraben Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet sediaan
topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai
pada shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.
3. Petrolatum Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon
lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak bumi.
Titik cair 10-50°C, dapat mengikat kira-kira 30% air.
4. Gliserin Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin memiliki 3
kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam air.
Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga
pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk
monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta
pendingin.
Cairan Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air
disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura.
Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres
biasanya bersifat astringen dan antimikroba.
Indikasi cairan Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:
a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi. b.
Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan untuk
vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas. c. Ulkus yang
kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
Bedak Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan oxydum
zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena
tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob. Talcum
venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai
sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
Salep Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan
mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air
dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu dasar salep
tersebut.
a. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti
vaselin album (petrolatum), parafi n liquidum. Vaselin album adalah golongan lemak mineral
diperoleh dari minyak bumi. titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak berbau,
transparan, konsistensi lunak.
Hanya sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep
hidrokarbon sukar dicuci, tidak mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini
ditujukan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
penutup. Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien.
b. Dasar salep serap Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafi n
hidrofi lik dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream)
yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan.
Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar
dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan
akua 25-27%.
Salep ini dapat dicuci namun kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun
telah dicuci dengan air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep serap juga
bermanfaat sebagai emolien.
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air
misalnya salep hidrofi lik. Dasar ini dinyatakan “dapat dicuci dengan air” karena mudah
dicuci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini
tampilannya menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar
salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada
kelainan dermatologi.
d. Dasar salep larut dalam air Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” terdiri
dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti halnya
dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan tak larut dalam air
seperti parafin, lanolin anhidrat. Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor,
seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemampuan
mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar salep,
pengaruh obat terhadap dasar salep.
Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas
diharapkan dapat diperoleh bentuk sediaan yang paling baik.
Indikasi salep Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifi kasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang
telah bersih.
Kontraindikasi salep Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif
karena tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan
perlekatan.
Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu
sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W),
misalnya vanishing cream.
Contoh krim W/O11: R/ Cerae alba 5 Cetacei 10 Olei olivarum 60 Aquae ad 100
Contoh krim O/W11: R/ Cerae lanett N Olei sesami aa 15 Aquae ad 100
Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak tersedia
emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan
dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini
bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan
yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat
dipakai di daerah lipatan dan kulit berambut.
Contoh emulsi O/W16: R/ Acid salicyl 5% Liq carb deterg 5% Biocream 20 Aqua 40
Contoh emulsi W/O16: R/ Acid salicyl 5% Liq carb deterg 5% Biocream 20 Ol. oliv 20
Indikasi krim Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa.
Pasta Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari bahan
untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta
merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai
lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep.
Indikasi pasta Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial.
Bedak kocok Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan
komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat
aktif dapat diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari
pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
Indikasi bedak kocok Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti
miliaria.
Beberapa contoh komposisi bedak kocok11: R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Glycerini 15 Aguae
ad 100 R/ Oxidi zincici Talci aa 20 Gliserini 15 Aquae Spirit dil. Aa ad 100
Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah memberikan efek pendingin karena akan
menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol,
misalnya mentholium dan camphora. Kedua zat tersebut bersifat antipruritik.
Jika hendak menambahkan bahan padat berupa bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga
berat bahan padat tetap 40%. Misalnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram, maka
berat oxydum zincicum dan talcum harus dikurangi.11
R/ Sulfuris precipitatum 20 Oxidi zincici Talci aa 10 Glycerini 15 Aquae Spiritus dil aa ad
100
Pasta pendingin Pasta pendingin disebut juga linimen merupakan campuran bedak, salep dan
cairan. Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.
Indikasi Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering.
Beberapa vehikulum yang merupakan pengembangan dari bentuk dasar monofase
sediaan lain, yaitu gel, aerosol foam, cat, jelly, losion.
Gel Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase
ganda.9 Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau
dari gom alam (seperti tragakan).
Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri
dari jaringan partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan
suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium
oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetralkan
asam klorida dalam lambung.
Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada
kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.
Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan: a. Mampu
berpenetrasi lebih jauh dari krim. b. Sangat baik dipakai untuk area berambut. c. Disukai
secara kosmetika.
Jelly Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami seperti
tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.
Losion Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut
terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung
ini menyebabkan dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion
meninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air.
Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak.
Contoh losion yang tersedia seperti losion calamin, losion steroid, losion faberi.
Foam aerosol Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat
aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk
pemakaian lokal pada kulit, hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah,
propelen, konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot.
Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif menggunakan
propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan sediaan
baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta
pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan
betametasone foam.
Keistimewaan foam: 1. Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat
aktif tersisa cepat berpenetrasi.2 2. Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal.2
Cat Pada dasarnya, cat merupakan bentuk lain solusio yang berisi komponen air dan alkohol.
Penggabungan komponen alkohol dan air menjadikan sediaan ini mampu bertahan lama.
Sediaan baru pernah dilaporkan berupa solusio ciclopirox 8% sebagai cat kuku untuk terapi
onikomikosis.
2.3 Mekanisme Kerja
Farmakokinetik umum
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif dalam
konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit,
selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting dipahami untuk
membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi.
Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan pada kulit tergambar pada Gambar 2.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga kompartemen
yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat
berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih berkontak
dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan
cara digosok atau terhapus oleh pakaian.
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif ber
ikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu
sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis. Sementara itu, zat aktif
pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis.
Jalur penetrasi sediaan topikal. Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa macam jalur
seperti pada Gambar 3
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi: 1. Solute vehicle interaction:
interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum
tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada dalam sediaan. Vehicle skin
interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi fungsi reservoir
kulit terhadap vehikulum. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit
(lag phase, rising phase, falling phase).
a. Penetrasi secara transepidermal Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan
intraseluler. Penetrasi interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus
stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit.
Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil
menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat di bawahnya,
hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum korneum
sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum, kemudian
melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler di bawah stratum
basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
b. Penetrasi secara transfolikular Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah
percobaan in vivo. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein
dapat berpenetrasi tidak hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular.
Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian
berdifusi ke kapiler.
Absorpsi sediaan topikal secara umum Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya
akan melalui beberapa fase: a. Lag phase Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan
belum melewati stratum korneum, sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat
dalam pembuluh darah. b. Rising phase Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus
stratum korneum, kemudian memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam
pembuluh darah. c. Falling phase Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari
permukaan kulit dan dapat dibawa ke kapiler dermis.
Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai faktor: 1. Bahan aktif
yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan kulit dalam
konsentrasi yang cukup. 2. Konsentrasi bahan aktif merupakan faktor penting, jumlah obat
yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah
sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa. 3. Penggunaan
bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat yang diabsorpsi. 4.
Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan kulit. 5.
Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan. 6. Pada umumnya,
menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang diabsorpsi. 7. Absorpsi
perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang lapisan tanduknya
tipis. 8. Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak
kemungkinan diabsorpsi.
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada
melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan folikel dan kelenjar
keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen
anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran semi
permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.
Mekanisme kerja sediaan topikal Secara umum, sediaan topikal bekerja melalui 3 jalur di
atas (Gambar 3). Beberapa perbedaan mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang
larut dalam lemak dan larut dalam air.
1. Cairan Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan akan berperan
melunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang terdapat di atas permukaan
kulit; sebagian kecil akan mengalami evaporasi.
Dibandingkan dengan solusio, penetrasi tingtura jauh lebih kuat. Namun sediaan tingtura
telah jarang dipakai karena efeknya mengiritasi kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara
lain tingtura iodi dan tingtura spiritosa.
2. Bedak Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga
memberi efek mendinginkan. Komponen talcum mempunyai daya lekat dan daya slip yang
cukup besar.
Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari partikel
padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan mengurangi
pergeseran pada daerah intertriginosa.
3. Salep Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar
hidrokarbon digunakan sebagai penutup.
Salep berbahan dasar salep serap (salep absorpsi) kerjanya terutama untuk mempercepat
penetrasi karena komponen airnya yang besar. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan
dasar salep larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai
pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang dalam.
4. Krim Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena
komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan
mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara
kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W
memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O lebih besar
dari O/W.
5. Pasta Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih
dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta
berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang basah seperti serum.
6. Bedak kocok Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit.
Penambahan komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak melekat lama di
atas permukaan kulit dan efek zat aktif dapat maksimal.
7. Pasta pendingin Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat
sediaan ini lebih
mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket menjadikan
sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang dipakai.
8. Gel Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan pada
kondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur
transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi.
2.4 Cara Pakai
Cara aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya disesuaikan dengan lesi pada permukaan
kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:
1. Oles Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang umum
dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk sediaan. Banyaknya sediaan yang
dioleskan disesuaikan dengan luas kelainan kulit (tabel 2).
Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan menekan juga dilakukan pada obat
topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun juga meningkatkan suplai darah
pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan ini mengakibatkan efek
eksfoliatif lokal yang meningkatkan penetrasi obat.
2. Kompres Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang dominan
menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta.
Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka diharapkan ada
proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak
perlu steril, jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan
kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres
tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang digunakan karena efeknya
memperberat nyeri pada lokasi kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi
sediaan; namun cara ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi menggunakan
balutan hampa udara seperti penggunaan sarung tangan vinyl, membungkus dengan plastik.
Teknik oklusi mampu meningkatkan hantaran obat 10-100 kali dibandingkan tanpa oklusi,
namun lebih cepat menimbulkan efek samping obat, seperti efek atrofi kulit akibat
kortikosteroid.
4. Mandi Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada pasien dengan
lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah
digunakan untuk mandi seperti potassium permanganate. Namun cara ini sudah tidak
dianjurkan lagi mengingat efek maserasi yang ditimbulkan.
2.5 Prinsip Pemilihan Sediaan
1.Pada kulit tidak berambut, secara umum dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi. Krim
dipakai pada lesi kulit yang kering dan superfi sial, salep dipakai pada lesi yang tebal
(kronis). 2. Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan yang cocok. 3. Pada
lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep, emulsi W/O dapat menyebabkan
maserasi sehingga harus dihindari. 4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi
berisi alkohol dan asam salisilat sering mengiritasi sehingga harus dihindari. 5. Sediaan
cairan dipakai untuk kompres pada lesi basah, mengandung pus, berkrusta.
2.6 Lampiran Gambar
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif. 2. Idealnya suatu zat pembawa
mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-iritasi dan menyenangkan secara kosmetik,
selain itu zat aktif dalam pembawa mudah dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak kocok,
pasta, pasta pendingin. 4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel. 5.
Secara umum sediaan topikal melewati tiga jalur penetrasi yaitu interseluler, transe
luler, transfolikuler. 6. Mekanisme kerja sediaan topikal berupa difusi pasif menembus
lapisan kulit. 7. Cara pakai sediaan topikal pada umumnya dioleskan pada permukaan kulit,
dan dengan penambahan cara lain seperti ditekan, digosok, kompres, dan oklusi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG, Limbird
IE, eds. Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutic. 10th ed. New
York: McGraw Hill, 2001: 1795-814.
2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick TB,
Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed.
New York: McGraw-Hill, 2008:2090-6.
3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep, krim,
dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4.
4. Fonzo EMD, Martini P. Mazzalenta, Totti L, Alvino S. Comparative effi cacy and
tolerability of ketomousse® (ketoconazole foam 1%) and ketoconazole cream 2% in the
treatment of Pityriasis versicolor: results of a prospective, multicentre, randomised study.
Mycoses 2008;51:532-5.
5. Milani M, Mofetta SAD, Gramazio R, Fiorella C, Frisario C, Fuzio E, Marzocca V, Zurilli
M, Turi GD, Felice G. Effi cacy of betamethasone valerat 0,1% thermophobic foam in
seborrhoeic dermatitis of the scalp: An open label, multicentre, prospective trial on 180
patients. Curr Med Res Opin 2003;19:342-5.
6. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the treatment of
seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol 2009;36:131-7.
7. Kamus Kedokteran Dorland. Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L,
Valleria, Suparman W, eds. 29th ed. Jakarta: EGC, 2002:1937.
8. Wikipedia (internet). Wolverton, SE. Topical. (Cited Dec 28 2008).
9. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29. 10.
Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited, 2006:2056-67.
10. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI.
Jakarta, 1994. 12. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI, 2007: 342-52.
11. Dr. dr. Fathiyah S, MKes. 2020. Modul Sediaan Bentuk Obat Topikal. Malang. Faklutas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai