Kasus - 1 - 5. Devin Alexander (406192040)
Kasus - 1 - 5. Devin Alexander (406192040)
Disusun Oleh :
Devin Alexander (406192040)
Pembimbing :
dr. Herwanto, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
Lembar Pengesahan
Laporan Kasus #1
Disusun oleh:
Devin Alexander (406192040)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. X Jenis kelamin : Laki – laki
TTL : Jakarta, 10 Desember 2016 Umur : 3 Tahun 6 Bulan
Alamat : Jl. Tanjung Duren utara no 1 Status : Belum Menikah
Pendidikan : belum sekolah Anak ke : pertama
Suku : Jawa Agama : Islam
Identitas orangtua
Ayah Ibu
Nama : Tn. A Nama : Ny. Y
Umur : 36 tahun Umur : 34 tahun
Alamat : Jl. Tanjung Duren Utara no 1 Alamat : tanjung Duren
Status : Sudah menikah Status : sudah menikah
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Polisi Pekerjaan : Guru
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agaama : Islam
II. ANAMNESIS
Tanggal pemeriksaan 10 Mei 2020 Pukul : 10.00 WIB
Keluhan Utama :
Kejang
Riwayat Imunisasi
imunisasi dasar lengkap didapatkan dari Puskesmas dan tercatat di Buku KIA
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Kebiasaan
Sejak lahir pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan ditambah MPASI rumahan.
Sejak usia 1 tahun pasien makan menu keluarga 3-4 kali sehari dan minum susu UHT 1 kotak
kecil.
Riwayat Perinatal
Pasien adalah anak pertama, riwayat ANC rutin di BPM dan dilahirkan di Puskesmas dengan
pendampingan bidan. Riwayat kehamilan sehat dan persalinan normal, bayi langsung
menangis, berat badan lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm.
Riwayat Perkembangan
Pasien sudah bisa tengkurap saat usia 4 bulan, pasien sudah bisa duduk pada usia 7 bulan,
dapat berdiri tanpa dipegangi pada usia 10 bulan, bisa berjalan sendiri saat usia 15 bulan,
kemampuan berbicara sesuai usia
Pemeriksaan Antropometri :
Tinggi Badan : 95 cm
BB/U : -2 s/d +2 SD (normal)
TB/U : -2 s/d +3 SD (Normal)
PEMERIKSAAN SISTEM
KEPALA
Bentuk dan ukuran normal, benjolan (-), rambut hitam terdistribusi merata, dan tidak mudah
dicabut, kulit kepala (-) kelainan
MATA
Palpebra superior et inferior, dextra et sinistra (-)edema atau cekung; konjungtiva tidak pucat,
sklera ikterik (-)/(-), kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3mm, refleks cahaya +/+
TELINGA
Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan aurikula (-), KGB pre dan retro aurikula (-)
membesar, telinga lapang (-) serumen, (-) sekret. Membran timpani (-) kelainan
HIDUNG
Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-)/(-), dan mukosa hidung (-) hiperemis
MULUT
(-) perioral sianosis, gigi geligi lengkap dan (-) karies, mukosa mulut (-) hiperemis, papil lidah
(-) atrofi, (-) lesi dalam rongga mulut, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, (-) eksudat atau detritus,
kripta tonsil (-) melebar, mukosa dinding faring (-) hiperemis, (-) selaput putih pada dinding
faring
LEHER
Trakea di tengah, kelenjar tiroid (-) teraba membesar, KGB submandibula, cervical, supra-
infra clavicula dextra et sinistra (-) teraba membesar
PARU
o Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis maupun dinamis, spontan, tidak tampak
pernapasan cuping hidung maupun penggunaan otot bantu napas, tidak ada sumbatan
jalan nafas
o Palpasi : tidak teraba benjolan atau nyeri, stem fremitus normal dan sama kuat
o Perkusi : keempat lapang paru sonor, batas paru hepar di ICS V/VI MCL dextra
o Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
JANTUNG
o Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
o Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL kiri, thrill -, wave -
o Perkusi : batas jantung normal
o Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur -, gallop –
ABDOMEN
o Inspeksi : tampak datar/flat, tidak ada dilatasi vena, tidak ada tanda
peradangan
o Auskultasi : bising usus normal di keempat kuadran
o Perkusi : timpani di keempat kuadran
o Palpasi : teraba supel, hepar lien tidak teraba membesar, (-) nyeri
tekan & nyeri angkat abdomen
ANUS DAN GENITALIA
o Inspeksi : ekskoriasi dan hiperemis pada kulit di ujung preputium, (-) edema dan
eksudat
o Palpasi : tidak ada nyeri tekan, (-) teraba pembesaran kelenjar getah bening inguinal
EKSTREMITAS
Ekstremitas kanan dan kiri atas dan bawah tidak tampak deformitas dan
edema, akral hangat, tidak tampak sianosis, CRT < 3 detik, pulsasi dan
perfusi arteri perifer baik
TULANG BELAKANG
Tidak nampak deformitas (gibbus, skoliosis, kifosis, lordosis)
KULIT
tidak nampak kelainan dan turgor kulit baik
KGB
tidak nampak pembesaran KGB (sublingual, submandibular, supraclavicula, infraclavicula,
axilla, inguinal dextra et sinistra)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
o Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), brudzinski 1-4 (-)
o N. Cranialis : normal, simetris, tidak ada kelainan
o Motorik : eutrofi dan normotoni
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Neutrofil : 90%
Limfosit : 6%
Monosit : 4%
Urinalisis :
Makroskopik : Warna kuning agak keruh
Kimia : pH 4,5, BJ 1,005, glukosa (-), keton (-), nitrit (-), leukosit esterase (+), bilirubin (-),
urobilin (-), protein (-)
Mikroskopik : eritrosit 5 sel/lpb, leoksit 20 sel/lpb, epitel 25 sel/lpb, kristal (+), bakteri (++), jamur
(-).
V. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki – laki berusia 3 tahun 6 bulan dengan keluhan kejang. Dari
anamnesis didapatkan :
kejang 2 kali dalam 30 menit, berlangsung selama 1 – 2 menit. Saat kejang kedua tangan dan
kaki terhentak-hentak simetris, bola mata melirik ke atas, tidak merespon waktu dipanggil
namanya, lidah tidak terjulur, dan dari mulut tidak keluar buih. Setelah kejang pasien
merengek sebentar, minta dipeluk. Saat di UGD sudah tidak kejang
2 hari demam naik turun, suhu tubuh tidak diukur tetapi ibu sudah memberikan sirup
ibuprofen di rumah. Sejak sakit pasien menolak makan dan mengeluh nyeri tenggorokan,
disertai suara yang serak dan lebih rewel dari biasanya
BAK akhir-akhir ini sering mengompol lagi dan pasien merasa agak nyeri saat buang air
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Kesadaran somnolen
ekskoriasi dan hiperemis pada kulit di ujung preputium, (-) edema dan eksudat
Peningkatan neutrofil
Penurunan limfosit
Urinalisis leukosit esterase (+), bakteri (++), eritrosit 5/lpb Leukosit 20/lpb, epitel 25/lpb
DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks
Sistitis
DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam simpleks
Status epileptikus
RENCANA DIAGNOSIS
• Kultur urin
• LED
• CRP
• Prokalsitonin
VII. TATALAKSANA
Farmakologis
Diazepam 10 mg suppositoria jika kejang
Paracetamol 120mg/5ml 3 kali sehari 1 ½ sendok takar
ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Non – famakologis
Rawat inap mencegah komplikasi dehidrasi dan kejang rekuren
Infus NS 0,9% 20 mL/kg
Waspada tanda – tanda dehidrasi
VIII. EDUKASI
Edukasi orangtua pasien mengenai kejang demam
Edukasi orangtua pasien mengenai Infeksi saluran kemih
Edukasi orangtua tentang komplikasi dari ISK (pielonefritis)
Edukasi orangtua pasien penggunaan diazepam suppositoria
Edukasi orangtua jika kejang berlanjut walaupun sudah diberikan diazepam
suppositoria bawa ke RS
Waspada tanda – tanda dehidrasi
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
Definisi
Merupakan kejang yang terjadi pada temperatur tubuh >38 0C. Penyebab suhu tinggi ini bukan
dari infeksi SSP atau ketidakseimbangan metabolik2.
Epidemiologi
Prevalensi kejang demam di Indonesia mencapai 2 – 5% pada anak balita dimana kejang
demam umum terjadi pada anak usia 6 bulan – 60 bulan (5 tahun) 3. Anak usia <2 tahun paling rentan
mengalami kejang demam berulang (risiko 50%). Jika ada riwayat kejang demam dalam keluarga,
risiko untuk terjadinya kejang demam meningkat
Etiologi
Penyebab Kejang demam bersifat multifaktorial. Diduga kuat kejang demam terjadi karena
kerentanan Sistem Saraf Pusat (SSP) yang sedang berkembang terhadap efek dari demam yang
dikombinasikan dengan faktor genetik dan lingkungan4. Kejang demam sering terjadi pada anak usia
dibawah 3 (tiga) tahun dimana pada usia tersebut, ambang batas terjadinya kejang cukup rendah 3.
Klafisikasi
Faktor risiko
Genetik
Defisiensi Zink
Defisiensi Vit B12, asam folat, selenium
Tinggi derajat suhu saat demam
Genetik memainkan peran penting dalam terjadinya kejang demam. Seseorang yang anggota
keluarganya memiliki riwayat kejang demam (ayah atau ibu) berisiko 33% untuk mengalami
kejang demam4. Dari keluarga genetik diturunkan secara autosomal dominan 2. Gen yang
berhubungan yaitu gen SCN1B, SCN9A, CPA62.
Patogenesis
Patogenesis dari kejang demam ini masih belum diketahui dengan jelas 5. Diduga adanya
ketidakseimbangan dari sitokin – sitokin pro inflamasi ini mempengaruhi terjadinya kejang demam 2.
Disregulasi antara IL - 1β, IL – 6, dan IL – 8 dengan sitokin anti inflamasi ILR – 1A berhubungan
dengan status epileptikus demam2. Rasio ILR – 1A/ IL – 8 yang menurun bisa menjadi petanda
gangguan hipokampus pada MRI setelah status epileptikus demam 2.
3. Postiktal drowsiness
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
• Elektrolit
• Lumbal pungsi sangat disarankan pada anak berusia <12 bulan, karena meningitis pada
usia ini sering tidak terdeteksi pada anamnesis saja
• Urinalisis
• Kultur urin
• Neuroimaging
EEG jarang dipakai pada kasus kejang demam karena tidak ada temuan spesifik terhadap
kejang demam pada EEG, serta EEG memiliki nilai yang terbatas untuk memprediksi
rekurensi kejang demam4. EEG kurang direkomendasikan pada anak yang mengalami kejang
demam simpleks4.
Lumbal pungsi sangat direkomendasikan pada anak usia <12 bulan, terutama bila imunisasi
haemophilus influenza tipe B dan Streptococcus pneumonia tidak diketahui dengan jelas2,4.
Evaluasi
Gambar 1. Algoritma tatalaksana penanganan kejang demam 2
Tatalaksana
Pada saat dirumah dapat diberikan Diazepam Suppositoria 0,5 – 0,75 mg/kg, Pada saat dirumah
sakit dapat diberikan Diazepam IV 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan. Bila kejang belum berhenti diazepam
dapat diulang dalam waktu 5 menit dosis sama. Bila kejang masih berlangsung diberikan fenitoin 10 –
20 mg/kg/kali. Antipiretik diperlukan untuk menurunkan demam 6 dengan Paracetamol 10 – 15
mg/kg/kali atau Ibuprofen 5 – 10 mg/kg/kali 3 – 4 kali sehari. Antikonvulsan rumatan diberikan jika:
Obat rumatan yang dapat dipakai adalah asam Valproat 15 – 40 mg/kg/hari 2 – 3 kali sehari selama 1
tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan 6.
Edukasi6
3. Ukur suhu
Komplikasi
1. Kejang Epileptik4
2. Ensefalopati4
3. Gangguan perkembangan otak4
Prognosis
Prognosis kejang demam umumnya baik, tetapi sering terjadi rekurensi 1 – 2 tahun setelah kejang
demam pertama terjadi4. Kejang demam merupakan faktor risiko untuk terjadinya kejang epileptik
pada masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA