A
DENGAN KASUS TB PARU DI RUANG ANAK RSUD SUDONO MADIUN
Oleh:
SINTIA INDARWATI
NIM. 202006037
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi Tugas
Praktik Profesi Ners Prodi Ners STIKES Karya Husada Kediri :
Nama : Sintia Indarwati
NIM : 202006037
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada TB PARU
Mengetahui,
2. Asuhan Keperawatan
( ………………………)
3. Responsi Nama Terang
TB PARU
1.1.1 Definisi
getah bening dan usus. Ditemukan beberapa tanda penyakit yang beragam
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pencernaan (GI)
dan luka terbuka pada kulit. Terapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang
berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2016).
melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga
1.1.2 Klasifikasi
salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi terapi. Sesuai dengan
2) BTA positif
positif 1 kali.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
mendukung).
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
1. Tipe Bovin
2. Tipe Human
Bisa berada di bercak ludah (droplet), udara yang berasal dari penderita TB,
dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirupnya (Nurarif & Kusuma,
2016).
secara tak sengaja keluarlah droplet atau nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang
yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
44 tahun).
2. Sesak nafas
(Nurarif & Kusuma, 2016; Arif, Mutaqqin, 2012; Depkes RI, 2013).
1.1.5 Patofisiologi
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru- paru (lobus atas).
tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
4. Tes Mantoux/Tuberculin
7. MYCODOT
diagnosis TB Paru:
1.1.8 Penatalaksanaan
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Paduan obat yang
a) Rimfaspisin (R)
d) Streptomisin (S)
Dosis 15
mg/kgBB atau
BB > 60 kg:
1000 mg
e) Etambutol (E)
seminggu atau
2. Tindakan Invasive
1) Bronkoskopi
2) Punksi pleura
3. Kriteria Sembuh
1.2.1 Pengkajian
1. Data pasien
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik dua bulan terakhir.
Batuk, nafsu makan menurun, berat badan tidak naik dua bulan terakhir.
2012).
dengan sakitnya.
dengan penyakitnya.
Gejala: kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, kesulitan tidur pada
6. Keamanan
7. Interaksi sosial
8. Pemeriksaan fisik
istirahat)
hari. Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur. Sering kali tidak
ada demam.
1) Kepala
pergeseran trakea.
2) Thorax
ronki
3) Abdomen
4) Ekstremitas
9. Pemeriksaan penunjang
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap
akhir penyakit.
3) Foto thorax:
Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
densitas tinggi.
Pokja SDKI,
2016).
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018).
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1. Bersihan nafas tidak Tujuan: setelah Manajemen Jalan
efektif b.d spasme dilakukan Napas
jalan napas Tindakan Observasi:
(ketidakmampuan keperawatan, 1. Monitor pola
mengeluarkan sekresi diharapkan napas
pada jalan napas), bersihan jalan (frekuensi,
sekresi yang tertahan, napas meningkat. kedalaman,
proses infeksi. usaha napas).
Kriteria hasil: 2. Monitor bunyi
(Bersihan Jalan napas
Napas) tambahan
1. Batuk efektif (wheezing,
meningkat. ronkhi).
2. Produksi 3. Monitor
sputum sputum
menurun. (warna,
3. Wheezing jumlah,
menurun aroma).
(berkurang Terapeutik:
atau tidak 4. Posisikan semi
ada). fowler atau
4. Dispnea fowler.
menurun. 5. Berikan
5. Ortopnea minum hangat.
menurun. 6. Lakukan
6. Sianosis fisioterapi
menurun dada, bila
(tidak perlu.
mengalami 7. Berikan
sianosis). oksigen, jika
7. Frekuensi perlu.
napas Edukasi:
membaik (20- 8. Anjurkan
25 x/menit). teknik batuk
8. Pola napas efektif.
membaik Kolaborasi:
(regular).
9. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
jika perlu.
2. Gangguan pertukaran Tujuan: setelah Pemantauan
gas b.d dilakukan Respirasi
ketidakseimbangan Tindakan Observasi:
ventilasi-perfusi, keperawatan, 1. Monitor
kerusakan membrane diharapkan frekuensi,
alveolus-kapiler. pertukaran gas
meningkat. irama,
kedalaman,
Kriteria hasil: dan upaya
(Pertukaran Gas) napas.
1. Tingkat 2. Monitor pola
kesadaran napas (seperti
meningkat bradypnea,
(CM, GCS: 4, takipnea,
5, 6). kusmsmaul,
2. Dispnea sheyne-
menurun
stokes).
(tidak
3. Monitor
mengalami
kemampuan
sesak).
3. Bunyi napas batuk efektif.
tambahan 4. Monitor
menurun adanya
(tidak ada produksi
bunyi napas sputum.
tambahan). 5. Palpasi
4. Napas cuping kesimetrisan
hidung ekspansi paru.
menurun 6. Aukultasi
(tidak ada bunyi napas.
PCH). 7. Monitor
5. PCO2 saturasi
membaik (N: oksigen.
35-45 mmHg). 8. Minotr nilai
6. PO2 membaik AGD.
(N: 80-100 9. Monitor hasil
mmHg). x-ray thorax.
7. pH arteri Terapeutik:
membaik (N: 10. Atur interval
7,35-7,45). pemantauan
8. Sianonis respirasi sesuai
membaik dengan kondisi
pasien.
(tidak ada 11. Dokumentasi
sianosis). hasil
9. Pola napas pemantauan.
membaik Edukasi:
(regular). 12. Jelaskan
10. Warna kulit tujuan dan
membaik. prosedur
pemantauan.
13. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu.
3. Deficit nutrisi b.d Tujuan: setelah Manajemen Nutrisi
faktor psikologis dilakukan Observasi:
(keengganan untuk Tindakan 1. Identifikasi
makan), intake nutrisi keperawatan, status nutrisi.
kurang adekuat. diharapkan status 2. Identifikasi
nutrisi membaik. perlunya
penggunaan
Kriteria hasil: selang
(Status Nutrisi) nasogastric.
1. BB normal 3. Monitor
(menurut asupan
perhitungan Z makanan.
score). 4. Monitor BB.
2. TB normal 5. Monitor lila.
(menurut Terapeutik:
perhitungan Z 6. Berikan
score). makanan
3. Membrane dengan suhu
mukosa yang sesuai.
lembab, Kolaborasi:
kemerahan. 7. Kolaborasi
4. Pucat (-). dengan ahli
5. Kesulitan gizi untuk
makan menentukan
menurun. jenis nutrient
6. Pola makan yang
membaik. dibutuhkan.
7. Lila normal
(N: 17 cm).
4. Hipertermi b.d proses Tujuan: setelah Manajemen
penyakit (infeksi, dilakukan Hipertermia
peradangan/inflamasi). Tindakan Observasi:
keperawatan, 1. Identifikasi
diharapkan penyebab
termoregulasi hipertermia.
membaik.
Kriteria Hasil: 2. Monitor suhu
(Termoregulasi) tubuh.
1. Menggigil 3. Monitor kadar
menurun elektrolit.
(tidak 4. Monitor
menggigil). keluaran urine.
2. Kulit merah Terapeutik:
menurun (kulit 5. Longgarkan
memerah tidak atau lepaskan
ada). pakaian.
3. Pucat menurun 6. Berikan cairan
(tidak pucat). oral.
4. Takikardi 7. Beri kompres
menurun (nadi hangat (pada
normal: 95- dahi/ leher/
140 x/menit). aksila).
5. Takipnea Edukasi:
menurun 8. Anjurkan tirah
(pernapasan baring.
normal: 20-25 9. Anjurkan
x/menit). menggunakan
6. Dasar kuku pakaian atau
sianosis selimut yang
menurun tipis.
(dasar kuku Kolaborasi:
tidak ada 10. Kolaborasi
sianosis). pemberian
7. Suhu tubuh cairan dan
membaik elektrolit
(35,5-37,5oC). intravena, jika
8. Suhu kulit perlu.
membaik.
9. Pengisian
kapiler
membaik
(CRT<2s).
10. Tekanan darah
membaik
(sistolik: 80-
115 mmHg,
diastolic: 50-
75 mmHg).
(Supartini, 2012).
(Supartini, 2012).
yang satu dengan yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama,
kembang, yaitu:
1. Genetika
2. Pengaruh hormone
3. Faktor lingkungan
4. Faktor prenatal
foot.
4) Kelainan endokrin.
berfungsi. Saat lahir berat badan normal dari ibu yang sehat
berkisar 3000 gr - 3500 gr, tinggi badan sekitar 50 cm, berat
yang sangat pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa
dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan mulai bisa
ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisa duduk
mengejar hoby yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri
anak tersebut.
2013).
Umur 60-72
bulan
1. Berjalan lurus.
2. Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik.
3. Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap.
4. Menangkap bola kecil dengan kedua tangan
5. Menggambar segi empat.
6. Mengerti arti lawan kata.
7. Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih.
8. Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan
kegunaannya.
9. Mengenal angka, bisa menghitung angka 5-10.
10. Mengenal warna.
11. Mengungkapkan simoati.
12. Mengikuti aturan permainan.
13. Berpakaian sendiri tanpa
dibantu. Kemenkes RI, 2016.
1.4.1 Definisi
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat
orang tersebut terpapar dengan penyakit tidak akan sakit atau hanya akan
Tujuan dari pemberian imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit menular,
dengan diberikan imunisasi anak akan menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak dan tubuh
100% desa atau kelurahan, selain itu agar tercapainya Eliminasi Tetanus
1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) (Mulyani & Rinawati, 2018).
pengobatan yang tinggi jika anak sakit dan bagi bangsa sendiri
1. Imunisasi Aktif
zat anti dari suatu rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya
dan campak. Setelah rangsangan ini kadar zat anti dalam tubuh
2. Imunisasi Pasif
yang dihasilkan
lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT- HB 3 kali, Polio 4 kali,
1. Imunisasi BCG
miliar.
diberikan satu kali saja. Pada anak yang berumur lebih dari 2
2. Imunisasi Hepatitis B
sekali pakai dan terisi vaksin dalam dosis tunggal dari pabrik.
3. Imunisasi Polio
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus
dasar polio diberikan melalui mulut sejak anak baru lahir atau
imunisasi DPT.
5. Imunisasi Campak
campak. Campak,
1.5.1 Definisi
bunyi dari mesin yang digunakan dan bau yang khas, dapat
malah sebaliknya.
2011).
1) Menangis kuat
1) Menolak makan
2) Sering bertanya
3) Menangis perlahan
2) Meninggalkan keluarga
1) Menolak perawatan
2) Tidak kooperatif
3) Bertanya-tanya
4) Menarik diri
2. Dramatisasi
3. Konstruksi
Anak- anak mulai membuat bentuk- bentuk dengan balok
4. Permainan
5. Membaca
lebih suka melihat acara anak- anak yang lebih besar dari pada
sedang dijalankan.
7. Mencocokkan warna
8. Bermain puzzle
10. Melompat
DAFTAR PUSTAKA
Adriana. D. 2013. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Selemba Medika.
Dinarti, & Muryanti, Y. 2017. Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. 1– 172.
Ditjen PPM & PL Dan Pusdiklat SDM Kesehatan Depkes RI. 2016. Modul Pelatihan
Pengolahan Rantai Vaksin Program Imunisasi.
Dompas, R. 2014. Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12
Bulan. Jurnal Ilmiah Bidan, 2(2).
Huges. 1999 (dalam Ismail, Andang. 2006). Education Games Menjadi Cerdas Dan
Ceria Dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.
Hurlock. 2002. Psikologi Perkembangan (ed.5). Jakarta: Erlangga.
Kartika, Sari. 2015. Keperawatan Kesehatan: CMHM Basic Course. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pelaksanaan: Stimulasi, Deteksi, Dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Depkes RI.
Lestari, Santu Ayu. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Risiko
Kerusakan Fungsi Kardiovaskular Melalui Swedish Massage. KTI (Ners).
Published. FIP: Uiversitas Indonesia.
Mulyani, NS., & Rinawati, M. 2018. Imunisasi Untuk Anak. Jogjakarta: Nuha Medika.
Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis:
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus
(Jilid 2). Jogjakarta: Medication Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter dan Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 (Ed. 7). Jakarta:
Salemba Medika.
Price A. S & Wilson M. L, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(Ed.6). Jakarta: EGC.
Rohmah, Nikmatur. 2018. Terapi Bermain. Jember: LPPM Universitas
Muhammdadiyah Jember.
Rubenstein, David. 2008. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. 2015. Medical Surgical Nursing (Vol 1). LWW.
Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar
I Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: Sagungseto.
An. A (5 tahun) dirawat di ruang anak RSUD Soedono Madiun pada tanggal 2
Mei 2021. Saat dilakukan pengkajian, anak N mengalami batuk. Ibu An. N
mengatakan, bahwa An. N batuk sejak 3 minggu yang lalu dan sekarang
batuknya semakin sering, grok-grok dahaknya tidak keluar, sering demam sejak 2
minggu terakhir. Ibu pasien mengatakan anak N tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya. Ibu pasien mengatakan ayah anak N pernah menderita TB Paru
dan pernah dirawat di rumah sakit karena TB Paru 1 tahun yang lalu. Setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan: pasien tampak lemah, kesadaran
composmentis, pucat (+), batuk (+), sputum sulit keluar, ronkhi (+) di apex paru
kiri, retraksi dada (+), PCH (+), mual (+), muntah (-), TTV = suhu: 38oC, nadi:
120 x/menit, RR: 25 x/menit, TD: 100/60 mmHg, pemeriksaan antropometri: BB:
14 kg, TB: 107 cm, lila: 16,2 cm (n: >17 cm). Hasil pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 2 Mei 2021 menunjukkan nilai: Hb: 12,2 g/dl (N: 12,0-16,0),
14.000 mm3 (N: 5.000-10.000 mm3), BTA: positif (+,-,-), Rontgen thorax
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Kesimpulan:
Skor: 10 (sesuai)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN NEBULIZING
Definisi Nebulizing merupakan suatu tindakan dengan memberikan
penguapan agar lender lebih encer, sehingga mudah dihisap.
Nebulizer adalah pelembab yang memberntuk aerosol, kabut
butir-butir kecil air.
Tujuan 1. Untuk mengencerkan secret dengan jalan memancarkan
butir-butir air melalui jalan napas.
2. Pemberian obat-obat aerosol.
Indikasi 1. Pasien yang tidak dapat mengeluarkan secret.
2. Post-ekstubasi.
3. Status asmatikus.
4. Laring edema.
5. Pasien dengan sputum yang kental.
6. Sebelum dilakukan fisioterapi dada.
7. Pada keadaan tertentu dapat diberikan bersamaan dengan
ventilator.
Pengkajian 1. Kaji status kardiopulmonal.
2. Kaji adanya penumpukan secret.
3. Keji kebutuhan pasien akan terapi nebulizing.
Persiapan Persiapan Alat:
1. Nebulizer dan pelengkapnya.
2. Obat-obat untuk terapi aerosol bila diperlukan,
diantaranya:
- Beta agonis: Ventolin, barotec, krikasma, combivent,
bisolvon.
- Antikolinergik: Atrovent.
- Steroid: pulmicord.
3. Stetoskop.
4. HC.
5. Aquades, NaCl 0,9%.
6. Selang oksigen.
7. Simple mask.
8. Bengkok.
9. Tisu.
10. Pot sputum.
11. Baki + alas atau troli
Persiapan Pasien dan Lingkungan:
1. Identifikasi pasien.
2. Jelaskan tujuan dilakukan Tindakan pada pasien
(informed concent).
3. Jaga privasi pasien.
4. Atur posusu pasien (posisi semi fowler atau fowler).
Prosedur 1. Cuci tangan.
2. Masukkan obat sesuai resep dokter kedalam tabung obat
pada nebulizer.
3. Nebulizer dihubungkan ke listrik, kemudia dihidupkan.
4. Pasang selang nebulizer (oral, nasal, masker). Anjurkan
bernapas Panjang dan menghisap udara yang keluar.
Pengisapan udara dilakukan dari hidung dan
dikeluarkan melalui mulut.
5. Secara periodic, anjurkan pasien untuk batuk efektif dan
mengeluarkan dahaknya.
6. Jika uap nebulizer sudah habis, matikan mesin.
7. Mulut pasien dibersihkan dengan tisu.
8. Bereskan alat, kemudian cuci tangan.
Evaluasi 1. Status kardiopulmonal.
2. Kondisi sebelum dan setelah pemberian nebulizer.
3. Karakteristik secret yang keluar.
Dokumentasi 1. Catat status kardiopulmonal.
2. Catat waktu pemberian nebulizer.
3. Catat jenis dan dosis obat yang diberikan.
4. Catat karakteristik secret yang keluar.
Sumber Hidayati, Ratna., dkk. 2014. Praktik Laboratorium
Keperawatan (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.